Juan Dinhara Pratama itulah namaku, putra bungsu dari pasangan Ziga Rahardian Pratama seorang pengusaha yang sukses dalam berbagai bidang di berbagai negara dengan Alvia Setya Mahendra seorang ibu rumah tangga yang sebenarnya berkeinginan menjadi seorang desainer. Akan tetapi karna sifat posesif Daddy yang over dosis tidak mengizinkan Mommy untuk bekerja di luar rumah, sehingga kertas kertas desain milik Mommy hanya menumpuk di ruang kerja Daddy dan berselimutkan debu yang tebal.
Aku mempunyai dua orang kakak kembar yang sifatnya sangat bertolak belakang.
Kakak laki lakiku yang bernama Aiden Raffasya Pratama, adalah seorang Pria tampan yang dingin, angkuh dan juga keras kepala. Sedangkan kembarannya yang merupakan kakak perempuanku bernama Zeline Zakeisha Pratama adalah seorang gadis cantik yang cerewet tak pernah bisa diam dan selalu membuat ramai suasana di manapun dia berada. Dan aku sendiri mungkin adalah gabungan dari sifat kedua kakak kakakku. Terkadang aku bisa bersikap dingin dan acuh tapi kadang aku menjadi seorang yang selalu membuat keonaran . Tapi satu kesamaan dari kami bertiga adalah kami semua sangat menyayangi Mommy dan Daddy dan kami juga saling menyayangi satu sama lain, sehingga kehidupan keluarga kami bisa di bilang sangat sangat harmonis.
Aku mempunyai wajah tampan dengan tubuh yang proporsional. Tinggiku 183 cm dengan berat badan 65 kg yang membuatku terlihat sempurna di mata para gadis. Dan satu lagi kelebihanku, aku cepat mengakrabkan diri dengan siapapun. Aku adalah pria famous di kalangan para gadis. Bermodalkan wajah tampan dan kekayaan yang di miliki orang tuaku membuat aku dapat dengan mudah mengencani para gadis. Tetapi tak ada satu pun dari mereka yang benar benar menaklukan hatiku, aku memacari mereka hanya sebagai hiburan dan kebanyakan hubungan kami tak ada yang bertahan lebih dari sebulan termasuk gadis manis yang kini berada di hadapanku, Ini adalah hari ke 27 berarti expired datenya tinggal 3 hari lagi.
Dan aku sudah memikirkan cara bagaimana cara untuk berpisah dengannya.
"Juan" teriak Elvira kesal karena sedari tadi aku tak menanggapi omongannya.
Aku menutup kedua telinga dengan tanganku sambil melotot tegas ke arahnya.
"Aku tidak tuli" ucapku dengan geram, aku sudah mulai kesal dengan tingkah gadis itu.
"Maaf, habis aku kesal sedari tadi kau tak mendengarkanku" ucap Vira sedih kemudian dia langsung menghampiri dan duduk di sebelahku dengan tangan yang bergelayut manja di lenganku. Kemudian dia terus berbicara tanpa henti.
Batas kesabaranku habis sudah, aku paling muak dengan wanita yang banyak bicara dan cerewet padaku cukup kakak dan ibuku saja yang bisa bersikap seperti itu padaku.
Aku pun menghempaskan tangan Vira kemudian bangkit dan berlalu meninggalkan kantin kampus yang saat itu dalam keadaan ramai.
"Juan" Elvira kembali berteriak memanggil namaku.
"Kau mau kemana?" tanya Elvira terengah-engah karna mengejar langkah besarku.
"Pulang" jawabku singkat lalu dengan segera menuju parkiran mengambil si merah motor kesayanganku dan berlalu meninggalkan Vira yang mendengus kesal karena kelakuanku.
"Hai Mom" sapaku pada Mommy yang sedang memasak seraya mencium pipinya.
Mommy melihat jam yang melingkar di tangannya kemudian menatapku dengan keheranan.
"Masih siang, kenapa sudah pulang?" tanya Mommy masih dengan meneruskan kegiatan memasaknya.
Di rumah Mommy selalu memasak makanan sendiri, walau sebenarnya Daddy melarang karena sudah ada koki. Tapi Mommy beralasan bahwa kebutuhan gizi suami dan anak anaknya haruslah beliau yang menyiapkan, karna beliaulah yang paling tahu apa yang di butuhkan untuk keluarganya. Dan akhirnya Daddy mengalah dia pun membiarkan Mommy memasak, tapi ingat hanya memasak tidak untuk yang lainnya, ucap Daddy saat itu tegas. Daddy tidak ingin Mommy terlalu lelah karna baginya Mommy adalah sebuah permata berharga yang harus ia jaga.
Daddy memperlakukan Mommy seperti itu sejak beliau menemukan Mommy yang pernah menghilang meninggalkan Daddy 21 tahun yang lalu tepatnya sebelum aku ada di dalam rencana mereka.
"Juan, bagaimana kuliahmu?" tanya Mommy padaku yang sedang asyik main game ponsel di lounge.
"Baik" jawabku singkat karena sedang berfokus dengan permainanku.
"Lalu bagaimana kabar kekasihmu, siapa namanya?" tanya Mommy sambil meneruskan kegiatan masaknya.
"Elvira baik" jawabku
"Tapi 3 hari lagi dia bukanlah pacarku lagi Mom" ucapku jujur.
Aku memang terbiasa jujur Mommy. Tak ada satu hal pun yang aku sembunyikan dari Mommy. Dari kenakalanku, hobi balap liarku hingga kesenanganku yang bergonta ganti kekasih satu bulan sekali.
Mommy sudah sering menasehatiku, dan aku hanya mendengarkan tapi tak pernah benar benar menjalankan semua nasihat Mommy.
Beliau tak pernah marah padaku, karna aku adalah anak bungsu kesayangannya. Dan tentunya kesayangan seluruh anggota keluargaku.
Berbeda dengan Daddy, Daddy cukup keras padaku namun tetap saja Daddy takkan bisa melawan kuasa Mommy, maka dari itu jika aku melakukan kesalahan aku selalu bersembunyi di balik Mommy, yang pastinya akan selalu membelaku.
Mata Mommy melotot ke arahku, kemudian beliau mencubit pinggangku dengan keras sehingga membuat aku menjerit kesakitan.
"Aww" teriakku sambil mengelus pinggang yang tadi sempat di cubit oleh Mommy.
"Mommy kenapa sih, sakit" ucapku merajuk.
"Kamu yang kenapa" jawab Mommy.
"Kenapa apanya sih Mom?" tanyaku tak mengerti.
"Juan, mau sampai kapan kau bergonta ganti pacar seperti itu?" tanya Mommy.
"Apa kau tidak merasa malu pada kakak kakakmu" ucap Mommy lagi.
"Kau baru berumur 20 tahun tapi mantan pacarmu jumlahnya menyamai jumlah mantan Presiden Amerika" tukas Mommy kesal.
Aku terkekeh mendengar ucapan Mommy mengenai jumlah mantan pacarku.
"Bagaimana Mommy bisa tahu jumlah mantan pacarku?" tanyaku serius.
"Jangan jangan selama ini Mommy mencatat semua mantan pacarku dalam buku besar jadi bisa Mommy hitung jumlahnya" ucapku yang langsung di sambut dengan lemparan spatula yang sedang di pegang Mommy.
Merasakan adanya bahaya aku pun dengan cepat menghindar, dan ternyata di belakangku ada Daddy yang baru saja tiba. Alhasil lemparan Mommy pun tepat sasaran, yaitu mengenai kening Daddyku.
"Aww" teriak Daddy sambil memegang keningnya yang terkena lemparan spatula.
"Oh, maaf sayang. Aku tidak sengaja" ucap Mommy penuh penyesalan kemudian segera membawa Daddy duduk di sofa sambil mengusap usap kening ayahku tersebut.
"Apa yang membuatmu marah seperti itu sayang?" tanya Daddy lembut.
Daddyku memang selalu lembut seperti kapas jika sedang berhadapan dengan Mommy. Tapi jangan salah jika berhadapan dengan lawan lawan bisnisnya Daddy bisa segarang singa. Dan itu yang membuatku menghormati beliau.
Andai saja ada wanita yang bisa membuatku benar benar jatuh cinta, aku pasti akan memperlakukannya selembut sutra, bahkan mungkin lebih lembut dari yang di lakukan Daddy ke Mommy.
"Anakmu itu Dad" adu Mommy dan aku pun segera melarikan diri sejauh mungkin karna sebentar lagi pasti Daddy marah besar padaku karna telah membuat Mommy kesal.
"Juaaaaannnn" teriak Daddy sedangkan aku sudah berhasil masuk ke lift dan turun untuk segera bergabung dengan sahabat sahabatku di sirkuit.
Motor sport merah Juan berhenti di salah satu bengkel milik Farrel, yang merupakan salah satu sahabat baik Juan.
"Hei Dude" sapa Farrel sambil melakukan salam khas mereka.
"Hei, ramai hari ini?" tanya Juan setelah melihat bengkel milik sahabatnya itu tampak padat.
"Nanti malam ada race, jadi mereka sedang mempersiapkannya" jawab Farrel yang masih fokus dengan pekerjaannya.
Juan mengernyitkan alisnya,
"Race, mengapa aku tidak tahu ?" tanya Juan, biasanya informasi tentang race dia terima paling awal.
"Ini race dadakan, aku dengar untuk menyambut juara race dari Asia" jawab Farrel yang masih sibuk mengotak atik motor milik salah satu pelanggannya.
Mata Juan bersinar, dia paling suka dengan tantangan.
Juara Asia, menarik. Aku jadi penasaran seberapa hebat orang itu, gumam Juan dalam hatinya.
"Katakan pada mereka aku ikut" ucap Juan pada Farrel.
Farel menatap Juan seolah ingin memastikan ucapan sahabatnya tersebut.
"Kau yakin, ini cuma race kecil yang taruhannya tidak seberapa" jelas Farrel karena selama ini Juan hanya mau mengikuti race jika taruhannya menggiurkan.
"Tak apa, aku hanya ingin mengasah kemampuanku" jawab Juan acuh.
"Oke, datang langsung ke race tengah malam nanti" ucap Farrel.
"Sip" jawab Juan, kemudian pria tersebut langsung memacu motornya meninggalkan bengkel milik Farrel.
Di tempat lain seorang gadis berkuncir dua dengan kaca mata tebal yang melapisi matanya sedang serius membaca buku di perpustakaan.
"Hara, jadi ikut nanti malam ?" tanya Jodie berbisik kepada sahabatnya itu.
"Ehm" jawab Hara yang masih berfokus dengan buku yang di bacanya.
"Oke, aku jemput nanti malam" bisik Jodie kembali.
Hara tak menanggapi, dia masih saja membolak-balik buku yang ada di hadapannya.
Akhirnya Jodie pun diam, dia tahu gadis yang satu ini takkan bisa di ganggu jika sudah bergelut dengan buku.
Selang beberapa lama ponsel Hara bergetar, dia pun dengan segera keluar dari ruang perpustakaan untuk mengangkat panggilan telpon yang ternyata dari sang Ayah.
"Halo Pi" sapa Hara lembut.
"Hara, dimana sayang?" tanya Dony Syahputra, ayah dari Hara.
"Hara di perpustakaan Pi" jawab Hara.
"Hara sudah ketemu Aunty Via ?" tanya Dony kembali.
"Belum Pi" jawab Hara kembali.
"Semalam Hara langsung ke apartemen" tambah Hara.
"Oke, Hari ini kamu ke tempatnya, Papi sudah sampaikan pada Aunty Via bahwa kamu akan datang" jelas Dony kepada putri semata wayangnya tersebut.
"Ok Pi" jawab Hara singkat, dia memang tidak terlalu suka banyak bicara. Kemudian mereka pun langsung mengakhiri pembicaraan telponnya.
Nikki Hara Syahputra, gadis berusia 19 tahun blasteran Indonesia Korea yang kini memilih untuk kuliah di New York University. Hara begitulah panggilannya, dia gadis pendiam dan juga tertutup hanya segelintir orang yang menjadi teman baiknya. Termasuk Jodie yang sama sama berasal dari Indonesia. Mereka berteman baik sejak masa SMA, dan hanya Jodie yang mengetahui rahasia tentang Hara.
Gadis itu mempunyai hobi yang mungkin tidak akan di sangka sangka. Melihat penampilan Hara sehari hari yang terlihat cupu tidak ada yang akan mengira bahwa Hara mempunyai hobi yang tidak kalah garang dari seorang lelaki.
"Aku harus ke tempat Aunty Via" bisik Hara pada Jodie setelah ia masuk kembali ke dalam perpustakaan.
"Aku antar" tawar Jodie, yang di balas dengan gelengan kepala oleh Hara. Kemudian gadis itu pun dengan cepat pergi meninggalkan perpustakaan untuk menuju 2 N Moore Street Townhouse milik Via dan Ziga.
Kedatangan Hara di sambut oleh Jane yang merupakan kepala pelayan di 2 N Moore Street, Jane telah mengabdi pada keluarga itu sejak mereka menempati Townhouse tersebut 21 tahun lalu.
"Silahkan masuk Nona Hara" sambut Jane ramah.
"Terima kasih Nona" jawab Hara tak kalah ramah.
"Panggil saja saya Jane, saya kepala pelayan di sini" jelas Jane, yang kemudian membawa Hara ke ruang keluarga yang berada di lantai 2 Townhouse.
Hara mengikuti langkah Jane, dia memandang sekeliling Townhouse dan mengagumi desain rumah itu yang tampak indah tapi hangat seakan menggambarkan keadaan yang harmonis para penghuninya.
Via telah menunggu Hara di ruang keluarga, ibu tiga orang anak itu tampak sedang melantunkan sebuah lagu dengan iringan piano.
"Maaf Nyonya, Nona Hara telah tiba" ucap Jane ketika Via telah menyelesaikan permainan pianonya.
"Terima kasih Jane" ucap Via kepada Jane kepala pelayannya tersebut, karna memang Via selalu bersikap ramah pada siapapun juga termasuk kepada para pelayan walau dia adalah seorang Nyonya besar keluarga Pratama.
"Sama sama Nyonya" jawab Jane.
"Kalau begitu saya permisi Nyonya" pamit Jane.
Via pun menganggukkan kepalanya, kemudian dia segera menyambut kedatangan Hara.
Hara sendiri terpana melihat sosok Via, wanita berusia hampir lima puluh tahun itu tampak cantik dan awet muda, walaupun telah memiliki 3 orang anak.
"Siang Hara" ucap Via dan langsung menyambut gadis itu dengan pelukan hangat.
"Siang Aunty" jawab Hara membalas pelukan hangat Via.
"Tidak Aunty sangka kamu sudah besar, dan bertambah cantik tentunya" puji Via yang membuat rona di wajah Hara menjadi merah.
"Bagaimana kabarmu sayang?" tanya Via sambil membawa gadis itu duduk di sofa ruang keluarga dengan lembut.
"Hara baik Aunty" jawab Hara, mata Hara hampir berlinang dengan sikap Via, dia merasakan kehangatan seorang ibu yang sudah lama tidak di dapatkannya.
"Bagaimana kuliahmu ?" tanya Via lagi.
"Baik Aunty, tadi Hara sudah melakukan proses pendaftaran dan besok sudah bisa masuk kuliah" jawab Hara.
"Kapan kau akan pindah kesini ?" tanya Via yang membuat Hara kebingungan.
"Pindah kesini ?" tanya Hara tak yakin.
"Iya, Kemarin Papimu bilang bahwa kau akan tinggal di sini selama kuliah, karna Papimu ada tugas di Afrika" jawab Via yang membuat Hara semakin bingung.
Ayahnya tak pernah bicara apa apa, beliau hanya mengatakan pada Hara untuk mengunjungi Via yang merupakan sahabatnya. Hara menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Tapi Papi tidak mengatakan apa apa pada Hara Aunty" ujar Hara sopan.
"Sudah kita bicarakan nanti saja, sekarang sudah waktunya makan siang ayo kita makan" ajak Via yang kemudian merangkul gadis itu ke ruang makan.
Mereka pun makan siang bersama dengan akrab.
"Bagaimana Hara mau tinggal di sini ?" tanya Via sekali lagi setelah mereka selesai makan siang.
"Hara tidak mau merepotkan Aunty" ucap Hara.
"Lagi pula Hara ada apartemen" tambah Hara.
"Kau sama sekali tidak merepotkan sayang" ucap Via.
"Aunty malah senang jadi ada teman di rumah, selama ini Aunty kesepian" ucap Via sendu. Sejak anak anaknya semakin besar memang dia lebih sering di tinggal sendiri. Ziga dan si kembar sibuk dengan perusahaan mereka, sedangkan untuk Juan sang putra bungsu lebih sering menghabiskan waktu bersama teman temannya.
Melihat wajah Via yang sendu membuat Hara merasa tak enak hati, dia teringat wajah mendiang ibunya yang telah meninggal.
"Tapi apa yang lain tidak keberatan jika Hara tinggal di sini Aunty?" tanya Hara ragu ragu.
"Tentu tidak sayang" ucap Via yakin, karna memang bagi suami dan anak anaknya kata kata Via adalah perintah yang harus di turuti.
Mereka sangat menyayangi Via sebagai istri dan juga sebagai ibu.
"Baiklah, kalau begitu izinkan Hara untuk membereskan barang-barang di apartemen, ya mungkin minggu depan Hara bisa pindah kesini" jelas Hara, karna memang ada beberapa hal yang perlu ia urus.
Via mengangguk senang, pada akhirnya akan ada tambahan anggota keluarga baru di rumah mereka.
Hara pun pamit pada Via meninggalkan 2N Moore Street. Dia harus pergi ke suatu tempat, karna nanti malam akan ada kesenangan yang menantinya.
Hampir tengah malam saat Jodie menjemput Hara di apartemen. Hara sendiri sudah siap memulai aksinya malam ini. Mereka pun segera berangkat menuju tempat yang telah di janjikan.
Juan sendiri telah tiba di tempat yang di gunakan untuk race malam ini. Kali ini mereka tidak menggunakan sirkuit sebagai arena perlombaan tapi mereka akan berpacu di salah satu jalan raya di kota New York tersebut.
"Mana si juara Asia ?" tanya Juan pada Farrel tak sabar.
"Ah, itu dia datang" jawab Farrel sambil menunjuk saat sebuah motor sport berwarna kuning dan hitam tiba di lokasi.
Jodie turun dari motornya kemudian menghampiri Farrel yang juga merupakan kenalannya.
"Hai Bro" sapa Jodie sambil memamerkan sederetan gigi putihnya.
"Hai" sambut Farrel
"Kenalkan ini Juan sahabatku" ucap Farrel memperkenalkan Juan kepada Jodie.
"Dia ingin berpartisipasi pada malam ini" tambah Farrel
"Jodie" ucap Jodie memperkenalkan dirinya,
Jodie pun mengulurkan tangannya yang di sambut ramah oleh Juan dengan tersenyum. Alhasil teriakan histeris terdengar di sekeliling mereka saat para gadis yang berada di sana melihat Juan tersenyum.
"Oke, bagaimana kalau kita mulai sekarang" ucap Jodie.
"Nikki sudah siap" tambah Jodie sambil menunjuk seseorang yang asyik bertengger di motor berwarna kuning di sana.
Mata Juan memicing melihat seseorang yang berada di atas motor tersebut. Tadinya dia berfikir kalau Jodie adalah sang juara Asia tersebut. Melihat dari penampilannya yang terlihat gagah dan meyakinkan. Tapi dia tidak menyangka bahwa lawannya adalah orang lain. Seseorang yang terlihat kecil dan jauh dari gambaran yang di bayangkan oleh Juan.
Mereka pun akhirnya bersiap di lintasan, ada sekitar 15 orang termasuk Juan yang mengikuti race tersebut. Mereka saling berpacu untuk menjadi yang pertama. Deru deru mesin knalpot memecah keheningan malam di salah sudut kota New York.
Untuk sementara ini Juan masih unggul di depan. Tidak salah jika ia mendapat julukan macan Amerika karna kepiawaiannya membawa si merah kesayangannya, hingga ia pun dapat dengan mudah meninggalkan lawan lawannya.
Akan tetapi di tikungan terakhir saat mendekati garis finis tiba tiba motor sport berwarna kuning dengan cepat melewatinya dan menggeser Juan menjadi posisi kedua.
Juan pun segera menancap gas untuk kembali merebut posisinya. Akan tetapi keberuntungan memang tidak berada di pihak Juan. Saat Juan hampir saja merebut kembali posisinya tiba tiba seekor kucing melompat ke tengah jalan dan mengacaukan konsentrasi Juan. Juan pun dengan segera menarik rem untuk menghentikan laju motornya. Dan dapat di tebak hasilnya si kuning pun memenangkan perlombaan dengan mudah.
Tepuk tangan terdengar ketika Nikki tiba di garis finish. Jodie pun segera menghampiri Farrel untuk mengambil uang hasil taruhan mereka. Sementara Hara menunggu dari kejauhan tanpa melepaskan helmnya.
Juan menghampiri Hara yang masih asyik bertengger di atas motor kuning kesayangannya.
"Selamat" ucap Juan sambil mengulurkan tangannya dan tersenyum pada Hara. Pria itu juga nampak menggendong kucing dengan sebelah tangannya yang membuatnya terlihat imut.
Hara yang melihat senyum Juan pun terpana, untung saja dia masih mengenakan helm. Jika tidak, mungkin Juan akan terkejut melihat ekspresi Hara saat Juan menebar senyuman mautnya.
Hara tak menjawab, tapi dia menyambut uluran tangan Juan sambil menganggukkan kepalanya. Kemudian dia membelai lembut kucing yang berada di gendongan Juan.
Ni cowok keren banget sih, udah ganteng, jago balap, penyayang binatang lagi. Kalau tadi ga ada kucing itu, pasti gue ga bakal menang, gumam Hara di dalam hatinya.
"Thanks Bro" ucap Jodie pada Juan yang membuyarkan lamunan Hara.
Juan pun menganggukkan kepalanya.
"Ku harap lain kali kita bisa bertanding lagi" jawab Juan yang di tanggapi anggukan kepala oleh Hara.
Kemudian Hara dan Jodie pun dengan segera meninggalkan arena balapan untuk kembali ke apartemen.
"Kau tidak apa apa Dude?" tanya Farrel sedikit khawatir, karna selama ini Juan tak pernah kalah, tapi malam ini dia kalah dengan seorang yang baru saja mereka kenal.
Juan melambaikan tangannya tanda ia baik baik saja.
"Aku pulang" pamit Juan pada Farrel masih tetap dengan menggendong kucing yang tadi hampir saja di tabraknya.
"Kau yakin tidak apa apa?" tanya Farrel sekali lagi, dia takut Juan merasa kecewa karna kekalahannya malam ini.
"Cerewet" bentak Juan yang membuat Farrel langsung mengangkat kedua tangannya tanda menyerah.
Juan pun dengan segera meninggalkan tempat itu dan dengan cepat menuju 2 N Moore Street.
"Istirahatlah, kau pasti lelah" ucap Jodie pada Hara setelah mereka tiba di depan pintu apartemen milik Hara.
"Oh ya ini hasil kemenanganmu tadi" tambah Jodie sambil menyerahkan beberapa ribu dollar hasil taruhan tadi.
"Simpan saja, besok kita serahkan ke panti asuhan" jawab Hara.
"Oke, aku masuk duluan ya" pamit Hara pada sahabat baiknya tersebut.
Jodie pun menganggukkan kepalanya, kemudian menyimpan kembali uang hasil taruhan tadi ke dalam sakunya.
Jodie sangat mengagumi sifat Hara, gadis itu tak pernah mengambil sedikitpun uang yang di hasilkan dari balapan. Hara selalu menyumbangkan semua uang itu ke panti asuhan atau ke orang orang yang membutuhkan pertolongan. Itu yang membuat Jodie sangat mengagumi Hara.
Di 2 N Moore Street, Juan berjalan mengendap endap menuju kamarnya. Dia tidak mau ketahuan oleh kedua kakaknya karna kamar tidur mereka terletak di lantai yang sama. Sedangkan untuk Ayah dan Ibunya, dia tidak perlu khawatir karna kedua orang tuanya itu menempati kamar yang berada di lantai 5, satu lantai di atas kamar mereka.
Akhirnya Juan tiba dengan selamat ke dalam kamarnya tanpa ada satu orang pun yang mengetahui kepulangannya malam itu.
Tetapi alangkah terkejutnya Juan ketika dia menyalakan lampu ternyata Via sang Mommy ada di sana. Via duduk manis di atas ranjang menunggu kepulangan putra bungsu kesayangannya tersebut.
"Mom, Mommy belum tidur?" tanya Juan sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Bagaimana Mom bisa tidur sedangkan putra kesayangan Mommy entah berada dimana" jawab Via lembut yang malah membuat Juan semakin merasa bersalah karena menyebabkan Via sang bunda menunggunya hingga larut malam seperti saat ini.
Juan pun menghampiri Ibunya, kemudian merebahkan kepalanya di atas pangkuan sang bunda.
"Maaf Mom, Juan tadi di bengkel Farrel sampai lupa waktu" ucap Juan berbohong, dia tidak mau ibunya mengetahui bahwa ia melakukan balap liar lagi.
Via tak menanggapi, dia malah mengambil kucing kecil yang berada di tangan Juan.
"Jangan fikir Mom tidak tahu Juan" ucap Via sambil mengelus elus kucing tersebut.
"Mommy sudah katakan padamu, tidak ada yang dapat kamu sembunyikan dari Mom" tambah Via.
Juan tersenyum canggung, entah dari mana ibunya tersebut bisa mengetahui apa yang di lakukan oleh Juan. Maka dari itu selama ini Juan tak pernah bisa berbohong kepada sang bunda. Tapi Juan tak takut karena sang Mommy pasti tidak akan memarahinya, yang Juan takutkan adalah jika Ziga sang Ayah mengetahui hobi Juan. Pria tersebut pasti akan menghentikan semua pasokan keuangan untuk Juan dan juga membekukan semua fasilitas yang saat ini di nikmati Juan. Karna Ziga paling tidak suka anak anaknya menghabiskan waktu untuk kegiatan yang tak berguna
"Mommy tidak akan beritahu Daddy, asal kamu mau melakukan apa yang Mommy minta sebagai gantinya " ucap Via seakan mengetahui apa yang ada di dalam fikiran putranya tersebut.
"Oke, apa pun permintaan Mommy akan Juan turuti" jawab Juan cepat daripada ia harus kehilangan semua fasilitas yang dimilikinya.
"Kau sudah berjanji, jangan harap bisa mengingkarinya" ucap Via yang kemudian segera beranjak dari kamar tidur Juan sambil membawa kucing di tangannya.
"Sekarang istirahatlah, besok akan Mommy katakan keinginan Mommy" ucap Via sebelum menutup pintu kamar putranya tersebut.
Entah mengapa Juan merasa gelisah dengan apa yang di katakan oleh ibunya tersebut, melihat senyum ibunya yang seakan menyiratkan sesuatu yang berbahaya Juan pun merasa tak tenang.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!