Reva terdiam sejenak melihat suaminya yang lagi-lagi menolak untuk tidur bersamanya. Ini hari ke 18 mereka menjadi sepasang suami istri, tapi Reva masih saja perawan belum terjamah seinci pun. Karena suaminya sama sekali tak mau tidur bersama, untuk sekedar menyentuh tangan saja seperti menyentuh kotoran.
Bersentuhan secara tak sengaja saja suaminya pasti akan mencuci tangannya atau melapnya dengan tisu.
"mas, aku istri mu sekarang. kenapa mas selalu tidur di kamar tamu sih." Protes Reva dengan wajah yang kesal. Dia merasa suaminya tak pernah menganggap ke beradaannya.
"haaaa...haaa...." Pria berambut gondrong itu tertawa keras mendengar pertanyaan Reva.
"dengar, kita hanya menikah karena keluarga ku yang menginginkan nya. bukan aku. OKE."
Matanya menyala penuh kebencian, dan rahang nya mengeras menahan emosi. Menekankan kata oke.
Reva yang melihatnya hanya menelan ludah, ia merasa takut jika pria di hadapannya ini sudah marah. Dia selalu mengeluarkan kata kasar yang begitu menyakiti nya.
"ingat baik-baik. kau hanya istri di atas kertas."
"tapi..."
"aku muak melihat wajah murahan ini. pergi atau ku usir kau kejalanan." Desisnya.
Reva langsung berlari ke kamarnya. Menangisi nasibnya yang begitu menderita. Dia tak berpikir kalau nasib pernikahan nya akan begitu buruk seperti ini. Ia ingat saat pertama keluarga Ariestia datang ke rumahnya, melamarnya untuk menikah dengan Adam Ariestia, putra tunggal mereka.
Adam adalah pria muda yang berbakat. Di usia yang baru 20 tahun dia sudah mampu menjalankan bisnisnya dengan sangat pesat. Bahkan penghasilan perbulannya saja melebihi penghasilan ayahnya, Itulah yang dia dengar dari cerita ibu Adam.
Reva menyukai nya dari zaman sekolah. Mereka selalu bersama karena kedua orang tua mereka yang merupakan sahabat sejak kecil.
Tapi, semenjak Reva pergi ke luar negeri selama 3 tahun, Adam dan Reva pun tak saling berkomunikasi. Bahkan Adam memiliki kekasih hati yang merupakan sekretaris nya di kantor. Saat Reva pulang terjadilah perjodohan ini, mereka pun menikah atas paksaan keluarga. Reva sangat senang karena dia mencintai Adam dari dulu. Sementara Adam, dia ingin sekali rasanya pergi meninggalkan semuanya jika saja dia tak menyayangi venty, ibunya.
Adam melonggarkan dasinya, lalu membaringkan tubuhnya di kasur. Selalu saja emosinya terpancing jika berhadapan dengan Reva. Dulu mungkin dia menyukai Reva, tapi hanya sebagai teman. Tapi sekarang dia begitu membenci nya karena meskipun Reva tahu dia sudah punya pacar, bukannya menolak gadis itu malah dengan sendirinya menentukan tanggal pernikahan.
Drt.... Drt...
Ponsel Adam berdering.
Jessy calling..
Senyumnya tersungging saat melihat siapa yang menelepon nya malam-malam.
"halo sayang.." Suara Adam begitu lembut berbeda jika sedang bicara dengan Reva.
"aku kangen.. "
"apa waktu seharian penuh di kantor tak cukup, honey.."
"tidak akan pernah cukup. aku ingin tidur dengan mu.."
Rengekan di sebrang telpon membuat Adam ingin sekali menemuinya. Jessy begitu manis dan manja, Adam suka itu. Berbeda dengan Reva yang membosankan tak ada manis-manisnya sama sekali.
"kau tahukan, aku sudah menikah. jika ibu tahu aku masih datang ke apartemen mu, dia akan marah."
"uumm.. kenapa harus seperti ini sih. padahal kau kan bisa mengatakan pada semuanya kalau kau tak menyukai nya."
"maaf beib. aku janji saat ada waktu yang pas aku akan membawamu ke rumah, mempertemukan mu dengan orang tuaku. kita berjuang bersama demi hubungan kita."
"eummm.. Baiklah. aku ngantuk.."
"ya, sudah. tidurlah, besok aku mau kau memakai baju yang seksi. biar aku semangat bekerja."
"aahh.. dasar mesum."
"ya sudah..muaahh.. sayang. mimpi indah."
"mmuaahhhhh..."
Telpon pun terputus dengan di akhiri ciuman panjang Jessy. Adam kembali bersemangat setelah mendapat telpon dari Jessy. Dia segera menuju kamar mandi dan membersihkan diri sebelum tidur.
```
💋💋💋
```
Tak..tak..tak...
Adam mendengar suara seseorang yang sedang masak di dapur. dia segera berjalan mendekati pintu melihat siapa yang memasak. Rupanya Reva, pertama baginya melihat Reva berkutat dengan peralatan dapur. Karena biasanya gadis itu selalu memakai jasa food delivery untuk sarapan ataupun makan malam. Adam yakin masakan yang Reva buat akan sangat tak enak.
Adam pergi meninggalkan dapur, lebih baik dia sarapan di kantin kantor dari pada nanti perutnya sakit gara-gara masakan Reva.
"mas.., sarapannya sudah siap." Teriak Reva.
"kemana sih mas Adam. kok tumben belum turun."
Reva mengecek kamar tamu juga ruang tamu. Semuanya terlihat sepi tak ada tanda-tanda orang di sana.
"apa mas Adam sudah berangkat kerja ya.?"
Desahnya kecewa.
Reva memandangi semua masakan yang dia buat. Rasanya sakit saat sudah susah payah membuat nya tapi malah di biarkan seperti ini.
"mungkin, mas Adam buru-buru kali ya. jadi cepat berangkat. baiklah.. aku antarkan saja ke kantor." Monolog nya.
Reva memang tak pernah menyerah dengan Adam. Dia menjadi sangat tak tahu malu, bahkan melupakan rasa sakit di hatinya setiap kali Adam membentak nya. Apa karena dia bodoh atau memang cinta mati sama pria itu. Entahlah...
"kenapa, kau tak sarapan pagi ini?" Jessy bergelayut manja di lengan Adam, sambil menyuapkan sesendok bubur ke mulut Adam.
Karyawan yang tak sengaja melihat langsung memalingkan wajahnya. Mereka tak mau jika atasannya itu melihat nya tengah memperhatikan mereka yang bermesraan di kantin.
"kasian ya, istri pak Adam."
"iya, dia di rumah tak tahu betapa bejatnya suaminya itu."
Beberapa karyawan bergosip saat Adam dan Jessy telah meninggalkan kantin. Mereka tahu kalau selama ini CEO dan sekretaris nya itu menjalin hubungan tapi mereka tak tahu kalau pernikahan CEO dan istrinya adalah karena perjodohan. Mereka hanya berasumsi sendiri, mungkin Adam memang menjalin cinta dengan dua wanita sekaligus, yang satu sebagai hiburan dan satunya lagi sebagai istri yang akan melahirkan anak-anak nya.
Reva turun dari taxi lalu mengeluarkan uang kertas satu lembar.
"kegedean mbak, apa ga ada uang pas. saya baru keluar, tak ada kembalian."
"ambil saja semuanya. aku ga ada uang pas."
"makasih mbak."
Taxi kuning itu pun pergi. Reva berjalan dengan cepat masuk ke dalam bangunan yang begitu besar itu. Semua karyawannya menyapanya saat melihat Reva datang. mereka saling berbisik, ini pertama kalinya Reva datang ke kantor.
"hei.. pasti nyonya Reva sudah tahu tentang hubungan suami nya,"
"ya.. baguslah. biar si Jessy itu tak sombong lagi."
Reva menggigit bibirnya saat mendengar beberapa karyawan menyebut nama Jessy, dia tahu siapa wanita itu dan dia juga tahu posisi gadis itu di dalam hati Adam. Tapi, dengan tak pedulinya Reva tetap berjalan menuju ruangan Adam. Sampai seorang lelaki muda menghalangi nya untuk masuk.
"aku istrinya." Ucap Reva.
Lelaki itu tahu kalau gadis yang berdiri di hadapan nya ini adalah nyonya Reva istri dari CEO nya. Bahkan dia saja ikut datang saat pernikahan mereka.
"tapi, pak Adam sedang sibuk sekarang."
Reva melihat wajah lelaki itu lekat. Matanya bergerak gelisah dan bibirnya sedikit mengatup. Rupanya dia sedang menutupi sesuatu darinya.
"umm.. baiklah. siapa namamu? kau asistennya?" Tanya Reva kemudian.
"saya Calvin, asisten pak Adam."
"ya sudah, kamu ambil ini. berikan padanya dan katakan aku ke sini mengantarkannya." Reva menghela napas nya.
"dan tanyakan apa aku boleh masuk?" Lanjutnya kemudian.
Calvin segera mengambil paper bag yang di serahkan Reva, lalu segera masuk.
"Adam, istrimu ada di luar. dan dia.."
"bawa lagi. dan bilang padanya aku tak butuh." Seolah tahu apa yang akan di sampaikan Calvin, Adam langsung menolaknya. Jessy yang melihat itu tersenyum puas.
gadis bodoh.
Ejeknya. Dia senang karena Adam begitu membencinya.
Calvin kembali dengan menyesal. Dia tak bisa memaksa Adam menerima ini.
"maaf nyonya, ini..."
"buatmu saja. aku pulang." Reva langsung memutar tubuhnya meninggalkan Calvin yang menatapnya penuh iba.
Airmata menetes membasahi pipi Reva, dengan cepat dia menghapusnya. Dia tak mau jika dirinya terlihat begitu lemah. Dia gadis kuat dan mandiri. Tak boleh menangis hanya karena Adam menolak makanan yang dia bawa.
Calvin kembali keruangan Adam. Meletakkan paper bag itu ke atas mejanya, lalu duduk dengan kaki menyilang.
"aku sudah bilang bukan, kembali kan pada nya." Adam melihat tak suka pada Calvin.
Calvin mengeluarkan isinya lalu membuka penutup kotak nasi itu dengan cepat.
"dia memberikan nya pada ku." Ujar Calvin santai.
"oh.. apa dia tertarik padamu Calvin.?" Ucap Jessy. Adam tersenyum sinis mendengar nya, merasa kalau Reva ternyata pintar menggoda pria juga.
"jika pacarmu itu mengijinkan." Calvin melirik Adam melalui ujung matanya. Adam terkekeh.
"itu akan sangat bagus untuk ku." Ucap Adam.
Calvin menyendok makanannya lalu memakannya, mulutnya berhenti mengunyah saat merasakan rasa yang begitu asing. Adam yang melihat ekspresi Calvin langsung tertawa.
"hhaaaa.. dia menaruh racun tikus sepertinya."
"tidak, ini sangat enak. aku baru merasakan masakan yang begitu lezat seperti ini."
Adam mengeryit saat melihat Calvin yang begitu lahap memakan semuanya hingga hampir habis tak tersisa.
"enak apa lapar?" Ejek Jessy.
Adam yakin pasti sangat enak, dilihat dari cara makan Calvin yang seperti itu. Dia seorang pemilih makanan tak mudah membuat nya menyukai sesuatu.
apa seenak itu.. Pikir Adam tak percaya.
Di lihat dari wajahnya, sikapnya bahkan cara nya berpakaian tak menjamin kalau Reva seorang gadis yang pintar memasak. Dia lebih pantas di juluki gadis barbar karena penampilan nya tak bisa feminim.
Adam terus memperhatikan Calvin dengan kening mengeryit, selahap itu sampai hampir habis.
"apa beneran enak?" Tanyanya ragu. Calvin mengangguk sambil terus sibuk mengunyah.
Adam menelan ludahnya, bagaimana juga dia merasa tergoda oleh baunya yang begitu harum menggugah selera.
"ish.. Adam, kau mau makan juga?" Decak Jessy kesal. Adam menggaruk tengkuknya tak gatal.
"tidak-tidak. dari bentuknya saja sudah terlihat kalau itu tak enak." Ujarnya.
"ini.. wenak.. bewnewan..." Calvin berujar dengan mulut penuh. Menelannya bulat-bulat saat Adam menatapnya.
"ini enak beneran." Ulangnya.
Adam memilih abai, memfokuskan kembali dirinya dengan pekerjaan. Mencoba tak mempedulikan Calvin.
Saat ini Reva dan Adam tengah berkunjung kerumah orang tua Adam, karena ibu Adam terus saja menelpon seharian meminta mereka untuk datang.
Saat makan malam pun tiba, seperti biasa Adam selalu berprilaku baik layaknya suami jika di depan ibunya. Dari pertama datang Adam terus menempel pada reva.
"Kapan kalian akan memberikan ibu cucu?," Tanya venty.
Sontak Adam tersedak, karena tak menyangka ibunya akan menanyakan hal itu. Reva segera memberikannya minum.
"umm..Reva belum siap Bu." Jawab Reva membuat Adam menarik napas lega.
"tapi.. jika mas Adam mau, Reva pasti siap." Sambung nya lagi, membuat Adam melirik nya dengan tajam. Kaki kirinya menginjak kaki kanan Reva dengan kuat, membuat reva tersentak.
"ada apa Reva?" Tanya venty saat melihat wajah Reva yang meringis seperti menahan sakit.
"ga..kok Bu. cuma sedikit pusing." Jawab Reva dengan cepat.
Sebenarnya dia sudah ingin menangis sekarang, bukan karena sakit di kakinya tapi sakit yang menusuk hatinya, perlakuan Adam begitu kejam padanya.
"ya..sudah. malam ini kalian menginap saja."
"tidak, aku harus pulang" Jawab Adam.
Venty melirik Reva yang diam.
"ya sudah. kau pulang saja. biarkan reva menginap."
"mm.... kau mau pulang apa menginap di sini Reva?" Tanya Adam dengan senyum begitu manis. Reva menggigit bibirnya, Adam yang pura-pura baik seperti ini justru membuat nya sangat takut.
"aku..." Reva melihat Venty.
Tak ada salahnya jika malam ini dia menginap disini dan menenangkan hatinya untuk sementara.
"akan tetap disini."
Adam mengelus lembut pipi Reva. "baiklah."
Setelah makan malam usai, Adam langsung pamit untuk pulang karena tak mau kemalaman di jalan. Dia mengecup kening Reva di depan Venty, supaya ibunya tak curiga dengan sikapnya yang selalu menyakiti Reva saat di belakang.
Reva mengantar kan Adam sampai ke mobil. Dia melihat dengan jelas di dalam mobil Adam mengambil tisu lalu mengelap bibir juga tangannya.
"menjijikan" Desisnya cukup terdengar jelas oleh Reva.
"apa aku begitu kotor mas. seberapa besar rasa bencimu pada ku..mas."
Lagi, airmata itu selalu ingin menerobos keluar. Tapi dengan kuat Reva tahan. Dia tak mau jika mertuanya melihat.
Adam melajukan mobilnya dengan cepat, bukannya pulang kerumah dia malah pergi ke sebuah club malam. Meminta Calvin untuk datang menemani nya, ini memang kebiasaan Adam dari dulu. Bersenang-senang di club lalu pulang dengan ke adaan mabuk. Sudah lama semenjak dia menikah dengan Reva tak menginjakan kakinya di sini membuatnya begitu merindukan suasana yang bising juga bau alkohol.
"sudah lama kau tak pernah kesini." Sapa seorang bartender di sana. Semua pekerja di sana sudah mengenal Adam. Karena dirinya merupakan pelanggan VIP.
"aku sibuk." Jawab Adam lalu duduk. Dia menggerakkan kepalanya saat mendengar musik.
"berikan aku sebotol anggur."
Adam terus menikmati dentuman musiknya dengan menghentakkan kakinya kelantai.
"kau memulainya tanpa menunggu ku." Calvin menuangkan anggur pada gelas Adam. Adam menerima nya dengan senang hati.
"kau sendiri yang terlambat."
"dasar."
Adam dan Calvin memang akrab jika di luar kantor. Mereka teman yang saling mendukung satu sama lain. Tapi beda halnya jika sudah berurusan dengan pekerjaan, Calvin selalu menyesuaikan caranya bicara dengan Adam. di kantor Adam mungkin atasannya tapi di luar dia tetap lah teman yang butuh bahunya untuk menyandar.
"istrimu sendirian di rumah, kau malah bersenang senang disini." Calvin meneguk gelas ketiganya.
"apa peduliku. dia hanya lah gadis bodoh. aku tak suka."
Calvin tersenyum, dia tak melihat kalau Reva gadis yang seperti itu. Di lihat dari cara bicaranya kemarin saat di kantor dia lebih seperti wanita yang kuat dan pintar.
"tapi aku suka masakannya. lain kali ajak aku makan malam di rumah mu."
"umm..tidak hanya masakannya yang boleh kau makan. orang nya pun dengan senang hati ku berikan padamu." Ucapan Adam membuat Calvin terkejut.
Apa Adam sebegitu tak menyukai nya?
"kau mabuk Adam." Calvin menahan tangan Adam yang akan meneguk kembali minumannya.
"hanya 5 gelas anggur tak akan membuat ku mabuk."
Memang benar yang di ucapkannya. Dia tak akan mabuk hanya meminum segitu, toleran terhadap alkohol nya lumayan tinggi. Adam sangat kuat minum. Dia bisa menghabiskan sebotol penuh dan tak akan terjadi apapun pada tubuhnya. Tapi tetap saja jika terus di biarkan dia bisa mabuk juga nanti.
"kenapa kau menikahi nya jika kau tak menyukainya?"
"karena ibuku. dia sangat menyukai nya."
"umm.. mungkin karena dia baik. dan kau belum melihat nya saja." Tebak Calvin.
Adam menyeringai, dia rasa Calvin terus membela Reva.
"kau menyukai nya?" Tanya adam yang dijawab kekehan kecil oleh Calvin.
"aku serius Calvin."
Calvin mengerutkan keningnya menatap Adam.
"buat dia jatuh cinta padamu, maka kau boleh memiliki nya." Sebuah perkataan yang begitu gila terlontar dari mulut Adam. Calvin diam tak percaya, sebenci apapun Adam pada reva, tak sepantasnya kalimat itu keluar dari mulutnya yang masih merupakan suaminya. Sama saja Adam menghina harga diri istrinya secara tak langsung.
"jika nanti dia berpaling darimu, apa kau tak akan menyesal?" Tanya Calvin.
"menyesal? kau bodoh. aku tak akan pernah mencintainya. hanya Jessy.. ya.. cuma Jessy yang pantas mendapatkan cinta ku."
Calvin tersenyum, dia tertarik dengan penawaran Adam. Lagipula Reva wanita yang cantik tak ada salahnya jika dia mendekati nya. Calvin bisa memutuskan semua wanita yang dekat dengan nya jika Reva memang wanita yang baik seperti tebakannya.
"oke. tapi, ingat jika nanti aku berhasil kau harus menceraikannya.?"
"hal yang mudah. kuberi kau waktu satu bulan untuk dekat dengannya."
"kau meragukan ku. lihat saja dalam sehari aku akan sangat akrab dengan nya."
Calvin begitu percaya diri. Dia memang tak pernah gagal dalam hal mendekati gadis. Dalam sehari dia bisa mendapatkan tiga gadis yang begitu cantik, menurut nya Reva pun tak akan sulit di dekati.
Sementara itu Reva tengah bingung karena mertuanya terus saja memohon agar secepatnya memberikan cucu.
"hahh.. bagaimana mau punya anak, mas Adam aja ga pernah menyentuh ku. sekali nya bersentuhan saja sudah seperti menginjak kotoran."
Reva lalu membanting tubuhnya ke atas kasur.
"apa aku salah ya, menerima perjodohan ini."
Mata nya menerawang menatap langit-langit kamar. Reva sangat yakin saat pertama bertemu kembali dengan Adam, kalau pria itu juga menyukai nya. Tapi rupanya dia salah besar.
"apa yang harus aku lakukan sekarang? meminta bercerai dengan nya atau bertahan..."
Pilihan yang sulit baginya, jika bercerai kedua orangtuanya dan juga mertuanya pasti akan sangat terluka, Karena mereka begitu mengharapkan hubungan ini. Jika tetap bertahan, hatinya pasti akan terus tersakiti oleh sikap Adam. Saat makan malam saja Adam menginjak kakinya dengan tanpa perasaan.
"humm... sampai biru seperti ini." Reva melihat kakinya yang tadi di injak Adam. Sedikit lebam dan sakit jika di sentuh.
"dasar lelaki tak punya hati.." Umpatnya. "mulai saat ini aku akan mengubur cinta ku dalam, sangat dalam.." Ocehnya.
Reva terdiam sejenak, "tapi, tetap saja hati bodoh ini selalu terpikat olehnya. dasar kau.. Reva bodoh.. idiot." Umpat nya pada dirinya sendiri.
💋💋💋
"Ck.. dasar kau sialan. Tak akan mabuk apanya.." Calvin menyeret tubuh Adam dengan susah menuju mobilnya.
Brak..
Membanting pintunya begitu Adam sudah duduk di kursi samping kemudi. Dia terpaksa harus mengantarkannya pulang, meninggalkan mobil di club seperti biasanya.
Adam tertidur pulas di kursinya sementara Calvin terus menggerutu dan sesekali mengumpat.
"sialan, kenapa juga aku harus repot-repot mengantarnya pulang. oh.. ayolah.. Calvin, sesekali kau biarkan dia tidur semalaman penuh di tempat laknat itu." Calvin memukul setirnya dengan kuat. Dia kesal tapi juga tak tega jika meninggalkan Adam begitu saja.
Begitu sampai di rumah Adam pun Calvin harus kembali bersusah payah membopong tubuh Adam yang begitu berat.
Tok..tok...
Calvin mengetuk pintu dengan tak sabaran. Tubuhnya sudah benar-benar tak kuat lagi menahan berat badan Adam.
Bruk..
Calvin terpaksa menjatuhkan tubuhnya ke lantai, meregangkan otot-ototnya lalu kembali mengetuk pintunya.
"Ck.. apa dia sudah tidur." Gerutunya.
Terpaksa Calvin harus menggeledah setiap saku celana Adam untuk mencari kunci, siapa tahu pria itu memiliki kunci cadangan.
"ah.. ketemu." Serunya. lalu segera membuka pintunya dan kembali mengangkat Adam yang kini benar-benar telah hilang kesadarannya.
Hari berikutnya seperti biasa, Adam selalu melewati Reva tanpa melihat nya saat membukakan pintu masuk untuknya. Reva hanya diam lalu menutup pintunya dengan dongkol.
Malam ini pun Adam pulang terlambat, bahkan Reva dapat melihat ada bekas lipstik di leher Adam. Reva tersenyum kecut. Tak di pungkiri lagi hatinya sakit, tapi ia tak berani mengatakan apapun, memilih untuk diam saja.
Setelah berganti pakaian Adam langsung menuju ruang makan, memperhatikan beberapa piring yang masih utuh dengan makanan.
"aku pesan dari luar. aku tahu mas tak pernah mau makan masakan ku. jadi aku pesan delivery food." Ujar Reva membuat Adam langsung duduk di kursi nya.
"ikut dengan ku besok. ada yang ingin aku kenalkan padamu?"
Reva menghentikan aktivitas nya mencuci piring, lalu berbalik melihat adam.
"seorang pria?" Tanya Reva. Adam menghentikan suapannya kemulut lalu meminum airnya.
"apa kau tak mau jika dia seorang gadis?" Adam balik bertanya.
Ternyata Reva begitu mengharapkan di kenalkan dengan seorang lelaki, sungguh wanita yang murahan. Itulah yang selalu Adam pikir kan tentang Reva.
"baiklah, kapan?"
"besok sore, aku tunggu kau di cafe racer."
"kau tak mau menjemput ku?"
Adam terkekeh."kau punya kaki kan, pergi sendiri"
"mm..." Reva membuka celemek nya lalu pergi meninggalkan Adam yang masih menikmati makanan nya.
Adam memperhatikan punggung Reva dengan yang sulit di artikan. Menghela napas dalam saat ingat jika dulu mereka begitu dekat layaknya saudara.
Andai saja pernikahan ini tak pernah terjadi mungkin sekarang mereka masih berteman baik. Adam pun tak akan bersikap sedingin padanya.
💋💋💋
Paginya Reva bangun dengan cepat seperti biasanya, memesan beberapa makanan untuk sarapan Adam. Setelah membersihkan diri Reva langsung turun, menunggu si pengirim pesanan di depan rumah.
Adam sudah rapi dengan jas kerjanya. Dia menuruni tangga dengan cepat, menuju meja makan.
"mana sarapannya?" Teriak Adam, membuat Reva segera lari kedalam setelah membayar semuanya.
"sebentar." Reva langsung mengeluarkan semua nya dan memberikannya pada Adam.
Adam langsung memakannya sampai habis.
"ingat sore ini jangan sampai terlambat."
"iya..mas."
Tanpa berkata lagi Adam langsung berangkat kerja.
Reva merapikan meja makan, lalu bersiap untuk pergi keluar. Dia sudah memutuskan mulai hari ini tidak akan menggantungkan hidupnya lagi pada Adam, dia akan mencari pekerjaan. Meskipun sulit tapi dia harus mencoba nya.
Reva mencari pekerjaan sepanjang hari ini, berharap ada lowongan kerja yang cocok dengan ke ahliannya. Dia adalah lulusan tata boga, hobinya memasak membuat Reva mengambil jurusan itu. Tapi rasanya sulit sekali mencari pekerjaan dengan ke ahliannya itu.
Kemudian Reva mendapati ponselnya berdering, ibunya Adam menelpon.
"ada apa Bu?"
"Reva,, kau mau mencari kerja seperti katamu malam itu"
"iya. aku sedang mencari nya sekarang. tapi rasanya sangat sulit."
Reva memang pernah menceritakan ke inginannya ini pada Venty saat menginap malam itu dan Venty sangat mendukung nya.
"bekerja lah di cafe paman Adam."
"benar kah Bu?"
"mm.. besok kau bawa lamaran mu ke rumah. ibu akan mempertemukan mu dengannya."
"iya Bu."
"ya sudah. kau pulanglah sekarang. jangan mencari kerja lagi. ibu tutup ya telponnya."
"iya Bu."
Reva pun kembali memutuskan untuk pulang. Tapi niat nya terhenti saat melihat jam di pergelangan tangan nya menunjukan pukul 5 sore. Hampir saja dia lupa dengan janjinya.
Cepat-cepat Reva mencari taksi. Jangan sampai terlambat datang, jika tidak Adam pasti akan memarahinya lagi.
"dimana istrimu?" Tanya Calvin.
"jangan menyebutnya seperti itu. dia hanya gadis penggoda." Jessy tak suka dengan sebutan yang di berikan Calvin pada reva.
Baru saja di bahas, Reva tiba. Adam mendengus saat melihat penampilan Reva yang begitu kusut. Muka yang lusuh dan rambut yang sedikit berantakan.
"maaf.. aku telat mas." Reva menunjukan wajah menyesal.
"ih.. jelek sekali penampilan mu." Sindir Jessy.
Reva menelan ludahnya, dia tak sempat merapikan penampilan nya karena takut terlambat. Tapi, rupanya malah mendapat pandangan jijik dari Adam. Reva tak berani duduk sebelum Adam menyuruh nya.
"duduklah." Calvin menarik kursi untuk Reva, "ayo...kau tak akan berdiri terus kan?"
Akhirnya Reva pun duduk di sebelah Calvin dengan ragu. Matanya melirik Jessy yang begitu lengket pada Adam. Wanita itu dengan tak tahu malunya bergelayut di lengan Adam didepan istrinya, Adam pun terlihat biasa saja merasa tak terganggu.
Hati Reva berdenyut sakit, saat tangan Adam sesekali mengelus rambut Jessy dengan penuh kelembutan. Reva mati-matian menahan airmatanya, dia tak mau terlihat menyedihkan hanya karena hal ini. Bibir nya terus tersenyum saat Calvin atau pun Jessy bicara padanya.
"sayang, kau mau makan apa?" Tanya Adam pada Jessy membuat Reva dan Calvin melihat ke arahnya.
Kemudian Calvin melihat Reva yang kini menunduk. Dia tahu wanita ini pasti sedang menahan tangisnya. Calvin ingin sekali memaki sahabatnya itu tapi dia tak berhak ikut campur dalam urusan rumah tangga oranglain bukan.
"a..aku..mau ke toilet sebentar." Reva langsung kabur, dia tak mau lebih lama lagi duduk di sini hanya untuk menyaksikan kemesraan Adam dengan Jessy.
maksud mas memperkenalkan itu.. apa hanya alasan supaya aku melihat betapa tak penting nya aku di hati mu mas. rintih Reva.
Reva memandang dirinya di cermin, memang dia tak secantik Jessy. Bahkan cara berpakaiannya saja jauh berbeda. Jessy mempunyai selera fashion yang bagus, sementara dirinya hanya memakai kaos oblong yang di padukan dengan celana jeans. wajah pun tanpa polesan make up sedikit pun.
Cukup lama Reva diam melamun di dalam toilet hingga sebuah suara menyadarkan nya.
"nyonya, kau didalam?"
"i..iya.."
Reva segera keluar setelah mencuci wajahnya.
"kau menangis nyonya?" Tanya Calvin saat melihat mata Reva yang merah dan sembab.
"tidak. kata siapa aku menangis." Kilah Reva.
Calvin tahu wanita ini tengah berpura-pura kuat. Adam sudah keterlaluan hari ini. Bahkan dia pergi tanpa menunggu Reva kembali dari toilet.
"Adam sudah pulang.. dan.."
"aku tahu. dia menyuruhmu untuk mengantarkan ku kan?" Reva sudah bisa menebak nya. "ya sudah, ayo kita pulang."
Calvin pun mengikuti Reva dari belakang. Melihat sikap Reva yang seperti ini membuat Calvin ragu untuk menjalankan taruhannya dengan Adam. Wanita sebaik ini tak pantas mendapatkan penghinaan dalam hidupnya.
"jangan panggil aku nyonya. aku risih mendengar nya." Ucap Reva saat masuk ke dalam mobil Calvin.
"oke. Reva.. bagaimana?"
"itu lebih baik." Reva tersenyum.
"kenapa kau tak berdandan tadi, apa kau sengaja berpenampilan buruk untuk mempermalukan suamimu.?"
"aku punya alasan untuk ini. apa maksud mu mempermalukan?" Tanya Reva tak terima.
"iya, untuk menunjukan kalau Adam tak pernah memperhatikan mu."
"hhaaaa.. kau berpikir terlalu jauh." Calvin melirik Reva sekilas, wajah itu sangat tenang."untuk apa aku melakukan itu. justru itu hanya akan membuat orang tahu kalau aku hanya lah istri yang tak di anggap."
Ada rasa sesak di hatinya saat mengatakan itu. Calvin menghentikan mobilnya saat sampai di depan gerbang rumah Adam.
"makasih.. dan ahh.. kau mau mampir?" Tawar Reva membuat Calvin berkesempatan untuk mengenalinya lebih jauh lagi.
"mm.. Baiklah." Mereka pun turun dan segera masuk kedalam.
Calvin duduk di ruang tamu sementara Reva masuk kedapur mengambil minum dan beberapa cemilan yang sempat dia buat pagi tadi.
"ini, maaf hanya ada ini saja." Reva menyerahkan secangkir kopi pada Calvin, lalu menyimpan piring berisi cemilan di atas meja depan sofa.
"ga papa. ini kue buatan mu?" Tanya Calvin.
"ya, coba saja."
Calvin mengambil satu kue kering keju lalu memakannya. Lagi, lidahnya terbuai oleh rasa asing yang begitu lezat. Calvin menyukainya.
"kau pintar membuat kue, masakan mu waktu itu juga enak." Puji Calvin.
"mmm. karena aku suka memasak mungkin. jadi rasanya enak..."
Tanpa mereka sadari Adam kini telah pulang, dan berdiri di ambang pintu memperhatikan kedekatan Calvin dan Reva. Pandangan Adam terhadap Reva semakin buruk saja karena dengan mudahnya akrab terhadap pria yang baru di kenalnya.
Dari dalam lubuk hati terdalamnya dia tak suka melihat senyum lebar Reva yang ditujukan pada pria lain.
"eehmm.." Deheman Adam membuat Calvin dan Reva terkejut.
"kau sudah pulang,mas.."
"mm.. seperti nya aku mengganggu kalian." Sinis Adam.
Calvin langsung berdiri dan berjalan mendekati Adam.
"bukankah ini yang kau harapkan?" bisik Calvin, Adam menatapnya tajam. Entah kenapa dia tak suka.
"Reva, aku pulang dulu."
Adam terdiam. Kenapa rasanya dia tak suka saat melihat mereka begitu dekat. Apalagi saat mendengar Calvin menyebut namanya dengan sangat akrab.
"mas..."
"sudahlah. jangan pedulikan aku." Adam menepis tangan Reva yang akan mengambil tas kerjanya.
Reva menarik napas dalam. Sikap Adam memang tak bisa di maafkan tapi perasaan cintanya membuat Reva memaklumi semuanya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!