Sekokoh apapun pohon itu bahkan lama kelamaan bisa tumbang, sekeras-kerasnya batu bahkan bisa hancur juga bila terkena air terus-menerus. Lalu bagaimana dengan perasaan yang belum tentu akan bertahan layaknya benteng yang kuat dan tak mudah untuk dirubuhkan. Guncangan sedikit saja, mampu membuatnya goyah bahkan hancur bila pondasi yang dibuatnya tak sekokoh yang terlihat.
Cinta memang bisa berubah, tetapi tidak semua cinta mampu untuk berubah. Tergantung bagaimana rasa cinta itu ditumbuhkan untuk membentuk bagaimana kekuatannya nanti.
"Aku mohon mas, kabulkan permintaanku ini. Aku tidak mau membuatmu terus menderita karena mengurusiku terus menerus. Aku mohon kamu pertimbangkan permintaanku ini, agar aku bisa hidup tenang tanpa harus merasa bersalah karena tak pernah menjalankan tugasku dengan baik." Ucap Ale dengan air mata yang tak sanggup lagi Ia tahan, sembari menatap ke arah sang Suami yang masih diam tak bersuara.
"Baiklah, akan aku pertimbangkan permintaanmu. Tapi kamu harus ikhlas apapun yang akan terjadi dan aku tidak mau kamu menyesali keputusanmu ini." Jawab Rizki dengan nada datarnya dan langsung melenggang pergi tanpa menoleh ke arah sang istri.
Inilah yang menjadi problematika yang dihadapi oleh rumah tangga Rizki dan Ale. Ketika salah satu di antara mereka terus menerus merasa tidak pantas, hingga masalah seperti ini muncul ke permukaan. Seperti ombak di laut yang membawa buih yang tak terhitung jumlahnya.
Bagaimana kehidupan rumah tangga Rizki dan Ale ketika harus menerima orang lain ke dalam rumah tangga mereka.
Keadaan Ale yang mengalami kesulitan karena mengidap penyakit yang cukup serius sehingga bertahun-tahun tidak bisa melayani suaminya dengan baik. Hingga ia memutuskan sebuah keputusan yang sulit mengenai rumah tangga mereka, yaitu agar Suaminya mau menikah dengan orang lain.
Mungkin memang benar adanya, tidak mungkin dalam satu rumah terdapat dua Istri yang di dalamnya tidak akan ada air mata di dalamnya. Keadilan memang sulit untuk dilakukan, tetapi bukan berati tidak bisa diwujudkan bukan. Tidak mungkin ada Istri yang rela membagi cinta suaminya untuk wanita lain, tetapi disinilah poin penting dari makna sebuah pengorbanan itu.
Istilah mendapat surga itu tidak mudah, tetapi jika ingin masuk neraka itu semudah membalikkan telapak tangan. Jalan menuju Jannahnya bagi wanita terutama seorang Istri adalah memang sangatlah sulit tetapi jaminannya surga, oleh karena itu tidak semua wanita mampu melakukannya. Itulah Poligami.
Percayalah akan ada saat dimana kita akan dijadikan ratu satu-satunya dalam istana sebuah pernikahan yakni kelak di Jannahnya Allah SWT, berhitunglah dengan rumus Allah bukan rumus dunia. Karena rumus dunia hanya terpaku pada keuntungan sesaat, tetapi jika menggunakan rumus akhirat maka keuntungannya akan abadi dan mutlak.
"Tak pernah terbayangkan olehku, cinta yang selama ini aku pertahankan untuk istri pertamaku perlahan berubah bagai debu yang ditiup angin dan berpusat bagi sesorang yang baru dalam rumah tanggaku." (Rizki Naufal Abdullah)
"Aku rela berbagi dengan orang lain agar kamu bahagia, tetapi mengapa aku sangat takut kamu akan berpaling dari cintaku. Aku ingin ikhlas tapi berat, aku ingin tidak merasakan iri tapi begitu sulit."
(Alevina Kismanara)
"Aku tak pernah merasakan arti sebuah cinta sejati itu seperti apa dan kamu hadir membuatku merasakan indahnya mencintai dan dicintai itu. Bolehkah aku menginginkan untuk mendapatkan cintamu saja, bolehkah aku mengharapkan perhatianmu, dan bolehkah aku berharap kamulah imamku hingga akhirat kelak."
(Ais Afifah Salsabila)
Pagi hari, seperti biasa di lalui oleh seorang gadis manis, lemah lembut, cerewet, dan juga manja untuk bersiap menjalani hari-harinya. Dia adalah Ais Afifah Salsabila, seorang anak yatim piatu yang tinggal dengan Bibinya yang bernama Nuriyah atau biasa Ia panggil Umi.
Ais, nama panggilan yang kerap disematkan untuknya. Ia baru berusia 22 tahun, Ia sudah bekerja sebagai karyawan di salah satu perusahaan ternama di Indonesia di bagian Divisi kreatif.
"Ais, Ya Allah Gusti. Bangun atuh, ini udah jam berapa. Emang kamu ngak kerja dan lagi kamu udah sholat subuh belum ih?." Ucap Umi Nur sambil mengoyangkan tubuh Ais.
"Aku ngak sholat Ummi. Lagian jam berapa sih, masih pagi banget loh Mi. Tenang aja." Sahut Ais sembari membungkus tubuhnya lagi dengan selimut.
"Astaghfirullah...pagi banget kamu bilang. Ini udah jam tujuh Ais." Jawab Umi Nur sambil menekankan setiap katanya.
"Hah?, Subhanallah Ummi kenapa ngak bangunin Ais sih." Kata Ais yang langsung lompat dari tempat tidur begitu mendengar perkataan Bibinya.
"Ngak ngebangunin kata kamu, dasar bocah bayi. Mulut orang tua sampai berbusa dan kamu bilang ngak ngebangunin dasar tak masukin perut lagi baru tahu rasa." Ucapan Umi Nur yang melihat kelakuan ponakannya itu.
Setelah menyelesaikan urusannya, Ais langsung keluar dari kamarnya untuk langsung pergi bekerja dengan gamis berwarna coklat susu juga kerudung segi empat yang cukup panjang dan menutupi dadanya.
"Ngak sarapan dulu Nak?" Teriak Umi Nur ketika Ia melihat Ais sudah keluar kamar dengan terburu-buru.
"Ngak sempat Umi, nanti aja di kantor. Aku berangkat ya Mi. Assalamualaikum." Ucap Ais sembari mencium tangan Bibinya.
"Walaikumussalam warakhmatullah, dasar anak itu kadang lembut kadang kaya gitu." Gumam Umi Nur melihat kelakuan keponakan kesayangannya yang selalu ceria itu.
Ais datang ke kantornya menggunakan bus yang biasanya Ia menunggu di halte dekat rumahnya.
Setelah menghabiskan perjalanan dengan bus, sekuat tenaga ia berlari menuju ke kantornya karena hari ini ada kunjungan dari CEO atau founder dari perusahaan tempatnya bekerja ke kantornya yang merupakan salah satu kantor cabang dari perusahaan utama sang CEO.
"Huh-huh-huh-huh..Ya Allah, capek banget. Mbak Nini..huh-huh... CEO-nya belum dateng kan Mbak?..huh-huh." Kata Ais dengan nafas yang masih tersenggal-senggal setelah sampai di kubikelnya.
"Belum Is, tumben kamu telat. Biasanya kalau berangkat ngalahin Pak satpam pagi banget." Kata Nina atau teman kantornya biasa memanggilnya Nini.
"Kemarin kan aku lembur bareng Haris sama Lisa sampai jam sebelas malam baru selesai. Apalagi butuh perjalanan yang cukup jauh Mbak." Sahut Ais yang sudah duduk di kursinya sambil meminum air putih untuk melegakan tenggorokannya yang kering.
"Ya udah atuh Neng, buruan kerjain lagi biar cepet selesai. Oh iya, kita nanti juga langsung rapat sama CEO kita hanya bagian Divisi kreatif aja. Kamu jangan lupa bawa hasil kerja Divisi kita sama catatan rinciannya." Jelas Nini yang masih stay sama komputernya.
"Sendiko dawuh ndoro." Balas Ais yang juga langsung menghidupkan layar komputernya dan bersiap untuk betempur dengan tugasnya.
.................................................................................
Di sisi lain, terdapat sepasang suami istri yang menjalankan aktivitas paginya. Mereka adalah Rizki dan Ale.
"Kamu udah sarapan sama minum obatnya kan?." Tanya Rizki kepada istrinya yang tengah duduk di kursi rodanya sembari melihat pemandangan dari arah balkon kamarnya.
"Udah mas, sekarang Mas bisa berangkat kerja. Pasti karyawan Mas udah nunggu." Jawab Ale sembari memegang tangan sang suami.
"Ya sudah, aku berangkat sekarang. Kamu hati-hati di rumah." Kata Rizki sambil mencium kening dan bibir sang Istri dengan penuh cinta.
"Mas, pemintaanku tidak akan berubah. Tolong kabulkan permintaanku." Perkataan Ale seketika membuat Rizki menghentikan langkahnya.
"Dan jawabanku masih sama, sampai kapan pun aku tak akan menduakanmu." Ujar Rizki dengan nada dinginnya yang sudah berjalan keluar kamar mereka.
Ale hanya menghembuskan nafasnya lelah, sebenarnya Ia juga tidak ingin hal tersebut terjadi. Tetapi keadaan yang membuatnya harus melakukannya, Suaminya juga perlu pemenuhan lahir juga batin dari Istrinya. Hal itulah yang membuat ia semakin bersalah kepada Suaminya. Semoga Allah memberikan jalan yang terbaik bagi rumah tangganya.
Hari ini, Rizki berencana untuk mengecek juga mengadakan rapat dengan salah satu Divisi kreatif di salah satu kantor cabangnya.
Setelah beberapa menit menempuh perjalanan, akhirnya Rizki sampai di kantor cabangnya.
"Ais my future zaujati.." Panggil Haris, seorang laki-laki manis yang biasa masih dengan modenya mendekati Ais sang primadona Divisi kreatif baginya dan sebagai calon Istri masa depannya.
"Hai ukti." Panggilan lainnya yang tak lain dari Vernon, seorang pemuda berpawakan tinggi juga tampan yang secara tidak langsung menunjukkan ketertarikannya kepada Ais.
"Hai juga semua, ada apa?." Tanya Ais sambil mengalihkan tatapannya kepada Haris dan Vernon yang berada di dekat pintu masuk kubikelnya.
"Pak CEO-nya udah dateng tuh, kita suruh merapat buat ketemu dia di ruang rapat untuk semua divisi. Nanti setelah itu baru Divisi kita deh. Ayo eneng Ais yang manis." Kata Haris yang sesekali melemparkan godaan kepada Ais.
Mbak Nini yang mendengar hal tersebut pun hanya terkekeh geli mendengar celotehan Haris.
"Aku ngak dibilang manis nih?." Goda Mbak Nini kepada Haris.
Haris hanya menyengir kuda.
"Ya tentu lah Mbak, madu aja sebelas dua belas sama Mbak."
"Hilih, ayo Is kita ke sana. Jangan lupa bawa berkas yang diperlukan." Ajak mbak Nina sembari berjalan keluar dari kubikelnya dan diikuti oleh Ais.
"Iya Mbak."
Setelah sampai di ruang rapat, Ais duduk di sebelah sahabatnya yang berbeda Divisi dengannya, yakni Kinara.
"Eh, Is kamu tahu ngak. CEO kita tampannya kelewat batas normal katanya. Tapi sayang dia udah punya Istri, aduh kenapa kondisi ini membuat aku setuju dengan poligami." Bisik Kinara kepada Ais yang sedari tadi mendengarnya hanya terkekeh geli, padahal sahabatnya ini tidak mau untuk dipoligami.
"Kamu ada-ada aja sih Ki, profesional kerja aja atuh."
"Susah profesional kalau gini Is." Sahut Kinara dengan wajah memberengutnya
Hingga tiba-tiba datang seorang laki-laki bepawakan tinggi dan tegap, dengan garis wajah tegas nan tampan yang rahangnya dihiasi bulu tipis yang menambah kesan wibawa juga dewasanya. Membuat semua karyawan perempuan melongo terpesona dengan karismanya yang luar biasa, kecuali Ais yang sedari tadi masih asik mengecek berkas yang Ia bawa.
Harus kalian tahu, Ais itu juga memiliki sifat ceroboh yang bisa dibilang sudah diatas rata-rata. Jadi wajar kalau dia selalu khawatir kalau apa yang dilakukannya bisa menemui banyak kesalahan dan keteledoran.
"Is, itu orang kan. Bukan malaikat yang sengaja dikirim ke kantor kita. Is-Is-Ais." Kata Kinara yang kemudian merasa tidak mendengar respon dari sahabatnya itu, dan ternyata sahabatnya itu sedang asik memilah dokumen yang ada dihadapannya.
"Ya Allah Is, udah sih tinggalin dulu berkasnya. Itu di depan ada pemandangan yang membuat hati bahagia." Bisik Kinara kepada Ais.
"Iya bentar lagi, ya. Lagian menarik berkas ini kok daripada Dia."
"Selamat pagi, semuanya. Saya disini ingin memantau juga mengecek keadaaan di kantor cabang ini. Mungkin nantinya akan ada beberapa revisi ataupun bisa jadi ada ciptaan terbaru dari kantor cabang ini. Saya sangat mengharapkan kerja keras kalian semuanya." Kata Rizki dengan nada datarnya. Namun, sedari tadi tatapannya tidak beralih dari seorang gadis berjilbab yang masih asik dengan berkas dihadapannya.
"Dan satu lagi, saya butuh untuk dihormati ketika saya berbicara, saya butuh untuk dihargai kehadiran saya, juga..." Ucap Rizki sembari berjalan ke arah Ais yang belum menyadari bahwa Rizki sudah ada di depannya.
Hingga Kinara menyenggol bahkan mencubit lengannya agar Ais bisa cepat menyadari keberadaan sang Bos besar.
"Apa sih Ki, bentar aku lagi.." Seketika perkataanya terhenti begitu Ia melihat tangan kekar yang cukup besar ada di atas tumpukan berkasnya.
"Juga saya butuh perhatian dan bukan untuk disepelekan." Lanjut Rizki sembari menatap Ais yang juga tengah mendongak menatapnya.
Tubuh Ais seketika menegang, bahkan untuk menelan salivanya terasa sangat sulit sekali.
"Ma-maaf Pak. Say-saya tadi memeriksa beberapa laporan karena saya takut ada kesalahan di dalamnya. Se-sekali lagi maafkan saya." Ucap Ais terbata-bata dengan kepala yang menunduk dalam.
"Setelah ini, ke ruangan saya." Ujar Rizki dengan nada dingin plus datar kemudian meninggalkan ruangan rapat.
Ais hanya membuang nafas gusar.
"Kamu sih, kan aku dah bilang untuk fokus ke depan. Semoga ngak terjadi apa-apa ya." Kata Kinara sembari menepuk lengan sahabatnya itu.
"Kan aku juga ngak tahu Ki, semoga aja." Sahut Ais lembut dan berusaha untuk tersenyum.
Saat ini, Ais sedang berada di depan pintu Bos besarnya. Ia masih menyiapkan mentalnya apabila nanti disuguhi kemarahan dari Bos besarnya itu.
"Tenang Ais, kamu pasti bisa. Bismillah." Gumamnya pada diri sendiri.
Tok tok tok
"Masuk!" Suara dari dalam yang membuat Ais menelan salivanya dengan tangan yang sudah berubah dingin.
Cklek...
"Per-permisi pak." Ucap Ais lembut dengan tubuh yang sudah gemetaran.
"Duduk!, kamu tahu apa kesalahan kamu?." Tanya Rizki yang sedang berdiri di samping kursi depan mejanya tepat yang diduduki oleh Ais.
"I-iya pak. Saya tidak memperhatikan Bapak tadi. Maafkan saya, saya terlalu fokus pada tugas saya." Jawab Ais lirih sambil menundukkan kepalanya.
"Begitu kah, baiklah saya memaafkanmu. Tetapi kamu harus menyerahkan desain produk baru perusahaan kita minimal hari ini jam lima sore kepada saya. Kalau tidak, maka pekerjaanmu yang akan menjadi taruhannya." Ujar Rizki dengan nada datar dan terkesan dingin.
"Tap-tapi Pak, itukan masih ide yang belum di diskusikan oleh semua Divisi. Terlebih say-saya juga belum terlalu memahaminya." Suara Ais semakin melemah mengingat hukuman yang diberikan oleh Bosnya itu.
"Apakah saya peduli akan hal itu, yang terpenting desain itu harus ada sebelum jam lima sore itupun kalau kamu masih ingin bertahan disini. Sekarang silahkan keluar!" Titah Rizki sambil kembali duduk di singgasananya dan langsung berkutat dengan laptopnya.
"Baiklah Pak, sekali lagi saya minta maaf atas kesalahan saya. Namun, apabila saya tidak bisa melaksanakan tugas dari bapak maka saya ikhlas di keluarkan dari kantor ini. Mungkin memang belum takdir saya untuk bekerja disini. Kalau begitu saya permisi Pak." Pamit Ais dengan suara lembutnya yang membuat sesuatu yang aneh dalam diri Rizki.
Rizki pun menatap kepergian Ais dengan tatapan yang sulit untuk diartikan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!