NovelToon NovelToon

Will Never Forget You

Sebuah Perjalanan

Pagi ini aku gelisah, aku terus berjalan mondar-mandir di depan pintu kelas. Apakah aku akan diterima? Aku yakin pasti diterima! Tapi, bagaimana jika aku tidak diterima?

"Putri kamu di panggil Bu Gita tuh." Rina, teman sekelasku yang baru saja datang.

Mendengar hal tersebut aku langsung membulatkan mata dan segera berlari menuju ruang Guru sambil berteriak "Makasih Rin!!"

"Ah oke!" Rina menjawabku dari kejauhan.

Aku berlari sampai nyaris terpeleset saking senangnya. Aku menarik nafas panjang sebelum memasuki ruang guru. Aku membuka pintu lalu masuk ke dalam, Bu Gita menyambutku dengan senyuman hangat yang dimilikinya, lalu aku pun duduk di depan mejanya.

"Bagaimana Bu?" Aku membuka percakapan dengan bertanya pada Bu Gita.

"Putri, Ibu ingin menyampaikan ini tapi kamu harus menerima bagaimana dan apapun hasilnya ya." Bu Gita menjawab dengan badan yang tegap, terlihat dia sedang serius.

"Kenapa Mah?" Aku tak sengaja mengatakan "Mah" padahal ini masih di sekolah.

"Ini di sekolah." Bu Gita mengambil selembar kertas di bawah laci mejanya.

"Iya maaf Bu. Jadi bagaimana Bu apakah permintaan beasiswa saya diterima?" Aku mulai berkecil hati, dan terus memperhatikan kertas yang Bu Gita pegang.

"Kamu, tidak akan menjalani kuliah di Indonesia." Mendengar hal tersebut mataku kembali melebar.

"Jadi, magsud Ibu saya?"

"Iya kamu adalah salah satu dari dua peserta lain yang berhasil mendapatkan beasiswa untuk masuk ke Harvard University." Aku diam membisu, tak bisa berkata-kata lagi.

"Kamu harus mempersiapkan keberangkatan kamu ya. Ibu akan selalu mendukungmu Nak," Bu Gita memberikan selembar kertas tersebut padaku.

"Terimakasih Bu! Aku bakal ngasih tau kabar gembira ini sama teman-teman aku juga!" Setelah bercakap-cakap beberapa kata. Aku pun pamit dan keluar dari ruang guru.

Aku berlari kembali dan berteriak dengan nyaring dan sangat keras sehingga semua orang di sekitarku mendengarnya "Go to Amerika!"

"Put lu kenapa?" Tanya Samuel, teman seangkatanku sekaligus tetangga dekat.

"Gue bakal kuliah di Harvard University Sam, gila gue seneng banget!" Aku kembali berlari-lari dengan sangat riang.

...***...

Aku sedang mentataulang kembali barang-barang yang telah ku persiapkan dari jauh-jauh hari. Ini memang masih satu bulan sebelum keberangkatan. Namun karena aku sangat bersemangat untuk segera pergi ke AS jadi kusiapkan dari jauh-jauh hari.

Terdengar suara ketukan pintu dari luar kamarku. Aku pun beranjak dari tempat tidur lalu, melangkahkan kaki untuk membuka pintu.

"Mamah! Seneng banget bisa masuk Harvard University! Makasih Mamah selalu dukung aku!" Aku memeluk Mamah.

"Iya kamu kan anak Mamah dan juga salah satu siswa berprestasi di sekolah, untuk merayakan hal ini gimana kalo kita makan diluar?" Mamah balas memelukku dan mengajak untuk pergi makan keluar.

Aku pun meng "iya" kan ajakan Mamah dan kami pergi makan keluar dengan senyuman bahagia.

"Namanya Dayu. Dia anak yang berprestasi juga loh kaya kamu. Kamu tau gak dia?" Mamah menjawab pertanyaan yang belum aku lontarkan.

"Tau aja aku mau tanya itu. Dayu? Bentar bukan kata orang-orang dia berandalan sekolah ya Mah waktu kelas satu? Kok bisa masuk? Aku aja susah payah belajar buat kesana loh." Aku mengeluh.

"Setaun terakhir sejak kematian Ibunya Dayu jadi semangat belajar. Dia pasti mau mengejar impiannya sayang makanya kayak gitu, kamu aja belajar pagi, siang, malem demi pergi ke Universitas itu kan." Mamah menjawab pertanyaanku dengan perlahan.

"Iya Mah, Mamah bener." Aku menyeruput es jeruk yanh barusan Mamah pesan.

"Tidak ada yang tak mungkin di dunia ini. Yaudah lanjutin makan." Aku dan Mamah pun melanjutkan makan dan bercakap-cakap ringan, masih membicarakan seputar persiapan keberangkatanku ke AS.

Satu minggu, dua minggu, tiga minggu dan satu bulan pun berlalu. Hari ini aku akan pergi ke Universitas impianku sejak kecil itu. Dimasa depan aku akan menjadi seperti Papah, menjadi seorang pengacara hebat.

"Mah, Mamah jaga diri ya di sini. Putri gak bisa nemenin Mamah dulu. Nanti Putri pulang dan jadi pengacara sukses kaya Papah!" Aku memeluk Mamah dengan erat.

"Iya sayang. Kamu hati-hati, terus kejar impian kamu walau, sebuah batu besar menimpamu, hujan deras mengguyurmu, badai besar mengejarmu dan hal apapu-" Aku sengaja memotong perkataan Mamah, karena ini pasti akan menjadi sangat panjang.

"Iya, iya Mah. Putri bakal selalu inget sama pesan dari Mamah," Aku tersenyum tipis.

Aku mengucapkan salam perpisahan dan menunggu sampai seorang wanita berkata "Perhatian, para penumpang pesawat Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan H7290 tujuan Amerika Serikat (AS) dipersilahkan untuk memasuki pesawat udara melalui pintu A11".

Aku mulai berjalan dan melambaikan tangan pada Mamah dan teman-teman yang menemani keberangkatanku, termasuk Samuel. Aku akan menaiki tangga pesawat namun, aku terdiam sejenak dan melihat kesekeliling, pasti aku akan rindu dengan tempat ini. Aku mulai menaiki satu persatu anak tangga. Dan duduk di kursi yang tertera pada tiketku.

Pesawat mulai lepas landas aku berdoa agar diberi keselamatan dalam perjalanan pertama kalinya ini. Dan hari ini aku dapat merasakan berada di atas awan setelah hidup selama 19 tahun. Banyak orang yang menginginkan apa yang aku dapatkan. Maka dari itu aku harus lebih bersyukur.

8 jam kemudian,

Akhirnya aku tiba di tempat yang asing di mata namun, dekat di hati. AS aku sangat, sangat dan amat sangat bersemangat! Aku berlari menuju mobil yang di dalamnya sudah ada Omku, Mamah bilang Om Haster akan menjemputku saat aku sampai. Om Haster adalah salah satu investor yang baru beberapa tahun tinggal di sini. Sekarang, dia menghantarku ketempat tinggal baruku di AS.

Setelah tiba di tempat tinggal baru yang sudah dipersiapkan oleh Om Haster, aku tak bisa berhenti membuka mulutku karena rumah ini sudah sangat rapih dan aestetic. Rasanya seperti mimpi bisa menghirup oksigen disini. Aku tinggal dekat dengan kampusku di Cambridge, Massachusetts. Rasanya tak percaya bisa berjalan sejauh ini. Aku mulai membenahi barang-barangku. Dan berganti pakaian lalu, tidur. Lelah rasanya 8 jam di pesawat tanpa tidur sama sekali.

Keesokan harinya, aku masih punya waktu untuk berjalan-jalan. Mengelilingi kota di sekitarku. Karena masuk kampus sekitar 1 minggu lagi. Jadi aku bisa lebih bersantai terlebih dahulu.

Sekarang musim semi dan sebentar lagi musim panas. Aku tak sengaja melihat larva yang berubah menjadi kupu-kupu di sebuah batang pohon. Sangatlah indah, sayapnya berwarna biru dengan corak hitam yang menarik perhatianku.

Yang aku tidak terlalu suka pada musim semi adalah curah hujan yang meningkat. Sekarang aku memakai sandal biasa jadi air hujan semalam membasahi kakiku. Saat aku melangkahkan kaki, air hujan yang belum mengering ini terciprat begitu saja. Untung tidak mengenai bajuku. Ini masih pagi hari aku memutuskan untuk mencari toko roti terdekat. Beberapa saat kemudian aku menemukan toko roti tersebut. Aku pun membuka pintu toko tersebut, terdengar lonceng yang berada di atas pintu ini berbunyi diiringi dengan suara deritan pintu yang sedang kubuka ini.

"Hola señorita, buenos días,"

("Halo Nona, selamat Pagi") Seorang lelaki yang kelihatan masih cukup muda menyapaku.

Dia menggunakan bahasa Spanyol. Aku sebenarnya kurang mengerti apa yang dia katakan.

"Hello, I would like a beef sandwich. Is there any?"

("Hallo, saya ingin roti dengan daging sapi. Apakah ada?") Aku membuka topi di kepalaku.

"There are various kinds of bread here! Hem...looks like Miss is not an American nationality. Is Miss a tourist?"

("Ada disini ada berbagai macam roti! Hem.. sepertinya Nona bukan berkebangsaan Amerika. Apakah Nona seorang turis?") Sang pria langsung menyiapkan roti isi daging yang kupesan.

"Yes I am a student here,"

("Iya, saya mahasiswa disini,") Aku menarik kursi dan duduk di atasnya.

"Looks like we will get to know more closely after the campus classes begin to open,"

("Sepertinya kita akan kenal lebih dekat setelah kelas dikampus mulai dibuka,") Pria tersebut menyodorkan bungkusan roti padaku dan aku kembali memakai topi yang baru saja kubuka.

"Hahaha, maybe yes and maybe no"

("Hahaha, mungkin iya dan mungkin tidak") Percakapan singkat pun berakhir, aku memberikan uang sebesar 2 USD pada pria tersebut dan keluar dari toko.

Diperjalanan, saat aku akan menikmati roti pertama yang kubeli disini sambil terus berjalan. Ada seorang pemuda yang sepertinya seumuran denganku tak sengaja menabrak. Memang benar kata Mamah makan tidak boleh sambil berdiri apalagi berjalan.

"Ah, I'm sorry. Next time I'll be more careful."

("Ah, maafkan saya. Lain kali saya akan lebih hati-hati.") Pemuda tersebut sepertinya sedang terburu-buru.

Awalnya aku akan memaafkannya "Ah, ok-" Namun, setelah melihat roti isi dagingku terjatuh dan terinjak sadis olehnya, tentu saja tidak.

"Sorry, sir, but you stepped on my bread. Can you change it before you leave ?!"

("Maaf Pak tapi, roti saya diinjak oleh Bapak. Bisakah Bapa menggantinya sebelum Bapak pergi?!") Nada bicaraku meninggi.

"Ah okay can I have your cellphone number next time I will buy it. I'm busy right now. Or maybe identification?"

("Ah oke bisa saya minta nomor hp anda lain kali saya akan membelikannya. Saya sedang sibuk sekarang. Atau tanda pengenal?") Pemuda tersebut menjulurkan tangannya.

"Em, but.."

("Em, tapi..") Aku kebingungan saat melihat sang pemuda menjulurkan tangannya.

"Yes, this is my identification card. You just have to call the number here so I can replace your bread later. Sorry I'm in a hurry!"

("Yasudah ini kartu pengenal saya. Anda tinggal menghubungi nomor disini agar nanti saya bisa mengganti rotimu. Maaf saya buru-buru!") Pemuda tersebut memberikan sebuah kartu padaku.

"He, Hey!! Lu kira kartu bisa ganjal perut?!" Aku berteriak.

"Well, why not?"

("Nah, mengapa tidak?") Pemuda tersebut membalas dengan berteriak dari kejauhan.

Apa kira-kira yang kamu pikirkan? Ya, rasa ingin mematahkan kakinya! Padahal ini baru hari pertama aku tinggal disini.

"GILA LU YA?!" Pemuda tersebut masuk ke dalam mobil hitamnya yang langsung melaju begitu saja.

...●●●...

My Bread Loaf

Aku menatap kearah roti daging tersebut, yang sudah terinjak sadis oleh sang pemuda tadi. Bisa saja aku membelinya kembali, tapi aku berhemat apalagi sekarang aku berada di negeri orang.

"Awas aja kalo sampe aku ketemu lagi sama dia aku geprek! Biar tar kalo pulang ke Indonesia Mamah yang bikin sambelnya!" Aku menggerutu di tengah jalan.

Sekarang aku belum sarapan dan kembali pulang ke rumah. Perutku sudah berteriak-teriak minta diberi makan. Untung aku membawa banyak stok mie instan dari Indonesia. Jadi aku bisa sarapan dengan ini dan juga supaya perutku bisa diam. Tiba-tiba terdengar hpku berbunyi, ternyata ini dari Mamah.

"Hallo Mah!" Ucapku menyapa Mamah.

"Aku baik disini. Aku juga abis jalan-jalan loh suasananya bagus banget!" Aku pun bercakap-cakap ringan bersama Mamah.

"Iya Mah. Mamah jangan makan rujak terus loh mau kena Maag?!" Ujarku memperingatkan.

"Yaudah dadah Mamah" Aku mematikan telepon dan lanjut memasak mie.

Saat sedang memakan mie pikiranku hanya tertuju pada roti daging tadi. Aku penasaran sekali dengan rasanya! Tapi, ah yasudahlah besok mungkin aku bisa kembali membelinya. Namun, aku ingat tadi aku diberi kartu nama oleh sang pemuda itu. Aku pun berniat untuk menghubunginya sekarang.

Aku memasukan nomor teleponnya lalu, di sana aku melihat identitasnya bernama "Daniel". Aku menekan tombol telepon dan berdering. Apakah dia akan mengangkatnya?

"Hallo," Terdengar suara seorang pemuda.

"You promised to buy me bread, right?"

("Kamu janji akan membelikanku rotikan?") Ujarku mengingatkan.

"Ah you. Yes, but at this time the bakery is usually closed. So tomorrow.."

("Ah kamu. Iya, tapi jam segini toko roti itu sudah tutup. Jadi besok saja..") Jawabnya.

"Okay. Tomorrow I'm waiting for you in front of the bakery earlier. If you don't come I'll give your name card to the police station!"

("Oke. Besok aku tunggu kamu di depan toko roti tadi. Kalau tidak datang aku kasih kartu nama kamu ke kantor polisi!") Ancamku, sebenarnya masalah sepele sih tapi aku tidak benar-benar akan melaporkannya.

"Wa, wow take it easy. Yeah I'm closed, good afternoon!"

("Wa, wah santai saja. Yasudah saya tutup, selamat siang!") Pemuda itu pun menutup teleponnya.

Keesokan harinya

Hari ini aku kembali ketempat kemarin. Ya toko roti tersebut. Dan tepat didepannya aku melihat tulisan "Open 24 Hours". Wah, wah sang pemuda itu menipuku ya.

Beberapa saat kemudian, pemuda kemarin datang lalu mengajakku masuk ke dalam toko roti tersebut. Daniel nama dari sang pemuda tersebut mendorong pintu toko dan terdengar bunyi lonceng yang diiringi dengan deritan pintu yang sudah sedikit menua, suaranya seperti kemarin saat pertama kali aku masuk ke toko ini.

"Vaya, Daniel! Cómo estás? Qué quieres? comprar pan? Ah, este es tu novio?"

("Wah, wah Daniel! Bagaimana kabarmu? Mau beli roti apa? Ah ini pacarmu?") Tanya pria tukang roti tersebut pada Daniel yang tentu saja tidak kumengerti.

"No. Quiero pedir pan ... qué pan?"

("Bukan. Aku mau pesan roti..roti apa?") Daniel menoleh kearahku. Dia bicara apa?

"Ah sorry. What bread do you want?"

("Ah maaf. Kamu mau roti apa?") Daniel bertanya padaku lagi.

"Meat loaf,"

("Roti daging,") Jawabku.

"Ah..Beef,"

("Ah..Daging sapi,") Tambahku sambil berbisik pada Daniel.

"Okay,"

("Oke") Jawabnya.

"Pan con ternera para dos"

("Roti dengan daging sapi untuk dua orang") Ucap Daniel pada pria tukang roti tersebut.

Beberapa saat berlalu, tukang roti tersebut menyodorkan dua bungkusan roti pada Daniel, kami memakan roti tersebut bersama di kursi depan toko itu.

"Kamu orang Indonesia?" Daniel mulai membuka sebuah obrolan.

Aku terkejut dia ternyata bisa berbahasa Indonesia. Pantas saja kemarin waktu aku bilang "He, Hey!! Lu kira kartu bisa ganjal perut?!" dia menjawab "well, why not".

"Iya," Jawabku pendek.

"Oh sama dong," Ujarnya.

Aku terus memakan roti daging ini. Karena, rasanya ternyata sangat enak. Dan menghiraukan beberapa pertanyaan dari sang pemuda tersebut.

"Oh iya soal kemarin maaf ya gak sengaja nyenggol kamu. Terus keinjek lagi," Ujar Daniel yang masih memakai roti tersebut.

"Ya gapapa. Lagian udah diganti juga kan rotinya," Jawabku.

"Kamu liburan disini?" Daniel bertanya.

"Aku mahasiswa baru. Ya sekitar 4 hari lagi udah masuk lah," Jawabku lagi.

"Sama dong, kamu em di kampus mana?" Daniel kembali bertanya.

"Harvard University," Jawabku yang sudah menghabiskan suapan terakhir dari roti isi daging tersebut.

"Hah? Beneran kok sama juga sih aneh haha, jangan-jangan jurusannya sama," Ujarnya.

"Hukum," Ucapku lalu, berdiri.

"Impresivve! Sama aku juga hukum. Kok bisa gini ya aneh, kamu mau kemana?" Tanya Daniel yang melihatku berdiri.

"Mau berenang," Jawabku bergurau.

"Musim semi gini mau berenang? Wah serius?" Tanyanya.

"Ya pulang lah. Yaudah makasih rotinya," Aku pun mulai melangkahkan kaki.

"Oke see you next time," Ujar Daniel.

Aku berjalan pulang namun, ada yang aneh. Aku merasa ada yang sedang mengikutiku. Aku sengaja mempercepat langkahku dan berlari. Tapi, orang ini malah ikut berlari juga mengikutiku. Apa dia copet ya? ah jambret? penjahat? pikiranku bertanya-tanya.

Lalu, aku melihat sebuah kayu yang tergeletak di samping tempat sampah besar yang ada di hadapanku. Tanpa berpikir panjang aku langsung mengambilnya lalu, bersembunyi tepatnya di belakang tempat sampah besar tersebut agar aku bisa memukul orang tersebut saat ia lengah. Suara langkah kakinya sudah terdengar mendekat. Aku memegang kayu itu dengan kuat-. Dan 1, 2,

"Hiyaaaaaaaaaa," "Dug!!" Tepat sekali kayu itu mengenai punggung orang tersebut. Tapi kenapa punggung?

Dia ternyata sedang melihat sekeliling dan saat ia sudah pingsan aku memeriksa wajahnya ternyata itu "Daniel?"

"Ngapain sih dia ngikutin aku kan jadi kena pukul. Aduh, kalo ditinggal di tengah jalan kan gak enak, mana ini salahku." Gerutu ku sambil menyeret tubuh Daniel.

"Berat banget. Duh semoga gak ada yang liat. Ngerepotin banget."

Akhirnya aku sampai di depan rumah. Tapi, aku harus naik tangga untuk masuk ke kamarku. Terpaksa aku harus menggendong tubuh dia yang besar itu dengan sekuat tenaga. Walau tidak kuat sebentar-sebentar terjatuh.

Setelah sampai aku membuka kunci rumah dan menyeretnya masuk "Hah cape!" aku terengah-engah.

Kubaringkan ia di kursi dan membawa beberapa P3K. 5 menit, 10 menit, 15 menit dia belum juga bangun. Kutunggu dia bangun sambil menonton film di hpku. Setelah 30 menit berlalu dia pun terbangun. Aku yang menyadari dia terbangun langsung memasak air hangat untuk mengompres bekas pukulan tadi.

"Makanya gausah ngebuntutin orang!" Seruku.

"Bukan ngebuntutin. Nemenin pulang nanti kenapa-napa lagi di jalan," Jawabnya.

"Udah nih kenapa-napa. Udah berat lagi jalannya harus muter lagi untung gak ada orang yang liat!" Teriakku.

"Wah kamu bawa aku kerumah kamu? Gak cape?" Tanya Daniel semakin membuatku kesal.

"Engga cape kok, kamu itu ringan sekali seperti kapas 100 ton hahaha," Jawabku dengan nada mengejek.

"Bentar, yang kamu pukul perasaan tadi cuma punggung. Kok yang sakit seluruh badan?" Daniel bertanya dan aki hanya bisa memalingkan wajah.

Setelah air yang kumasak mendidih aku tuangkan ke dalam wadah lalu, kumasukan es batu dan mengambil lap.

"Nih obatin sendiri. Kalo perlu obat lainnya cari aja di kotak P3K ini ya," Ujarku lalu keluar dari rumah.

"Mau kemana?" Tanya Daniel yang melihatku keluar dari pintu.

"Mau beli Sarang Walet, ya beli makanan" Ucapku diambang pintu.

"Ini rumah dipercayain sama aku? Gatakut kemalingan?" Ucapnya.

"Engga. Kalo kemalingan paling kamu yang di ambil bukan barang-barang aku hahaha," Jawabku sambil tertawa di ambang pintu.

...●●●...

Manusia Aneh

Aku pulang dari Minimarket untuk membeli minuman dan beberapa snack. Karena, persedian di rumah sudah habis, aku sangat suka ngemil di tengah malam sambil membaca beberapa buku komik.

"Sudah beli makanannya?" Tanya Daniel.

"Sudah. Kamu mau barbequean? Mumpung ada bahannya loh." Aku menjawab lalu berbalik bertanya.

"Em, mari jika kau memang mengajak hahaha. Aku suka itu, ah iya kamu punya lalap? atau semacam daun selada?" Ujar Daniel bertanya padaku.

"Tentu punya aku sambil beli itu barusan. Mereka berdua memang sangat enak apabila di makan bersama hahaha." Aku pun mulai memindahkan kompor portabelku dan alat pemanggangnya ke tengah meja.

Setelah itu aku siapkan semua bahannya. Aku iris tipis-tipis daging sapi lalu, aku panggang satu-satu. Tidak lupa seladanya di bersihkan. Setelah selesai pun kami mulai makan bersama.

"Rumahmu dimana?" Aku bertanya kepada Daniel yang tengah sibuk menikmati daging sapi bersama lalap tersebut.

"Ah rumahku. Tidak jauh dari sini kok," Jawab Daniel sambil menyuap.

"Ah, udah jam 1 kapan kamu pulang?," Aku bertanya kembali.

"Nanti setelah selesai makan, aku merasa seperti diusir ya hahaha," Jawab Daniel sembari tertawa.

Setelah selesai makan aku membereskan piring-piring dan Daniel membantuku mencuci piring namun, dia tak sengaja menjatuhkan salah satu gelas kesayanganku.

"Maaf, aku akan mengganti!" Seru Daniel, aku hanya bisa melongo.

"Gak semua hal di dunia ini bisa diganti tau." Ucapku. Untungnya aku punya lebih dari satu gelas seperti ini.

"Aku pulang dulu ya hahha, besok ketemu lagi. Maaf soal gelasmu," Ujarnya dia langsung menunduk dan keluar dari pintu rumahku.

Aku mengintip di jendela "Orang pertama yang kukenal disini ya, kenapa aku merasa tak sopan padanya?"

Setelah itu aku membuka laptopku dan memutar musik di playlist yang kubuat sendiri berjudul "Rasa". Namun, tiba-tiba "PUTRI!!!! PUTRI!!".

Seseorang berteriak-teriak di luar rumah. Aku pun terkejut lalu, membuka pintu. Ternyata itu adalah Daniel, lagi.

"Aku lupa kalo hari ini aku punya banyak waktu senggang. Bagaimana kalau kita jalan-jalan?" Ucap Daniel di bawah tangga.

"Hah? Kau balik lagi kesini? Ngapain? Istirahat sana!" Teriakku. Lalu memutar badan siap untuk menutup pintu rumah.

Namun, Daniel memukulku dengan segumpal daun?

"Hei! Serius?"

Pada akhirnya aku pun berjalan-jalan bersama Daniel.

"Gimana kalo nanti malam kita ke pasar malam? Em, di negara kita sih namanya pasar malam." Daniel dan aku sedang berjalan di pinggir jalan.

"Pasar malam? udah lama juga gak pernah ke pasar malam. Boleh deh." Tak sengaja aku melihat gerobak eskrim di depan sana.

Aku berlari lalu, memesan eskrim varian coklat.

"Kamu suka coklat?" Daniel bertanya.

"Suka! kecuali biji coklat yang belum di olah." Aku pun ikut memesankan Daniel eskrim yang sama.

"Kamu pasti suka coklat kan?" Ucapku.

"Kok tau?" Daniel bertanya.

"Soalnya waktu pertama kali kita ketemu kamu lagi makan coklat. Coklat kamu juga ikut jatoh kan, anggap aja ini bayarannya," Aku pun mengajak Daniel duduk di bangku jalan.

Beberapa saat kita terdiam. Lalu, Daniel mulai membuka percakapan kembali.

"Gatau kenapa aku merasa ada yang aneh deh sejak aku beliin kamu roti," Ucap Daniel.

"Aneh gimana? Kamu gak ikhlas ya?" Tanyaku.

"Bukan gitu!" Jawabnya.

Beberapa saat kemudian, aku berjalan untuk membeli beberapa permen. Aku bilang pada Daniel "Daniel aku beli permen di sana dulu ya bentar,"

"Oke jangan lama," Jawab Daniel

Ada beberapa orang di dalam sana yang sedang membicarakan sesuatu. Dan aku tak sengaja mendengarnya.

"You went that way earlier? Yes, it is close to a bakery. He said there was an accident"

("Kamu tadi lewat jalan itu? Iya yang dekat dengan toko roti. Katanya ada kecelakaan") Ucap salah seorang diantaranya.

"Yeah, I just heard it. But sorry he said his head was very badly injured. Moreover, he broke his leg,"

("Iya, aku hanya mendengarnya sih. Tapi kasihan katanya luka dikepalanya sangat parah. Apalagi kakinya patah ihh,") Jawab temannya yang lain.

Mendengar hal tersebut aku jadi merinding. Setelah membeli beberapa permen, aku pun kembali pada Daniel lalu memberinya beberapa.

"Permen susunya enak bukan?" Tanya Daniel padaku.

"Iya enak, kamu udah biasa beli ya?" Aku bertanya balik.

"Iya aku suka beli. Aku udah tinggal sekitar 2 tahun lah ya di US," Jawabnya.

"2 tahun lama banget," Aku melirik jam tangan dan jarum pendeknya tepat berapa pada angka 4.

"Udah jam 4 kita berangkat sekarang?" Ucapku pada Daniel.

Daniel tadi bilang kalau pasarnya bukan dari jam 4.

"Yaudah Yu. Jalan aja," Ujar Daniel kami pun berjalan sambil bercakap-cakap ringan.

"Kenapa benua bisa terbentuk?" Aku ingin memulai sebuah gurauan pada Daniel.

"Karena pergerakan divergen dari lempeng tektonik yang ada di kerak bumi," Jawab Daniel.

"Salah," Ucapku.

"Terus apa? Kamu kayaknya bolos pas mata pelajaran IPS deh Put," Ujar Daniel.

"Benua itu bisa kebentuk diakibatkan oleh tupai yang gak sengaja terbang dan menghempaskan dataran." Setelah menjawab seperti itu aku berlari sambil cengengesan.

"Tar itu bukannya film apa ya? Eh jangan lari! Emang kamu tau jalannya?" Teriak Daniel.

"Tau lah!" Jawabku sambil menoleh kearah Daniel dan berteriak.

"Kemana coba?" Tanya Daniel lagi.

"Kehatimu hahaha. Bercanda!" Ucapku lalu, berlari lagi.

"Kayaknya otak Putri sedang tidak steril. Tunggu!!" Daniel pun ikut mengejarku.

"Bercanda Daniel gak usah anggap serius!" Teriakku lagi.

"Bercanda tar jadi berencana-" Ucap Daniel yang membuatku berhenti berlari.

"Wa, wait. Hemmm, not bad"

("Tu, tunggu. Hemmm, tidak buruk") Ujarku.

Kami pun sampai di pasar malam akhirnya. Jauh juga, tapi kalo datangnya terlalu siang namanya pasar sore.

"Nanti kita naik banyak permainan ya! Ah iya aku mau masuk ke rumah hantu disana!" Ucapku sambil menunjuk.

"Oke! pertama naik bianglala!" Ujar Daniel.

"Tapi, mending beli gula kapas dulu!" Tambah Daniel. Kami pun pergi untuk membeli gula kapas terlebih dulu.

"One ticket?"

("Satu karcis?") Ucap seorang penjual karcis.

"Ah, two tickets Sir I happened to come to this friend of mine,"

("Ah, dua karcis Kak, aku kebetulan dateng sama temen ku ini,") Ujarku sambil menunjuk Daniel.

"Ah friend?"

("Ah teman?") Ucap penjual karcis tersebut seperti kebingungan.

Aku hanya menggangguk dan penjual karcis tersebut memberiku 2 karcis.

"Ah, be careful maybe you are a little sick"

("Ah, hati-hati mungkin anda sedang sedikit sakit") Ucap penjual karcis tersebut sebelum aku pergi.

"Ah okay. Thanks Sir"

("Ah baik. Terimakasih Pak") Aku pun pergi bersama Daniel untuk naik wahana pertama kami "Bianglala".

"Wah gede banget bianglalanya. Ati-ati deh masuknya" Ucapku pada Daniel.

"Aku juga baru pertama sih naik beginian disini. Soalnya biasanya cuma lewat doang," Ujar Daniel.

"Yaudah ayo masuk" Tambah Daniel sembari menarik tangan kananku.

"Ah, oke" Ucapku yang merasa canggung. Karena tanganku dipegang olehnya tentu saja.

Kami pun duduk di dalam bianglala tersebut sambil masing-masing memegang gula kapas yang manis. Ini masih jam 5 lebih, dengan pemandangan sinar matahari yang sebentar lagi akan terbenam.

...●●●...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!