NovelToon NovelToon

Kutunggu Jandamu

Prolog

Pepatah mengatakan bahwa C.I.N.T.A itu membutakan.

Ya, benar, aku memang buta.

Pepatah juga mengatakan bahwa C.I.N.T.A itu membuat gila.

Ya, benar, aku memang gila.

Ada lagi pepatah lain yang mengatakan bahwa C.I.N.T.A itu menyakitkan.

Ya, benar, aku memang sakit.

Namun, pepatah yang satu ini cukup membuatku hampir tak bertulang rusuk. Menghujam kokoh tanpa belas kasihan bak sebilah belati tajam.

Pepatah yang sampai saat ini menjadi sandaran dan pegangan. Cukup membuatku kuat walau harus terus tertatih menapaki sisa waktuku tanpa kesayangan.

Cintaku ... tak akan lekang oleh waktu.

Walaupun jarak yang menjadi pemisah antara dirimu dan diriku.

Walaupun berada di ruang dan waktu yang berbeda, karena tak pernah lagi bertemu.

Walaupun begitu perih akibat tergores luka oleh pedang masa lalu.

Namun yang namanya rasa, tak akan mudah pudar hanya karena dirimu tak lagi bersamaku.

...💞💞💞...

Seakan petir menyambar hangus sekujur tubuh.

Seakan tersengat aliran listrik dengan tegangan penuh.

Seakan dunia lenyap dalam seketika tertelan gemuruh.

Seburuk itulah perasaanku, di saat janur kuningmu melambai indah seakan mengejekku penuh angkuh.

Benar kata orang; Sesakit-sakitnya ditonjok Pak Lurah, lebih sakit lagi kalau ditinggal nikah.

...💞💞💞...

Aku bergeming. Menatap nanar secarik kertas berwarna cokelat susu yang baru saja kutarik paksa dari dalam sepotong bambu. Bambu yang digunakan untuk membungkus kertas undangan pernikahanmu.

Rasanya begitu perih, ketika membaca deretan huruf yang membentuk nama gadis yang selalu memenuhi isi kepala ini, bersanding apik dengan nama pria lain.

Bayangkan saja!

Bayangkan jika kalian berada di posisiku saat ini! Apa yang akan kalian lakukan?

Membanting potongan bambu? Atau mungkin merobek ganas sepotong kertas yang berisi undangan pernikahan kekasihmu itu?

Tidak!

Aku bahkan tidak melakukan keduanya. Bersamaan dengan terkoyaknya rasa dan asa, aku bahkan masih mampu mengukir senyum walaupun sedikit terpaksa.

Keinginan untuk menjalin hubungan istimewa bersandarkan ridha kedua orang tua, 'pun tak lagi bersama. Terkikis sudah beriringan dengan tersebarnya berita pernikahan dirimu dan dirinya.

Siapa bilang hatiku tak merasa teriris?

Siapa bilang jantungku tak berdegup kembang-kempis?

Siapa bilang kedua mataku tak ikut menangis?

Ketiganya merupakan perpaduan yang amat dramatis. Membentuk gencatan senjata yang menembak telak perasaanku yang semakin tertekuk miris.

Baiklah, aku sudah berhenti menangis. Tak elok jika aku menyalahkan takdir yang tak semestinya aku tangkis.

Bagaimana pun DIA telah memberiku waktu untuk bersamanya walau hanya sesaat. Mengukir puing-puing kenangan yang sesekali bisa kuingat dalam bingkai tak terhormat. Untuk kelangsungan kisah ini yang mungkin sudah tersendat, aku harap tidak akan cepat tamat.

Sebab aku akan selalu ada di sini untuknya, yang mungkin hanya akan mengingatku di kala luka menyapa. Tetapi, tidak apa! Aku memang mencintainya tanpa cela. Bahkan melebihi pria mana pun yang ada di dunia. Kecuali ... ayahnya.

...💞💞💞...

Hey, kamu!

Lihat aku! Aku masih mencintaimu. Tak perlu takut jika ia tak lagi bersamamu, karena masih ada aku yang selalu menunggumu.

Hey, kamu!

Berbahagialah bersama pernikahanmu saat ini! Janganlah menangis karena aku tak lagi berada di sisi! Tetaplah semangat menjalani janji suci! Anggaplah semua itu sebagai bentuk pengabdian diri!

Tidak bersama bukan berarti tidak mencintai. Namun, kita berusaha untuk saling introspeksi diri. Mungkin ini memang jalan terbaik yang harus kita jalani.

Hey, kamu!

Aku di sini akan selalu menanti. Mungkin hingga akhir hayat ini. Menjalani hari-hari dengan memperbaiki diri, hingga akhirnya kita bisa bersama lagi.

Hey, kamu!

Ingatlah selalu kalimatku, di kala itu pipimu merona hampir semu; Jika aku tak bisa mendapatkan gadismu, maka akan Kutunggu Jandamu!

BAB 1

Ini adalah kisahku. Yang hanya segelintir orang saja yang tahu. Aku tak merasa malu untuk mengungkapkan semua isi hatiku.

Anggap saja aku sedang menunggu. Menunggu waktu dimana takdir baik akan berpihak padaku.

Perkenalkan!

Namaku Chairul Abrar. Panggil saja ... Heru. Bukannya tak menyukai nama asliku. Namun teman-temanku sudah terbiasa dengan panggilan itu. Aku adalah tipe orang yang pemalu. Namun, tidak untuk masalah gadisku.

Ya, gadisku. Gadis keturunan melayu yang amat sangat menyentuh kalbu.

Kisahku ini bermulai dari budaya silaturrahmi, pada tahun 2009. Saat itu aku masih duduk di bangku SMP. Aku sudah mengagumi sosok seorang gadis yang kala itu sudah duduk di bangku SMA. Usia kami terpaut lumayan jauh. Aku duduk di kelas delapan, sedangkan dia sudah duduk di kelas sebelas.

Apakah kalian menganggapku tolol atau mungkin gila?

Bagaimana mungkin bocah ingusan sepertiku sudah bisa menautkan hati pada sosok seorang gadis yang usianya jauh di atasku?

Ya, aku memang sudah gila. Sejak saat itu aku mulai menggilainya. Tak kusangka, perasaan kagum yang bersemayam di dalam hatiku lama-kelamaan berubah menjadi cinta.

Bukan karena dia memberikan banyaknya harapan, namun karena memang tanpa disadari, aku telah terjatuh sedalam-dalamnya. Menyelami lentera hati seorang gadis yang sudah sering menjadi bahan pembicaraan di antara teman-temanku.

Ya, pertama kali mendengar namanya, aku menganggap seolah semuanya biasa-biasa saja. Namun, di luar kuasaku, ternyata aku mempunyai sejuta rasa menggelora yang menghangatkan jiwa dan raga. Ditambah lagi setelah bertemu langsung dengan orangnya.

Bersama teman karibku, Didi Gunawan, ia mengajakku berkunjung ke rumah kerabatnya yang kebetulan adalah kediaman gadis yang aku suka. Kebetulan saat itu masih dalam suasana hari raya.

Aku sudah menyukainya, walau tanpa bertemu dengannya. Aku juga sudah mengaguminya melalui tingkah perangainya, yang sudah menjadi buah bibir dari orang-orang di sekitarnya.

Siapakah gadis itu?

Dia adalah ... Demi Limanistia. Sebut saja, Anis. Keponakan dari sahabat karibku, Didi. Yang memang sudah aku ketahui bahwa ia sedang menjalin asmara dengan seniorku yang bernama Ridwan Sanusi.

Tetapi, tak kusangka pertemuan pertama itu membuat hatiku dag dig dug tak beraturan. Mendendangkan tabuan yang semakin lama semakin memekakkan pendengaran.

Kusentuh dada sebelah kiriku dengan sebelah tangan. Mencoba mengecilkan volume rasa yang memang seharusnya kusembunyikan. Tak terbayangkan seperti apa malunya aku jika gadis itu mendengarkan. Bisa-bisa aku pulang dengan wajah memalukan.

Selama di rumah Anis aku tak sedikitpun berani mendongakkan wajah. Jangankan untuk menggoyangkan lidah, untuk sekedar memandang wajahnya saja ... aku tak kuasa. Bukannya aku tidak suka, namun kharisma seorang Anis sungguh sangat menggetarkan rasa.

Bagiku ia begitu memesona. Ditambah lagi karakternya yang amat ramah dan dewasa. Pasti akan membuat hati siapa pun menjadi bergelora.

Anis adalah definisi dari wanita idaman. Bukanlah sosok idaman dari pria sembarangan. Namun, idaman para pria sukses di masa yang akan datang.

Bisa aku rasakan bahwa tubuhku bahkan menciut terlebih dahulu sebelum sempat berperang. Menginginkannya sama saja dengan mengharapkan adanya sebuah kolam di pertengahan gurun yang gersang. Saat ini, aku merasa terlalu kecil untuk berjuang. Biarlah waktu yang akan membawaku pulang, bersama dia yang aku sayang.

Tetapi untuk saat ini, hatinya sudah menjadi milik orang. Jadi, aku harus bersabar untuk memenangkan pertandingan.

Bagiku, memenangkan hati Anis adalah investasi masa depan. Yang mungkin hanya akan menjadi mimpi di siang bolong untuk aku harapkan sekarang. Karena aku berkeyakinan bahwa Tuhan pasti akan mengindahkan usaha dan perjuangan yang benar-benar ditekadkan.

Baiklah, kurasa cukup sudah ritual bersajak ria. Sepertinya setelah ini aku harus berkonsentrasi pada cerita. Semoga kalian semuanya menyukai, ini aku punya cerita. Sehingga bisa menyentuh hangat hingga ke relung jiwa.

...💞💞💞...

...Salam Sayang dari Penulis Jelata...

...Siapa pun yang membaca karya ini, kalian memang luar biasa...

...Dan terima kasih atas dukungannya...

BAB 2

Setelah hari itu, aku mulai memberanikan diri untuk menjalin komunikasi. Walaupun hanya via alat telekomunikasi.

Karakter Anis yang gampang akrab itu, berhasil menarikku masuk dan menyelami karakternya lebih jauh lagi. Walaupun hanya sebatas teman. Bagiku, tidak apa! Bukanlah masalah besar. Karena cinta yang sesungguhnya, bukanlah perasaan yang harus diindahkan.

Cinta yang sesungguhnya adalah di kala engkau menempatkan kebahagiaannya di atas segalanya. Memandang senyuman yang terukir di wajahnya saja bagaikan digerogoti ketenteraman hati yang tak terhingga.

Sekian lama menjalin komunikasi dengannya, sesekali kami memutuskan untuk berjumpa. Akhirnya semua itu seakan menjadi hal yang biasa. Namun, tentu saja di luar sepengetahuan cinta pertamanya.

Karena Ridwan merupakan tipe pria yang pencemburu akut. Apalagi berkaitan dengan diriku. Entah apa yang membuatnya jadi begitu. Padahal aku tidak pernah menampakkan sikap berlebihan yang bisa menyulut api cemburu.

...💞💞💞...

Lama-kelamaan, aku juga mulai menjalin hubungan baik dengan keluarga Anis. Ayah dan Ibu Anis sudah kuanggap seperti orang tuaku sendiri. Bahkan mereka tidak segan menganggapku sebagai anak angkat. Dan itu merupakan poin terpenting untuk saat ini. Tak apa tidak memiliki hati anaknya, karena aku sudah menggenggam hati kedua orang tuanya.

Eaaak!

Nah, kali ini aku juga ingin mengupas sedikit kisah antara Anis dan Ridwan.

Anis memang sangat mencintai pria itu. Namun, tidak untuk sebaliknya. Karena Ridwan termasuk tipe pria yang mata keranjang. Perangai terpuji yang dimikilinya, ternyata membutakan Anis sedalam-dalamnya. Padahal aku sangat mengetahui perangai pria itu di luar sana. Tetapi, untuk mengatakannya pada Anis, sungguh aku tak tega.

Anggap saja di sini aku sebagai orang ketiga. Namun, aku tidak pernah berusaha untuk merusak hubungan di antara mereka. Sama sekali tidak pernah terbersit sedikitpun.

Ridwan memang tampak lebih mencolok dalam hal apa pun dibanding diriku. Aku hanyalah anak kecil yang perasaannya akan dilabeli dengan sebutan 'Cinta Monyet' semata.

Maka dari itu aku sadar diri. Biarlah aku mencintai Anis dalam diam. Lagi pula, waktu tidak berputar hanya dalam sehari semalam.

Ada masanya nanti aku berjuang. Dan perasaan ini tidak akan pernah lekang. Apalagi terbuang.

Tidak akan pernah!

...💞💞💞...

Pada suatu malam, Didi mengajakku berkunjung lagi ke rumah Anis. Kebetulan sepupu Anis adalah kekasih hatinya. Dan kediaman mereka kebetulan bersebelahan. Nama gadis itu adalah ... Dini Alfianita.

Didi dan Dini sudah lama menjalin asmara. Bahkan jauh sebelum aku mengetahuinya.

Mereka itu ... ah, ternyata hanya menjadikanku sebagai racun nyamuk saja.

"Aku ke rumah Kak Anis aja ya," tuturku pada Didi, yang diikuti dengan anggukan kepala darinya.

Tentu saja Didi tidak keberatan. Bahkan mungkin memang hal itulah yang dia inginkan.

Dasar Kucing Jantan!

Aku melenggang dengan irama jantung yang berdentam. Pertemuan dengan Anis memang selalu sukses membuat nyaliku nyaris padam.

Bukan berarti aku tidak mempunyai cukup keberanian, tetapi memang organ di dalam dadaku ini sangat susah untuk dikondisikan.

"Paman Didi lagi sama Dini ya, Ru?" tanya Anis padaku yang mungkin hanya untuk memancing percakapan di antara dirinya dan diriku. Karena seperti yang kalian tahu, aku bahkan tak pernah sanggup menatap wajah manisnya itu.

"Iya," jawabku singkat.

Entah setan apa yang menggerogoti jiwaku. Di saat jauh, aku merindukannya. Namun, di saat berdekatan seperti ini bibirku seakan tak mampu berkata-kata.

Jangan ditanya seperti apa kondisi jantungku saat ini. Sudah pasti berdegup kencang hampir tak terkendali.

Beberapa saat kemudian, terdengar suara deru mesin motor bebek, yang sangat aku ketahui pemiliknya. Begitu juga dengan Anis. Dia mulai kelabakan. Karena kekasih hatinya telah datang.

Ridwan!

Dengan tatapan geram memandangku dari kejauhan. Bahkan ia mengurungkan niatnya untuk masuk ke dalam kediaman sang gebetan.

Anis menghampirinya untuk menjelaskan. Aku bisa lihat begitu besar kekhawatiran yang ia rasakan. Tanpa ingin menambahkan kekeruhan, jadi aku tidak ingin campur tangan. Biarlah mereka menyelesaikannya berdua, jika memang terjadi kesalahpahaman.

Sesaat kemudian, kulihat Ridwan kembali memutar kendaraannya, lalu menarik gas dengan lajunya. Aku tahu, dia sedang murka.

Dan sudah jelas, ia sudah salah paham. Mungkin dia berpikir aku sedang menggoda kekasihnya. Padahal, tidak seperti itu kenyataannya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!