Devin seorang pria tampan, berusia 19 tahun. Dia adalah anak dari pasangan sejati, Argan dan Nadin. Selalu berpenampilan rapi, bersih, dan elegan. Meski terlihat cuek dia pria yang tulus, dalam mencintai seseorang. Sejak ditinggalkan dihari pernikahan dengan tunangannya, dia tidak ingin membuka hati untuk siapapun.
Tasya gadis berusia 18 tahun, berbadan kecil dan pendek. Namun, senyumnya manis. Tasya gadis dengan karakteristik cuek, namun penyayang. Dia merupakan anak dari Heru dan Dera. Dia tidak suka bertingkah konyol, meski bersama sahabatnya. Gadis ini tangguh, namun memiliki kelemahan tidak boleh menangis. Bila dia menangis, maka akan merasa lemas lalu pingsan.
Ferdian seorang laki-laki remaja paling populer di SMA, tempat Tasya menimba ilmu. Dia tidak menyerah bila menginginkan sesuatu. Seperti perasaannya pada Tasya, dia selalu berusaha menggapainya.
Tera seorang gadis cantik, yang merupakan sahabat Tasya. Dia suka bertingkah konyol, dan juga ceria. Suka mengganggu temannya, yang asyik dengan suara headset di telinganya.
Jelita merupakan sahabat Tasya juga. Dia berwajah imut, suka dengan penampilan sederhana. Tidak suka bila ada yang bertindak risih, hanya untuk mendapatkan perhatiannya.
Okta seorang gadis yang tidak bisa lepas, dari bedak dan lipstik. Dia penuh obsesi dan ambisi bila melihat pria tampan. Pasti rela berlari dan sibuk menarik paksa, temannya yang tidak mau ikut.
Clara gadis cantik, yang pintar bergaya. Dia tipe perempuan, yang mudah dirayu. Seperti dihari pernikahannya, dia kabur bersama Aldo yang merupakan teman Devin. Padahal Devin dan Clara sudah bertunangan.
Aldo pria tampan, yang arogan. Tidak mempunyai niat yang baik, meski dia berpacaran dengan Clara. Usianya sama dengan Devin, bahkan mereka sahabat. Namun semua berubah saat Devin mengetahui, dia membawa kabur Clara dihari pernikahannya.
Afri merupakan dokter pribadi tuan Devin, usianya 25 tahun. Dia juga merupakan teman Devin, yang suka bertingkah konyol. Usia mereka terpaut jauh, namun pertemanan tidak memandang usia. Terkadang karena terlalu banyak bicara, membuat mulutnya disumpal oleh Devin.
Rumi gadis licik, yang selalu mempunyai rasa dengki pada Tasya. Setiap apa yang dia dapatkan, ntah prestasi atau apapun pasti ingin direbutnya. Kedua matanya memperhatikan sifat hangat, yang selalu dilontarkan oleh Ferdian pada Tasya. Padahal Tasya tidak pernah merespon apapun, selain jawaban singkat dan cuek.
Rubis seorang gadis remaja, yang pecicilan. Dia jatuh cinta pada Devin, saat bertemu dengannya untuk pertama kali. Dia tidak tahu, bila Devin adalah suami Tasya. Seorang teman sekelas, yang paling dia musuhi itu.
Elina saudara Tasya tidak diceritakan secara mendetail di sini iya, dia khusus pada novel baru satunya. Novel tersebut merupakan Spinoff, dari novel Pengantin Pengganti. Tapi di dalamnya lebih menceritakan kisah Elina, bersama dengan seorang CEO tampan menyebalkan.
Apa benar, cinta harus selalu memiliki kesamaan? Tentu tidak bukan. Terkadang, sebuah perbedaan lah yang menyatukan keduanya. Tentang bagaimana dua insan yang awalnya asing, bisa saling melengkapi kekurangan masing-masing. Tasya dan Devin akan menjawab semua rasa penasaran pembaca, di dalam novel Pengantin Pengganti ini.
****
Berikan like, komen, dan juga vote, serta hadiah seikhlasnya biar author selalu semangat. Salam sayang dari author, buat pembaca yang sayang juga sama aku. Semoga terhibur dengan cerita sederhana ini. ❤️❤️
Follow juga Ig author : Rii Jambi.
Salam kenal, salam perdamaian!
Pada pagi hari, semua keluarga Argan Sebastian telah berkumpul. Hari ini merupakan hari pernikahan Devin dan Clara. Namun sesosok perempuan cantik yang ditunggu oleh Devin, belum juga terlihat batang hidungnya.
"Kemana calon pengantin mu itu?" Bisik Argan, pada telinga Devin.
"Pasti dia akan segera datang Pa. Tunggulah sebentar lagi." Jawab Devin, berusaha terlihat tenang.
"Kalau sampai dia tidak datang, dan mempermalukan keluarga Sebastian. Papa tidak akan sudi, untuk melihat wajahnya lagi." Ucap Argan dengan ancamannya, yang tidak main-main.
'Kemana tuh calon pengantinnya tuan Devin. Kok sudah siang, belum juga datang. Tamu undangan sudah pada berkumpul, cukup lama juga menunggunya.' Batin Tasya.
"Tuan Argan, apa sudah bisa dimulai?" Tanya pak penghulu.
"Belum Pak, tunggu sebentar lagi iya. Pengantin perempuannya masih di dalam perjalanan." Jawab Argan lirih.
"Baiklah Pak, saya akan menunggunya setengah jam lagi." Jawab pak penghulu.
Argan tampak gelisah, Nadin pun juga sama. Hatinya mulai bergejolak, pikirannya seakan berlarian kemana-mana.
"Sayang, kita harus yakin bahwa acara ini akan baik-baik saja." Ucap Nadin.
"Apa kamu seyakin-yakinnya, lihatlah ini sudah pukul berapa." Jawab Argan. Dia memasang raut wajah, yang super panik.
Dia terus memperhatikan jam di tangannya, hanya ada waktu setengah jam lagi. Tiba-tiba saja ponsel Devin berbunyi, dia segera menjauhkan dirinya dari keramaian.
"Assalamualaikum Devin." Ucap orang di seberang telepon.
"Waalaikumus'salam, ini Papanya Clara 'kan?" Tanya Devin.
"Iya, ini Papa Clara. Aku ingin mengabarkan, bahwa Clara tidak ada di kamarnya. Dia kabur meninggalkan rumah ini, secara diam-diam." Jawab pria tersebut.
Betapa hancur hati Devin, dia sangat mencintai Clara. Dia sangat berharap, bisa memiliki perempuan itu secara sah.
"Kenapa dia tega melakukan ini padaku." Ujar Devin, dia mulai emosi.
"Maafkan Om Devin. Sampaikan juga pada keluargamu, permohonan maaf dari kami." Jawabnya.
Devin terlalu kecewa, dia mematikan sambungan teleponnya. Tidak permisi lagi, sungguh sulit untuk berkata-kata. Semua tamu sudah datang, akan diletakkan di mana wajah orangtua sekaligus dirinya sendiri.
Devin berjalan kembali ke tempat keramaian. Di mana, banyak makhluk hidup berkumpul.
"Papa, Clara kabur dari rumahnya. Sepertinya dia tidak menginginkan pernikahan ini." Bisik Devin.
Argan terkejut bukan main, mengelus dadanya berkali-kali. Nadin dapat mendengar yang Devin ucapkan, karena dia berada di sebelah Devin.
Dera mencuil tangan Nadin, dia penasaran dengan apa yang mereka bicarakan. Sepertinya terlihat serius, dengan raut wajah yang sama-sama panik.
"Pengantin perempuannya kabur Dera. Aku bingung harus bagaimana dengan acara ini." Jawab Nadin.
Matanya memandang sekitar, banyak tamu membuatnya merasa tidak enak. Sedih, tentu saja dirasakan oleh Argan dan Nadin.
'Sepertinya, sengaja ada yang merencanakan ini semua. Dari awal kedekatan tuan muda dengan Clara, aku sudah tidak menyukainya.' Batin Dera.
Heru ada di sebelah Dera, dia dapat mendengar dengan jelas pembicaraan Dera walaupun lirih. Heru menyenggol tangan Argan, menyuruhnya untuk berjalan menjauh dari keramaian. Dera dan Nadin mengikuti mereka juga, kecuali si Tasya dan Devin tetap berada di sana.
Mereka menghentikan langkahnya, segera berdiskusi di tempat yang sedikit hening.
"Aku punya ide tuan muda. Bagaimana kalau kita ganti pengantin perempuannya." Ucap Heru.
"Siapa yang akan menjadi pengantin pengganti?" Tanya Argan.
Sepasang mata memperhatikan, dari balik tembok pembatas. Dia sudah terlihat cantik, karena baru saja selesai berdandan di kamarnya.
"Aku akan menyuruh Elina, menggantikan Clara. Dia akan menikah hari ini juga, dengan Devin." Jawab Heru, dengan yakin.
"Apa dia akan mau Pa, dia 'kan tidak mau dijodohkan. Dia pernah mengatakan, ingin membuka lembaran baru dengan balance marriage." Jawab Dera, menjelaskan panjang dan lebar.
"Aku akan membujuknya, dia paling dekat dengan Papanya." Ucap Heru.
"Baiklah, tidak ada pilihan lain. Aku akan menyetujuinya, terimakasih telah membantuku asisten Heru." Ucap Argan.
Elina yang mengintip di balik tembok pembatas, segera memasang langkah untuk berlari. Dia kembali ke kamar, memasukkan barang ke dalam kopernya secepat mungkin.
"Aku tidak ingin berstatus sebagai pengantin pengganti. Aku harus segera melarikan diri." Monolog Elina.
Kamar Elina yang rapi menjadi berantakan, karena dia terburu-buru membongkar barang yang tersusun. Tangannya gesit mengambil pena dan buku, menulis surat secepatnya.
"Elina, apa kamu masih ada di dalam?" Tanya Heru.
Tidak ada sahutan dari dalam. Elina membuka jendela kaca pelan-pelan. Dia sengaja kabur, padahal niat awalnya ingin menghadiri pesta. Elina menyinggahi taksi yang kebetulan lewat.
"Alhamdulillah aku berhasil kabur." Elina masih mengatur nafas, yang berlarian.
Sementara Tasya dan Devin, berkali-kali menatap ruangan yang terhalang tembok pembatas.
"Tuan, kenapa Clara kabur?" Tanya Tasya, dia membuka pembicaraan.
"Aku juga tidak tahu." Jawab Devin acuh.
'Kalau tidak karena penasaran, aku malas untuk bertanya pada pria kaku ini.' Batin Tasya.
"Ternyata rumit sekali pernikahan. untung saja aku masih SMA." Ucap Tasya.
"Diam lah, jangan membandingkan dirimu dengan diriku." Jawab Devin, menatap Tasya dengan sorot mata tajam.
Argan dan Heru berjalan dengan cepat, menuju ruangan acara. Mereka sudah memeriksa kamar, namun tidak menemukan Elina. Hanya secarik kertas, yang kini dibaca oleh Dera sambil berjalan.
"Sungguh mengecewakan, dia tidak bisa diandalkan." Celetuk Dera. Dia menepuk dahinya, dengan sedikit keras.
"Pak penghulu, pengantin perempuannya sudah siap." Ucap Heru.
"Alhamdulillah, mari kita mulai acaranya." Jawab penghulu.
"Ayo Tasya, segera duduk di sebelah Devin." Titah Heru.
"Apa?" Tasya merasa kaget.
'Kenapa harus aku yang menikah. Apa-apaan ini, aku masih sekolah. Harusnya menunggu dewasa, aku tidak ingin menikah muda.' Batin Tasya.
Dera mengedipkan matanya pada Tasya, sambil menganggukkan kepalanya. Pertanda menyuruhnya, untuk segera bergerak cepat. Dera berjalan mendekati Tasya, dia membisikkan sebuah kalimat.
"Kalau kamu sayang pada kami. Tolong, berkorban lah sekali ini saja." Pintanya.
"Ma, aku masih sekolah." Bisik Tasya.
"Kak Elina kabur, jadi hanya kamu harapan kami di sini." Jawab Dera.
Tasya akhirnya menurut, dia duduk di sebelah Devin. Pria di sebelahnya merasa enggan, untuk bersanding dengan Tasya. Dia sengaja memberi jarak. Devin menjabat tangan penghulu, ijab kabul pun diucapkan dengan lantang.
"Bagaimana para saksi, sah?" Tanya penghulu.
"Sah." Jawab semua yang hadir.
Semua orang menikmati makanan, setelah acara ijab qobul selesai. Lain halnya dengan Tasya, dia malah menjadi tidak bersemangat menghadiri acara itu.
'Mimpi apa aku, sehingga hari ini harus menjadi pengantin pengganti. Aku tidak mau, menjadi istri tuan Devin.' Batin Tasya.
Dia melirik orang di sebelahnya dengan cemberut.
"Ngapain kamu, memandangku seperti melihat mangsa. Aku juga tidak sudi, untuk menjadi suamimu." Ucap Devin, dengan suara yang dingin.
"Bagus, dengan seperti itu kita bisa pisah kamar." Jawab Tasya spontan.
Tasya meninju samsak yang ada di depannya. Dia merasa kesal, kenapa harus mendadak menikah. Apalagi dirinya tidak ingin dekat dengan makhluk bernama pria, kecuali Heru sang papa.
"Tasya, kamu disuruh ke ruang makan. Ada yang ingin orangtuamu bicarakan." Seru bibi Ingke.
"Baiklah Bi, aku akan segera ke sana." Jawab Tasya.
'Apalagi sih, yang ingin kalian bicarakan. Belum puas membuat suasana hatiku berubah drastis.' Batin Tasya.
Tasya menarik kursi, dengan sedikit membantingnya. Sengaja memberitahu mereka, bahwa dia kesal berstatus pengantin pengganti.
"Tasya, maafkan kami iya. Kami tahu keputusan itu diambil dengan cepat." Ucap Dera.
"Hmmm." Jawab Tasya, dia menghela nafasnya dengan panjang.
"Sekarang kamu panggil mereka dengan sebutan Mama dan Papa." Titah Heru. Dia melirik ke arah Argan dan Nadin.
"Iya." Jawab Tasya singkat.
"Tasya, kami minta maaf dengan apa yang sudah terjadi." Ucap Nadin.
"Sudahlah Ma, tidak apa-apa." Jawab Tasya berbohong.
"Kamu tenang saja, teman-teman sekelas mu tidak ada yang tahu. Pernikahan ini sengaja akan ditutup dari publik." Sahut Argan.
"Aku tidak ingin, satu kamar dengan Devin. Aku rasa, aku boleh sedikit egois untuk hal ini." Ucap Tasya.
"Baiklah, kami setuju. Tapi, tidak untuk selamanya." Jawab Heru.
Dia terdiam sejenak. 'Bagaimana iya, biar aku bisa diceraikan oleh si pria kaku ini.' Batin Tasya.
'Aku berharap Clara yang menjadi istriku, eh malah bocah kecut ini.' Batin Devin.
Devin segera membanting garpu, menghentikan niatnya untuk makan bersama. Malam mencekam dengan suasana hati buruk, sungguh membuatnya merasa muak.
'Aku tidak ingin terikat hubungan terus menerus dengan bocah kecut. Lebih baik, aku cari celah untuk membuat orangtuaku setuju aku bercerai dengannya.' Batin Devin.
Isi hati Devin dan Tasya bisa kembaran. Mereka memiliki tujuan yang sama, yaitu ingin memisahkan diri masing-masing.
Mereka menyantap makanan yang ada di piring, setelah sebelumnya selesai membaca doa. Beberapa menit kemudian, mereka sudah selesai makan. Heru dan Dera berpamitan untuk pulang. Hanya cukup berjalan kaki untuk sampai ke tujuan, karena rumah mereka berada di seberang rumah Argan dan Nadin.
"Tasya, aku ingin kita kerjasama." Ajak Devin.
"Kerjasama apa tuan Devin?" Tanya Tasya.
"Aku ingin kamu dan aku menunjukkan pertengkaran, di depan Papa dan Mama. Seolah-olah hubungan kita ini, sangat tidak cocok." Jawab Devin.
"Memang hubungan kita tidak cocok. Tanpa dibuat-buat pun, sudah terlihat jelas." Ucap Tasya.
"Sudahlah tidak perlu basa-basi. Intinya adalah, setuju atau tidak?" Tanya Devin.
Tasya memperhatikan sekeliling dengan jeli. Tidak ada siapapun di ruangan itu, meski sudah celingak-celinguk berulang kali.
"Aku setuju." Jawab Tasya.
"Baiklah, besok kita akan mulai melakukan sandiwara." Ucap Devin.
Tasya hanya berdehem, malas untuk menjawab walau hanya dengan satu kata iya.
Keesokan harinya.
"Mama, Tasya ini benar-benar mengesalkan. Dia memasak mie untukku dengan sangat pedas. Apa layak dia menyandang gelar sebagai istri." Tutur Devin, menghardik dengan penilaiannya.
"Sayang, kamu tidak boleh seperti itu. Tasya itu masih SMA, mungkin dia baru belajar." Jawab Nadin.
Tasya muncul tiba-tiba, dia segera menyiram Devin dengan segelas air di tangannya.
"Mama, dia sudah kurang ajar. Berani-beraninya memukulku, hanya karena masalah sepele. Sedangkan orangtuaku, begitu sayang padaku." Tutur Tasya.
'Berani-beraninya bocah kecut, menyiramku dengan air. Kalau tidak ada Mama di sini, kamu pasti sudah aku habisi.' Batin Devin.
"Devin, apa benar seperti itu?" Tanya Nadin.
"Itu kesalahannya Ma, dia telah membuat perutku sakit." Jawab Devin beralibi, sambil memegangi perutnya.
"Itu salahmu." Tunjuk Tasya.
"Jelas salahmu." Jawab Devin.
"Hei, kenapa ribut sekali. Apa mendadak ada pasar pagi, di rumah ini?" Sahut Argan.
"Ini hanya pertengkaran pasangan suami istri baru Pa." Jawab Nadin.
Devin menceritakan keluhannya, Tasya juga tidak mau kalah. Tasya memperlihatkan pipinya yang merah, padahal baru saja dia oles, dengan blush on tipis.
"Apa harus sampai memukul wajahnya?" Tanya Argan.
"Papa, dia harus sampai menghilangkan kenyamanan anggota tubuhku. Hal ini pantas dia dapatkan." Jawab Devin.
"Daripada kalian berkelahi, lebih baik sarapan pagi saja." Ajak Nadin. Dia berusaha mengalihkan perkelahian kecil, yang dibesar-besarkan oleh mereka.
"Benar kata Mama, kalian harus segera pergi bertugas." Tambah Argan, sambil melirik jam pada dinding.
Tasya terkejut, karena dia harus segera pergi ke sekolah untuk mengikuti ulangan. Dia segera bersalaman tangan, dan mencium punggung tangan mertuanya.
"Aku tidak sarapan dulu, aku bisa terlambat." Ujar Tasya.
"Aku juga Ma. Aku harus segera pergi ke kantor." Ucap Devin.
Dia segera pergi, setelah berpamitan. Namun menoleh ke belakang sebentar, karena Argan memanggilnya.
"Devin, antar Tasya terlebih dulu baru ke kantor." Titah Argan.
Devin mengangguk, lalu segera menyusul Tasya yang sudah berjalan terlebih dulu.
"Tasya!" Panggil Devin, dari kejauhan.
Tasya menoleh. "Ada apa lagi?" Tanyanya.
"Kamu kurang pintar menghayati sandiwara ini." Jawab Devin.
"Lalu, apa kamu merasa cukup pintar menghayati peranmu?" Tasya melemparkan pertanyaan balik.
"Tentu saja, aku terlihat sungguhan tidak menyukaimu." Jawab Devin.
"Aku tidak punya banyak waktu, untuk meladeni basa-basi mu yang tidak penting." Tasya hendak melangkahkan kakinya.
Devin mencegahnya, dengan menyuruhnya berhenti.
"Pergi ke sekolah bersamaku." Ucap Devin.
"Aku tidak mau. Jangan mencari kesempatan, dalam kesempitan." Jawab Tasya.
"Kamu terlalu percaya diri, ini titah dari orangtuaku." Ucap Devin.
Tasya berbalik arah, dia mengikuti Devin yang sudah berjalan duluan menuju mobil terparkir. Di dalam perjalanan, mereka saling diam-diaman. Tidak ada yang ingin membuka pembicaraan.
'Kenapa perutku sakit sekali. Dasar tuan kaku pembawa sial. Kemarin aku harus menjadi pengantin pengganti, sekarang aku sakit datang bulan karena pergi ke sekolah bersamanya.' Batin Tasya.
Dia menoleh ke orang di sebelahnya. Menatap dalam-dalam, namun sorot mata tajam. Tasya merasa tidak bersahabat, dengan orang yang ada di sebelahnya. Devin baru menyadari sepasang mata, yang dari tadi memperhatikannya.
"Kenapa menatapku seperti itu? Jangan-jangan, kamu diam-diam suka padaku." Devin asal tebak, dengan percaya diri.
"Kurangi percaya dirimu, itu sangat tidak bagus. Tidak ada, yang menyukai pria kaku sepertimu." Tasya menjawab ketus, sambil memegangi perutnya.
"Kamu juga bocah kaku, ditambah kecut lagi. Plus plus lengkap, banyak sekali kurangnya." Jawab Devin.
Tasya membuang wajahnya dengan cepat. Lebih baik menatap pemandangan luar kaca jendela, daripada harus memandang wajah suaminya itu. Sejak menjadi pengantin pengganti, membuatnya menjadi malas untuk menjadi asisten pribadi Devin.
"Ingat, pulang sekolah nanti pergi ke kantor." Ujar Devin.
"Aku tidak bisa, aku ingin pergi bersama temanku ke warnet." Jawab Tasya.
"Tugas tetap tugas." Devin berucap, terkesan memaksa.
"Suasana hatiku sedang buruk, jangan memaksaku." Jawabnya.
"Kamu itu sengaja dilatih dari sekarang, oleh Papamu bekerja. Supaya kamu bisa terbiasa, menjadi profesional seperti Papa Heru." Devin menggerutu.
Tasya diam saja, tidak mempedulikan omelan suaminya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!