Bintang-bintang bertaburan layaknya pasir di langit yang gelap gulita. Angin dingin menerjang desa yang sunyi, rumah-rumah kayu bergetar atas kencangnya angin malam. Di dalam salah satu rumah tersebut, terdengar teriakan rasa sakit yang memecah keheningan malam.
"Cintaku, bertahanlah Ini akan segera berakhir." Ucap seorang pria paruh baya.
Pria itu dan beberapa orang mengelilingi sesosok wanita yang berada di tempat tidur, wanita itu berteriak penuh rasa sakit. Tangisan sakit bergema di rumah kecil itu, di bawah naungan gerhana bulan merah darah.
Keringat menetes di wajah pria paruh baya tersebut, menatap sang wanita dengan penuh rasa khawatir. Pria berbadan kurus dan memiliki mata biru itu merasa gugup yang dalam.
"Dokter, apakah istri saya akan baik-baik saja?" Sambil menatap sang dokter dengan perasaan gugup.
"Kami sedang berusaha sebisa mungkin tuan, mohon bersabar." Ucap sang dokter dengan serius.
Sang pria hanya bisa memejamkan matanya dan berdoa dalam hati, bahwa kelahiran anaknya akan diberkahi oleh para dewa dan istrinya akan baik-baik saja. Berjam-jam dia menunggu mencoba menahan rasa gugup dalam dirinya, Ini pertama kali dia merasakan rasa panik dan senang disaat bersamaan.
Di bawah sinar bulan yang merah menyala, tangisan seorang bayi terdengar keras, menyelimuti malam yang dingin ini. Tangisan itu terus berlanjut membawa kabar baik bagi sang pria paruh baya.
Pria itu membuka matanya dengan lebar dan segera lari menghampiri sang wanita, sang dokter menggendong anak yang baru saja lahir dengan hati-hati, mengamati sang bayi dengan perlahan.
Sang wanita pingsan di kasur yang berlumuran darah tersebut, dengan khawatir pria itu memeluk sang wanita. Di malam yang indah ini lahir seorang anak laki-laki yang spesial.
Sang dokter membawa bayi itu kesebuah alat yang kompleks dan sangat rumit, menaruh sang bayi pada sebuah tabung lalu si dokter dengan serius memencet sebuah tombol yang membuat alat itu menyala dengan cahaya hijau. Pada sebuah layar monitor terpantul data sang bayi yang telah di analisa alat tersebut.
"Aku punya kabar buruk untuk mu." dengan canggung sang dokter berkata.
Pria itu menoleh kepada sang dokter dengan wajah terkejut,
"Ada apa? Apakah putra ku dalam bahaya? Apakah dia aman?" Pria itu merasa panik.
"Jangan panik, Putra mu baik-baik saja..... namun dia tidak mempunyai kekuatan apapun." ucap sang dokter dengan serius.
Pria itu diam sejenak, merasa sedikit kecewa. Dia kembali menatap sang wanita yang tertidur lelap di kasur tersebut. Rambut nya yang merah layaknya permata ruby bersebaran di wajahnya yang cantik. Kulit putih nya bersinar di malam yang gelap ini.
Sang pria kemudian mengambil bayi yang berada di tabung, menggendong nya perlahan. Dia menatap pada wajah sang bayi yang sedang menangis dan meronta-ronta, mata biru sang bayi menatap pria itu. Bayi itu berhenti menangis dan tertawa dengan bahagia secara tiba-tiba.
Melihat itu sang pria tersenyum tipis lalu berkata, "Meskipun dia tidak mempunyai kekuatan sama sekali, aku akan tetep melindunginya, aku akan melindungi dirinya dari segala hal bahkan jika langit jatuh aku akan menopangnya."
Malam kembali sunyi di desa tersebut, diterangi oleh gerhana bulan merah darah. Bintang-bintang bersembunyi di balik awan gelap. Seorang anak laki-laki lahir dibawah sinar gerhana bulan merah, suatu gerhana yang jarang terjadi. Suasana aneh menyelimuti malam yang kembali hening.
Pada suatu hari yang cerah dimana burung-burung berkicau dan bunga-bunga bermekaran, seorang anak laki-laki berdiri di pinggir sungai yang mengalir deras. Rambut putih nya berkibar di hempaskan angin. Memegang sebuah kerikil kecil, anak laki-laki tersebut melemparnya dengan santai ke sungai deras itu.
Mata birunya berkilau dibawah sinar matahari yang terik, wajahnya yang bulat dan bibirnya yang merah membuat sang anak itu tampak imut. Anak laki-laki mungil tersebut dengan murung melempar kerikil-kerikil yang berada di pinggir sungai.
Daun-daun kering berjatuhan di musim semi ini, membuat dunia seakan dihujani oleh dedaunan kering. Sekelompok anak-anak berjalan menuju sungai tempat sang anak laki-laki itu berada, mereka tampak membicarakan suatu hal sampai mereka melihat sang anak laki-laki yang sedang melempar kerikil.
"Hei teman-teman, Lihat! Itu si rambut putih aneh." Ucap seorang anak laki-laki bertubuh gendut dengan lantang.
Anak-anak lain tertawa dengan keras mendengar perkataan anak gendut tersebut, lalu mereka menghampiri sang anak laki-laki yang sedang menatap mereka dengan wajah hati-hati.
"Apa yang kau Inginkan Klein, aku sepertinya tidak mempunyai masalah apapun dengan mu." Ujar sang laki-laki dengan serius.
"Jangan membuatku tertawa, Azzure. Orang rendahan tak berkekuatan seperti mu tak pantas berada di dunia ini. Kau hanya menggangu pandangan ku, dasar rambut putih aneh." Dengan jijik Klein berkata.
Anak-anak yang lain tertawa terbahak-bahak dan beberapa mulai melempari Azzure dengan batu-batu kecil. Azzure hanya bisa melindungi kepala dan tubuhnya dengan lengan mungilnya. Hal tersebut berlangsung untuk beberapa detik. Tubuh mungil Azzure terjatuh ke tanah dan membuat dirinya kotor dan lusuh.
Klein mendekati tubuh Azzure yang terjatuh dan menendang Azzure menjauh dengan kekuatan besarnya, Azzure terpental ke sungai yang mengalir deras tersebut. Mengetahui posisinya, Azzure merasa panik dan meronta-ronta berusaha keluar dalam situasi tersebut. Sedangkan anak-anak itu tertawa melihat usaha Azzure yang sia-sia.
Azzure mencoba keluar dari sungai itu. Tetapi, semakin ia berusaha untuk keluar, ia malah semakin hanyut terbawa derasnya arus sungai tersebut. Melihat Azzure yang pergi terbawa arus, Klein tersenyum sinis dan pergi bersama kelompoknya.
Di arus yang kuat itu, Azzure berusaha berenang namun tubuh kecilnya tak mampu menahan arus yang deras itu. Dengan rasa putus asa, Azzure menutup matanya.
"Hei, bocah! Cepat Ambil tanganku!" Teriak seorang anak bertubuh besar.
Azzure membuka matanya dengan terkejut dan dengan cepat mengulurkan tangan kecilnya ke orang tersebut. Anak bertubuh besar itu segera menarik Azzure yang hampir tenggelam terbawa arus dan melemparnya keluar dari sungai.
Azzure terengah-engah dan tampak lemas setelah kejadian itu.
"Ahh..... terima kasih atas pertolongan mu, aku hampir berpikir semuanya akan berakhir disitu." Azzure berusaha berdiri sambil mencoba mengeringkan dirinya.
"Jangan bermain di dekat sungai, bocah. Disana sangat berbahaya. Kau hampir saja mati." Ucap si anak.
"Berhentilah memanggil ku bocah, kita hampir terlihat seumuran, tahu! Walau..... tubuh mu mungkin lebih besar dari ku. Ehh panggil saja aku Azzure."
"Glenn, panggil saja aku glenn. Kau sebaiknya pulang kerumah dengan kondisi mu sekarang." Menatap Azzure dari atas ke bawah.
"Kau benar. Aku sebaiknya pulang, sampai jumpa lagi Glenn, sekali lagi terima kasih banyak. Aku sangat menghargai bantuan mu." Azzure tersenyum kepada Glenn, dan segera berjalan pergi.
Glenn menatap punggung anak kecil yang baru saja dia tolong dengan aneh,
"Apa-apaan rambut putih itu, dia terlihat aneh."
_______________
Azzure berlajan tertatih-tatih, lemparan batu batu itu melukai kaki nya. Tapi ia tetap berusaha keras berjalan menuju rumah. Sampai akhirnya dia sampai pada sebuah rumah kayu yang terlihat seperti kabin kecil.
Dengan gugup Azzure memasuki rumah itu, berusaha memikirkan alasan kenapa dia sampai dalam kondisi seperti ini. Memasuki rumahnya, Azzure disambut bau harum masakan, membuat dirinya merasa sedikit tenang.
Azzure berusaha mengendap-endap menuju kamarnya sebelum suara Ibunya membuatnya terkejut.
"Azzure! Apa yang terjadi kepada mu?! Kenapa kau bisa basah kuyup dan terluka seperti ini?" Teriak sang Ibu yang segera menghampiri Azzure.
"Ahh.... ini emm.... aku terjatuh ke dalam sungai dan terbawa arus. Aku minta maaf bu." dengan gugup Azzure menjawab.
Ibu Azzure dengan cepat menggengam tangan anaknya, cahaya hijau terang menyinari tanganya, menyebar keseluruh tubuh Azzure. Dalam hitungan detik, tubuh Azzure kembali seperti biasa tanpa luka dan tubuhnya yang basah kembali mengering.
Azzure menatap dengan takjub dengan keajaiban yang terjadi dihadapannya, tidak peduli berapa banyak dia melihat Ibunya menggunakan kekuatan miliknya, Azzure selalu takjub. Azzure kecil selalu ingin mempunyai kekuatan, apa daya Dewa-dewa berkata lain.
Merasakan perasaan anaknya, Ibu Azzure tersenyum tipis dan berkata,
"Jangan lah cemberut seperti itu, kamu akan merusak wajah tampan mu itu. Bahkan tanpa kekuatan kau masih bisa melakukan banyak hal menakjubkan, keajaiban tidak selalu muncul dari kekuatan. Terkadang keajaiban muncul dari dalam dirimu sendiri."
"Benarkah itu Ibu?" Azzure menatap ibunya dengan rasa berharap.
"Itu benar, jangan lah berkecil hati. Percayalah pada dirimu sendiri, kau tidak perlu kekuatan untuk menjadi hebat. Lakukan lah dengan cara mu sendiri."
Ibu Azzure memeluk tubuh anaknya yang kecil dengan erat.
Itulah kata-kata yang selalu ku pegang erat, aku selalu berharap pada kata kata itu.
"Dasar Lemah, pecundang seperti mu tak pantas berada disini!" Teriak seorang pemuda.
Di gang kecil yang kotor dan berdebu terbaring Sesosok laki-laki yang tampak terluka, wajah nya yang memar biru kemerahaan mewarnai wajah nya yang tampan.
Dikelilingi orang-orang yang berpakaian seragam sekolah, orang-orang itu menendang dan memukuli sosok laki-laki tersebut. Merintih kesakitan Laki-laki tersebut mencoba melindungi dirinya, rambutnya yang putih menjadi kotor dan seragamnya dipenuhi jejak-jejak sepatu.
"Tch, Aku selalu membenci wajah itu, Enyah lah dari pandangan Ku Dasar sampah." pemuda meludahi sang laki-laki dan berjalan pergi bersama teman-temannya meninggal kan sosok laki-laki terbaring tak berdaya.
Azzure, Yang selalu di Tindas dan dikucilkan sejak dulu hanya bisa tersenyum tipis. Dia sudah terbiasa dengan kejadian seperti ini, dirinya tak mampu melawan mereka yang berkekuatan. Kondisinya yang sekarang masih jauh lebih baik dari pada yang sebelumnya.
"Mungkin memang benar semua perkataan mereka, aku Hanyalah sampah tak berguna." gumam azzure pelan.
Langit berubah menjadi gelap dan hujan mulai turun perlahan, membasahi desa kecil di samping gunung ini. Berusaha bangun, azzure mengusap pakaiannya mengusir debu-debu dan kotoran yang berada di pakaiannya.
"Aku Benci Dunia Ini! Aku benci semua orang yang menganggu ku! Aku benci para Dewa yang meninggalkan diri ku! Setiap hari hanya penderitaan yang datang pada ku!" Menatap langit yang gelap, Azzure berteriak dengan keras.
Berdiri di tengah-tengah hujan, Berteriak penuh rasa sakit yang selalu dia hadapi. Azzure menangis dengan keras, di gang kecil yang hanya dirinya seorang tau. Mengusap air mata nya, dia berjalan pergi kembali pulang. Mencoba menenangkan hatinya yang sakit dan lukanya yang perih terkena air hujan.
Di usia yang menginjak 14 Tahun azzure harus tertindas oleh orang-orang disekitarnya, merasa dirinya sendiri tanpa orang lain yang berada disamping nya kecuali ibu nya seorang. Ayah nya harus meninggalkan dirinya dan ibu nya seorang diri akibat serangan ******* yang berada dikota. Azzure merasa tanpa harapan, ekspresi suram selalu menghiasi wajahnya.
Hanya Ibunya lah Cahaya dalam kegelapan dunia miliknya, selalu mendukungnya tidak peduli betapa sampah dirinya. Azzure berjalan bertatih-tatih menuju rumahnya, mendorong pintu kayu usang rumahnya.
Azzure segera berjalan menuju kamar ibunya, mendorong pintu dengan perlahan-lahan. Disana Ibunya terbaring dengan lemas, tertidur dengan wajah yang kecapean dan lesu. Setelah ayahnya meninggal Ibu azzure bekerja keras berusaha menghidupi mereka berdua, mencoba mempergunakan kekuatanya bagi orang lain. Tapi sayang nya kekuatan nya hanya berpengaruh kepada orang lain tidak dengan dirinya sendiri.
Azzure mencoba membantu Ibunya bekerja namun dia tak dapat berbuat banyak. Menatap ibunya terbaring sakit seperti itu membuat azzure sangat sedih, Azzure berjalan keluar dari Kamar Ibunya dan mengganti seragamnya yang kotor.
Azzure mengobati luka memar di wajahnya dengan alkohol dan kepalan es batu. Merasa sangat lelah azzure duduk memandang langit yang gelap gulita ditemani suara hujan yang merendam dunia.
Azzure tidak tahu harus apa, Merasa tersesat tanpa tujuan atau arah dalam hidupnya. Semua nya tampak suram. Azzure berdiri dan mempersiapkan makan malam, untuk dirinya dan ibunya.
____________________
Esok hari Azzure berangkat menuju sekolah, berada di SMP kelas 8 dengan rambutnya yang putih membuat dia sangat menonjol di kalangan orang-orang dan fakta bahwa dia tidak memiliki kekuatan pun sudah tersebar luas.
Azzure berjalan dengan murung berusaha tidak membawa perhatian orang orang, namun usaha nya sia-sia rambut putih nya selalu menarik perhatiaan orang-orang karena rambut berwarna di dunia ini sangat tidak wajar. Warna rambut semua orang adalah coklat dan hitam memiliki rambut putih tentu saja membuat diri azzure menonjol.
Disaat azzure sedang berjalan melamun menuju kelas, dia menabrak seseorang secara tidak sengaja.
"Ahh....Maafkan aku, aku tidak melihat jalan dengan baik." Azzure berkata sambil melihat sosok yang Ia tabrak.
"Oi sampah, Apakah mata mu buta? Jangan main-main dengan ku!" Dia adalah pria yang sering menindas azzure, Azzure terkejut melihat pria tersebut.
"Aku tidak sengaja menabrak Mu, Klein. Maafkan aku."
"Kau pikir akan semudah itu Dasar pecundang, Kau harus ganti Rugi!" dengan kesal Klein menendang Azzure, membuat azzure jatuh.
"Jilat lah sepatu ku dan mungkin akan kubiarkan kau lewat untuk saat Ini." Ucap klein dengan jahat.
Azzure terdiam mendengar perkataan itu, Dia tidak bisa menerima rasa malu seperti itu. Dia tidak tahu Harus berkata apa.
"Klein, berhentilah menggangunya, aku rasa kau sudah terlalu berlebihan." ujar seorang pemuda berbadan besar.
Azzure menatap orang yang baru saja berbicara, dan dia terkejut melihat orang yang dia kenali.
"Glenn?! Jangan menggangu urusan ku dengan Sampah ini!" klein dengan serius berkata.
Glenn membantu azzure berdiri dan menatap Klein dengan santai.
"Kau Ingin melawan ku klein?" Glenn mengangkat satu lengan nya dan membuat area disekitar gerbang sekolah membeku.
"Tch! Baiklah kau selamat untuk Kali ini Sampah!" klein berjalan pergi menjauh.
Azzure dengan canggung menatap glenn dan area sekitarnya yang membeku.
"Emm...terima kasih atas bantuannya, kau selalu membantu ku."
"Aku hanya membantu mu Dua kali, dan berhati-hatilah lain kali. Aku tidak bisa membantu mu selamanya."
"Aku paham, terima kasih banyak."
Azzure berjalan pergi menuju kelasnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!