NovelToon NovelToon

Papa Vampirku Kekasihku

PAPA VAMPIRKU

Lampu merah biru dari kendaraan dibelakang mobilku terus saja memberikan tanda memintaku untuk menepi. Dengan mengumpat kesal, perlahan aku menepikan mobilku, berusaha menguasai rasa panik dan emosi yang membuat detak jantungku berpacu, dengan perlahan-lahan ku hembuskan nafas dan merapikan rambut lurus panjang yang baru ku warnai dengan warna merah menyala minggu lalu.

"Tenanglah Mikayla semuanya akan baik-baik saja!" aku berucap pada diriku sendiri.

Nampak dua orang polisi berjalan menuju samping mobilku, dengan sesantai mungkin aku menurunkan kaca mobil kemudian memberikan senyum terbaik dari bibir kecil, yang ku poles dengan lipstik berwarna merah tua, berharap wajah mungil ini akan terlihat lebih dewasa dari usiaku yang baru menginjak 18 tahun bulan lalu.

"Selamat malam? Ada yang bisa saya bantu Pak?" sapa ku dengan sopan.

Polisi itu mengamati ku dengan seksama

"Selamat malam! Bisa tunjukkan SIM anda Nona?" Sial, itulah yang aku takutkan, karna aku tidak mempunyai SIM.

>>>>>>>>>>>>>

Dengan serentetan pertanyaan akhirnya polisi itu tau bahwa aku masih berstatus sebagai Pelajar, dan pada akhirnya aku harus berakhir di kantor polisi, menunggu Papaku datang sebagai wali penjamin ku. Seharusnya aku tak menyelinap pergi ke Club malam bersama temanku dan kakaknya malam ini, Papa pasti marah besar padaku, aku mengutuk kebodohan ku dalam hati.

Dua puluh menit kemudian seorang pria bertubuh tinggi dan berparas rupawan datang, kedatangannya sontak membuat suasana menjadi berbeda, Papa benar-benar adalah tipe orang yang membuat semua orang berotasi disekelilingnya, hanya untuk mengagumi keindahan yang membuat semua orang menggila, orang-orang di sana sampai melongo melihat Papa dengan tubuhnya yang atletis terbalut sempurna dengan setelan jas berwarna hitam dan kemeja putih, dan tentu saja, wajahnya yang tak memiliki sedikitpun celah untuk ketidaksempurnaan selalu membuat semua orang terpesona. Termasuk diriku.

>>>>>>>>>>

Setelah semua prosedur yang diperlukan selesai, para petugas kepolisian itu mengizinkan kami untuk pulang, tapi tidak dengan mobilku, mereka masih menahan mobil sports keluaran terbaru yang pada kenyataannya adalah milik paman kesayanganku.

Sepanjang perjalanan Papa hanya diam, menandakan dia saat ini sedang marah, wajah tampannya terlihat dingin tanpa ekspresi. Sesampainya di rumah, Papa menjatuhkan tubuh kekar nya di sofa ruang keluarga, duduk sembari melipat tangannya di dada dan menatap tajam kearah ku, menunggu penjelasan dari mulut ku yang ku katup kan rapat karena gugup.

"Pa.... ?" mulai ku "Maafin Kayla ya Pa? Kayla janji nggak akan mengulangi nya lagi, Kayla minta maaf," rengek ku, sedikit air mata yang dengan susah payah ku keluarkan agar Papa tidak marah lagi menuruni pipi ku.

Sedikit sandiwara mungkin membantu.

"Kau tau apa kesalahan mu Mikayla angeline?" Ucap Papa dengan suara beratnya, mendengarnya membuatku merinding, jantungku berdetak cepat saking gugupnya.

"Seharusnya berfikir lah dahulu sebelum bertindak! Kapan kau akan dewasa? Haruskah Papa yang selalu mengingatkan dan memarahi mu? Lihatlah pakaian mu itu ! Apa uang yang kuberikan tidak cukup untuk membeli pakaian yang layak untuk kau kenakan?" Papa meninggikan suaranya seraya menunjuk dress berwarna hitam dengan potongan rendah pada bagian dada, juga panjang yang tidak sampai ke lutut, dengan belahan yang cukup tinggi, memperlihatkan paha mulus milikku dengan sangat jelas, sebenarnya pakaian ini bukan milikku, melainkan milik kakaknya temanku yang malam ini mengajakku pergi ke Club malam, dan yang lebih sialnya lagi aku kehilangan mereka karena suasana di dalam Club malam yang sangat penuh, membuatku harus pulang sendirian dengan mengendarai mobil sendirian sehingga berakhir di Kantor Polisi. Terbersit rasa malu ketika Papa mengatakan nya, namun aku hanya bisa tertunduk diam, kini aku tidak berpura-pura, aku benar-benar menangis.

"Papa tidak mengerti dengan jalan pikiran mu, bisa-bisanya kau pergi ke klub malam! Apa begitu tidak sabarnya dirimu untuk terjerumus ke dunia seperti itu. Papa merasa gagal dalam menjalankan tugas sebagai ayah, Papa merasa malu." Papa menghela nafas, mencoba meredamkan emosinya.

"Papa baru kembali dari luar negeri dan harus menghadapi tingkah mu yang seperti ini. Hah... Papa benar-benar merasa gagal," Papa mengusap kasar wajahnya dengan tangan.

"Bukan seperti itu Pa...," ucapku mencoba menjelaskan.

"Kali ini Papa sangat kecewa padamu Kay, papa merasa sudah tidak bisa mengenali putri papa lagi." Papa menyela kata-kata ku dengan helaan nafas panjang.

Ada rasa tidak terima dalam hati ini, ketika papa memarahi ku hanya sebatas ayah yang sedang marah pada putri nakalnya, karena hati ini menginginkan lebih, aku sengaja melakukan segala macam kenakalan selama hampir lima tahun ini, hanya untuk menarik perhatian Papa. Dia dengan mudahnya pergi ke luar negeri dan membiarkanku di rumah besar ini sendirian berteman kan para pelayan. Ku angkat pandanganku, bola mata ku yang berwarna coklat gelap yang nyaris hitam itu menatap papa yang masih duduk dihadapan ku. Sembari menyeka air mata yang tidak mau berhenti, mulut ini memberanikan diri untuk bicara .

"Apa Papa pernah bertanya bagaimana perasaan ku? Aku hanya ingin sedikit bersenang -senang untuk melupakan rasa kesepian karna selalu kau abaikan, selama lima tahun ini apa Papa pernah punya waktu untukku." emosiku mulai meledak.

Selama lima tahun di Luar negeri Papa hanya menelepon beberapa kali saja, selebihnya Papa menyerahkan semua keperluan rumah ini termasuk diriku kepada orang kepercayaan sekaligus temannya Robin. Paman kesayanganku.

Papa sudah pulang selama seminggu namun tidak pernah sedikitpun meluangkan waktu untukku, dia hanya menghabiskan waktu di Perusahaan Sagara Grup miliknya. Tentu saja ditemani sekertaris nya yang cantik, Cecilia namanya seingat ku, dan itu membuat ku semakin kesal saja.

" Jika ingin bersenang-senang tidak harus dengan cara ugal-ugalan dijalan raya dan pergi ke klub malam! Bagaimana jika kau sampai terluka ha?" ucap Papa tidak kalah emosi juga.

"Aku bukan vampir seperti Papa yang tidak tahu caranya bersenang-senang dan tidak pernah perduli dengan orang lain," ucapku dengan emosi.

Setelah kata-kata itu meluncur dari bibirku. Aku baru menyadari bahwa kata-kata ku barusan sudah sangat keterlaluan, aku menutup mulutku dengan kedua tanganku dan melihat papa juga terkejut dengan apa yang baru saja ku ucapkan, aku melihat rasa kecewa di wajahnya, sedangkan aku hanya bisa tertunduk diam.

"Andai saja kau vampir, Papa tidak akan begitu marah seperti ini, karena kau pasti bisa melindungi dirimu sendiri, tapi mungkin kekhawatiran ku berlebihan bagimu," Papa menghela nafas kasar melihat ku yang mulai menangis sesenggukan.

"Sudahlah! Lekas bersihkan dirimu dan ganti pakaianmu itu ! Papa tidak ingin melihat mu memakainya lagi!" tukasnya

Dengan langkah gontai aku mulai berjalan menaiki tangga menuju kamarku dilantai dua, masih bisa kulihat papa dari sudut mataku, ia tengah memejamkan mata dan menyandarkan kepalanya di sofa, wajah tampannya tampak menahan rasa sakit dan kecewa karena ucapan ku.

Dasar mulut bodoh, kenapa kau tidak bisa diam saja!

Ya.... Itulah Papaku, Sammy Sagara. Dia adalah seorang vampir yang berusia seratus tahun lebih, aku tidak begitu mengetahui tentang masa lalu papa, yang aku tahu dialah orang yang menyelamatkanku ketika keluargaku membuang ku saat masih bayi.

Papa mengatakan tentang jati dirinya ketika usiaku menginjak 10th, bagiku tidak ada bedanya, dia tetap memperlakukan ku seperti biasanya, Papa yang menyayangi putrinya.

Papa jarang makan makanan padat layaknya manusia, katanya dia hanya perlu melakukan itu untuk berbaur dengan masyarakat, seperti vampir lainnya dia juga minum darah manusia, namun papa lebih suka minum darah dalam kantong meskipun katanya rasanya tidak selezat darah segar, dan aku sangat senang karena hal itu , jadi Papa tidak perlu berdekatan dengan para wanita hanya untuk makan.Hehe.

Vampir juga tidak bertambah tua, begitulah setahuku. Katanya mereka tidak mati karena usia. Juga tidak butuh oksigen karena mereka tidak bernafas, selebihnya aku juga belum tahu.

Aku menghela nafasku untuk kesekian kalinya, menyesali perkataan yang ku lontar kan ketika marah, sudah setengah jam lebih aku berendam dalam bathtub hanya menatap kosong kearah langit-langit kamar mandi, pikiran ku kacau sekali.

Ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut.

dengan tekad bulat aku putuskan untuk datang menemui Papa, selesai berkutat dengan pakaianku aku berjalan keluar kamarku menuju kamar milik Papa.

Kaki kecilku kubiarkan melangkah ringan tanpa alas kaki, rambut yang belum kering sempurna kubiarkan tergerai hingga ke punggung ku, membuat bagian belakang piyama tidurku yang berwarna pink sedikit basah.

tok..tok..tok.

Tak ada sahutan dari dalam.

BERSAMBUNG

BERUBAH MENJADI VAMPIR

Tok....tok..tok...!

Tidak ada sahutan dari dalam.

Apa papa sudah tidur ?

Aku coba membuka pintu kamar Papa dengan perlahan, kepala mungilku menjulur melewati pintu, ku edarkan pandangan mencari keberadaan Papa, tapi nihil kamar Papa kosong.

Dengan mengendap, perlahan aku memasuki kamar Papa. Dulu aku bahkan tidak perlu untuk sekedar mengetuk pintu, karena memang sudah terbiasa bermain dikamar ini sedari kecil, tapi entah kenapa sekarang terasa canggung, aku berjinjit berusaha agar tidak menimbulkan suara.

"Eheem," seketika aku berbalik ketika mendengarnya, ternyata Papa baru saja keluar dari kamar mandi, rambutnya masih terlihat basah, butiran-butiran air masih tersisa di wajah tampan itu, membuatnya terlihat seperti malaikat, pandanganku turun dan menikmati dada bidang berotot yang dengan indahnya dipamerkan dihadapan ku, membuat jantung ini tak karuan.

Apakah harus ada mahkluk setampan ini, sehingga bisa membuat orang lain berhenti bernafas hanya dengan berada satu ruangan yang sama dengan nya, aku bisa kehilangan setengah umurku kalau terus seperti ini.

Entah sejak kapan, perasaan ku pada Papa berubah, yang semula hanya sebatas kasih sayang dan rasa kagum seorang anak kepada sosok ayah mereka, menjadi perasaan yang lebih dalam, membuatku ingin memilikinya seutuhnya, hatiku selalu berbisik bahwa Papa hanya milikku dan satu-satunya untukku, ini juga yang membuat ku tidak pernah memiliki hubungan romantis dengan laki-laki lain. bahkan tidak jarang aku harus menolak beberapa teman lelaki sebaya ku yang memintaku untuk menjalin hubungan dengan mereka, entahlah aku sendiri juga tidak mengerti, hanya saja getaran itu cuma terjadi ketika bersama Papa, rasanya tubuh ku seperti dialiri listrik.

"Sudah selesai melihatnya? Usap air liur mu! Dasar bayi," Papa tersenyum sambil lalu.

Dengan terburu-buru aku mengusap bibirku, tentu saja tidak ada air liur di sana, itu hanya cara Papa menggoda ku.

Ah...**i**ni memalukan.

Aku mulai beranjak dari tempatku berdiri, kemudian duduk ditepi ranjang yang didominasi warna kecoklatan milik Papa.

" Pa, sini deh pa! Kayla pengen ngomong" mulai ku, sambil menepuk ranjang dihadapan ku, meminta papa agar ikut bergabung bersama.

"Tapi pakai bajumu dulu Pa!" Selaku karena Papa hanya mengenakan celana pendeknya, setelah mendengar perkataan ku Papa hanya tertawa pelan, namun tetap menurutinya, menyusupkan atasan longgar berwarna putih untuk menutupi dada bidangnya, kemudian ia duduk bersila seperti yang kulakukan, kamipun duduk saling berhadapan.

"Papa sudah nggak marah lagi kan?"ucapku memelas.

"Tentu saja, Papa tidak bisa terlalu lama marah pada putri Papa yang cantik ini. Asal, Jangan pernah mengulanginya lagi! Mengerti?" ucap papa serius.

Aku mengulas senyum dan menghambur ke pelukan hangat Papa, hingga ia hampir terjungkal ke belakang karna terkejut oleh tindakanku.

"I love you Papa," ucapku dengan senyuman.

Kamipun mengobrol tentang banyak hal malam itu, ditemani popcorn dan secangkir besar coklat panas, kami menghabiskan malam sambil menonton film, walaupun pada kenyataannya cuma aku saja yang makan. Aku sungguh senang karena hubunganku dengan Papa bisa kembali dekat lagi, setidaknya tidak begitu renggang seperti sebelumnya, film yang kami putar kebetulan bercerita tentang vampir, dan itu membuat ku sedikit penasaran tentang masa lalu Papa.

"Pa?" Panggilku, mengalihkan pandangan Papa dari layar besar di dinding kearah ku.

"Ada apa?" jawabnya singkat, dan kembali mengalihkan pandangannya ke layar datar itu.

"Kenapa para vampir di film- film selalu diceritakan seperti itu?" tanyaku penasaran.

"Seperti apa maksudmu?" Papa tidak mengerti.

" Itu loh...Seperti takut matahari, air suci pasak kayu, membunuhi manusia, cinta sejati, dan hal-hal lain yang ada di film itu. Padahal semua itu tidak benar kan Pa, aku tidak pernah melihat Papa meleleh terkena sinar matahari," kataku mengeluarkan pertanyaan di kepalaku.

"Jadi kau ingin papamu ini meleleh?" goda papa.

"Ishh, bukan itu maksud ku. Pa bagaimana Papa bisa menjadi vampir?" tanya ku tiba-tiba, aku sendiri juga terkejut dengan pertanyaan ku ini, tapi aku menyadari bahwa aku benar-benar ingin mengetahui nya.

" Kenapa kau ingin tahu sekarang? Dulu sewaktu Papa memberitahumu kau bilang kau tidak peduli," ya memang benar, saat itu, usiaku sekitar sepuluh tahun seingat ku, ketika papa mengatakan bahwa dirinya adalah vampir, tentu saja awalnya aku mengira itu hanyalah lelucon saja, namun pada akhirnya aku percaya setelah papa meyakinkanku dan membuktikannya dengan menyayat tangannya sendiri, aku hanya melongo melihat luka itu pulih begitu cepat, seperti adegan dalam film, Papa mengatakan banyak hal saat itu, seperti kenyataan bahwa di dunia ini banyak makhluk yang hidup berdampingan dan menyembunyikan keberadaan mereka, seperti Hantu, Fairy, Werewolf, Ghoul, dan masih banyak lagi jenisnya yang tidak bisa kuingat nama mahkluk yang lain. Mereka semua berbaur dengan para manusia, namun aku ingat dengan jelas saat itu aku berkata

Aku tidak perduli dengan semua itu, mau Papa itu Vampir, zombie, Hantu atau Manusia serigala sekalipun, bagiku Papa tetaplah Papaku. begitulah

" Sekarang aku penasaran, coba ceritakan pada ku ya Pa! " rengek ku.

"Baiklah. Hmm, Papa harus mulai dari mana ya? Itu sudah lebih dari Dua ratus tahun yang lalu." Papa tampak berpikir .

" Aku berubah menjadi Vampir ketika berusia 22 tahun, kehidupanku sebagai manusia bukan hal yang indah untuk diceritakan, masa kecilku diisi dengan mengemis dan terkadang harus mencuri hanya sekedar untuk makan, kau sendiri sudah tahu aku tumbuh besar di negara Xx, saat itu di sana banyak peperangan dan kelaparan dimana-mana."

pandangan Papa tampak jauh mengenang masa-masa sulit itu.

"Pada saat aku bertemu untuk pertama kalinya dengan Vampir yang merubahku, namanya Charles, saat itu Papa tengah sekarat disebuah gang kumuh karena terserang penyakit, kemudian Charles menawarkan untuk merubah ku menjadi vampir, aku tidak bisa berfikir jernih pada saat itu, seingat ku aku hanya mengatakan agar Charles tidak membiarkan aku mati, kemudian aku terbangun sudah menjadi vampir, ada seseorang yang harus kehilangan nyawanya pada saat itu, karena setiap Vampir baru pasti tidak bisa mengendalikan rasa haus darahnya yang menggila. Hal itu terjadi beberapa kali sampai akhirnya aku bisa mengendalikan diriku dan tidak sampai membunuh orang lagi, dan percayalah semakin hari aku semakin membenci diriku sendiri karena telah menjadi pembunuh."

Kesedihan dan penyesalan terlihat dimata Papa yang berwarna coklat gelap itu , aku merasa bersalah karena telah membuat papa menceritakan masa lalunya yang menyedihkan.

"Maaf," kataku

"Sudahlah, bukan hal yang indah tapi juga tidak terlalu buruk juga, kalau dipikir lagi ada baiknya menjadi Vampir, dengan begini barulah aku bisa mendapatkan putri secantik ini," Papa tersenyum sambil mengusap lembut rambut merah ku.

"Ceritakan lagi Pa ! ceritakan bagaimana kehidupan seorang Vampir," pintaku

"Kau tahu sendiri, kaum kami belajar untuk tidak membunuhi manusia untuk makan, terkadang ada juga Vampir yang minum darah binatang saja, ada juga yang meminum darah kemasan, sepertiku. Tapi sebagian dari kami memang meminum darah manusia, dengan catatan tidak boleh sampai merenggut nyawa dari manusia yang kami hisap darahnya. Jadi bisa saja ada Vampir yang menghisap darahmu tapi kau tidak akan menyadarinya, karena kami bangsa Vampir memiliki kemampuan untuk memanipulasi ingatan manusia, setelah selesai menghisap darah manusia kami akan menghapus ingatan mereka. Dan bagi para Vampir yang membunuh manusia untuk bersenang-senang maka mereka akan diadili oleh Raja Vampir. Seperti itu." Jelas papa

"Wah....Itu keren, lalu bagaimana dengan para Vampir baru, kau bilang mereka tidak bisa mengendalikan diri untuk tidak menghisap habis korbannya. Apa mereka juga akan diadili," aku semakin penasaran.

" Dulu iya, tapi sekarang tidak. Raja Vampir yang baru, memberikan perintah, agar semua vampir baru langsung dibawa masuk kedalam klan, untuk diawasi sehingga mereka tidak lagi kebingungan dan membunuhi manusia. Para ketua Klan akan melindungi serta mengajari semua anggota baru untuk bertahan hidup dan menawarkan perlindungan untuk mereka. Seperti yang dilakukan oleh Pamanmu, Robin. Dia adalah ketua Klan yang baik."

" Luar biasa, Aku pasti akan memberikan suaraku untuk Raja Vampir yang sangat bijaksana ini saat ada pemilu di Bangsa Vampir. Ceritakan padaku seperti apa Raja Vampir ini Pa! Seperti apa wajahnya? Apa dia tampan?Apa dia sudah punya istri? " Cerocosku

"Tidak, lihatlah sekarang bahkan sudah lewat tengah malam, waktunya tuan putri tidur," tolak Papa, kemudian mematikan tv yang sedari tadi terabaikan.

"Tapi besok hari Minggu Pa, dan aku belum mengantuk," kataku manja "bukankah bagi vampir jam segini belum larut ya Pa?" tanyaku lagi tidak mau menyerah.

"Bagi seorang vampir memang belum, tetapi untuk bayi kecil seperti mu, ini sudah sangat larut. Dan sekedar catatan Raja Vampir sudah memiliki pasangan, jadi jangan berpikir yang aneh-aneh," ujarnya seraya mencubit gemas hidungku.

"Hari ini banyak hal yang kau alami, kau pasti lelah, sekarang kembalilah ke kamarmu dan beristirahat, ok!" perintah Papa padaku.

"Baiklah Pa. Selamat malam " kali ini aku mengalah.

"Dan tenang saja, bagiku Papa tetap yang paling tampan," ucapku mengacungkan dua jempol dihadapan Papa, kemudian entah muncul dari mana pikiran ini, tapi aku tidak bisa menghentikannya.

cup...bibirku mendarat sempurna di bibir Papa, dia tampak terkejut dengan hadiah ku itu dan seketika aku langsung menghambur pergi menuju kamarku, jantungku berdetak sangat cepat, sampai kupikir pasti akan meledak, rasanya seperti ada kupu-kupu yang berterbangan di dalam sana.

Astaga ... aku pasti sudah gila, bagaimana bisa aku begitu menyukainya, mulai saat ini aku akan berusaha lebih keras agar Papa mau melihat ku sebagai seorang wanita ,semangat!

Aku mulai mengatur nafas ku yang tak karuan dan mengipas kan tangan ke wajahku yang seperti terbakar saking gugup dan bahagia menjadi satu.

Dan perjuangan menaklukkan hati Papa Vampirku akan dimulai sekarang.

bersambung.

PERTEMUAN PERTAMA

Flashback

Delapan belas tahun yang lalu.

Sammy Sagara algojo bagi para Vampir pembelot, sedang menjalankan tugasnya yang biasa, sebagai seorang Hunter ( Hunter adalah vampir yang bertugas untuk memburu dan menghukum para vampir yang melanggar hukum vampir). Ini merupakan hal yang mudah baginya, karena Sammy adalah Hunter yang terbaik bangsa Vampir.

Tak jauh dari Sammy tampak seorang laki-laki paruh baya tengah merangkak meminta ampunan darinya, wajahnya menampakkan keputusasaan mutlak, dia tahu hidupnya akan segera berakhir.

Sammy berjalan perlahan seperti seekor harimau yang mengintai mangsanya, dia mengeluarkan pedang dari belakang punggung, dan dengan sekali tebas pedang itu dengan mulus memotong leher laki-laki yang tak lain adalah seorang vampir penghianat, yang telah menjual informasi klan kepada iblis lain. Hingga kepala tersebut menggelinding ke tanah yang basah karena air hujan, seketika tubuh laki-laki tersebut roboh dan tewas.

Robin, sahabat sekaligus orang kepercayaan yang selalu menemani kemanapun Sammy pergi membereskan mayat Vampir itu dengan membakarnya sampai tak tersisa. Ketika mereka hendak pergi, terdengar suara tangisan bayi dari arah gang sempit tak jauh dari mereka, keduanya saling menatap, tanpa mengeluarkan suara mereka mendekati sumber tangisan itu. Robin yang merupakan prajurit terlatih selalu sigap, pedangnya tidak pernah lengah, pandangannya selalu waspada layaknya burung elang. Meskipun wajah keduanya tampak seumuran, tapi dalam usia Vampir, Robin jauh lebih muda dari Sammy, Sammy sendiri yang merubah Robin menjadi vampir kurang lebih lima puluh tahun yang lalu.

Suara tangisan semakin kencang terdengar diantara suara rintik hujan yang hampir reda, disudut gang sempit, dibawah naungan bayang-bayang, mereka melihat sebuah kardus, dari sanalah suara tangisan itu berasal.

"Jangan!" Robin menghentikan tangan Sammy yang hendak membuka kardus tersebut.

"Mungkin ini jebakan." Robin mengingatkan Sammy, mata abu-abu itu menampakkan kecurigaan yang jelas.

Sammy hanya menepis tangan Robin dan tetap membuka kardus itu, sesaat setelah terbuka Sammy nampak terkejut, matanya membulat mendapati isi dalam kardus tersebut, yang ternyata merupakan bayi perempuan yang sangat lucu, Sammy mengangkat bayi itu dalam gendongannya, seperti anak ayam yang menemukan induknya bayi itu seketika berhenti menangis.

Sammy merasakan sesuatu yang tidak biasa, seperti ada kedamaian dalam hatinya.

"Ini bayi," ucap Sammy mengatakan hal yang sudah jelas, masih menimang bayi itu dalam pelukan nya, senyum manis masih mengembang di bibir sang vampir.

"Aku tahu itu bayi, yang jadi pertanyaan disini, anak siapa dan bagaimana bisa berakhir sini?" Robin menimpali pernyataan konyol sahabatnya itu dengan kesal.

"Mungkin ini jebakan dari klan serigala," lanjut Robin.

Tidak dipungkiri Klan Vampir dan Manusia serigala telah bermusuhan selama berabad-abad, apalagi kini para Serigala itu memiliki raja baru yang dengan bodohnya selalu memancing kemarahan dari klan Vampir, mereka mulai berani melanggar hukum yang sudah ditetapkan oleh Oracle (Oracle merupakan lembaga yang terdiri dari tetua setiap klan, organisasi ini bertugas untuk menetapkan hukum di dunia iblis ).

Entah Sammy mendengar atau tidak peringatan yang disampaikan oleh Robin, dia tetap saja menimang bayi tersebut dengan penuh kasih sayang, dia seperti menemukan oasis dalam kehidupan nya yang kosong dan gersang.

"Aku akan membawanya pulang," putusnya.

"Aku tidak setuju! Bagaimana jika mahkluk ini benar-benar hanyalah sebuah jebakan dari Klan Serigala? Aku tidak mau mengambil resiko...," Robin masih bersikeras menolak.

"Mikayla Angeline," dengan tegas Sammy memotong ucapan sahabat nya itu, "Namanya Mikayla Angeline. Lihatlah! Dia secantik malaikat bukan? Mata bulatnya membuatku jatuh cinta, dan lihatlah senyumannya! Aku seperti merasakan ada takdir yang terikat antara kami hanya dengan melihat senyumannya. Keputusan ku sudah bulat, aku akan membawanya pulang, jadi hentikan protes mu yang sia-sia itu!" Sanggah Sammy dengan tegas.

Begitulah awal sammy dan Mikhayla bertemu, Sammy menjadi penolong sekaligus Papa kesayangan Mikhayla dan begitu pula sebaliknya. Kayla merupakan senyuman dan udara bagi Sammy.

Robin yang menaruh rasa curiga terhadap Kayla pada awalnya, selalu berada di sekitar hanya sekedar untuk mengawasinya, namun lambat-laun rasa curiga itu juga berubah menjadi kasih sayang yang tulus, bahkan Robin berperan menjadi paman yang baik untuk Kayla selama 18 tahun ini.

Flashback off.

Papa berulang kali mengusap wajahnya dengan kasar, dan berulang kali menatap tidak percaya pada nilai ujian akhir ku yang spektakuler, wajah tampannya berkerut dengan frustasi.

"Astaga, Mikayla Angeline" papa berteriak frustasi.

"Bagaimana nilai ujian mu bisa hancur seperti ini?" Papa melambaikan kertas ujian ku yang mengerikan di depan wajahku, tidak ada nilai diatas rata-rata di sana, semuanya berwarna merah.

Aku hanya bisa meringis menahan malu.

Paman Robin yang biasanya membelaku juga tidak bisa melakukan apa-apa kali ini, dia hanya berdiri di samping dan menyaksikan pertunjukan antara Papa dan aku.

"Ini karena kau Robin, kau terlalu memanjakan nya, sehingga dia menjadi seperti ini" pada akhirnya paman Robin lah yang harus menghadapi kemarahan papa karena ulahku, lagi.

Memang benar yang dikatakan oleh Papa, Paman Robin memang selalu membelaku, dan selalu ada untukku, termasuk di saat Papa berada di Luar negeri dialah orang yang selalu berdiri di depanku untuk menghadapi semua masalah yang terjadi akibat ulahku.

"Sudahlah Sam,.ini sudah terjadi, tidak bisa dirubah." Paman Robin berusaha menenangkan emosi Papa.

Aku mengerti mengapa Papa begitu emosi, hal ini pernah terjadi sebelumnya, ketika aku hendak memasuki bangku SMA, saat itu aku nyaris tidak bisa diterima karena nilai ku sangat rendah, namun lagi-lagi paman Robin membantuku dan membuatku bisa masuk ke SMA tersebut, dengan cara apa aku pun tidak tahu, sepertinya Paman Robin menyuap pihak sekolah agar menerimaku,hehe.

"Lihatlah, lagi-lagi kau membelanya," papa menunjukku dengan jarinya, wajahnya tetap terlihat menawan bahkan saat marah, karena takut aku pun bersembunyi di balik tubuh Paman Robin dan hanya berani mengintip sambil berpegangan erat pada lengan Paman.

"Dengan nilai seperti ini, tidak mungkin bisa diterima di Universitas manapun, lebih baik aku mengirimnya keluar negeri saja, agar dia bisa belajar dengan lebih giat, atau bila perlu dia harus mengulang kembali dari kelas 1 lagi," ucap papa.

Terkejut, aku meremas lengan paman Robin dan seperti anak kecil mulai merengek dan memelas kepada Paman Robin agar dia mau membujuk Papa supaya mau merubah keputusan tersebut.

"Paman...?" Rengek ku, membuat wajahku seimut mungkin.

"Sam? ayolah berilah Kayla kesempatan, aku yakin dia pasti bisa berubah," bujuk Paman pada Papa.

"Sekarang harus bagaimana lagi, setidaknya jika dia Kuliah di Luar negeri, mungkin dia bisa sedikit meningkat kan nilainya,"ujar Papaku lelah.

Aku menggeleng dan kembali merengek "Paman...?" aku mengguncangkan lengan paman yang sedari tadi kupeluk.

Tidak... tidak... tidak... Aku tidak mau pergi keluar negeri, aku tidak mau jauh lagi dari papa , aku bahkan belum bisa membuatnya melihatku sebagai seorang wanita, bagaimana bisa berakhir seperti ini, aku sudah menghabiskan waktu ku hanya untuk membaca buku-buku tentang bagaimana cara menaklukkan hati pria idaman, sampai akhirnya aku tidak bisa memasukkan data lain selain tentang Papa kedalam otakku yang kurasa memang kecil ini. aku terus saja bergumam dalam hati.

"Sam, kasihan jika dia harus sendirian di luar neger." Paman masih berusaha membujuknya, "Pasti ada solusi yang lain."

"Hah ......Baiklah, kalau kau bersikeras, apa solusi mu?" pada akhirnya Papa mengalah, meskipun Paman Robin jauh lebih muda dari Papa, dan kenyataan bahwa papa sendiri yang merubahnya menjadi vampir, tetapi Papa selalu mendengar kan pendapat dan saran dari Paman.

" Hmm..," Paman mengusap dagunya menggunakan tangan kirinya, karena tangan kanannya masih kupeluk dengan erat, alis hitam tebal itu mengerut menandakan sang pemilik sedang berpikir keras.

"Bagaimana jika Kayla kita beri pekerjaan magang di Kantor?" usul Paman, yang membuat mulutku melongo.

bersambung🙏❤️.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!