“Assalamu’alaikum duniaaaaaaa ...” sapaku pada dunia sambil membuka daun jendela kamar, menghirup udara segar pagi hari yang sangat sejuk, kemudian menghembuskannya perlahan, merasakan setiap oksigen yang masuk memenuhi rongga dadaku.
Namaku Benazir Yasmin, biasa dipanggil Yasmin. Aku adalah anak tunggal dari sebuah keluarga yang bisa dibilang mapan, aku tinggal sendirian di rumah ini, karena kedua orangtuaku tinggal di luar negri beberapa tahun terahir ini, karena urusan bisnis mereka, tapi aku tidak benar-benar hidup sendiri karena di sini kadang ada Tante Meta adik kandung dari Mamahku yang selalu menemaniku, dulu sebelum Tante Meta menikah, Tante Meta tinggal di rumah ini bersamaku. Tapi, setelah Tante Meta menikah dengan Om Bayu, Tante Meta pindah rumah, ikut Om Bayu, jadilah sekarang aku harus tinggal sendiri di rumah ini. Menjalani hariku dengan penuh kemandirian.
Saat ini usiaku sudah dua puluh lima tahun, orang bilang wajahku cukup cantik, sopan dan juga sudah mapan. Kegiatan sehari-hariku selepas lulus kuliah adalah mengurus bisnisku sendiri, ya meskipun kedua orangtuaku menginginkan aku untuk mengelola perusahaan yang sudah mereka bangun, tapi aku lebih memilih untuk membuka usaha sendiri. Saat ini ada beberapa usaha yang coba aku rintis, ada pabrik teh, dan toko kue, pabrik teh aku mengelolanya bersama dengan om Bayu, dan Toko kue, aku mengelolanya bersama Riyan, adik dari Om Bayu. Senang sih, aku mengerjakan bisnisku bersama orang-orang terdekatku, jadi bilamana aku sedang sibuk dan tidak bisa mendatangi salah satu perusahaanku, aku bisa mempercayakannya pada mereka.
Ah iya, hari ini aku ada janjian dengan kekasihku, kekasih yang sudah lima tahun menemani hariku. Namanya Zainuddin, dia pria yang sangat baik, aku menjalin hubungan dengan Zainuddin dari semenjak aku berusia dua puluh tahun, atau lebih tepatnya ketika aku masih kuliah, ya dia teman kuliahku dulu.
Hari ini, kami akan membicarakan rencana pernikahan kami, yang akan di gelar satu bulan lagi. Setelah satu tahun yang lalu kami resmi bertunangan, ah ... bahagianya aku, menikah adalah impian semua orang, terutama wanita, termasuk aku. Sudah lama aku memimpikan pernikahan ini bersama Zain, setelah lima tahun kujalin hubungan yang sangat baik dengannya. Bisa bersanding dengannya, menjadi raja dan ratu sehari bersamanya. Ah ... indahnya, aku mengerjapkan mataku, sambil tersenyum sendiri.
“Hay Yas,“ Zain melambaikan tangannya kepadaku, setelah aku tiba di caffe tempat yang kami janjikan.
“Hay Zain, kamu sudah lama nunggu??” tanyaku sambil mendaratkan bokongku di kursi seberang Zain.
“Belum lama kok, baru aja, oh iya Yas, ini aku bawa beberapa referensi contoh kartu undangan untuk acara kita“ Zain menyodorkan setumpuk contoh kartu undangan kepadaku.
“Eeemmhhh ... ini bagus-bagus semua, aku suka semua, aku sampe bingung mau milih yang mana??” aku membolak-balik semua kartu undangan di tanganku, sementara Zain hanya tersenyum melihat tingkahku.
“Udah, kamu pilih aja yang paling bagus, yang paling kamu suka“ Zain memang begitu, dia selalu memberikan apapun yang ku inginkan.
“Kira-kira yang ini bagus gak??” Aku menunjukkan salah satu kartu berwarna pink peach, warna kesukaanku.
“Eeeemmmhh bagus, selama kamu menyukainya“ Zain mengangguk-angguk sambil menyesap minumannya.
“Aduuuhhh aku bingung,“ Aku kembali membolak-balik kartu undangan dengan penuh kegalauan,
Sementara Zain hanya terus menggeleng-gelengkan kepala “Ini baru kartu undangan lho ya, kamu udah segalau ini, gimana sama yang lainnya Yas,“ Zain menepuk jidatnya,
“Heeee ... ya maaf, kalau urusan kayak begini aku agak labil Zain, maklum 'kan menikah hanya satu kali seumur hidup“ Aku tersenyum ke arah Zain dan di balas anggukan olehnya.
“O iya habis ini kita mau kemana???” tanyaku sambil terus menatap kartu undangan yang belum kuputuskan akan memilih yang mana,
“Kita akan ke butik, buat fitting baju pengantin, aku udah telpon butiknya, dan mereka sudah menunggu kita“ jawab Zain,
“Haduh, gimana nih?? Ya udah sambil aku milihin kartu undangannya, kita jalan aja yuk ke butik, siapa tahu nanti di jalan aku dapet ilham mau milih kartu undangan yang mana??” ajakku akhirnya,
“Ya udah yuk ...” Zain, berjalan ke arah cashier untuk membayar minuman yang tadi sempat di pesan, sementara aku berjalan di belakangnya. Ah iya selama kami pacaran, kami tidak pernah melakukan hal yang tidak wajar, bahkan untuk berpegangan tanganpun rasanya aku takut melakukannya, takut dosa.
Setelah membayar semuanya, kami berjalan ke arah parkiran, memasuki mobil yang di kendarai Zain, kemudian Zain mengemudikan mobilnya, dengan tujuan ke butik langganan Ibuku, yang sebelumnya sudah di telpon oleh Zain,
“Oh iya Yas, kapan kedua orangtua kamu kembali kesini??” tanya Zain memecah keheningan di antara kami,
“Ah, iya, mungkin satu minggu sebelum hari H“ jawabku sambil menatapnya,
“Oh, iya,“ jawab Zain sambil manggut-manggut tanda mengerti,
Akhirnya setelah setengah jam perjalanan menuju butik, kami tiba di butik yang kami tuju.
“Selamat siang Mbak Yas,“ sapa pelayan di butik ini, mereka sudah sangat mengenalku, karena aku sering di ajak Mamah belanja ketempat ini,
“Selamat siang Mbak“ balasku sopan,
“Wah ... calon pengantin tambah cantik aja,“ puji pelayan kepadaku, yang membuat hidungku serasa mau terbang.
“Ah bisa saja Mbaknya, makasih lho, udah muji aku hhhhiii“ Aku terkekeh, sementara Zain langsung duduk di soffa, dan melihat majalah yang tergeletak di atas meja.
“Sebentar ya Mbak, saya ambilkan dulu bajunya,“ pamit pelayan sambil belalu pergi kesebuah ruangan tempat mereka menyimpan stock barang, tak lama kemudian dia kembali dengan beberapa baju di tangannya,
“Mbak Yas, ini bajunya silahkan di coba“ pelayan menyodorkan sebuah gaun berwarna putih kepadaku, aku menerimanya.
“Mari Mbak Yas saya bantu" tawar si pelayan sambil membuka gordeng tempat ganti baju, sementara aku mengikutinya di belakang.
“Wah, gaunnya cocok sekali di tubuh Mbak Yas, cantik banget Mbak“ kata pelayan sambil tersenyum melihat pantulan diriku di cermin.
“Makasih Mbak,“ jawabku singkat, sambil terus berlenggak-lenggok di depan cermin,
“Ya sudah, sekarang aku mau ganti baju lagi ya Mbak, takut Zain nunggunya kelamaan“ pelayan manggut, dan langsung beranjak pergi keluar.
Setelah selesai fitting baju, kami memutuskan untuk pulang ke rumah, setelah berpamitan pada pelayan dan pemilik butik, kami melangkahkan kaki menuju parkiran.
“Zain!!!! Tunggu!!!!” tiba - tiba seorang perempuan memanggil Zain, aku menoleh kebelakang dan melihat sesosok perempuan tengah mengejar kami.
“Zanet??? Kamu Zanet teman kerjanya Zain kan???” tanyaku sambil menunjuk perempuan yang kini ada di hadapanku,
“Zain, beri kejelasan tentang hubungan kita, bagaimana dengan kehamilanku kini???” Zanet berkata dengan penuh emosi yang membuatku terbelalak kaget, tak percaya.
Bersambung.............
Hay readers, jangan lupa tinggalkan dukungan kalian buat author yaaaa......
follow akun IG author Teteh_neng2020
“Zain, beri kejelasan tentang hubungan kita, bagaimana dengan kehamilanku kini???” Zanet berkata dengan penuh emosi yang membuatku terbelalak kaget, tak percaya.
“Sebentar, hamil??? Loh bukannya selama ini kamu masih lajang ya?? Kamu belum menikah 'kan?? Ta - pi - ke - na - pa, kamu bisa hamil?? Dan minta kejelasan hubungan dengan Zain?? Sebenarnya ada apa ini??? Kalian punya hubungan apa?? Bukankah hubungan kalian hanya sebatas teman kerja??” tanyaku setengah terbata - bata, tapi memberikan pertanyaan yang beruntun, aku masih shock dengan pernyataan Zanet.
Tapi sepertinya bukan hanya aku yang kaget, Zain juga terlihat shock dengan penuturan Zanet.
“Aku hamil anak Zain Yas,“ Zanet menjawab dengan berurai air mata.
Pengakuan Zanet sangat sulit kupercaya, malah aku berfikir mungkin saja Zanet sedang tidak waras.
“Jangan ngaco deh Zan, enggak mungkin Zain hamilin kamu, sama aku aja dia gak pernah berani macam - macam, bahkan pegangan tangan aja gak berani, apalagi sampai meng - ha - mi - li, tapi tunggu ...” tiba - tiba aku mengingat hal yang selalu diminta Zain, berulang kali Zain meminta lebih dariku, dia ingin sesuatu yang seharusnya kami lakukan di saat sudah sah menikah, benar kekasihku kadang sering bersifat mesum, awalnya aku berfikir hal itu adalah wajar, mengingat dia adalah lelaki dewasa yang normal. Pandanganku kini beralih pada Zain, tampak sekarang Zain sedang berusaha menelan ludahnya dengan susah payah, menunduk begitu dalam, tidak berani menatap mataku. Aku semakin curiga padanya, semuanya sudah tidak dapat terelakkan lagi.
“Zain, apa ... apa yang Zanet bilang ini tidak benarkan?? Semuanya salahkan??” Tanyaku menatapnya penuh harap,
“ Zain, jangan bilang kalau semua ini adalah kebenaran ... Zain ... kamu ... “ tiba - tiba suaraku tercekat, seolah ada batu besar yang menyumbat kerongkonganku.
Sementara Zain masih mematung, diam seribu bahasa, kepalanya menunduk dan matanya masih bertahan menatap tanah.
“Zain, ayo dong, jujur sama Yasmin, Yasmin harus tau kebenarannya“ Zanet membuka suara, menuntut sebuah pengakuan kepada Zain, begitupun denganku, aku sangat penasaran.
Sementara jantungku terus berdetak dengan cepatnya, menanti sebuah jawaban yang akan di lontarkan oleh seorang pria yang kini menyandang status ‘calon suamiku’.
“Maafkan aku Yas,“ hanya kata itu yang keluar dari bibir tipisnya.
“Maaf?? Maaf untuk apa Zain?? Kamu gak perlu minta maaf, Zanet yang sudah melantur 'kan?? Coba jelasin ke aku secara rinci, sebenarnya ini ada apa??” Lagi - lagi aku mencoba menepis kebenaran yang sudah jelas benar adanya.
“Aku sedang tidak melantur Yasmin. Zain, ayo dong kamu harus jujur, jelasin semuanya ke Yasmin sekarang“ Zanet terlihat semakin geram dan jengkel melihat Zain yang dari tadi hanya bisa merunduk, sementara aku?? Jangan tanya hatiku seperti apa?? Hancur! itu yang kurasa.
“Zain, kamu lihat aku, lihat ini, ini kartu undangan pernikahan kita Zain, aku mohon kamu bicara“ Mataku sudah berkaca - kaca, aku mengimingkan segepok contoh kartu undangan yang tadi di berikan Zain.
Sementara yang di rundung pertanyaan tidak kunjung memberikan jawaban. Zain hanya terus diam tanpa kata, dan bagiku, diamnya Zain adalah ‘iya’.
Brengsek memang laki - laki itu, setelah lima tahun berhubungan denganku, beraninya dia mengkhianatiku. Sekarang bagaimana caraku menjelaskan semuanya, terutama pada kedua orangtuaku??.
Apakah karena selama ini aku selalu menolak untuk melakukan sesuatu yang salah, makanya dia berkhianat dariku?? Sungguh??? Menolak bercinta dengannya sebelum halal bisa membuat dia berselingkuh?? Aku memang sangat mencintainya, tapi memberikan mahkota yang selama ini aku jaga untuk seorang pria yang bahkan belum berhak atas diriku?? Tentu saja tidak akan pernah aku lakukan. Cinta itu menjaga bukan??? Bukannya saling merusak??.
Tapi kini lihatlah lelaki yang dari dulu sangat kucintai ini, dia memilih untuk menyalurkan birahinya pada seorang perempuan yang berstatus teman. Apakah mencintai seseorang harus seperti itu??.
Sekarang aku sadar betul, benar apa yang dikatakan pak ustadz, tidak ada pacaran yang islami, pasti akan ada kadar zina di dalamnya, entah itu zina mata, zina hati, zina fikiran. Dan zina-zina yang lainnya.
“Diammu adalah sebuah jawaban bagiku,“ Aku menarik napas panjang lalu mengeluarkannya kasar, aku mencoba untuk tegar, meski hatiku sangat hancur. Dadaku terasa sesak, sementara mataku sudah berkaca - kaca, yang mengakibatkan pandanganku jadi kabur.
“Maafkan aku Yas, tolong maafkan aku, aku ... aku tidak sengaja melakukannya” Jawab Zain dengan entengnya, mencoba melakukan pembenaran pada sesuatu yang jelas salah.
“Apa kamu bilang?? Kamu bilang tidak sengaja?? Lalu apa arti dari hubungan kita selama ini?? Kamu 'kan yang selalu mendatangiku setiap malam hari tiba?? Kamu juga 'kan yang selalu meminta untuk menginap dikosanku?? Dan kamu juga 'kan yang merayuku untuk tidur denganmu??!” Zanet berteriak tidak terima dengan perkataan Zain.
“Cukuuuppppp!!!!!” aku sudah tidak sanggup lagi mendengar penuturan Zanet, yang jelas membuat telinga dan hatiku terasa ngilu. Sekarang aku faham, kenapa beberapa bulan terakhir Zain sulit sekali di hubungi ketika malam, ternyata dia sedang melakukan hal ‘itu’. Aku melempar semua undangan yang dari tadi sudah aku remas ke wajah Zain. Aku pergi meninggalkan mereka berdua yang tengah saling pandang.
Ya Rabb ... rasanya sakit sekali, kejadian ini tidak pernah sedikitpun terbayangkan, rasanya ngilu, perih bagai di iris - iris. Aku terus berjalan, pandangan mataku jadi kabur, karena air mata yang terus mengembang aku tahan, aku tidak ingin membiarkan air mataku tumpah di hadapan mereka, aku tidak ingin orang lain melihat sisi lemahku.
Gubbrrraaakkkk ...
Ah ... aku menabrak seseorang yang entah siapa, hingga aku terjatuh, aku kemudian berjongkok dan menangis sejadi - jadinya. Sementara yang menabrakku hanya terdiam menatapku aneh.
“Aduuuhh maaf ya Kak, aku gak sengaja" Katanya sambil mencoba merengkuhku.
“Pergi sanah!!!” Aku berteriak sambil menghempaskan tangannya.
“Apa sebegitu sakitnya ya kak??” Tanyanya lagi.
“Sakit, sakiiitttt!!!!” Teriakku sambil memukul - mukul dadaku sendiri.
“Maaf Kak, aku beneran gak sengaja, lagian Kakak juga kenapa lari - lari di parkiran??” Tanyanya lagi, membuatku tambah senewen.
Aku menoleh ke arahnya, tampak seorang pria tinggi, kurus, tampan, juga modis, yang bisa kupastikan umurnya jelas pasti di bawahku, sedang garuk - garuk kepala, dengan wajah yang sangat bingung, khawatir, dan iba melihatku.
“Apa perlu di bawa ke dokter kak?? Yang mana yang sakit??” Tanyanya lagi, membuyarkan lamunanku.
“Gak ada, udah pergi sana!!!” Teriakku lagi, tanpa sadar.
“Tapi kok Kakak sampe nangis gituh??” Tanyanya lagi mencoba memastikan.
“Anak kecil, udah sana!!“ Aku kemudian mencoba berdiri dan berjalan menuju ke arah pinggir jalan.
Aku menghentikan mobil taksi yang kebetulan lewat, aku duduk di belakang sang pengemudi, dengan hati yang entahlah, aku tak bisa menggambarkannya dengan kata - kata, entah kepada siapa harus kukatakan seluruh sakitku hari ini??? Bagaimana caraku menjelaskan semua ini kepada orang - orang yang sudah terlanjur tahu bahwa aku akan segera menikah dengan Zain??.
Ya Allah ... tolonglah hambamu ini.
Bersambung........................
Readers jangan lupa, tinggalkan jejak kalian yaaaaa
Malam ini adalah malam terberat bagiku, yah ... malam ini adalah acara resepsi pernikahan Zain dan Zanet, aku menatap diriku di cermin, hatiku terus bertanya-tanya, ‘apa kurangnya aku???’.
Aku mencoba berdandan secantik mungkin, seolah ingin membuktikan pada Zain, jika dia tidak pantas mengkhianatiku, aku menggunakan gaun berwarna pink peach kesukaanku, dengan hijab yang senada.
Selama ini aku mungkin terkesan agak cuek dengan penampilanku sendiri, aku tidak suka berdandan yang menor, aku hanya menggunakan makeup tipis dan seadanya saja. Tapi malam ini, aku merias diriku habis - habisan. Tak bermaksud ingin menyaingi pengantin wanitanya ya, aku hanya ingin membuktikan saja, jika akupun lebih baik dari Zanet, perempuan yang sudah di tiduri oleh ‘mantan calon suamiku’.
Dadaku tak berhenti berdebar, membayangkan orang - orang akan memandangku dengan tatapan yang iba. Aku mengerjap sambil menggelengkan kepalaku. “Tidak, aku pasti bisa menghadapi semua ini“ Gumamku sambil membulatkan tanganku dan mengacungkannya seperti orang berkampanye.
“Huuuuuhhhhhh.....hhhhhaaaaaahhhhh......hhhhuuuuuhhhh....hhhhaaaaahhhhh” Aku terus menarik napas secara berulang, berharap terapi mengatur paru - paru itu bisa manjur menghilangkan kemelut di dadaku. Tapi nihil, hasilnya dadaku masih dengan perasaan yang tak karuan.
Ku coba telpon tante Meta, siapa tahu dia bisa mengantarku pergi ke kondangan mantan,
“Hallo Assalamu’alaikum Tante, Tante malam ini Yas mau pergi ke kondangnnya Zain, itu yang waktu itu sempat Yas ceritakan, Tante bisa 'kan nganter Yas pergi ke sana???” Tanyaku penuh harap.
“Wa’alaikumsalam Yas, maafkan tante Yas, Tante tidak bisa mengantarmu, Tante hari ini sudah ada janji dengan Om kamu, Om kamu ada undangan dari salah satu koleganya, untuk menghadiri acara pertunangan putranya yang di jodohkan“ Jelas Tante Meta yang membuatku kecewa.
“Yah Tante, terus nasib Yas gimana dong??” Aku mencoba merajuk.
“Gak apa - apa kamu berangkat sendiri saja ya, buktikan jika kamu kuat, jika kamu bisa, semangat ya Yas,“ Tante Meta memberiku semangat yang jelas membuatku memutar kedua bola mataku.
“Ya sudah Tante, jika tidak bisa Yas berangkat sendiri saja ya“ Akhirnya aku pasrah.
“Iya, hati - hati ya Yas,“ Tante Meta menutup telponnya, padahal aku belum selesai bicara. Ah ...Tante, kali ini tidak bisa di andalkan.
Dinginnya malam ini, sungguh tidak bisa mendinginkan suasana hatiku yang panas bagai di bakar api. Ku hentikan mobilku di bahu jalan, mencoba kembali terapi paru - paru yang tadi sudah kulakukan, berharap rasa sesak di dadaku akan berkurang, tapi hasilnya masih nihil. Dadaku kian sesak.
Aku melihat undangan yang hadir di pesta pernikahan ‘mantan calon suamiku’, semua wajah terlihat berbinar bahagia, ikut merasakan kebahagiaan mempelai, ah ... harusnya aku yang ada disana saat ini. Namun singgasanaku di rebut orang lain, kini mereka tengah tertawa berbahagia di atas penderitaanku. Akulah seharusnya Ratu yang mendampingi Raja hari ini, tapi menyebalkan ... ada ratu lain yang menggantikan aku.
Dengan sisa - sisa tenaga yang kumiliki, aku turun dari mobil, aku mencoba untuk tidak menangis, aku menahan diriku sebisaku, untuk mengantri dan memberikan ucapan selamat kepada mempelai.
Zain sempat melongo tidak percaya melihatku bisa hadir di acara bahagianya. Dia menatapku dalam. Seolah ingin mengatakan “Yas, kamu cantik sekali“.
Iyalah aku pasti terlihat cantik dimatanya, wong aku dandan hampir lima jam kok, dengan susah payah mengukir alis menggunakan rumus phytagoras, yang sebelumnya tidak pernah kulakukan.
“Hah, Zainnudin, Udiiinnnn ... kamu sudah rugi!! Karena telah mengkhianati perempuan secantik aku!!!!” hatiku berkoar - koar.
“Yas, kamu gak apa - apa?? Kamu yang sabar ya??” tiba - tiba seseorang menepuk punggungku, membuyarkan lamunanku yang sedang memaki sang mantan yang tengah tersenyum tanpa dosa di atas pelaminan sana.
“Eh, iya, aku tidak apa-apa kok“ Jawabku gelagapan.
“Sabar ya Yas, selama ini kamu hanya jagain jodoh orang aja“ Kata salah satu temanku yang tahu perjalanan kisah cinta kami.
“Ah ... hhheemmmhhtt“ Jawabku malas.
“Sabar ya Yas, kamu gak apa - apa kan??” tanya temanku yang satunya lagi, sambil memegang bahuku. Terlihat gurat hawatir dan iba di wajah wajah mereka.
“Aku gak apa-apa kok“ jawabku mencoba bersikap wajar.
“Yas, ini ada obat penenang buat kamu, mungkin saja kamu sepulang dari sini akan mengalami sulit tidur“ temanku yang lain datang, dan memberikan setoples obat.
“Ini bisa juga buat ngilangin sakit kepala lho Yas,“ timpalnya lagi.
Ya ampuuuunnn kenapa kehadiran mereka, bukannya menguatkan hatiku, tapi malah terdengar mengolok-olok hatiku??.
“Aku gak apa - apa kok, aku baik - baik aja, masalah Zain yang tidak jadi menikah denganku, ya mungkin itu karena Zain bukan jodohku saja“ Elakku.
“Iya Yas, gak apa - apa, semoga kamu mendapatkan yang lebih baik dari Zain yaaa ...” Teman - temanku mencoba menghiburku.
“Iya, aamiin makasih yaaa“ jawabku sekenanya.
“Ya udah, kalau gitu aku duluan pulang yaa Yas, jangan lupa, obatnya di minum aja, aman kok“ pamitnya, sambil menggenggam tanganku yang memegang obat pemberian darinya.
Sial, aku memang sakit hati oleh perlakuan Zain, tapi aku tidak akan sampai depresi juga kali, sampai butuh obat setoples begini.
Kini, aku malah bersyukur, Allah memperlihatkan sifat asli mereka sekarang, coba kalau semuanya ketahuan setelah aku menikah?? Tak terbayangkan, hidupku akan seperti apa??.
Akhirnya aku memutuskan untuk pergi dari acara terkutuk ini, aku memasuki mobilku dan menyimpan obat yang di berikan temanku ke dalam dashboard mobilku.
Hah ... mereka semua membuatku terus menghela napas. Aku melajukan mobilku dengan perasaan yang ‘entah’ .
Belum mobilku tiba di tempat tujuan, tiba - tiba mobilku berhenti di tengah jalan yang cukup sepi, kesialan macam apalagi ini?.
Aku turun dari mobil, dan mencoba mengecek mobilku, tapi sialnya aku sama sekali tidak mengerti tentang mesin mobil, akhirnya aku terduduk lemas di pinggiran jalan, entah apalagi yang harus kulakukan.
Setelah perjuangan berat menahan perasaan kalut, setelah aku berusaha mati - matian agar terlihat tegar dan kuat, membuat kakiku sangat lemas bahkan untuk berjalan.
Aku mencoba berdiri, “mobil kamu kenapa tidak mendukungku?? Apa kamu juga ingin mengolok-olok hatiku??” bak orang gila, aku bertanya pada mobilku.
.
.
.
.
.
Bersambung ....
.
.
.
SETELAH BAB INI, SILAHKAN LANGSUNG KE BAB 8 YA. KARENA BAB 4,5,6,7 ADALAH COPYAN DARI BAB 8. HANYA BEDA SUDUT PANDANG SAJA. DAN SEKARANG, BAB 4,5,6,7 SEDANG DI REVISI TOTAL. MOHON MAAF UNTUK KETIDAK NYAMANANNYA. DAN TERIMAKASIH.
Jangan lupa dukungannya ya readers....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!