Setelah pernikahan yang terjadi satu minggu yang lalu, Jovata atau yang biasa di panggil Jova itu kini tinggal di mansion milik suami nya. Gadis tengil yang berselisih usia sekitar enam tahun dengan seorang Arzan Ravindra Malik. Keseharian gadis itu hanya kuliah, makan dan tidur bahkan terkadang hanya menghabiskan waktu nya di luar rumah.
"Bukan kah kau ada mata kuliah pagi ini? kenapa kau belum mandi juga?" tanya Arzan ketika mereka sedang sarapan pagi.
"Apa mata mu buta? aku masih berkabung atas kematian ayah ku. Tidak bisakah aku berdiam diri di kamar ku?" gadis itu asa bicara saja. Bahkan kata-kata yang keluar dari mulut nya sangat tidak sopan.
"Ke dua orang tua mu pasti sangat menyesal telah melahirkan seorang anak yang tidak memiliki sopan santun seperti mu ini." sahut Arzan membuat Jova semakin geram.
Gadis itu menarik nafas dalam, "Hei...tuan Tarzan yang terhormat. Ingat, kita menikah hanya berdasarkan surat wasiat peninggalan ayah ku yang kebenaran nya saja belum bisa di percaya, jadi jangan mengatur hidup ku...!"
Arzan menghembuskan nafas panjang, kesabaran nya benar-benar di uji oleh gadis tengil sialan ini. "Istirahat lah, aku akan pergi bekerja." ujar Arzan pasrah.
"Hei...tuan Tarzan, jangan lupa belikan aku camilan jika kau pulang nanti."kata Jova namun tidak di tanggapi oleh Arzan.
Sepanjang perjalanan menuju kantor, Arzan terus mengumpat istri kecilnya itu. Aarav yang mendengar semua nya terus tertawa. "Hanya gadis itu yang berani memanggil mu Tarzan!" kata Aarav tertawa.
"Diam kau,...! Jika bukan karena malam itu, tidak mungkin aku menikahi gadis sialan itu." Arzan berkata dengan penuh penyesalan.
"Nikmati saja pernikahan mu, ku rasa gadis itu tidak terlalu buruk untuk menjadi istri mu."
Arzan memijar pelipis nya tak sakit, pria yang terkenal dingin dan arogant itu bisa mati ucap jika berhadapan dengan Jovata. Sedangkan Jovata, sejak kepergian ayah nya diri nya tidak terlalu bersedih. Gadis itu sudah biasa hidup seorang diri, karena sang ayah lebih memilih hidup bersama istri baru nya setelah ibu nya meninggal dunia.
Merasa bosan tinggal di mansion seorang diri, Jovata memutuskan untuk pergi dengan di antar oleh supir pribadi yang di sediakan oleh Arzan untuk mengantar ke mana pun gadis itu pergi. Jova memilih pergi ke bioskop seorang diri, menghabiskan waktu seharian dengan bermain di mall hingga lupa waktu.
"Nona, tuan menyuruh kita pulang." supir tersebut berkata dengan takut.
Ekspresi Jova berubah, "Tarzan itu memang tidak mengerti arti kesenangan!" kata nya kesal kemudian ikut pulang bersama dengan supir.
Setelah Jova sampai di mansion,Arzan sudah duduk sambil melipat tangan nya untuk menyidang gadis itu. "Di mana mata mu? apa kau tidak melihat jam?" tanya Arzan dengan suara keras nya.
"Baru jam delapan...!" jawab Jova dengan santai nya.
"Kau tidak ingin pergi kuliah tapi kau sendiri yang pergi keluyuran tidak jelas. Apa maksud mu?" sekali lagi Arzan bertanya dengan nada tinggi.
"Kau ini sungguh berisik. Apa kau lupa cara nya bersenang-senang? kenapa kau merepoti kesenangan ku?"
Arzan langsung mati ucap, tiba-tiba terdengar suara tembakan yang mengahantam kaca bagian samping dari mansion Arzan. Semua orang terkejut termasuk Jovata. Gadis itu langsung meringkuk dengan wajah yang sudah pucat pasi dengan tubuh yang gemetar.
"Brengsek....!" umpat Arzan. Ketika lelaki itu hendak mengambil senjata api nya, Arzan malah melihat istri nya yang sedang ketakutan. "Jova...." panggil nya lirih lalu memeluk gadis itu.
"Aku takut,...aku takut....aku takut...." kata-kata itu terus keluar dari mulut Jova. Gadis itu masih trauma ketika melihat bekas tembakan di sekujur tubuh ayah nya. "Ayah...ayah ku mati tertembak." sekali lagi, hati Arzan luluh melihat gadis itu menahan ketakutan.
Arzan langsung menggendong istri nya, mengajak nya pergi ke kamar lalu menyuruh gadis itu untuk diam saja di kamar. "Jangan keluar sampai aku kembali. Ingat kata-kata ku, kali ini turuti omongan ku." ujar Arzan langsung di iyakan oleh Jova.
Pria itu kemudian keluar, menghampiri anak buah nya yang sedang menghajar seseorang yang sudah berani menembak mansion nya. "Bawa dia ke markas. Jangan sampai istri ku melihat ini semua." perintah Arzan kemudian mereka semua pergi ke markas.
Butuh waktu lima menit untuk mereka tiba di markas yang ada di belakang mansion dengan pagar yang menjulang tinggi dengan pintu besi yang tak sembarang orang bisa masuk di sana.
"Buat dia bicara...!" Perintah Arzan.
"Dia, adalah umpan yang di keluarkan oleh Alex untuk memancing kita. Harus kita apakan bajingan ini?" tanya anak buah Arzan.
Arzan menghampiri pria itu, mencengkram leher nya hingga membuat pria itu kesulitan untuk bernafas. "Katakan selamat tinggal untuk dunia mu yang terang ini..." kata Arzan dengan sorot kata tajam. Dengan beringas Arzan mencongkel ke dua bola mata pria itu hingga berlubang. Pemandangan seperti ini sudah biasa di lihat oleh anak buah Arzan. Pria itu menjerit keras, menahan kesakitan yang tiada obat nya. Namun Arzan belum puas akan semua itu. "Selesai kan sisa nya. Dan ingat, jangan sampai meninggalkan jejak." perintah Arzan kemudian pria itu pergi dari markas.
Sebelum pergi ke kamar istri nya, Arzan terlebih dahulu membersihkan darah yang menodai tangan dan pakaian nya. Arzan membuka pintu kamar Jova, melihat gadis itu sudah mulai tenang. "Apa kau sudah makan malam?" tanya Arzan perhatian.
"Aku sudah kenang, aku takut Arzan..." kata nya manggil nama suami nya dengan sempurna.
"Jangan takut, istirahat lah. Tidak akan ada yang berani menyakiti mu karna aku akan melindungi mu." ujar Arzan membuat hati Jova mulai tenang. "Ingat, jangan coba-coba pergi tanpa izin ku."
"Hmmm...aku mengerti...." sahut Jova menurut. Jika sedang seperti ini Arzan merasa senang karena Jova mau menuruti semua ucapan Arzan. Tapi, jika tidak ada hal seperti ini sudah tentu Jova akan membantah semua omongan Arzan.
"Tidur lah,...panggil aku jika kau butuh sesuatu." kata Arzan sebelum pria itu keluar dari kamar istri nya.
Ya, meski pun sudah menikah mereka memutuskan untuk pisah kamar. Di saat seperti ini, Jova mana bisa tidur. Gadis itu teringat ayah nya yang mati dengan penuh luka tembakan. "Siapa yang sudah menembak ayah...?" tanya nya dalam batin. Gadis itu mulai menangis, meski Jova terkenal dengan gadis ceria dan tengil namun hati dan pikiran nya rapuh. Hidup sebatang kara membuat gadis itu sangat pintar menutupi semua kesedihan juga masalah yang menimpa kehidupan nya.
"Masih ingat kuliah?" tanya Arzan ketika pria itu melihat Jova menenteng tas nya.
"Aku tidak ingin mati sia-sia di rumah mu ini. Lebih baik aku pergi kuliah saja." sahut Jova lalu memakan roti nya.
"Berangkat bersama ku....!" ujar Arzan kemudian menarik tangan gadis itu karena sebenarnya pria itu sudah kesiangan.
"Arzan,...aku belum minum susu ku...!" protes Jova dengan sepotong roti nya.
"Susu mu ada, kenapa kau harus minum susu lagi? apa kau ingin membuat kolam susu di tubuh mu...!" pria itu masih sempat-sempat nya mengeluarkan candaan yang membuat Jova langsung menyilangkan ke dua tangan nya ke bagian dada.
"Dasar mesum...!" umpat Jova sambil membuka pintu mobil.
Arzan menahan tawa nya, rasa nya senang sekali bisa mengerjai gadis ini setiap waktu. "Kau tenang saja, aku tidak tertarik dengan mu. Semua nya terlihat kecil...!" ejek Arzan membuat Jova semakin geram.
"Otak mesum, seharus nya kau tinggal di hutan bersama dengan Tarzan yang lain nya...!" kata Jova tak mau kalah.
Mobil melaju melintasi jalan sepi, sebenarnya jalanan itu masih masuk dalam wilayah kekuasaan Arzan. Sepanjang perjalanan, Jova hanya melamun. Arzan mulai bingung dengan sikap diam istri nya. "Kau kenapa? apa kau sakit?" tanya Arzan penasaran.
Gadis itu menghembuskan nafas pelan, memejamkan mata nya sejenak. "Aku sangat membenci ayah. Sejak ayah menikah aku hidup sebatang kara. Tapi, aku sangat penasaran siapa yang sudah menembak mati ayah ku? apakah pelaku nya sudah di tangkap oleh polisi?" tanya Jova membuat detak jantung Arzan tak berarturan.
Pertanyaan seperti ini lah yang terkadang di takutkan oleh Arzan. "Entahlah,...aku tidak tahu juga. Polisi tidak ada menghubungi ku!" bohong Arzan membuat gadis itu semakin sedih.
"Siapa yang menambak tadi malam Arzan?" tanya Jova teringat.
"A-anu,...pemburu yang salah sasaran!" bohong Arzan membuat Jova percaya begitu saja karena mansion Arzan memang di keliling oleh hutan pinus.
Setiba nya di kampus, Jova langsung turun begitu saja. Hanya sekedar mengucapkan pamit seperti biasa nya agar lelaki itu senang. Setelah melihat Jova mulai masuk area kampus, pria itu kembali melanjutkan perjalanannya.
"Jovataaaaa.....kemana saja kau?" Tanya Viana teman satu kelas nya.
"Ayah ku meninggal...!" jawab gadis itu jujur.
Viana menutup mulut nya tidak percaya. "Apa kau sedang bercanda?" tanya Viana.
"Apa wajah ku terlihat sedang bercanda?" tanya Jova balik.
Viana langsung memeluk Jova, "Aku turut berduka cita. Sebagai teman yang baik, aku akan mentraktir mu makan di restoran berbintang agar kau tidak sedih lagi."
"Hmmm...terserah kau saja!" seru Jovata tidak bersemangat.
Benar saja, menjelang makan siang Jova dan Viana pergi ke restoran yang di janjikan oleh Viana sebelum nya. Dasar Jova yang sangat suka gratisan bahkan Viana sendiri membebaskan teman nya itu untuk pesan apa pun yang Jova ingin kan.
"Terimakasih Anna, sering lah seperti ini." kata Jova membuat ke dua gadis itu tertawa bersama.
"Heii ....aku kan memang suka mentraktir mu." sahut Anna.
Untung saja setelah ini mereka tidak ada mata kuliah lagi, membuat Jova dan Anna bisa berlama-lama berada di restoran tersebut. Namun, mata Jova mulai sakit ketika melihat Arzan masuk dengan menggandeng tangan seorang wanita yang kelihatan nya seumur dengan Arzan sendiri.
Pada saat itu, Arzan tidak mengetahui keberadaan istri nya. Tiba-tiba hati Jova merasa nyeri, meski mereka suami istri di atas kertas tapi Jova sangat tidak ingin di dua kan.
Selesai makan siang, Jova memutuskan untuk pulang ke mansion dengan di jemput oleh supir pribadi nya. Gadis itu langsung masuk ke dalam kamar, menonton drama kesukaan nya untuk membuang rasa jenuh.
Pukul delapan malam, Arzan pulang. "Di mana istri ku?" tanya Arzan pada kepala pelayan.
"Sejak pulang kuliah hingga sekarang, nona Jova tidak keluar kamar. Bahkan nona sudah melewatkan makan malam nya." jawab kepala pelayan dengan sopan.
Arzan melepas jas nya, melonggarkan dasi yang sedikit mencekik leher pria itu. Tanpa mengetuk pintu atau mengucap apa pun, Arzan masuk begitu saja ke kamar Jova yang tidak di kunci. Jova yang terkejut langsung melempar kan bantal ke arah Arzan.
"Kenapa kau melempar ku dengan bantal?" tanya Arzan dengan nada tinggi.
Jova tertawa keras, "Untung saja malam ini aku hanya melempar mu dengan bantal. Jika kau ulangi lagi perbuatan mu yang tidak sopan ini akan ku pasti kan aku akan melempar mu dengan palu atau batu!" sahut Jova tanpa meminta maaf.
Arzan menarik nafas dalam, kali ini lelaki itu mengalah. Menghadapi sikap keras kepala Jova membuat Arzan harus bersikap jauh lebih sabar lagi. "Ayo makan malam, katanya kau belum makan malam." ajak Arzan lembut.
"Kau saja yang makan, aku sudah kenyang!"tolak keras gadis itu.
"Jika ku bilang makan ya makan, apa telinga mu tidak dengar...?" habis sudah kesabaran Arzan. "Aku tidak ingin mansion ku penuh dengan hantu mu jika kau mati kelaparan nanti."
Jova tertawa sejadi nya kemudian menunjuk tempat sampah yang menggunung itu. "Aku sudah memakan mereka semua, jadi aku kenyang. Bisakah kau keluar dari kamar ku?" kata Jova membuat Arzan mati ucap.
Dengan perasaan yang kesal Arzan keluar dari kamar istri nya. Membanting pintu sekeras mungkin untuk membuang rasa kesal nya. Arzan hanya mengganti pakaian nya, pria itu kemudian pergi entah kemana.
Di sini lah Arzan sekarang, bersama dengan Aarave memantau hilir mudik kapal di muara sungai. Beberapa anak buah nya sudah berada di tempat masing-masing. "Apa Alex akan turun langsung malam ini?" tanya Arzan.
"Ku dengar begitu, tapi ku rasa tidak!" sahut Aarav.
"Kenapa?" tanya Arzan dengan pandangan mata yang terus mengintai.
"Malam ini hanya sekitar sembilan ratus senjata api, Alex tidak akan turun tangan dengan barang yang sedikit." kata Aarav menjelaskan.
"Kita tunggu lima menit lagi, jika Alex tidak datang. Berikan mereka perintah!"
Aarav mengangguk paham, ke dua pria itu terus mengintai sambil mengacungkan senjata api mereka sebagai jaga-jaga. Sudah lima menit, Alex tidak juga datang dan pada akhirnya Aarav menambak senjata nya ke arah kapal yang bersandar di pelabuhan itu. Semua orang mulai keluar, anak buah Alex yang tidak siap banyak yang terkena peluru dari anak buah Arzan. Tak butuh waktu lama, semua barang bisa di kuasai oleh Arzan dan kelompok nya.
Arzan kemudian pulang, pria itu tidak ingin membuat Jovata curiga karena hampir setiap malam Arzan pergi dari mansion. Arzan membuka pintu kamar istri nya, mendapati gadis itu tertidur dengan sangat pulas.
"Aku tidak ingin pergi ke kampus bersama mu. Aku ingin berangkat sendiri." kata gadis itu sambil menguyah makanan nya.
"Yang ingin berangkat dengan mu itu siapa?" tanya Arzan mencibir. "Aku memberikan mu supir agar kau tidak merepotkan ku...!" gumam pria itu membuat Jova melirik tajam ke arah suami nya.
Gadis itu meneguk susu nya hingga setengah gelas, kemudian berdiri lalu berkata. "Dsar Tarzan gila...!" ejek Jova dengan mengeluarkan lidah nya. "Jika bukan karena wasiat ayah ku, tidak mungkin aku mau menikah dan hidup dengan laki-laki aneh seperti mu!" ujar nya kemudian memutuskan untuk pergi.
Arzan yang geram dengan ucapan Jova langsung kehabisan selera makan. Pria itu juga memutuskan untuk pergi ke kantor. Di perjalanan, mobil Arzan dengan sangat laju menyalip mobil yang di tumpangi oleh Jova hingga membuat gadis itu mengeluarkan sumpah serapah nya.
Di kampus, beberapa teman Jova mulai merasa curiga karena hampir setiap hari Jova di antar oleh mobil-mobil mahal. Namun, tak satu pun rasa penasaran dari teman-teman Jova di jawab oleh gadis itu.
"Jova, kemana kau siang nanti? aku ingin mengajak mu makan siang di Cafe dekat jembatan layang itu...!" ajak Melvin teman satu kelas Jova yang selama ini menyukai Jova.
"Wah,...baiklah. Aku akan ikut dengan mu!" gadis itu menerima tawaran Melvin.
Jova tidak memiliki sahabat atau teman yang begitu akrab dengan nya. Jova hanya gadis yang mudah bergaul juga bisa menempatkan diri jika dalam berteman. Makan siang kali ini gadis itu pergi dengan Melvin, menikmati indahnya sungai yang membelah antar kota.
Melvin sangat senang bisa mengajak Jova keluar karena gadis itu cukup sulit untuk di ajak kemana-mana jika bersama dengan lelaki. Letak meja mereka cukup menyegarkan mata, satu sisi mereka bisa melihat sungai, satu sisi mereka bisa melihat jalanan yang cukup ramai.
"Bukanlah itu Jova...?'' tanpa sengaja Aarav melihat Jova sedang makan bersama laki-laki lain.
Arzan langsung memicingkan mata nya, membuat Aarav langsung merasakan udara di dalam mobil seolah panas membara. "Belok kan mobil nya!" perintah Arzan dengan suara dingin nya.
Tanpa di sadari oleh Jova, kini Arzan dan Aarav sudah berdiri di belakang gadis itu hingga membuat Melvin ketakutan dengan tatapan tajam yang di berikan oleh Arzan.
"Kau kenapa Melvin?" tanya Jova kebingungan.
"A-anu,...anu...di belakang mu!" ujar Melvin merasa gugup. Secara refleks Jova menoleh ke arah belakang dan mendapati suami nya sedang berdiri dengan sorot mata tajam.Bukan nya takut, Jova malah menunjukkan sikap acuh nya hingga membuat suami nya geram dan langsung menarik tangan gadis itu menuju mobil.
Melvin yang melihat hal itu tidak bisa melawan karena pria itu terlalu cupu. Di dalam mobil, Arzan hanya diam saja tanpa mengeluarkan sedikit suara. Aarav yang sedang mengemudi mobil serasa ingin menabrakan diri saja. Ternyata mereka pergi ke kantor, Arzan langsung menarik tangan istri nya keluar dari dalam mobil kemudian mengajak nya masuk ke dalam ruangan kerja nya yang berada di lantai sembilan.
Semua karyawan perempuan yang melihat nya merasa iri dan cemburu ketika Arzan menggenggam tangan wanita itu. Masih tetap sama, sikap Arzan yang diam tanpa suara ketika berada di dalam lift sama sekali tidak membuat gadis itu takut. Bahkan dengan santai nya Jova membuka ponsel milik nya.
Sesampainya di ruangan, Arzan mengajak Jova masuk ke dalam ruangan pribadi mulik nya dan langsung menguci pintu. Arzan langsung merampas ponsel milik istri nya lalu membanting nya hingga hancur berkeping-keping. Tentu saja Jova syok, gadis itu berlari memungut ponsel nya yang sudah hancur.
"Apa yang kau lakukan? kenapa kau merusak ponsel ku?" tanya gadis itu tidak terima.
"Kau istri ku, lalu kenapa kau malah makan dengan pria lain?" tanya pria itu dengan suara tinggi nya.
Bukan nya menjawab, gadis itu justru tertawa mengejek suami nya sendiri. "Lalu, jika aku istri mu dan makan di luar bersama laki-laki lain, apa kau berhak melarang ku?" tanya nya membuat Arzan semakin naik pitam.
Pria itu tanpa sadar mencengkram leher istrinya hingga membuat gadis itu kesulitan untuk bernafas."Kita menikah memang tidak saling mencintai. Tapi, aku paling benci jika ada seorang wanita yang sedang bersama ku juga sedang bersama orang lain...!" ucap Arzan dengan emosi.
Jova menendang Arzan hingga membuat pria itu melepaskan cengkraman nya. Jova terbatuk-batuk, gadis itu menarik ulur nafasnya. "Tuan Arzan yang terhormat, jika kau melarang ku dekat dengan laki-laki selain diri mu. Lalu bagaimana dengan diri mu yang bergandengan tangan sangat mesra dengan seorang wanita di luar sana? apa itu adil bagi ku?" tanya Jova tidak takut sama sekali.
Mata Arzan sedikit melebar, pria itu bingung dengan ucapan Jova. "Apa maksud mu?" tanya pria itu dingin.
Jova tertawa, tapi kali ini tawa nya di iringi air mata. Rasa nya sakit, cengkraman Arzan berbekas di leher nya. "Jangan pura-pura bodoh atau berlaga sebagai laki-laki pecundang. Kemarin, aku bahkan melihat dengan sangat jelas kau masuk ke sebuah restoran dengan menggandeng tangans seorang wanita bahkan kau menyuapi nya makan dengan sangat mesra. Lalu, di mana letak kesalahan ku? sebelum kau menilai diri ku ini, alangkah baik nya kau menilai diri mu sendiri." ujar Jova panjang lebar. Gadis itu pada akhirnya membuka pintu dan mengacuhkan Arzan yang sedang mencerna setiap kata-kata istri nya.
Setelah sadar, Arzan sudah tidak mendapti Jova di dalam kamar nya bahkan gadis itu juga tidak ada di ruangan kerja nya. Arzan panik, pria itu keluar dari ruangan nya.
"Di mana Jova?" tanya Arzan pada Aarav yang sejak tadi menunggu di meja Sekretaris nya.
"Pergi...!" jawab singkat Aarav dan bingung dengan apa yang terjadi. Tanpa menghiraukan Aarav dan Sekretarisnya, Arzan langsung pergi menyusul Jova.
Namun sayang, gadis itu seperti memiliki langkah seribu yang bahkan jejak nya saja tidak bisa di temukan oleh Arzan. Pria itu mulai panik, mencari Jova kesana kemari. Arzan telah menyesal berbuat kasar pada gadis itu.
Panas nya matahari serasa membakar kulit, Jova memilih pergi ke danau yang berada di tengah kota. Duduk bersandar di pohon rindang dan besar sambil mengusap lehernya yang masih sakit.
Sedangkan Arzan mencoba menghubungi nomor milik istri nya, namun Arzan lupa dan langsung mengumpat pada diri nya sendiri karena pria itu telah menghancurkan ponsel milik istri nya sendiri.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!