Yana baru saja selesai mandi, tubuhnya dia hempaskan begitu saja di atas sofa. Lelah sekali hari ini, seharian dikampus dan bekerja paruh waktu membuatnya kelelahan. Tapi semuanya harus dia jalani. Hidup di negeri orang menuntutnya banting tulung untuk bertahan hidup.
Tangan Yana meraih remote tv dimeja, jam dinding menunjukkan pukul 10.00 malam waktu Seoul. Dinyalakannya tv di ruang tamu milik Yana. Apartement yang sederhana dengan satu kamar yang langsung terhubung dengan ruang tamu sekaligus ruang tv, kemudian dapur kecil.
Yana mencoba mencari saluran tv yang sesuai dengan seleranya, acara malam biasanya di hiasi oleh drama ataupun variety show, tiba-tiba pergerakan tangannya terhenti pada satu saluran yang sedang menayangkan konferensi pers dari salah satu agensi besar di Korea, IM Intertainment.
“Breaking news malam ini datang dari IM Entertainment yang mengadakan konferensi pers terkait bubarnya boygrup asuhannya, DAMN!. Alasan dari bubarnya boygrup yang tengah naik daun ini adalah hengkangnya salah satu member karena pelanggaran kontrak. DAMN! Sendiri beranggotakan tiga member, Max sebagai lead grup, lead vocal, dan lead dance, member kedua ada Gongmin yang memegang rap dan dance, kemudian member termuda Antony sebagai lead vocal, memutuskan untuk membubarkan DAMN!. Gongmin adalah member yang dikeluarkan dari IM Entertainment karena dianggap melanggar kontrak dan membahayakan dua anggota lain. Dua member yang tersisa akan melanjutkan karir solo masing-masing di bawah naungan IM Entertainment. Alasan pelanggaran kontrak ini belum diketahui secara jelas, perwakilan agensi memohon agar para DAMNTit nama fandom dari DAMN! Untuk tetap mendukung idolanya walaupun sudah tidak lagi dalam grup. Sekian breaking news malam ini, sampai bertemu lagi. Selamat malam..”
Mulut Yana terbuka lebar, berita yang dia dengar sukses membuatnya membatu. Dia kenal salah satu nama yang disebutkan pembaca berita tadi, bahkan sangat mengenalnya. Setelah memastikan kesadarannya kembali, Yana segera mengambil ponselnya yang dia letakkan di atas kasur.
Baru saja dia hendak menelpon, ponselnya sudah berbunyi duluan. Sontak hal itu membuat Yana terkejut dan refleks mengangkatnya tanpa sempat membaca siapa yang menelpon.
“Halo.. Yana disini..” Sapanya.
“Hmm.. ini aku..” Jawab orang diseberang.
Ting tong ting tong
Fokus Yana seketika terpecah antara suara telpon dan suara bel pintunya.
“Kamu ada tamu tuh.. buka dulu sana..” Titah orang yang ada di dalam telpon.
“Iya.. sebentar ya..” Jawab Yana berlari menuju pintu masih memegang ponselnya.
“Siapa?” Ucap Yana membuka pintu. “Max..” Pekiknya melihat sesosok pria yang menggunakan masker lengkap dengan topi hitamnya.
“Hai...” Senyum Max merekah di balik maskernya melihat Yana di ambang pintu.
“Kamu...” Yana terbata-bata, laki-laki ditelpon itu berdiri didepannya.
“Aku rindu kamu..” Tutur Max menghambur masuk kemudian duduk di sofa, secepat kilat.
Yana melihat sekitar apartementnya, dia takut ada orang yang melihat jika Max masuk ke dalam rumahnya. Bukannya dia takut akan pandangan orang yang melihatnya, Yana hanya takut jika orang-orang sekitar mengetahui yang masuk adalah Max, leader DAMN! Yang baru saja diberitakan di tv.
Mata Yana menatap nanar pria yang tengah duduk di sofanya. Inilah rahasianya, rahasia terbesar dalam hidupnya. Entah dia harus bahagia atau sedih menyimpan rahasia hidupnya itu.
“Kenapa ga kasih tahu dulu kalau mau kesini.. kalau ada Jieun disini bagiamana? Kamu mau membongkar hubungan kita?” Nada Yana sedikit marah. Pria yang duduk di sofanya itu bagaikan buah simalakama. Sangat berbahaya untuknya.
Max diam, tubuhnya dia sandarkan di sofa. Matanya terpejam.
“Kamu ga papa? Aku tadi dengar berita..” Ucap Yana berjalan mendekati Max. Tiba-tiba tangannya di tarik oleh tangan Max dan..
Brukkkk
Tubuh Yana mendarat sukses di atas dada Max. Tangan pria itu memeluk erat tubuh Yana. Perlakuan Max itu sontak membuat Yana terkesiap, dengan cepat Yana bangun dari posisinya sekarang. Terlalu dekat dengan Max membuat jantungnya berdebar tak beraturan. Dada bidang Max sangat tidak baik untuk kesehatan jantung.
“Max sakit...” Keluh Yana sembari membenarkan posisi tubuhnya.
“Aku lelah.. jangan bicarakan berita itu lagi..” Ucap Max membenamkan kepalanya di dada Yana, tangannya pun melingkar di perut Yana yang duduk diselahnya.
“Iya iya.. istirahatlah.. lupakanlah semuanya.. akan ada aku yang selalu mendukungmu Max..” Tangan Yana mengelus kepala Max. Pria tampan ini, Max. Ketika Max merasa lelah, dia akan langsung menghambur ke pelukan Yana. Hubungan rahasia inilah yang membuat Yana tersiksa, dia selalu memikirkan reaksi orang-orang jika tahu hubungannya dengan idol pria yang punya puluhan ribu penggemar baik di Korea atau di luar negeri.
Kepala Max terbenam di atas dua buah dada Yana, dua milik Yana inilah yang selalu sukses membuat lelahnya sirna. Hari ini adalah hari yang sangat panjang bagi Max. Pagi-pagi buta tadi dia sudah dikejutkan dengan pengeluaran teman satu grupnya Gongmin, karena dianggap melanggar kontrak. Max sama sekali tidak tahu apa yang terjadi, semuanya serba mendadak untuknya. Siangnya dia harus ke kantor agensi karena ada meeting untuk debut solonya. Lagi-lagi hal itu membuat dirinya terkejut. Kemudian malamnya dia harus mengikuti konferensi pers dari agensinya terkait pengumuman pembubaran DAMN! Grupnya. Berkali-kali dia mencoba menghubungi Gongmin tapi nomornya tidak bisa dihubungi, ada apa ini sebenarnya? Otaknya frustasi, tubuhnya belum bisa menerima itu semua. Hal yang dia butuhkan sekarang adalah Yana, wanitanya. Setiap Max mengalami kesulitan, hanya Yana lah seorang yang bisa menenangkan jiwa dan pikirannya.
Bersambung....
“Max.. jangan..” Yana menjerit pelan ketika dia merasakan tangan Max yang telah masuk ke dalam piyama yang dia gunakan.
Yana mencoba untuk menahan suaranya agar tidak keluar ketika tangan Max telah masuk kedalam celana tidurnya. Namun nalurinya berkata lain, suara desahannya lolos begitu saja dari mulutnya. Suara desahan pelan itu yang membuat Max semakin terbakar hawa nafsu.
“Buat aku tenang sayang.. aku butuh kamu..” Bisik Max di telinga Yana. Kini posisi wajahnya berada di depan Yana, hanya berjarak satu jengkal. Matanya bisa menatap mata coklat Yana, mata yang teduh, mata itulah yang membuatnya jatuh pada pesona Yana untuk pertama kalinya.
Yana mengangguk tanda pengiyakan permintaan Max. Menolakpun percuma, berkali-kali dia mencoba untuk menghindari, namun semakin kesini dia semakin terperangkap dalam hidup Max. Entah sejak kapan, bahkan mereka berdua tidak memiliki hubungan apa-apa, suami-istri bukan, tunangan bukan, pacaran juga bukan.
Jadi apa yang pantas untuk hubungan mereka? Simbiosis mutualisme? Hubungan saling menguntungkan? Ah.. Hati Yana terasa sakit jika memikirkannya. Sesungguhnya, hatinya sangat mencintai Max. Dirinya sangat takut hanya untuk sekedar bertanya bagaimana perasaan Max padanya. Yana takut jawaban Max tidak sesuai dengan harapan Yana, yaitu menjadi kekasih Max.
“Max..” Yana kembali berteriak ketika tangan Max berhasil mengoyak piyama yang dia kenakan. Kancing berhamburan dan piyama itu telah tergelatak di lantai.
“Mau disini apa di ranjang?” Ucapnya disela-sela gigitannya di payudara Yana, gigitan yang meninggalkan kissmark, tanda kebiruan miliknya.
“Terserah.. ” Jawab Yana terbata-bata. Tubuhnya tak mampu lagi dia kendalikan. Sentuhan Max membuatnya mabuk kepayang.
Max mengangkat tubuh Yana, kakinya melangkah menuju kasur Yana dibelakang sana. Bibirnya terus saja menciumi setiap jengkal tubuh Yana. Max meraup semua keharuman tubuh Yana, Max tidak ingin meninggalkan sekecil apapun. Bibir Max sekarang berpindah ke area bibir merah Yana, bibir ini juga salah satu bagian yang disukai Max. Bibir yang terasa manis ketika dilumat. Lilitan, hisapan dan ciumannya membuat Yana kehabisan nafas, tidak mampu mengimbangi Max.
“Sayang kamu keluar banyak.. bahkan aku belum apa-apa..” Ucap Max menggoda Yana.
Yana menutup wajahnya karena malu, dia yang selalu kalah duluan. Bahkan sebelum Max memulai permainan, Yana sudah mencapai pelepasannya.
“Jangan tutup wajahmu.. aku suka melihat rona merah diwajahmu..” Titah Max.
“Sayang...”
Max akan memanggil Yana ‘sayang’ ketika diatas ranjang. Ucapan-ucapan sayang itu membuat gairahnya terbakar. Apalagi jika Yana memanggil namanya, gairah Max pasti akan berkobar-kobar.
“Max pelan.. sakit..” Yana merasakan nyeri di inti bawahnya. Tidak biasanya Max bermain kasar seperti ini, walaupun ini bukan yang pertama mereka lakukan, namun permainan kali ini Yana merasa kesakitan.
“Sebut namaku sayang.. panggil namaku..”
“Jungwoo..” Aluna menggumamkan nama asli Max, Jungwoo, Han Jungwoo. Max suka jika Yana menyebut nama aslinya ketika bercinta.
“Yana!” Pekik Max ketika cairannya menyembur memenuhi rahim Yana. Tubuhnya langsung terkulai diatas tubuh Yana. Nafasnya tidak beraturan, peluh bercucuran dari tubuhnya.
Air mata mengalir dari sudut mata Yana. Yana selalu menangis setelah dia menyerahkan tubuhnya pada Max. Max lah orang pertama untuk Yana, semuanya. Max adalah pria yang pertama memeluknya selain ayah atau adiknya, Max lah ciuman pertama Yana, bahkan Max orang yang pertama untuk segala-galanya.
Sedangkan Max? Mungkin Yana bukanlah yang pertama. Seorang Max yang digilai hampir seluruh anak gadis di seluruh dunia tidak mungkin melakukan pertama kali dengan Yana, pasti Max sudah biasa melakukannya dengan gadis manapun yang diinginkannya. Sebenarnya Yana tidak pernah bertanya pada Max. Entahlah. Yana takut menanyakannya, Yana takut jika dia bertanya macam-macam kepada Max, Max akan meninggalkannya.
Sinar matahari masuk menerobos jendela yang sedikit terbuka. Mata Yana mengerjap pelan, pandangannya masih kabur. Bola matanya sedang menyesuaikan cahaya di ruangannya. Tubuhnya menggeliat pelan, rasanya sangat lelah sekali. Dia ingat jika semalam bukan hanya sekali, namun beberapa kali Max mengganggu tidurnya. Max menyerangnya tanpa ampun. Tubuhnya remuk redam karena ditindih Max semalaman. Dengan segala kekuatannya Yana mencoba untuk bangun dan duduk diatas kasurnya. Matanya menyapu pemandangan sekitar. Seperti biasanya, Max sudah pergi sebelum dia bangun.
Mata Yana menatap tajam pada secarik kertas di atas meja riasnya. Perlahan kakinya turun dari kasur dan berjalan mendekati kertas putih tersebut.
Aku akan ke Jepang beberapa hari untuk rekaman MV soloku. Aku tinggalkan kartu ATM untukmu. Belilah makanan enak dan pakaian yang bagus. Aku lihat tubuhnya tambah kurus, aku tidak mau kamu sampai sakit. Sampai bertemu lagi.
Max.
Di belakang secarik kertas itu ada kartu ATM berwarna black dengan tulisan No Limit. Semacam iniah hubungan Yana dengan Max. Hubungan saling menguntungkan. Namun sepeserpun uang pemberian Max tidak pernah disentuh oleh Yana. Yana tulus mencintai Max. Hatinya sakit ketika Max tidak menyadari perasaan Yana. Yana tak ubahnya seorang pelacur, wanita jalang. Wanita pelampiasan Max kemudian ditinggal pergi dengan segunung uang. Semiskin-miskinnya Yana, dia tidak pernah berniat menjual tubuhnya pada Max. Yang dia berikan pada Max adalah bukti cintanya. Namun, sudahlah.. Yana tidak ingin terlalu berharap pada Max. Bisa melihat Max saja Yana sudah bahagia.
“Kapan kamu akan menyadari perasaanku Max? Aku mencintaimu..” Gumam Yana dengan air mata bercucuran.
Pandangan Yana menerawang jauh pada saat pertemuan pertama kali dia dengan Max, idol yang disukai oleh seluruh gadis di Korea.
Bersambung...
Flashback ON
Bilyana Athena Queen, mahasiswa tingkat tiga di Seoul National University jurusan manajemen bisnis tengah berlari menuju ruang kelasnya. Hari ini dia bangun kesiangan, teman satu kamarnya Jieun sudah berkali-kali membangunkannya namun saking lelahnya, tubuh Yana tidak merespon. Bukan salah Song Jieun jika Yana terlambat, Yana memang susah bangun pagi ketika dia mendapatkan kerja sambilan di percetakan buku. Kerja paruh waktu di percetakan buku itu gajinya lumayan banyak, namun menyedot hampir tiga perempat tenaga Yana. Tidak setiap hari memang Yana bekerja paruh waktu disana, Yana akan bekerja ketika weekend saja. Maka ketika awal minggu, Yana pasti tidak mampu bangun pagi saking capeknya.
Untung saja ketika Yana masuk kelas, dosen belum datang. Jika Yana ketahuan terlambat lagi, bisa tamatlah riwayatnya. Beasiswanya pasti akan dicabut, dan otomatis Yana harus kerja ekstra mencari uang untuk membiayai
kuliah dan hidupnya selama di Korea.
Tiga tahun lalu seorang gadis berusia 18 tahun dengan nekatnya menginjakkan kaki di Incheon Airport dengan menyeret satu koper berwarna pink. Tekadnya bulat ketika hidungnya menghirup udara Kota Seoul untuk pertama kali. Yana dengan keteguhan hatinya berangkat ke Korea Selatan untuk kuliah dengan uang tabungan yang dia kumpulkan sejak dia masih SMP. Dimulai dari ketertarikannya menonton drama Korea hingga mengidolakan Rain di drama Full House, Yana bertekad untuk mendatangai dan menaklukan tanah yang penuh dengan para idol dan artis papan atas di Asia.
Sekarang disinilah Yana, di dalam ruang kelas dengan dosen yang sedang menjelaskan materi hari ini. Satu tahun lagi Yana akan menyelesaikan studinya di negeri gingseng. Sungguh Yana tak mengira dia akan mampu bertahan selama ini dengan penghasilannya sendiri. Ketika Yana mengutarakan maksud pada orang tuanya untuk kuliah di Korea, orang tuanya hanya mampu memberikan saku do’a pada Yana. Pasalnya keluarga Yana tergolong keluarga
yang sederhana, ayahnya adalah buruh pabrik sedangkan ibunya adalah penjahit, penghasilan orang tua Yana hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari, apa lagi Yana masih punya tiga adik. Untuk biaya sekolah adiknya saja kadang pinjam tetangga, apalagi untuk membiayai kuliah Yana ke luar negeri, orang tuanya pasti tidak sanggup. Nah bermodalkan sedikit tabungannya dan tekad yang kuat berangkatlah Yana ke Korea Selatan.
“Hah.. capeknya..” Gerutu Yana menjatuhkan kepalanya ke meja. Mata kuliah terakhir tidak mampu lagi direspon oleh otak Yana. Tubuhnya sangat lelah sekali.
“Hai mau makan bareng?” Suara itu menyadarkan Yana, seketika dia menoleh.
“No thanks.. aku harus segera pulang, pekerjaan edit majalahku belum selesai. Deadlinenya dua hari lagi bayangkan.. aku lelah sekali.. Taejoon.. aku rasanya ingin mati saja..” Ucap Yana kepada teman akrabnya di kelas Park Taejoon. Taejoon walaupun dia laki-laki, dia adalah orang pertama yang mau berteman dengan Yana. Teman-teman satu kelas Yana memandang Yana dengan sinis ketika pertama kali masuk kuliah, mereka tak suka akan kehadirannya. Entahlah..
“Hai ayolah.. ini baru jam 7, setelah makan langsung pulang janji.. ajak Jieun juga..” Bujuk Taejoon.
“Ajak saja Jieun sendiri.. aku harus segera pulang..” Yana menolak ajakan Taejoon. Taejoon menyukai Jieun, tapi Taejoon takut mengutarakan perasaannya pada teman satu kamar Yana. Padahal jika dilihat-lihat, Taejoon sanngat cocok dengan Jieun, namun Jieun hanya menganggap Taejoon sebagai teman biasa.
“Ayolah Yana, Jieun tidak akan mau kalau tidak ada kamu..” Bujukan Taejoon berubah menjadi rengekan.
“Jangan hari ini, lain kali aku mau.. aku akan mengajak Jieun, janji..” Jawab Yana. Dia benar-benar tidak bisa hari ini. Pekerjaannya menumpuk dirumah, selain bekerja di percetakan buku ketika weekend, Yana juga menjadi penyunting majalah ekonomi bisnis. Walaupun gajinya tidak banyak, pekerjaan ini membuat Yana seperti belajar bisnis tanpa harus kuliah.
“Ok aku pegang janjimu Yana..” Ucap Taejoon pergi meninggalkan Yana.
Meja yang keras bak kasur king size kualitas premiun bagi Yana, matanya sangat ingin terpejam barang satu menit saja, namun hatinya berkata lain. Otaknya menggerakkan tubuhnya dengan sendirinya, kakinya berjalan meninggalkan ruang kelas yang telah sepi ditinggal penghuninya.
Bus terakhir sudah lemat beberapa menit yang lalu. Yana merutuki nasibnya sendiri, kenapa Tuhan memberikan cobaan yang sangat berat untuknya. Padahal Yana hanya ingin cepat sampai rumah kemudian menyelesaikan pekerjaannya dan segera tidur.
“Ah sial!” Yana menghempaskan nafas kesal. “Hari senin hari yang terkutuk!” Umpatnya dalam hati. Yana memang sangat membenci hari senin, hari senin adalah hari dimana dia harus bangun pagi dan pulang malam hari karena jadwal kuliah yang padat hari itu.
Karena bus terkahir sudah lewat, mau tidak mau Yana harus berjalan kaki untuk pulang kerumah. Kenapa tidak naik taksi? Yana terlalu miskin untuk membayar ongkos taksi.
Matanya membulat menatap jalanan kota Seoul yang seperti tak pernah tidur. Yana duduk sebentar di halte bus. Dia terus saja menatap layar yang sangat lebar di atas sebuah gedung. Disana ditampilkan album terbaru dari boygrup idola yang sedang naik daun di Korea, DAMN!. Judul lagu andalan mereka adalah ‘sorry’. Hampir setiap sudut jalan di Seoul terpampang poster DAMN! Yang mempunyai tiga member. Lagu-lagu mereka setiap hari diputar di radio, tv, atau papan-papan iklan elektronik di tengah kota. Luar biasa!
“Enaknya jadi mereka, tinggal jual tampang dapat banyak uang. Sedangkan aku harus memeras keringat siang malam hanya cukup untuk bayar kuliah dan makan. Huft..” Runtuk Yana lagi. “Kalau jadi pacar artis bagaimana ya rasanya? Hmmm...” Lanjutnya lirih.
“Sudahlah Yana, sadar diri. Orang sepertimu tidak akan dilirik oleh siapapun.. boro-boro jadi pacar artis, punya pacar orang biasa aja mustahil..” Ucap Yana sembari bangkit dari duduknya.
Yana berlari menuju zebra cross yang waktu menyeberang tinggal beberapa detik lagi. Dia memacu larinya ketika mendengar mesin menghitung itu berkedip, itu artinya waktunya hampir habis. Pandangan Yana sedikit kabur ketika dia mempercepat langkah kakinya, nafasnya tak beraturan, semakin cepat dia berlari semakin cepat juga dia kehabisan nafas. Bunyi klakson dan sorot lampu mobil membuat kepala Yana berputar-putar, tiba-tiba..
Brukkk
Tubuh Yana ambruk, semuanya menjadi gelap.
“Hei bangun.. hei...”
Suara pria. Suara itu terdengar sayup-sayup oleh Yana, namun kesadarannya hilang total setelahnya.
Bersambung....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!