NovelToon NovelToon

Selimut Tetangga Di Perantauan

prolog

Hidup adalah pilihan, Seperti apa yang kita jalani saat ini. Itu adalah salah satu ujung dari pilihan kita sendiri, bukan karena orang lain.

🍃

🍃

🍃

Sebuah kisah, tentang kesetiaan yang di uji. Seorang perantauan yang bekerja sebagai seorang operator alat berat di sebrang pulau.

Meninggalkan keluarga kecilnya yang berada di pulau Jawa.

Adam Riansyah pria berusia 32 tahun ini adalah seorang pria suami sekaligus Ayah penyayang keluarga.

Dia termasuk yang jarang berbicara pada sebarang wanita selain yang benar-benar ia sukai. Karena baginya, kesetiaan adalah harga diri yang mesti ia jaga.

Benar, sesuai apa yang ia tekankan sebagai pedoman hidup. Adam adalah pria yang berpegang teguh pada kesetiaan. Terbukti selama merantau, dimana ketika teman-temannya mengajak dia untuk jajan dalam tanda kutip demi memenuhi hasrat mereka. Adam justru lebih memilih untuk berdiam diri di mes. Dan melakukan panggilan telepon Vidio dari salah satu aplikasi chat nya bersama sang istri dan anak di sebrang pulau.

Dan apakah selama pernikahan Mereka tidak pernah ada konflik rumah tangga?

Tentu masalah-masalah kecil rumah tangganya tetap ada. Selayaknya pasangan yang berhubungan jarak jauh, sudah pasti mengalami banyak problem yang menjadikan hal kecil bisa menjadi besar. Seperti saat dimana sang istri Nesa mulai jarang menerima panggilan teleponnya sebab kesibukan wanita karier itu di sana.

Sehingga beberapa kali membuatnya mengabaikan telfon Adam. Walau setelahnya Nesa akan mengirim pesan chat dengan kata-kata yang diperhalus agar Adam tidak lebih marah lagi padanya.

Nesa adalah istrinya yang sebelum ini sudah menjalin hubungan pacaran dengannya selama lima tahun. Lantas dinikahi Adam dua tahun kemudian, karena Nesa juga harus merampungkan studinya dan kini bekerja sebagai seorang teller Bank.

Dari hasil pernikahannya itu dengan Vanesa, yang sekarang menginjak angka empat tahun tiga bulan. Mereka sudah di karuniai seorang anak perempuan bernama Aqila, yang sangat ceria berusia sekitar tiga tahun.

Sejauh ini Hidup mereka terbilang sempurna. Adam yang tampan dan baik, Nesa yang cantik dan lemah lembut, serta Aqila yang aktif dan cerdas. Keluarga mereka juga berkecukupan, bahkan jika Nesa tidak bekerja pun. Mereka sudah cukup.

Hingga suatu ketika, Adam mendapatkan tugas di salah satu Mega proyek bandara yang baru saja di bangun.

Adam bertemu dengan seorang janda yang luar biasa baginya. D Andini, wanita yang terkenal ramah, dan cantik. Namun sangat sulit di dekati oleh teman-temannya.

Karena janda bernama Andini itu adalah wanita tangguh yang memiliki pengalaman pahit juga di pernikahannya yang sebelumnya. Dimana dia tidak pernah di nafkahi oleh suaminya. Sementara sang suami malah justru asik bermain judi online, bahkan tak jarang berlaku kasar serta mengambil uang tabungan untuk anak mereka. Itu sebabnya dia masih sangat trauma untuk kembali berlayar dalam sebuah bahtera rumah tangga.

Ya... Dia Andini Lestari seorang penjual nasi bungkus di salah satu bedeng dekat proyek.

tidak hanya satu dua orang pekerja yang mengajaknya menikah sirih.

Namun dia selalu menolak ajakan itu dengan prinsipnya bahwa ia tidak ingin menjadi madu siapapun.

Kedekatan Adam dan Andini berawal dari masalah antara pria itu dengan sang istri. Yang berujung pada curhatan kecil. Hingga memunculkan rasa nyaman di antara keduanya.

Bukankah, cinta memang halus. Datang tanpa aba-aba?

Hingga rasa lain itu muncul semakin dalam. Adam mulai bimbang. Karena kekagumannya terhadap Andini, mulai berubah menjadi cinta.

Sama halnya dengan Andini, yang mulai menyadari. Desir halus di hatinya. Namun bedanya gadis itu masih bisa menahan rasa didadanya itu agar tidak di sadari Adam.

Seperti pada prinsip awal, dia tidak ingin menghancurkan rumah tangga orang lain hanya karena ego sesaat.

Cinta terlarang itu hanya mereka sembunyikan di benak masing-masing, sehingga suatu ketika Adam mulai benar-benar merasa tidak bisa menahan perasaannya terhadap Andini. Dia pun mengajak Andini untuk menikah siri diam-diam.

Wanita itu tercengang...

Dia pikir Adam akan berbeda, sehingga membuatnya memilih untuk menjauh dari Adam.

Akankah cinta terlarang itu berlanjut? Karena Andini pun juga sebenarnya menyukai Adam, terlebih dengan usaha Adam yang benar-benar membuatnya tidak sanggup untuk terus menghindar darinya.

******

Hai... Aku picisan imut.

Aku ingin kasih tau sedikit.

Karena Kisah ini terinspirasi dari kisah nyata... Dimana saya sudah izin ke narasumbernya.

Semoga bisa menjadi pelajaran untuk kita ya... Itu aja sih hikmah yang akan ku angkat di novel ini.

Semoga kalian suka ya.... 🤗🤗 Happy reading kawan-kawan.

cinta untuk istri ku Vanesa.

Warning...!!!

Di bawah ada bacaan 21+ bisa skip bagi yang nggak nyaman. walaupun nggak terlalu vulgar.

selamat membaca. 😊😊

.

.

.

Malam yang begitu sunyi di temani suara jangkrik dan serangga malam yang lainnya. Adam baru saja pulang dari rumah orang tua Nesa, setelah pagi tadi berlibur ke salah satu tempat wisata. Yang terletak tidak terlalu jauh.

Sebelum besok laki-laki berusia tiga puluh dua tahun itu kembali terbang ke pulau sebrang, demi melaksanakan tugasnya.

Mobil Adam berhenti di depan rumah, dengan deru mesin terakhir sebelum di matikan. Dia menoleh dan mengusap kepala Nesa dengan lembut.

Sementara sang istri hanya tersenyum, adapun Adam langsung membalas itu sebelum menoleh kebelakang. Tempat puterinya yang Bernama Aqila sedang tertidur pulas di cabin tengah.

"Anak itu lelah sekali, sepertinya," kata Adam masih dalam posisi menoleh kebelakang.

"Jelas dia lelah, Mas. Saat di sana, dia banyak berlarian ke sana - ke mari." Nesa menanggapi, yang di timpali tawa gemas suaminya pada puteri semata wayang mereka. "Dia nampak bahagia sekali. Bisa berwisata bersama ayahnya. Mungkin, Aqila ingin memuaskan waktu bersama Ayahnya yang besok akan berangkat."

Nesa memajukan bibirnya, mendadak Dia sendiri pula jadi lesu. Sebenarnya satu bulan suaminya di rumah itu tidaklah cukup, sehingga rasa ikhlas ketika suaminya akan pergi kerja pun berkurang.

"kenapa pula ini?" tanya Adam sambil menarik hidung Nesa. Wanita cantik itu gegas memeluk lengan kekar suaminya. Serta menyandarkan kepalanya di bahu.

"Mas! Rasanya aku tuh ingin. Mas, kerja di pulau Jawa saja. Biar nggak makan waktu berbulan-bulan buat kita bertemu."

Adam tersenyum. "Memang kamu pikir. Mas tidak pernah menginginkan kerja yang dekat, apa? Mas itu juga pengenya membersamai kalian. Namun mau bagaimana lagi, ini sudah jalan kita. Lagi pula bisa kerja di tempat itu susah, loh. seharusnya kita bersyukur." Mengecup kening Nesa, sambil tangannya melepaskan seat belt nya.

"Turun dulu yuk, nanti sambung obrolan kita di kamar," ajak Adam, seraya keluar dari dalam mobilnya.

Entah mengapa Nesa merasa berat sekali Melepaskan suaminya saat ini, tak sepeti biasanya. Mungkin karena lokasi yang semakin jauh dari kota, serta tempat yang sedikit terpencil. Belum lagi suaminya akan lebih lama untuk kembali, tidak seperti sebelum-sebelumnya.

Nesa meraih tasnya dan keluar dari dalam mobil itu, membantu membukakan pintu rumah untuk suaminya yang tengah menggendong Aqila.

"Kunci sekalian mobilnya, sayang. Sama pintu rumah, ya. Mas ingin ke kamar mandi, nih. Kebelet," titah Adam seraya masuk dengan langkah sedikit terburu-buru, meninggalkan Nesa yang gegas mengiyakan.

Komplek perumahkan sudah terlihat sepi. Karena waktu menunjukan pukul sebelas wajarlah jika tidak ada lagi orang berlalu lalang di jalan yang tertata rapi itu. Nesa gegas menutup pagar besi itu, tak lupa mengemboknya kuat. Setelahnya sambil melangkah. Wanita dengan tubuh ramping berbalut dress hijau sage sebatas lutut yang di timpa cardigan putih langsung menekan tombol kunci mobilnya yang di akhiri menutup pintu rumah dan menguncinya.

———

Di dalam...

Nesa sudah mengganti dressnya dengan busana seksi yang sedikit menerawang. Tubuh mungil dan mulus itu nampak semakin sempurna terlihat dari bawah sorot lampu kamar. Di depan cermin, sehabis membersihkan tubuhnya, wanita dengan model rambut menggelombang itu langsung duduk di atas kursi rias. Menyisir pelan sambil bercermin. Sementara sang suami sedang berada di dapur mengambil air mineral.

"Waaaaaaah—" suara bersyarat godaan terdengar dari bibir pintu kamar. Adam geleng-geleng kepala sambil melihat lekuk tubuh isternya yang sudah menggugah syahwat. Nampak Nesa sedang tersenyum dari pantulan kaca menanggapi godaan sang suami.

Di tutupnya pintu kamar mereka tak lupa pria itu menguncinya rapat. Latas mendekatkan wajahnya pada ceruk leher yang putih dan bersih itu.

"Hmmmmm, harum," puji Adam sambil menikmati aroma tubuh istrinya yang amat menggairahkan. Buru-buru pria itu merengkuh pinggang dengan kedua tangannya lantas mengangkat tubuh Nesa agar segera berdiri.

"Mau langsung, nih?" cibir Nesa yang tubuhnya sudah mulai digrayangi Adam. Laki-laki itu tak menjawab. Sebab sibuk menyesap bagian kenyal di dada isterinya. ******* halus pula terdengar manakala sang suami semakin liar memberikan jejak merah di dada.

"Kamu kok semakin cantik saja sih." Puji Adam.

Cardigan tipis yang menutupi lingeri Seksi Nesa telah tanggal. Adam langsung melepaskan atasanya sebelum mengangkat tubuh Nesa membawanya ke atas ranjang.

"Puasin ya malam ini. Harus tahan kamunya," bisik Adam di dekat telinga Nesa sambil terus mencumbu isterinya tanpa henti.

"Nggak janji, Mas..." Nesa sudah mulai memejamkan matanya sambil tersenyum. Ia tak mampu lagi banyak bicara, selain suara ******* yang terus keluar dadi bibir mungilnya.

"Mas?" Panggil Nesa, diiringi ******* kecilnya. Di kala sang suami mulai bermain. Bergerak konstan dalam area kenikmatan mereka.

"Emmm?"

"Aku ingin berpesan sesuatu padamu," lirihnya.

"Apa sayang? Izinkan aku selesaikan dulu, ya," pintanya lembut. Adapun Adam sendiri sudah paham. Pesan apa yang akan di sampaikan Nesa. Karena itu rutinitasnya jika Adam hendak bekerja.

Setelah selesai permainan pertama. Tubuh Adam ambruk, dengan nafas terengah. Juga keringat yang membasahi tubuh keduanya. Vanessa tersenyum mengucapakan terima kasih atas nafkah batinnya.

"Mas...'"

"Iya, Nessa—" mata Adam terpejam. Menghalau lelah setelah bermain panas.

"Aku ingin bicara!" Wanita yang masih polos itu merubah posisi tengkurap di sisi Adam.

"Kau tidak suka pengkhianatan! Itu kan yang mau Kau sampaikan?" Adam menyela, yang di ikuti tawa renyah Vanessa. "Mas hafal itu."

"Suamiku adalah pria yang memiliki daya ingat kuat. Ku harap Kau tak amnesia saat sampai di rantau," kekehnya sambil menyandarkan sebelah wajahnya di dada bidang itu. Gerakan dada Adam dirasakannya. Sang suami tertawa tanpa suara, sambil tanganya mengusap punggung polos isterinya.

"Memang, selama ini, Mas pernah mengkhianati mu? Kau 'kan tahu. Mas bukan tipe pria yang mudah kepincut wanita lain."

"Iya aku percaya, tapi 'kan? Yang namanya khilaf bisa saja terjadi?"

"Nesa..." Adam merubah posisi tidurnya. Adapun Nessa langsung berpindah juga. Miring, saling berhadapan. Dengan lengan Suaminya sebagai bantalan. "Mas ini hanya tercipta untukmu. Masih ingat kan janji ku?"

"Iya mas..."

Adam tersenyum, lalu membelai rambut Nesa, hingga tangan itu turun dan berhenti di titik paling nyaman ia sentuh seraya meremasnya lembut.

"Percayalah sayang, demi Kau dan Aqila. Mas akan berusaha menjaga hati ini. Tidak akan ada yang namanya selimut tetangga di kehidupan ku. Karena kau sudah menjadi selimut paling nyaman untuk ku." Adam mengecup kening isterinya.

"bisa Kau pegang janjimu, Mas?"

"Berapa tahun kita menikah? Berapa kali juga aku meninggalkanmu. Pernahkah sekalipun aku berkhianat, Sayang?" tanyanya, yang di balas gelengan kepala. Nesa pun langsung memeluk tubuh suaminya erat.

"Aku mencintaimu, Mas."

"Aku beribu-ribu kali lebih mencintaimu, Nesa." Adam membalas pelukan itu. Sambil sesekali mengecup kelapa Isterinya dengan penuh kasih sayang.

***

Pagi berselang.

Nesa bangun lebih dulu, sementara mas Adam masih pulas dalam tidurnya. Membuatnya langsung berjalan menuju tandas.

Dan setelah selesai, wanita yang masih berbalut anduk itu berjalan mendekati lemari pakaian dengan lutut yang sedikit gemetaran.

"Duh... beginilah rasanya jika memiliki suami Bang Toyib. Sekalinya pulang, langsung di rangkap. Belum lagi kalau hendak berangkat." Runtuknya membuat Adam terkekeh.

"Jadi nggak ikhlas, nih?" gumamnya serak.

Nesa pun menoleh. "Loh, Mas sudah bangun, ya?"

"Hehehe, iya... Kau kenapa, kesal?" tanya Adam yang langsung beranjak duduk di bibir ranjang.

"Nggak kesal! cuma lihat lutut ku ini jadi linu," gerutunya, sambil memilih-milih baju, membuat Adam kembali tertawa.

Pria yang hanya memakai celana kolor saja bangkit, dan mendekati Nesa. Memeluknya dari belakang.

"Apa ini? Hei..." Nesa menggeliat geli. "Tidak ada jatah pagi loh ya... semalaman aku sampai kurang tidur gara-gara melayani mu. Lagian Mas Adam bau. Sana mandi...!"

"Mandinya nanti aja. Habis satu ronde lagi."

"Nggak...!" Nesa menolak dengan tawanya. Sang suami kembali mempermainkan hasratnya dengan kecupan di tengkuk leher.

"Ayo dong Nesa, nanti siang Mas berangkat loh." Tangan nakalnya mulai membuka handuk yang di pakai. Namun wanita itu mencoba untuk bertahan. Karena langit di luar sudah mulai terang. Aqila pasti hampir terjaga.

"Jangan, Mas. Aku sudah mandi. Lagi pula bentar lagi, Aqila bangun.."

"Sebentar aja..." Adam langsung menyambar bibir Vanessa. Dimana sebelum Nessa keluar dari kamar mandi laki-laki itu sudah minum dan mengemut permen. Sehingga Nesa tetap merasa nyaman saat beradu lidah dengan suaminya.

Tok! Tok!

"Ibuuuuuuu– Ayah!" Seru Aqilla dari luar. Yang kontan menghentikan kegiatan suami-isteri itu.

"Qila, Mas," gumam Nessa sambil membenahi handuknya.

"Ibu susu... Qila mau susu." Seru anak itu, di barengi ketukan pintu berkali-kali.

"Iya sayang, sebentar ya–" seru Nesa pada sang putri.

"Biar Mas aja. Kamu sambung pake baju sana." Adam melepaskan tubuh Nesa. Kemudian meraih kaos baru dari dalam lemari untuk Dia pakai.

"Makasih suamiku..." cibir Nesa sambil cekikikan karena suaminya batal mendapat jatah pagi.

Pria itu lantas membalas tawa mengejek itu dengan remasan lembut di salah satu dada isterinya. Sambil kakinya melangkah membuka pintu menghampiri puterinya yang sudah merengek manja di depan.

mengantarkan mas Adam

Mentari baru saja muncul dengan cerah. Cuaca yang pas untuk Vanessa mengawali harinya pagi ini. Beruntungnya ini adalah hari Minggu, jadi ia bisa meluangkan waktu yang tersisa semaksimal mungkin sebelum mengantar suaminya menuju bandara.

Di atas meja sudah terhidang menu sederhana untuk sarapan keluarga kecil itu. Gambaran kesempurnaan terlukis jelas dari tawa sepasang suami-isteri yang tengah fokus pada makanan di piring masing-masing. Disela-sela riuhnya gesekan sendok dan piring keramik. Qila berceloteh menceritakan tentang teman-temannya, atau mungkin mainan barunya. Seperti tidak kehabisan kata-kata, anak itu masih saja mengoceh dengan ucapan yang tidak jelas.

Sesekali Adam menarik pipi Qila gemas. Anak itu memang selalu membuatnya merindu, selain Nesa itu sendiri.

Hingga matahari semakin bergeser ke tengah, tepat selepas dzuhur Adam sudah siap dengan pakaian yang rapi. Laki-laki dengan tinggi 182 cm itu tengah menyemprotkan parfum ke tubuhnya sendiri di depan cermin.

Sreeeeeeeeek... Suara resleting tas yang di tutup. Setelah Nessa memasukan semua keperluan penting Adam ke dalam tas selempang. Wanita itu mengalihkan pandanganya pada Sang suami.

"Semua sudah dimasukan ke dalam tas, Mas."

Dari pantulan cermin, terlihat Adam tersenyum padanya.

"Terima kasih, Sayang," jawabnya singkat. Pria itu kembali fokus pada rambutnya.

Nessa beranjak, kemudian mendekat dan memeluk Sang Suami dari belakang. Perasaan sedih yang acap kali muncul jika suaminya hendak berangkat ke tempat rantau. Memang selalu membawa ketidaknyamanan di hati wanita semampai dengan rambut di kuncir ekor kuda.

"Mas wangi, ya?" Adam mengusap-usap tangan Nessa di pinggangnya.

"Masih kangen sama kamu, Mas..." Tak menanggapi pertanyaan Adam sebelumnya. Nesa bersungut manja di punggung Sang suami.

"Hehe... salah sendiri, kenapa tadi pagi di ajakin lagi tidak mau. Berat 'kan sekarang melepasku?" Adam melepaskan pelukan Nesa, lalu balik badan menghadap sang istri. "Semangat, dong. Hanya sekitar tujuh sampai delapan bulan 'kok aku perginya."

"Mau empat bulan, atau bahkan hanya satu bulan. Tetap berat untukku, Mas. Apalagi ini sekitar tujuh sampai delapan bulan?" Nesa terus memajukan bibirnya.

"Iya maaf, mau gimana lagi. Proyeknya kali ini lama, Sayang. Soalnya habis dari kota A langsung pindah ke kota B, jadi nanti lebaran Aku bisa di rumah. Berdoa saja, saat sebelum pindah ke Kota B. Aku bisa pulang dulu buat mengobati rindu. Walau hanya lima hari."

"Huuuuhhh..."

"Jangan gitu dong, Nessa. Aku jadi berat ninggalin kamu, nih. Biasanya kamu nggak gini."

"Ya mau bagaimana lagi? aku sudah lelah LDR-an, Mas." Nesa merapikan kemeja yang di pakai Adam karena dua kancing teratas bajunya belum tertutup. "Aku ingin, Kau bekerja di dekat sini, dan pulang setiap hari." Wanita itu sedikit berjinjit hanya untuk mencium bibir suaminya. Selama beberapa detik, Adam membalas itu sambil memeluk lingkar pinggang isterinya.

Setelah puas ******* bibir isterinya. Adam melepaskan dengan gerakan pelan, sambil matanya terarah sayu pada Nessa. Andai saja pesawatnya tidak take off dua jam lagi. Mungkin dia akan melampiaskan hasratnya sekali lagi.

"Mas, janji jangan macam-macam ya," pinta Nessa sebagai amanahnya selama Adam di perantauan. Laki-laki itu mengangguk pelan. "Janji?"

"Iya Sayang. InshaAllah... Kamu udah ribuan kali bahkan tak terhitung loh mengamanahkan ini." Adam terkekeh agar isterinya tak tersinggung. Padahal dia sendiri juga sebenarnya agak bosan terus menerima amanah yang sama secara berulang.

"Wajar aku seperti itu, Mas. Suami ku ini tampan. Pasti banyak yang suka. Takutnya nanti Mas nyeleweng bagaimana?"

"Hahaha, Mas itu kerja di daerah lumayan terpencil. Mau nyeleweng sama siapa? Kunti? Yang ada-ada saja."

"Gadis desa yang cantik mungkin, 'kan bisa jadi—" timpalnya tak mau kalah.

"Nesa, yang di kota saja tidak pernah bisa menggodaku... apalagi gadis desa? Jangan suka nonton drama yang seperti itu. Gadis-gadis desa juga rata-rata sudah punya keluarga. Lagi pula, yang harus ku khawatirkan itu justu kamu. Di tempat kerjaku udah ketahuan. Rata-rata bapak-bapak kumel kaya aku. Sementara kamu? Yang kinyis-kinyis pasti banyak di katormu, tuh."

Adam menyerang balik hingga meletupkan tawa lepas di bibir Vanessa sambil menepuk dada suaminya.

"kinyis-kinyis apaan sih! tidak ada yang lebih tampan dari Mas Adam."

"Iya di sini. Kalau udah di tempat kerjamu beda cerita." Adam mencibir. Berlagak cemburu dengan cara mengerucutkan bibirnya juga. Hingga Nessa yang gemas langsung mencubit pipinya.

"Bisa aja kamu mengalihkannya, ya!" protes Nessa yang di selingi tawa.

"Mengalihkan apa? Isteri suka gitu tuh... paling nggak mau di sudutkan balik. Giliran memojokan suami paling semangat."

Nessa melotot. "Udah Mas. Nanti kesiangan... Ayo berangkat."

"kan mengalihkan?" Adam menyambar bibir Nessa yang kembali tertawa sebentar sambil menjawil bagian kenyal isterinya. Setelah itu Beliaupun bergegas keluar setelah memakai jaket plus tas selempangnya.

–––

Di bandara...

Keluarga kecil itu sedang menunggu panggilan untuk para penumpang pesawat Boing XX. Nampak dari kursi tunggu, keduanya terus mengawasi tingkah Qila yang terus berlarian kesana-kemari. Di selingi teriakan Nesa sesekali tatkala Aqila berlari terlalu jaug. Hingga terdengar sebuah pengumuman bagi para penumpang, agar segera memasuki pintu keberangkatan.

Sebelum berpisah, Adam mengangkat tubuh Qila, menciumi pipinya berkali-kali.

"Ayah berangkat dulu, ya, Sayang. Jangan rewel, nurut sama Ibu. Besok lebaran kita jalan-jalan lagi."

"Janji, ya, Ayah! Ayah cepet puyang, ya. Beyi ainan tama jajan. Ayah! Ayah! Itu..." Qila mendekati telinga sang ayah. "Qila au adik aya adil," bisiknya kemudian, hingga mata Adam membulat lalu tergelak.

"Kalau itu sih Qila harus minta sendiri pada Ibu."

"Apa kata dia, Yah?" Tanya Nesa penasaran.

"Ibu di kasih tahu, tidak?" tanya Adam pada Qila. Gadis kecil itu pun mengangguk malu-malu. Adam sendiri gegas mencondongkan tubuhnya mendekati Nesa. "Anak mu minta adik katanya."

"Aaaa... ya ampun anak ini." Keduanya tertawa.

"Ya sudah, aku berangkat dulu." Di kecuplah pipi dan Kening Nesa, lalu menurunkan tubuh Qila. Sebelum melangkah masuk ke pintu keberangkatan sembari melambaikan tangan.

Nesa menghela nafas, menatap punggung pria tinggi dan kekar itu semakin menjauh masuk menuju pintu pesawatnya. Dengan harapan, laki-laki itu pulang tetap membawa kesetiaan. Ya, Nessa mempercayai kesetiaan suaminya itu di rantau sana.

"Pulang yuk, Sayang? Atau mau jalan-jalan kemana dulu kita?" Tanya Nesa pada sang putri demi menyemangati dirinya juga.

"Ainan... Itu, uda," jawab Qila semangat. Nessa yang paham langsung mengangguk.

"Okay... yuk, berangkat." Keduanya pun melangkahkan kaki keluar dari Bandara tersebut sembari bergandengan tangan.

***

Di sebuah bandara Hasanuddin Makassar.

Dia sudah di tunggu dua orang temannya yang di minta atasan untuk menjemput. Sebelum mereka menuju ke salah satu kota X yang cukup jauh karena bisa memakan waktu sekitar lima jam perjalanan darat dari kota.

Mereka memutuskan untuk beristirahat di rumah makan terdekat, menikmati makan khas Makassar. Sebenarnya perjalanan dari Jakarta ke Makassar tidak membutuhkan waktu lama, sehingga Adam masih merasakan kenyang karena santap siangnya tadi. Namun demi menghormati teman-temannya dia pun mengikuti

Setelah selesai mengisi perut. Mereka langsung tancap gas menuju lokasi proyek. Sepanjang jalan dua orang yang duduk di depan terus bercerita tentang lokasi tempat mereka bekerja. Dimana lokasinya cukup jauh dari kota, dan sebelumnya mereka harus melewati beberapa desa sampai ke titik tempat proyek itu berjalan.

"Eh... tapi, Dam! meski sedikit di pedalaman. Saya tuh betah loh di sini. Ada mbak janda cantik soalnya. Hahaha," kelakar Danang.

"Janda yang mana, nih?" Toni yang tengah mengemudi menanggapi sembari terkekeh.

"Itu loh, yang suka buatin kita kopi sama nasi bungkus."

"Oh hahaha... tahu saja yang paling bening Si Paijo." Toni tergelak

"Ckckck, kalian ini, ya. Inget anak isteri. Kamu juga, Nang? Anaknya sudah tiga loh," Adam menanggapi sambil terkekeh.

"Dam, punya anak dan isteri itu di rumah. Kalau di tempat rantau. Kita itu bujangan. Bukan begitu, Ton?" Danang menepuk pundak Toni. Yang di balas acungan jempol.

"Percuma kita pengaruhi Dia, Nang. Adam itu kuat imannya. Tidak mungkin tergoda cewek manapun. Maklum lah, Mbak Nesa saja sudah cukup untuknya hahaha," timpal Toni.

"Hei, Ton! Dia belum bertemu saja sama Mbak Andini jadinya begitu."

"Betul!" Toni setuju.

"Kau harus liat nanti, Dam. Beeeeeh....! bohai bukan main. Kulitnya putih bersih. Manis senyumnya. Duuuhh, kalah istri ku yang di rumah. Andaikan Dia mau tuh, di ajak...?" Danang menoleh ke arah Toni.

"Paham aku isi otak Kau, nih..." Toni tertawa lepas yang di ikuti Danang, adapun Adam hanya tertawa kecil sambil geleng-geleng kepala.

"Semalaman suntuk pun aku siap, Ton," ucap Danang masih dengan tawanya. Yang di bahas anggukan kepala Toni menyetujui.

"Dasar otak mesum kalian berdua, ya? Inget dosa, woy!" Adam memukul kedua bahu teman satu timnya itu, sembari terkekeh.

"Kau belum pernah ngerasain jatuh cinta ke wanita lain ya, Dam?" Tanya Danang masih terkekeh.

"Iya lah, Dia 'kan dari pacaran sampai nikah cuma sama satu wanita itu," sahut Toni menimpali.

"Nggak bosen tuh, cuma begituan sama satu wanita saja?" goda Danang. Mencoba untuk memancing.

"Kayanya masalahnya bukan di situ, Nang. Dam jangan-jangan kau itu?"

"Apa?" Adam sudah siap-siap dengan gulungan koran di tangannya. "Ku hantam kepala Kau, ya?"

Keduanya semakin tertawa brutal di dalam kendaran yang melaju dengan kecepatan sedang. Adam geleng-geleng kepala tanpa merasa kesal. Karena Dia dan teman-temannya itu memang biasa bercanda seperti ini.

Perlahan Adam menyandarkan kepalanya, sambil memejamkan mata sejenak sebelum kembali terbuka seraya menoleh ke samping jendela. Dimana pemandangan asri penuh dengan pepohonan pinus yang berjajar teratur. Di tambag udara yang sejuk sudah mulai memanjakan mata dan pikirannya. Tatkala mobil memasuki area perhutanan. Mereka hanya melalui area itu sekitar satu setengah jam, sebelum bertemu kawasan pemukiman lagi.

Bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!