NovelToon NovelToon

KAMI HIDUP BERDAMPINGAN (CERPEN)

BAB I (SIAPA YANG DI IKAT SAAT RAMADHAN PART I)

⚠️Biasakan suka dan komen, karena itu adalah bentuk dukungan pada author⚠️

Tak terasa bulan suci penuh berkah telah tiba, ya... Ramadhan Karim tahun 2014.

Semua orang menyambut dengan perasaan suka cita, tak terkecuali dengan keluarga Alula, namun sayang ramadhan kali ini harus di jalani bertiga oleh Alula (19 tahun) kulit putih rambut lurus tinggi 155 cm, bersama kakaknya yang bernama Nisa (24 tahun) kulit putih rambut lurus tinggi 165 cm dan keponakannya Yusuf (9 tahun) tinggi 130 cm.

Di sebabkan ibunya harus berangkat keluar kota menemani tantenya rawat inap yang entah kapan pulangnya.

“Ibu mau berangkat, kalian akur-akur di rumah ya!”

Ucap ibu Alula dengan kopernya yang telah di pinggir jalan, karena ibunya amat tahu sifat keturunan yang ia tinggalkan, sedikit-sedikit pasti akan bertengkar.

“Iya bu” Sahut Alula dan Nisa.

“Nenek kapan pulang?”

Tanya Yusuf dengan mimik wajah sedih, karena ia tahu kedua tantenya akan bertindak di luar akal sehat kalau sampai mereka bertiga di tinggal di rumah.

“Belum tau, do'a kan saja nenek Zia cepat sembuh, biar nenek juga cepat pulang” Ucap ibu Alula.

Setelah percakapan singkat tersebut, tiba-tiba bis yang di tunggu terlihat di penghujung jalan.

Alula melambai-lambaikan tangannya agar bis tersebut berhenti, sopir yang melihat tanda dari Alula langsung merem bisnya tepat di sebelah mereka bertiga.

Tak berlama-lama ibu Alalu langsung masuk ke dalam bis dan mengucapkan selamat tinggal pada mereka bertiga yang berdiri di pinggir jalan.

“Jangan berantam ya! ini ramadhan nanti ayah mu sedih melihat kalian ribut, perbanyak sholat!”

Ucap ibu Alula, mereka bertiga yang mendengar salam perpisahan dari suhu teragung dalam rumah langsung merasa tak senang.

“Apa-apaan sih ibu, bukannya tadi saja ngomongnya sebelum naik bis” Ucap Nisa.

“Enggak tau tuh ada-ada saja neneknya Yusuf” Sahut Alula.

Setelah mengantar ibunya naik bis mereka bertiga kembali ke rumah dengan melewati gang kecil.

Sesampainya di rumah mereka bertiga langsung rebahan di atas lantai marmer berwarna abu-abu.

“Kak, besok kita sudah buat kue ya?” Tanya Alalu.

“Iya, semoga tahun ini yang bikin kue capit banyak, kamu jadi tukang gulung ya” Ucap Nisa.

“Berapa upahnya satu tabung? Jangan bilang sama kayak kemarin Rp. 10.000, ihh... Duduk dari subuh sampai magrib cuma dapat 10.000 enak bangat kamunya” Alula menuturkan keluhannya pada kakaknya.

“Eh, banyak yang modal yang harus di keluarkan, biaya gas, upah giling beras, plastik”

Nisa menjabarkan pengeluaran mereka untuk membuat kue capit tersebut.

“Terus... Terus saja jabarin, kue capit dari dalam tuwangan langsung ke tangan panasnya minta ampun, dari subuh sampai magrib, hah! Enggak mau kerjakan saja sendiri!”

Ucap Alula seraya beranjak dari tempat rebahannya menuju kamar.

“Ya sudah, siapa juga yang butuh bantuan kamu!” Sahut Nisa.

Yusuf yang mendengar ke dua tantenya berdebat hanya bisa diam saja.

“Alula keluar kamu dari kamar! masak air dulu di tungku belakang!” Ucap Nisa.

“Heh! Jangan nyuruh-nyuruh ya! Masak saja sendiri!” Sahut Alula dari dalam kamarnya.

“Dasar anak enggak berguna, nanti jangan makan apa yang aku masak ya!” Bentak Nisa.

Nisa yang melihat jam sudah pukul 16.00 segera ke dapur untuk memasak hidangan buka puasa.

Sementara Alula malah tidur di kamarnya dengan nyenyak.

“Yusuf! Buruan bantu, kamu enggak mau makan juga! ha?!”

Bentak Nisa seraya melampiaskan emosinya pada Yusuf karena Alula.

Yusuf dengan rasa takutnya bergegas membantu tantenya di dapur, setelah 1 jam lebih memasak akhirnya Nisa bisa bernafas lega, karena lauk untuk buka puasa telah selesai di masak.

“Huh... awas saja kalau nanti dia makan masakan ku” Gumam Nisa.

Pukul 18.25, Alula keluar dari dalam kamarnya karena mendengar bedug pertanda buka puasa. Nisa yang melihat Alula mengambil piring langsung melarang Alula untuk mengambil nasi yang telah ia masak.

“Beli makan di luar sana! Enggak tau diri asal mau makan saja!” Ucap Nisa.

Alula dengan mudahnya membentak Nisa karena merasa tak terima dengan perkataan kakaknya.

“Heh, emang yang punya beras sama lauk-lauknya kamu? Yang punya air minum juga kamu? itukan uang ibu yang beli, jadi jangan larang-larang ya!” Ucap Alula menggertak Nisa.

“Yang masak emang siapa?” Tanya Nisa.

“Ya kamulah, heh nyadar dong... harusnya kamu itu mengalah sama yang muda” Ucap Alula.

Nisa yang emosi dengan perkataan Alula yang semena-mena mengambil air bekas minumnya yang ada dalam gelas lalu menyiramkannya ke wajah Alula.

“Minum tuh air!” Ucap Nisa dengan perasaan puas.

“Nisa!”

Tak terima, Alula membalas perbuatan kakaknya dengan melempar nasi yang ada di piring Yusuf ke wajah kakaknya.

“Makan tuh nasi, biar puas!” Ucap Alula.

“Untung yang di lempar cuma nasinya”~Batin Yusuf yang gagal menyantap buka puasanya.

Lalu kedua kakak beradik itu pun langsung adu jotos adu jambak dan adu kuat suara.

Nisa yang kalah unggul dari Alula meneteskan air matanya, Alula yang melihat kakaknya menangis kemudian menghentikan jambakannya.

“Tuh kan, makanya aku malas ribut sama kamu, ujung-ujungnya nangis, diam enggak!” Ucap Alula.

Nisa yang terlanjur sakit hati malah menangis makin sesungukan, melihat kakaknya begitu Alula pun merasa bersalah.

“Aih, diam-diam! Aku minta maaf deh, sebagai permintaan maaf besok aku bantu kamu bikin kue, upahnya 10.000!” Ucap Alula membujuk Nisa.

Mendengar tawaran bagus dari Alula, Nisa langsung menyetujuinya. Mereka bertiga pun akhirnya berbuka puasa dengan rukun.

Selepas sholat Magrib, Nisa dan Yusuf berangkat ke Mesjid untuk melaksanakan sholat tarwih, Alula tak ikut karena sedang datang bulan.

Setelah kakak dan keponakannya pergi, Alula masuk ke dalam kamarnya untuk tidur.

srekk... srekk... duk.. duk...

Suara berisik itu membangunkan Alula, saat Alula melihat jam di handphonenya, ternyata sudah menunjukkan pukul 20.000

“Siapa sih yang berisik?”~Batin Alula.

Suara berisik itu masih terdengar juga, seperti ada yang sedang memukul-mukul lantai dengan palu dan juga ada yang bermain-main dengan kantong kresek.

Alula terus saja mendengarkan suara-suara bunyi itu sampai ia tersadar kalau itu bukan dari dalam rumahnya.

“Kayak suara itu dari rumah bang Toyib”

Gumam Alula, kemudian Alula yang sedang tiduran bangun dan mengambil posisi duduk di atas kasurnya.

“Siapa juga yang ada di rumah bang Toyib malam-malam begini? Iseng bangat di rumah kosong enggak ada lampu begitu” Ucap Alula pada dirinya sendiri.

Karena penasaran, Alula berniat mengecek ke rumah bang Toyib, yang tepat di samping rumahnya.

Saat Alula sudah di depan pintu utama rumahnya, dia memikirkan kembali apa dia harus mengecek siapa yang ada di dalam rumah papan yang sudah rapuh itu di tambah tak ada penerangan sedikit pun.

“Gila sih orangnya kalau berani kesitu, udah tau di depan dan belakang rumah kami adalah hutan, masih saja main kesini, enggak takut apa? Apa aku harus kesitu ya? Kalau enggak lihat aku penasaran” Gumam Alula.

Akhirnya dengan tekat yang bulat Alula memberanikan diri menuju rumah bang Toyib dengan di temani senter di tangannya.

Kediaman bang Toyib hanya berjaraknya 10 meter dari rumah Alula, tapi auranya begitu mencekam karena suasana yang gelap gulita, di tambah tetangga Alula semuanya pergi ke masjid.

Sesekali Alula membidik cahaya senternya ke kiri dan kanan, takut kalau ada sesuatu yang menemaninya.

Sesampainya di depan pintu rumah bang Toyib, Alula masih saja mendengar suara yang sebelumnya ia dengar.

Dengan keberanian 50% Alula mendorong pintu rumah kayu yang telah rapuh tersebut.

Krieet.... pintu terbuka, saat Alula mengarahkan lurus cahaya senternya, dia tak melihat seorang pun di dalam rumah, aktivitas yang ia dengar barusan pun sirna.

Alula menelan air ludahnya “Ternyata enggak ada apa-apa, apa mungkin tadi ada hewan yang masuk ya?” Gumam Alula.

Saat Alula ingin membalik badannya untuk pergi, tiba-tiba terdengar bunyi tuk tuk tuk... seperti suara lantai semen yang di pukul-pukul dari dalam sebuah kamar.

Sebenarnya Alula sudah tak sanggup untuk masuk ke dalam, tapi entah mengapa hatinya amat penasaran tentang apa yang telah terjadi disana.

Alula pun melangkah masuk ke dalam rumah tanpa permisi, dia juga mengarahkan senternya ke segala penjuru rumah, saat ia sampai pada sumber bunyi, Alula perlahan membuka pintu kamar itu.

Krieeeett.. Saat ia mengarahkan senternya ke dalam kamar ia sangat terkejut melihat kakaknya Nisa dengan masih memakai seperangkat alat sholat di tubuhnya memukul lantai rumah bang Toyib dengan palu, lalu memakan pasir-pasir yang ada di antara lantai yang telah bolong.

Bersambung...

HAI READERS YANG MANIS JANGAN LUPA UNTUK SELALU DUKUNG AUTHOR DENGAN KASIH LIKE, KOMEN, VOTE SERTA SERTA TEKAN FAVORIT TERIMAKASIH BANYAK ❤️

Instagram :@Saya_muchu

Bab II (Siapa Yang Di Ikat Saat Ramadhan Part II)

Mata Alula membelalak tak percaya Nisa yang tadinya berpamitan sholat tarwih malah menyantap pasir di rumah orang.

“Ni... Nisa.” Ucap pelan Alula memanggil nama kakaknya.

Nisa yang sedang asyik mengunyah perlahan melihat ke arah Alula.

“Ngapain kamu disini?”

Ucap Alula lagi yang masih berdiri di tempatnya, cahaya senter yang mengenai mata Nisa tak membuatnya merasa silau.

“Ini pasti bukan Nisa, mana mungkin Nisa berani kesini, ke toilet yang ada dalam rumah saja dia tidak berani sendiri, ini... pasti bukan Nisa.” Batin Alula.

Sadar itu bukan Nisa, Alula perlahan mundur dari tempatnya berpijak, saat akan balik kanan Nisa memanggil Alula.

“Mau kemana? Sini main sama aku.”

Ucap Nisa dengan melambai-lambaikan tangannya.

Buku kuduk Alula seketika merinding melihat Nisa melambaikan tangan sambil menyeringai, tanpa fikir panjang Alula menggunakan jurus seribu untuk kabur dari rumah bang Toyib.

Hah... hah... hah...

Karena berlarian nafas Alula jadi memburu, sesampainya ia di depan pintu utama rumahnya ia pun meras lega.

Ceklek... Alula membuka pintu rumahnya.

“Kamu dari mana saja?” ucap Nisa yang duduk di atas lantai marmer putih sambil menyantap goreng bakwan bersama Yusuf.

Alula yang melihat sosok Nisa malah semakin jantungan, dia merasa yang ada di hadapannya bukanlah kakaknya.

“Sejak kapan kamu pulang?”

Tanya Alula yang masih berdiri di pintu utama tak mau masuk ke dalam rumahnya.

“Dari 1 jam yang lalu, kamu dari mana sih? Kalau mau keluar pintunya di kunci bos!” Hardik Nisa.

Alula yang tak percaya dia pergi selama itu langsung melirik ke arah jam di dinding, terlihat pukul 21.10 menit.

“Pada hal aku keluar rumah cuma beberapa menit, enggak mungkinlah sudah jam segitu sekarang.” Batin Alula.

“Aku cuma keluar beberapa menit, pasti kamu yang putar jamnya kan? Kamu juga kan yang ngerjain aku di rumah bang Toyib tadi?”

Ucap Alula seraya masuk ke dalam rumah dan duduk di sebelah Nisa dan Yusuf.

“Jangan ngasal ya, kita dari tadi di rumah mana mungkin aku ke rumah bang Toyib, siang hari saja aku enggak berani apa lagi malam, mikir dong!”

Nisa menghardik adiknya yang bicara tidak masuk akal.

“Terus yang tadi siapa dong?” Gumam Alula.

“Maksudnya apa sih? Siapa yang disitu?” Tanya Nisa penuh selidik.

Batin Alula berniat memberitahu Nisa namun ia harus mengurungkan keinginannya itu, sebab kalau memang benar bukan Nisa yang disana pasti Alula sendiri yang repot, karena Nisa sangatlah penakut, ke dapur saja dia tidak berani kalau malam hari.

“Enggak, enggak ada apa-apa,” sahut Alula.

“Eh, jujur dong jangan bohong sama aku,” ucap Nisa.

Alula memutar mata malas “Enggak ada, tadi aku cuma bercanda,” Sahut Alula.

1 jam lebih mereka berbincang-bincang di ruang utama sambil memakan gorengan, selepas itu mereka bertiga memutuskan untuk tidur.

“Tante... aku tidurnya sama kalian ya.”

Ucap Yusuf yang takut tidur sendirian, karena biasanya ia tidur bersama neneknya.

“Enggak bisa! Kamu kan cowok, masa takut tidur sendiri,” ucap Alula.

“Betul, selama ramadhan aku sama Alula yang satu kamar,” sahut Nisa.

“Enggak, enggak, ngapain kalian berdua mau tidur sama aku, kalau mau kalian tidur berdua saja.” ucap Alula seraya masuk ke kamar dan langsung mengunci pintu.

“Tuh kan, kamu sih minta ikut-ikut,” ucap Nisa pada Yusuf.

Karena tak mau tidur bersama dengan keponakannya Nisa pergi ke kamarnya untuk tidur, begitu pula dengan Yusuf yang masuk ke kamarnya.

Pukul 00:00, Nisa terbangun dari lelapnya karena ada seseorang yang memeluknya dari belakang.

“Siapa sih?” batin Nisa.

Ia melepaskan sebuah tangan yang memeluk dirinya, lalu Nisa membalik badannya.

“Alula...,” batin Nisa, ia tak percaya adiknya Alula tidur di kamarnya.

“Tadi katanya enggak mau tidur bareng, tapi kok tiba-tiba tidur disini? Dasar sok jual mahal, pada hal dia juga takut tidur sendiri.” batin Nisa.

Nisa sangat senang atas kehadiran Alula di kamarnya, karena merasa aman dan nyaman Nisa kembali melanjutkan tidurnya.

Pukul 03:30 alarm Nisa berbunyi, ia pun bangun untuk sahur, saat ia melihat ke sampingnya ia terkejut karena sudah tak ada Alula di sampingnya.

“Cepat bangat dia bangunnya.” Gumam Nisa.

Nisa pun menyingkirkan selimut yang membalut tubuhnya, kemudian beranjak turun dari atas kasur, saat Nisa memutar handle pintu ia kembali terkejut, karena ternyata engsel pintunya masih terkunci.

“Dari mana Alula keluarnya?” Batin Nisa.

Kemudian Nisa mencek jendela kamarnya untuk memastikan apa masih terkunci.

Saat ia menyalakan lampu kamar dan melihat jendelanya, Nisa langsung merasa lemas karena jendelanya masih terkunci rapat.

Nisa tak dapat beranjak dari jendela saking takutnya, Alula yang ternyata sudah bangun mengetuk pintu kamar Nisa, karena Nisa tak kunjung keluar.

Tok tok tok..

“Nisa! Kamu enggak sahur ya?” Ucap Alula dari luar kamar.

Mendengar suara Alula, Nisa langsung memiliki tenaga lagi, dia pun berlari menuju pintu kamarnya lalu dengan sigap membuka engsel dan handle pintu.

Alula yang melihat wajah Nisa pucat merasa keheranan.

“Kamu kenapa?” ucap Alula.

“A... ada setan La,”

Sahut Nisa sembari menarik tangan Alula menuju dapur.

Setelah mereka berada di meja makan Nisa menceritakan kronologi yang ia alami saat tidur pada Alula dan Yusuf, Yusuf yang mendengar kedua tantenya bercerita horor, langsung memohon untuk tidur bersama mereka.

Karena tak ada pilihan lain, Nisa dan Alula pun mengizinkannya.

Mereka bertiga pun setuju untuk tidur bersama selama ibu mereka tidak ada di rumah, lalu mereka melanjutkan cerita sambil makan sahur.

Setelah makan sahur, Alula pergi ke kamar mandi untuk buang hajat, saat melihat bak air, teryata isinya kosong.

“Dasar manusia-manusia tidak berguna, kalau tau air sudah sedikit nyalakan kerannya jangan nunggu aku terus.” Gumam Alula.

Saat Alula memutar keran, airnya malah tidak keluar setetes pun.

“Nisa, air yang ada di toren habis ya?” Tanya Alula seraya keluar dari dalam toilet.

“Enggak tau,” Jawab Nisa.

“Kamu ya! Semua hal enggak tau, sana nyalakan airnya!” Hardik Alula pada Nisa.

Karena sudah kebelet Alula terpaksa buang hajat ke sungai kecil tepat di belakang rumahnya.

“Nisa, temani aku ke sungai dong,” titah Alula.

“Malas ah, aku kenyang bangat soalnya jadi malas gerak,” sahut Nisa.

“Dasar setan,” umpat Alula.

Karena sudah terdesak Alula tak lagi minta pertolongan Yusuf, ia membuka pintu dapur akses menuju sungai.

krieeet..., saat pintu telah terbuka Alula melihat pemandangan sawah dan hutan yang gelap gulita di depan matanya.

Terdengar jelas sekali suara aliran sungai yang ada di sawah yang belum di tanami bibit padi, Alula yang ingin menuntaskan hajatnya perlahan melangkahkan kakinya.

Tak begitu jauh, hanya butuh empat langkah ke sungai itu, Alula pun berjongkok dan membuka celananya, saat lega-leganya dengan posisinya, tiba-tiba ia mendengar suara langkah kaki dari arah sawah.

Jak.. jak.. jak...

Langkah kaki yang berat itu terdengar jelas sekali karena berjalan di atas lumpur yang di genangi air.

Alula masih terpaku mendengar suara langkah kaki itu, hingga semakin lama langkahnya semakin cepat, Alula pun asal sembarang mencebok ***********.

Jak jak jak jak, bur!!!!

Ada yang melompat ke jalan setapak sawah yang tepat di depan mata Alula, jaraknya hanya 2 langkah kaki.

Alula yang tadinya masih berjongkok langsung berbalik badan masuk ke dalam rumahnya, saat akan mengunci pintu dapur, Alula memastikan apa yang melompat barusan.

Saat ia membelalakkan mata ke arah jalan setapak yang di depannya tadi, ternyata tak ada apa-apa, jantung Alula serasa mau copot saking paniknya.

Alula pun menutup pintu dan menuju meja makan, disana ia melihat kakaknya sedang membuat adonan kue capit, ia ingin sekali menceritakan pada kakaknya, namun ia kembali mengurungkan niatnya.

Setelah Nisa selesai membuat adonan kue yang terbuat dari tepung beras, santan, telur 4 butir, gula 1 kilo, mereka berdua pun mulai menuang kue subuh itu juga tanpa melaksanakan sholat terlebih dahulu.

Mereka berdua bekerja sambil bercanda, entah kenapa mereka tidak bisa berhenti tertawa, hanya saat menatap satu sama lain saja membuat mereka berdua geli.

Saat Nisa sedang menatap keluar jendela yang ada di hadapan matanya, ia melihat ada 3 orang anak laki-laki sedang bermain di sawah. Ada juga yang melintas dari belakang rumah mereka menuju arah kediaman bang Toyib, sejenak Nisa tak merasa ada yang aneh.

Sampai ia tersadar, kalau orang lain tidak akan bisa melintas ke arah kediaman bang Toyib dari tanah mereka, karena ada pagar tinggi yang di buat oleh ibunya.

“Haduh, salah apa kami ya Allah,” Batin Nisa.

Saat Nisa melirik ke arah Alula yang sedang menggulung kue dengan tenang, Nisa jadi tersadar bahwa hanya dia yang melihat kejadian itu.

“Kenapa kamu?” tanya Alula pada Nisa yang sedang melamun.

Lalu Nisa menggelengkan kepalanya dan tertawa kembali, melihat Nisa tertawa, Alula juga ikut tertawa.

13:00 Mereka berdua istirahat, Alula memilih untuk mandi terlebih dahulu, jendela kamar mandi pun di biarkan terbuka.

Lalu saat Alula nyaman-nyamannya mengguyur air ke tubuhnya, tiba-tiba ia di kejutkan dengan pria dewasa berkulit hitam yang tidak ia kenal berada di jendela kamar mandi yang ia buka.

Pria itu tersenyum padanya, Alula yang kesal melemparkan gayungnya ke arah pria itu dan berlari dengan handuknya ke ruang tengah.

Setelah ia di ruang tengah, ia melihat ke arah jendela kamar mandi dari jendela ruang tengah mereka, anehnya tidak ada siapapun.

“Kalian lihat orang asing enggak di sekitar sini tadi?”

Ucap Alula pada kakaknya dan Yusuf yang sedang fokus menonton televisi.

“Enggak,” Sahut Nisa dan Yusuf.

“Setan sialan, pada hal ini ramadhan, kenapa bisa berkeliaran sih!” Batin Alula.

Alula yang masih takut akan hantu yang tadi mengurungkan niatnya untuk melanjutkan mandi.

“Pada hal belum pakai sabun, kulit masih berasa licin, dasar kurang kerjaan hantunya.” gumam Alula seraya menuju kamarnya untuk berpakain.

Pukul 18:25 Alula, Nisa dan juga keponakannya berkumpul di ruang makan untuk berbuka puasa.

Setelah beberapa menit menunggu akhirnya bedug pun berbunyi.

“Alhamdulillah,” ucap mereka bertiga serempak.

Mereka pun menyantap hidangan dengan lahap, selesai makan Alula membereskan piring kotor yang ada di atas meja, sementara Nisa dan Yusuf pamit untuk sholat tarwih.

“Hah... sendirian lagi deh di rumah,” ucap Alula pada dirinya.

Selesai menaruh piring kotor ke atas wastafel, Alula masuk ke dalam kamarnya untuk tidur, karena ia merasa lelah sekali.

Saat enak-enak tidur, ia terbangun karena mendengar suara jangkrik yang lumayan banyak dan menimbulkan suara berisik.

“Apa lagi sih ini?”

Batin Alula, saat Alula membuka mata ia kaget bukan main, karena ia tidak tau berada dimana, semua gelap gulita, tak ada yang terlihat.

“Gila, ada dimana aku? kenapa semua gelap begini? ucap Alula. Lalu ia pun meraba-raba area di sekitarnya.

Deg... jantungnya berdegup kencang, saat tangannya menyentuh sebuah lubang besar dan ada pasirnya.

Ia cukup familiar dengan lubang itu, tanpa berlama-lama, Alula bangkit dari tidurnya dan mulai berdiri.

Dalam kegelapan ia mencoba mencari jalan keluar, tangannya menyentuh dinding kayu yang sudah rapuh dan berlubang.

Deg deg deg deg! Jantungnya semakin berdegup kencang.

“Pada hal tadi aku tidur di kamar, kok bisa pindah kesini?” batin Alula.

Setelah lama mencari, akhirnya ia menemukan pintu keluar, saat ia memutar handle pintu, ternyata pintunya terkunci.

Alula makin panik, di tambah lagi ia mendengar suara pukulan lantai seperti kemarin malam. Semakin lama pukulannya semakin cepat.

“Akkh... tolong... tolong aku!!! Siapa saja tolong aku!” Alula menangis sejadi-jadinya karena takut.

“Hei bangun! bangun Alula!”

Plak!!!

“Ackhhhh Tolong!!!!!!” teriak kencang Alula yang kemudian terbangun dari tidurnya.

“Kamu mimpi buruk ya? makanya jangan tidur magrib-magrib.” ucap Nisa yang duduk di pinggir tempat tidurnya.

Alula yang merasa tertolong langsung memeluk kakaknya.

“Kak... makasih ya udah bangunin aku.” ucap Alula dengan meneteskan air mata.

“Apa sih kamu, pake nangis segala? mimpi di kejar hantu ya?” tanya Nisa.

“Iya kak,” jawab Alula.

“Sudah, ambil air wudhu sana, sholat dulu nanti kita kan mau tarwih pertama.” ucap Nisa seraya berlalu dari kamar Alula.

“Untung semua yang aku alami cuma mimpi,” Batin Alula.

Saat Alula ingin beranjak dari kasurnya ia tak sengaja menemukan sedikit pasir di atas seprei kasurnya, dan ia juga melihat tangannya sedikit terluka.

“Astagofirlohal'azim,” ucap Alula.

SELESAI.

HAI READERS YANG MANIS JANGAN LUPA UNTUK SELALU DUKUNG AUTHOR DENGAN KASIH LIKE, KOMEN, VOTE SERTA TEKAN FAVORIT TERIMAKASIH BANYAK ❤️

Instagram :@Saya_muchu

Bab III (Wanita Di Tengah Hutan Part I)

Hari ini adalah hari terakhir Lilis bersekolah di kota, keluarganya memutuskan untuk pindah ke kampung halaman ayahnya di desa Mencong, akibat bisnis sang ayah mengalami kebangkrutan.

Perasaan Lilis teramat sedih karena harus meninggalkan teman-teman sekolah yang sudah akrab dengannya.

Sesampainya di Mencong, Lilis yang masih marah pada ayahnya memilih diam tak mengeluarkan sepatah kata pun.

Dia juga merasa jenuh dan bosan melihat keadaan kampung yang begitu sepi. Adik Lilis yang bernama Aldo mencoba menghiburnya dengan mengajak berjalan-jalan mengelilingi desa.

“Kak, ayo jalan-jalan keliling desa,” ucap Aldo.

“Apa yang mau di lihat dari desa kumuh ini?” sahut Lilis.

Lilis menolak mentah-mentah ajakan adiknya tersebut. Perasaan Lilis masih saja bersedih, batinnya tak ikhlas meninggalkan teman-teman dan orang yang ia cintai di kota.

Aldo yang tau akan perasaan kakaknya, tak mau memaksakan kehendaknya.

“ya sudah, kalau begitu kakak bantu ibu dan ayah saja beres-beres rumah ya,” ucap Aldo, Lilis hanya menatap sinis sebagai respon ucapan adiknya.

Tak terasa sore pun telah tiba, Lilis merasa gerah sekali, dia ingin mandi sore, tapi dia kembali bersedih lagi, karena rumah yang mereka tempati tidak mempunyai kamar mandi dan toilet.

Kalau ingin mandi dan buang hajat, harus menempuh jarak yang lumayan jauh, yaitu melewati perkampungan dan masuk ke dalam hutan.

“Ibu, ayo kita mandi,” ucap Lilis.

“Sebentar nak, ibu kan belum selesai beres-beres,” sahut bu Tania.

Tak suka dengan jawaban ibunya, Lilis dengan perasaan emosi memutuskan untuk pergi sendiri ke sungai yang belum ia ketahui letaknya.

Ia berjalan dengan perasaan sakit di dada atas nasib yang ia alami, sadar tak tahu akan menempuh jalan yang mana ke sungai, ia pun inisiatif bertanya pada penduduk sekitar.

Penduduk yang ia tanya pun memberikan ia pengarahan secara detail.

“Jauh sekali jalannya, aku bisa gila kalau begini terus! Seharusnya ayah berpikir sebelum bertindak, biar keluarga tidak korban seperti ini, bisnis hancur, pindah ke kampung, sudah begitu, airnya susah lagi! akkhh.. keparat!”

Lilis meracau sambi menghempaskan kakinya ke tanah, lalu ia melihat sekeliling tak ada seorang pun selain dirinya di hutan dengan pepohonan rimbun menjulang tinggi ke langit.

Suasana pun mulai gelap, perlahan terdengar suara jangkrik dan nyamuk di sekitarnya, Lilis menelan air ludahnya dia pun berniat untuk kembali ke desa saja.

“Gelap sekali ini, memangnya sudah jam berapa sekarang?”

Dia pun melihat jam di tangannya yang telah menunjukkan pukul 17.30, sontak Lilis menepuk jidatnya.

“Bodoh, aku fikir masih jam 16.30 atau jam 17.00, ternyata sudah sesenja ini,” batin Lilis.

Ia pun balik kanan menuju arah pulang, saat dia berjalan dari tempatnya berdiri tadi, tak sengaja Lilis melihat seorang wanita berambut hitam lurus sepinggang, mengenakan baju putih polos panjangnya sampai ke mata hari kaki, tanpa fikir panjang Lilis mendekati wanita itu.

“Maaf kak, kakak mau pulang ke desa juga ya?” ucap Lilis.

Wanita berbaju putih itu perlahan melihat ke arah Lilis dan tersenyum sambil menganggukkan kepala.

“Iya,” sahut pelan si wanita berbaju putih.

Mereka berdua pun berjalan bersama, Lilis merasa heran karena arah jalan yang di tuju wanita itu sepertinya tidak sama dengan yang ia lewati sebelumnya.

“Kak, sepertinya arah ke kampung bukan dari sini deh,” ucap Lilis.

Lilis pun menunjukkan jalan yang benar dengan jemarinya, saat ia melihat ke arah si Wanita, ternyata wanita berbaju putih itu sudah tidak ada lagi di sampingnya.

“Astaga!” batin Lilis.

Lilis mulai panik, hari yang semakin gelap membuat bulu kuduknya merinding, Lilis juga agak kebingungan menuju arah pulang, tapi ia terus berjalan dengan mengingat-ingat arah kedatangannya tadi.

Di tengah perjalanan dia melihat seorang bapak yang pulang dari kebun dengan membawa seember getah di atas kepalanya.

Lilis pun diam-diam mengikutinya hingga ia sampai juga ke desa.

Sesampainya Lilis di rumah, ia membanting pintu membuat keluarganya yang di ruang tamu kaget, Lilis mendatangi ayahnya yang sedang menyeruput kopi di atas sofa dan mulai menghardik Toni sang ayah.

“Aku tidak bisa hidup seperti ini ayah, apa-apa semua serba jauh, apa tidak ada tempat selain disini yang mempunyai kondisi perairan yang lebih baik! setidaknya, kapan ayah mau bangun kamar mandi?!” hardik Lilis.

“Sabarlah Lis, ayah masih belum punya uang,” ucap sang Ayah.

“Baiklah, aku akan sabar sampai setan memakan ku di hutan! dan nantinya aku akan jadi penunggu hutan biar kalian senang!”

ucap Lilis seraya berlalu dari ruang tamu menuju kamarnya, keluarganya hanya geleng kepala melihat sikap arogan Lilis.

Aldo yang pengertian, pergi menuju kamar kakaknya untuk sekedar menghibur.

“Memangnya tadi kakak ketemu hantu seperti di film-film ya?” ucap Aldo.

“Jadi kamu berharap aku ketemu hantu beneran?” Sahut Lilis.

Karena merasa lelah Lilis pun menyuruh adiknya untuk keluar dari kamarnya.

“Aku mau tidur, keluar kamu,” titah Lilis.

“Oke,” sahut Aldo berlalu dari kamar Lilis seraya menutup pintunya.

Saat Lilis tengah terlelap dalam tidurnya, ia bermimpi sedang berada di tempat ia bertemu dengan wanita berbaju putih yang tadi sore bersama dengannya.

Wanita itu tersenyum menyeringai, lalu mulai mendekat pada Lilis, wanita itu pun berkata.

“Jadilah teman ku Lilis.”

Wanita itu menggenggam tangan Lilis, menuntun menuju kediamannya, awalnya Lilis mau-mau saja, tapi saat mereka berdua sedang dalam perjalan, Lilis melihat sebuah kuburan tua.

Lilis menjadi resah dan merinding, lalu Lilis menghempaskan tangannya dari genggaman wanita berbaju putih tersebut.

“A... aku tidak bisa ikut dengan mu, aku tidak suka jalan menuju rumah mu, maaf aku harus pulang,” ucap Lilis.

“Sabarlah, sebentar lagi kita akan sampai, ayolah Lilis.” Pinta sang wanita berbaju putih.

“Apa kau tidak dengar apa kata ku? aku tidak mau, jangan paksa aku!” hardik Lilis.

Wanita itu bersedih mendengarkan ucapan Lilis, dia pun menundukkan kepalanya sejenak, saat Lilis membalikkan badannya, perempuan itu mengangkat kepalanya.

“Lilis,” ucap wanita berbaju putih.

Lilis menoleh ke arah wanita itu. “Oh iya, dari mana kau tahu nama ku? sebelumnya kita belum kenalan, dengar wanita berbaju putih, aku tidak tertarik berteman dengan orang hutan seperti mu.”

Karena sikap Lilis yang arogan, wanita berbaju putih itu merasa tersinggung, lalu tiba-tiba ia mengambang ke udara. melihat peristiwa itu mata Lilis membelalak dan tanpa tanpa pikir panjang Lilis berlari kencang.

Wanita itu mengejar Lilis dengan sigap dari udara. Lilis berteriak dan kemudian terbangun dari tidurnya. Seluruh badan Lilis berkeringat, nafasnya terengah-engah.

“Ha......, sial, kenapa harus bermimpi dengan wanita hutan itu sih, apa tidak ada mimpi yang lebih indah? harusnya orang seperti aku memimpikan Angelina Jolie atau Agnes Mo, itu kan baru kelas ku,” gumam Lilis.

Lilis yang merasa haus beranjak dari tempat tidurnya menuju dapur sambil mengoceh.

“Apa kalau tinggal di kampung, mimpinya juga harus sama orang kampung?” ucap Lilis seraya mengambil segelas air putih lalu meneguknya.

“Hmm.. haus sekali, tunggu, aku tidak boleh minum banyak, nanti kalau aku buang air kecil bagaimana? tidak lucu kan kalau aku harus berlari ke hutan atau buang air kecil di belakang rumah,” Ucap Lilis.

Saat Lilis hampir menghabiskan air yang ada dalam gelasnya, tiba-tiba Lilis mendengar ada suara nafas berat di samping telinganya.

“Hah.... hah....hah....”

Lilis langsung merinding, diapun berlari dengan cepat ke kamarnya dan mengunci pintu rapat-rapat.

Pagi harinya Lilis ingin mandi ke sungai di dalam hutan, tapi Ia merasa kurang nyaman, dia takut kalau bertemu dengan wanita itu lagi.

“Aldo, aku ikut dengan mu ke sungai ya?” ucap Lilis.

“Kenapa memangnya?” sahut Aldo.

“Ah... tidak, aku hanya kurang nyaman pergi sendiri,” ucap Lilis.

“Baiklah, ayo,” sahut Aldo.

Mereka berdua pun berangkat dari rumah menuju sungai, pemandangan pagi yang begitu asri membuat hatinya Lilis lumayan tenang, jalan menuju hutan masih tanah liat, di sekitaran jalanan desa juga banyak berdiri pohon bambu rimbun kiri dan kanan sehingga membentuk terowongan.

“Semalam aku enggak lihat bambu-bambu ini,” Batin Lilis.

Ada banyak sekali warga lalu lalang di jalanan menuju sungai.

“Aldo, semalam aku mimpi aneh di hutan ini, seram sekali,” ucap Lilis.

“Tidak usah di pikirkan, itu hanya bunga mimpi,”

sahut Aldo.

“Tapi semalam aku bertemu dengan wanita di sini dia mengenakan baju putih, dia juga menghilang tiba-tiba,” ucap Lilis.

“Makanya, kalau pergi ke suatu tempat yang sepi, ajak orang lain, ini kan hutan,” Tutur Aldo.

Setelah menempuh perjalanan 30 menit, Mereka berdua pun sampai di tujuan, dan mulai berpisah arah menuju pemandian masing-masing.

Saat Lilis akan memasuki pemandian wanita yang di beri semacam tembok persegi empat tanpa atap, pemisah antara laki-laki dan perempuan, Lilis melihat ada wanita yang mengintip dari balik batang pohon besar di huluan sungai.

Wanita itu melambaikan tangan, seperti mengajak Lilis masuk ke dalam hutan, Lilis hanya tersenyum kecil dan mengabaikan hal tersebut.

Lilis mulai membuka tenda kain yang menutupi pintu masuk ke dalam pemandian wanita, Lilis seketika tercengang melihat banyak sekali warga yang beraktifitas, ada yang mencuci, ada yang mandi, ada juga yang sedang buang hajat, semua di lakukan dalam satu tempat, sehingga membuat Lilis merasa bingung harus mandi di sebelah mana.

Bersambung...

HAI READERS YANG MANIS JANGAN LUPA UNTUK SELALU DUKUNG AUTHOR DENGAN MEMBERI LIKE, KOMEN, VOTE SERTA TEKAN FAVORIT TERIMAKASIH BANYAK ❤️

Instagram :@Saya_muchu

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!