Hari ini adalah Hari Minggu tanggal 16 Februari 2020. Cuaca cukup cerah dengan beberapa awan tebal yang menutupi terik ganas matahari.
Kartika Kancanamaya, gadis berumur 29 tahun itu sedang mematut diri didepan cermin compact powdernya. Memperbaiki sedikit riasannya agar tidak terlihat kusam. Kemudian ia tambahkan sedikit blush on pada pipinya, membuat wajah gadis ini kini lebih segar dari sebelumnya.
Ia menata kembali rambut hitam dan ikal sebahunya, kemudian menyemprotkan hair vitamin spray sekali lagi sebagai sentuhan terakhir. Sekarang rambutnya terlihat mengembang dan rapi.
Maya lalu bersandar ke kursi mobilnya dan memeriksa group chat yang sudah berisi 5 unread messages. Dijudul group tertulis, "Lunch invitation bicthes!"
Ya, itu adalah group berisi 5 teman masa SMAnya yang masih menjalin hubungan persahabatan sampai saat ini. Maya masih menjalin komunikasi yang baik dengan mereka semua. Bahkan, mereka punya agenda rutin untuk bertemu minimal 1 kali dalam kurun waktu 2 atau 3 bulan.
Group chat itu sedari tadi tidak berhenti berbunyi. Membuat Maya mau tak mau harus cukup sering mengecek isi obrolan group. Sekarang pun, sebenarnya Maya cukup enggan menghadiri pertemuan kali ini. Sebab ia sungguh sedang sangat banyak pekerjaan.
Maya bekerja sebagai seorang Chief Editor pada salah satu kantor berita lokal di kotanya. Sudah menjadi pekerjaan sehari-harinya lah memantau berbagai informasi dan melakukan fit and proper test sebelum sebuah berita naik cetak ataupun di publish di media lain seperti Internet atau TV. Maya sangat menyukai pekerjaannya. Pekerjaannya inilah yang telah menyelamatkannya dari kesepian dan membawanya larut dalam dunia lain.
Group chat itu kembali ramai dan pesan masuk menjadi berkali-kali lipat. Jika ada pertemuan semacam ini tentu saja group chat akan selalu heboh, terkadang membuat Maya harus scroll sampai jauh ke atas obrolan sebelumnya untuk memastikan ia tahu tema apa yang sedang di bahas di group itu.
Sebenarnya Maya agak risih sama group ini. Sebab group ini adalah anak dari Group "My bitches" yang isinya adalah 6 orang yang sama pula termasuk dirinya. Group dari group. Ah, memikirkannya saja sudah kesal.
Kenapa coba harus bentuk group dalam group? Kalau cuma ajakan makan siang bareng doang?, batinnya.
Maya sudah bersiap membuka pintu mobilnya lalu ponselnya berdering.
"May, kamu dimana? Kita udah ngumpul semua nih!" itu Yrene yang menelepon.
Saup dibelakang suaranya terdengar berisik suara tertawa perempuan yang tak lain adalah 4 orang teman lainnya.
"Ini udah didepan cafe, mau masuk nih!"
"Owalah, Oke" Yrene mematikan telepon.
Maya keluar dari mobil sambil menghela nafas, entah kenapa perasaanya berat untuk menemui sahabat-sahabatnya kali ini.
Sebab ia tahu, pastilah ini momen dimana Yrene akan mengumumkan pernikahannya.
Mengundang teman-temannya menjadi bride of honor alias pendamping pengantin wanita, sekaligus memberi dress untuk dipakai di wedding day. Sekaligus pula momen ini deklarasi bahwa Maya akan jadi jomblo terakhir dari group wanita ini.
Cling!
Lonceng kecil dari pintu cafe berbunyi saat Maya membuka pintu cafe.
Cafe ini adalah cafe baru di Kota dan cukup populer. Interiornya tampak indah dengan design rustic. Maya berjalan perlahan berusaha menebak sendiri dimana kira-kira lokasi teman-temannya. Ia enggan melirik kembali chat dan mencari info lokasi tempat duduk mereka.
Rambut Maya sedikit tersibak ke kacamata hitamnya saat ia menyaksikan Yrene memeluk Tania yang sedang menggendong baby Tom.
Rupanya Yrene tak bisa menungu barang 5 menit saja, ia sudah membuka rahasia yang tertebak itu.
Ia sudah membagikan kartu "Will you be my bridesmaid?" ke semua teman-temannya.
Saat Maya hadir di kerumunan itu, Yrene menoleh dan menyadari kedatangan Maya.
Ia kemudian menghambur dan memeluknya.
"Maya! Be my maid of honour!" pekiknya ditelinga Maya.
Maya menelan ludah dan berkata, "My pleasure dear!" dan tak membalas pelukan Yrene.
Saat Yrene berbalik untuk memberi Maya tas putih berisi paket bridesmaid, Maya tersenyum menatap punggung Yrene yang masih memakai jas putih dokter.
Yrene yang cukup lama menunda pernikahannya itu karna sibuk bekerjapun akhirnya menyebarkan undangan juga.
Bahkan menjelang pernikahannya, Yrene masih sibuk bekerja di Klinik hewan sebrang cafe.
Maya menerima tas yang diberikan Yrene dan duduk disamping Tania.
Baby Tom yang masih berumur 10 bulan sudah turun dari pelukan Tania tertatih meraih paha Maya.
"Happah" dan Baby Tom menempelkan bibirnya yang penuh icing coklat kue donat ke rok Maya.
Detik berikutnya disusul pekikan Tania dan canda tawa lainnya.
Tapi, setitik es tumbuh dihati Maya. Hatinya terasa dingin, membuatnya susah tersenyum saja. Meskipun suasana ramai, pikiran Maya seperti tidak disana. Pandangan matanya nanar dan tidak fokus.
Maya memperhatikan satu-persatu sahabatnya. Tania sudah menikah dan mempunyai baby Tom yang berusia 10 bulan. Ia menikahi seorang duda tanpa anak yang dijodohkan oleh Ayahnya. Beruntung lelaki tersebut adalah orang baik yang sholeh, tajir melintir dan tidak punya masalah apapun dengan mantan istri maupun keluarga mantan istrinya. Tania seperti mendapatkan paket lengkap kehidupan. Lelaki yang sudah mapan, juga sudah berpengalaman.
Nina dan Adel bahkan sudah on the way anak kedua. Mereka berdua memang termasuk pasukan yang memegang prinsip mahmud macan alis mamah muda mamah cantik. Punya banyak anak dan repot hanya di usia muda saja. Begitu anak beranjak dewasa, usia belum tua dan masih bisa aktif beraktivitas.
Virsa adalah sahabat Maya yang paling unik. Ia dapat dibilang sebagai cewek tomboy yang hobi berantem dengan anak laki-laki semasa SMA dulu, namun justru ia lebih dahulu menikah dan sekarang sedang hamil trimester kedua.
Lalu, sahabatnya Yrene kini sedang mempersiapkan rencana pernikahan. Terhitung dalam lingkaran persahabatan ini, Maya sudah 4 kali menjadi Bridesmaid alias pendamping pengantin perempuan. Sampai nanti di pernikahan Yrene, maka Maya sudah rekor menjadi Bridesmaid single sebanyak 5 kali. Itu belum terhitung jadi bridesmaid pengantin lain seperti dari saudara sepupu atau teman kantor. Kalau saja semua deretan baju Bridesmaids miliknya ia jual, mungkin ia bisa mendapatkan cukup uang untuk membeli baju pengantin miliknya sendiri.
Perhatiannya beralih pada tas kertas putih yang Yrene berikan. Yup, another Bridesmaid's Invitation and Dress.
Maya masih ingat pertama kali mendapat kesempatan menjadi Bridesmaid di pernikahan Nina. Saat itu ia masih merasa bahagia dan senang-senang saja. Tapi kini, setelah berulang kali hadir di pernikahan banyak orang, selain rasanya lelah, ada perasaan sedikit iri juga. Entah kapan gilirannya berhenti menjadi bridesmaids tetapi justru memakai baju yang utama, baju seorang bride alias pengantin wanita.
Maya menatap layar ponselnya yang padam, ia dapat melihat bayang dirinya disana.
"Jadi, aku nih yang tinggal single aja ya. Hahaha, mana tahun ini bakal kepala 3" gumamnya pilu.
***
Yrene mencuci tangannya di toilet cafe dan melepas jas dokter nya.
Ia sedikit terkejut dan terbesit perasaan malu saat akhirnya dia sadar bahwa sedari tadi dia masih mengenakan jas putihnya. Maklum saja, sebenarnya ia sangat terburu-buru dan sudah sangat telat dari jam janjian mulai acara. Untung saja ada Maya yang lebih telat, jadi Yrene tidak perlu jadi sasaran keluhan acara yang telat.
Yrene menghela nafasnya saat berjalan menuju parkiran mobil sambil melipat jas ditangannya.
Spesial hari ini, bahunya terasa sangat ringan saat melepas jas putihnya.
Yrene resmi mengundurkan diri dari klinik hewan tempat ia bekerja. Dan bersiap untuk komitmen dikehidupan barunya menjadi seorang istri.
Ia bergumam seraya bersandar di dinding toilet. Hm, seorang istri ya?
Ia ingat dulu jaman masa kecil saat tergila-gila dengan permainan boneka Barbie and Ken. Sejak kecil Yrene sangat berharap suatu saat dia bertemu lelaki seperti Ken dalam cerita Barbie. Tapi lambat laun ia memasuki usia sekolah, sosok Ken dalam pikirannya hilang bagai menguap entah kemana. Sosok anak lelaki justru membuatnya takut. Anak lelaki terkesan kasar, suka mengejek, berantem, memukul dan menganiaya anak perempuan.
Yrene kecil menjadi pribadi yang pemalu dan sangat canggung berhadapan dengan anak lelaki. Terutama juga karena ia hanya memiliki saudara kandung perempuan yakni adik kecilnya. Sosok laki-laki di rumah hanya Ayahnya, Dokter Handoko. Karena sang Ayah begitu sibuk dan jarang bermain dengan Yrene dan adiknya, Yrene kurang mengenal sikap dan tingkah laku yang baik dari seorang lelaki.
Sampailah suatu saat ia bertemu dengan anak lelaki saat MOS SMP. Pertemuan itu diawali Yrene yang menangis di tengah lapangan upacara sebab ia ditembak oleh salah seorang kakak panitia. Yrene begitu takut untuk menolak tapi tidak mau menerima rasa suka sang kakak kelas. Sebab penolakannya, ia di cibir sok cantik, jual mahal, adik kelas sombong dan lainnya. Tidak ada satupun, atau mungkin tidak ada yang berani membelanya. Benar-benar menjadi tontonan satu sekolah.
Sampai tangan seorang anak laki-laki menggandengnya dan membawanya ke UKS. Memanggil petugas kesehatan sekolah dan meminta air putih untuk membantu Yrene menjadi tenang. Menanyai guru akan nomor telepon orang tua Yrene dan mengadukan agar Yrene yang sedang sedih dibawa pulang saja. Juga menghadapi orang tua Yrene dan melaporkan bullying yang Yrene terima. Dan terakhir, ikut menjadi korban bully kakak kelas sebab terkesan merebut Yrene dari sang panitia MOS.
Lelaki itu adalah lelaki yang sama setiap kali melindungi Yrene, lelaki yang selalu ada dan menolong Yrene kapanpun. Lelaki yang tak pernah sekalipun memberi pandangan tidak sopan. Lelaki yang sejak awal sangat menghormatinya sebagai perempuan. Yrene bahagia punya teman, sahabat seperti dia. Sampai suatu saat, setelah bertahun-tahun berteman, anak lelaki itu menyatakan cinta di akhir masa SMA.
Lamunan Yrene terhenti saat tiba-tiba ponselnya bergetar. Ada sebuah panggilan masuk yang tidak terjawab. Lalu sebuah pesan chat masuk dan berisikan bahwa ia sudah di tunggu di parkiran.
Yrene sedikit merapikan poninya dan tersenyum sendiri pada pantulan bayangannya di cermin. Ia lalu bergegas berjalan keluar cafe.
Di parkiran, Ikhsan-kekasihnya sedang menunggu.
"Hi Yang!" Sapa Yrene saat pintu mobil terbuka.
Ikhsan tersenyum dan mematikan music player mobil.
"Ada bawa bungkusan makanan gak? Laper nih, aku belum makan."
"Loh, udah jam segini loh?!" Yrene kaget tapi tak sepenuhnya.
Ikhsan adalah salah satu orang yang suka telat, bukan hanya telat makan tapi saat inipun Ikhsan sebenarnya sudah ngaret setengah jam dari janjinya menjemput Yrene dari acara hari ini.
"Yaudah kita mampir drive-thru aja sekalian jalan pulang, nanti gantian aku nyetir kamunya makan dimobil."
"Yah, gak bisa berhenti dulu makan gitu temenin aku?"
"Yah, yang. Aku ada janji ketemu sama vendor WO dirumah buat final touch semuanya. Atau mau makan di rumahku aja?"
"Gak deh, makasih. Ntar diomelin papa kamu lagi kalau ketahuan makan junk food."
Yrene tersenyum. "Ya kalau makan di rumah, aku yang masakin sayang."
Ikhsan tak merespon, ia membelokkan mobil dan masuk ke jalan raya.
"Hehe, gak ah. Lagi pengen junk food," tukasnya tertawa jahil.
Yrene tersenyum kecut, tapi ia langsung sibuk membuka group chat "My bitches".
Setelah selesai makan siang, dibubarkan pula group "Lunch invitation bithes!" itu atas protes Maya mengenai group chat yang beranak-pinak.
Mau tidak mau, Nina yang jadi admin akhirnya manut saja. Sekarang, hasil foto acara tadi sudah bermunculan di group chat induk.
Yrene ingin berkomentar di group tapi terhenti saat chat si vendor muncul.
"Mbak dokter. Hihi maaf, kita bisa ketemuan aja gak di cafe Delauja. Aku habis ketemu klien disini.
Terus habis janjian dari Mbak Yrene, malah ada janji lagi di cafe ini.
Kalau mbak gak keberatan sih. Soalnya dari pada saling telat."
Yrene menoleh ke Ikhsan yang sedang sibuk ngobrol dengan speaker drive-thru.
Saat Ikhsan selesai mengorder, Yrene baru saja mau membuka pertanyaan apakah Ikhsan mau mengantar sekaligus mau menemani bertemu vendor.
Tapi Ikhsan menerima telfon.
"Oke, gapapa bro. Sampai ketemu bro!"
"Siapa?"
"Bonang, kawan yang bakal ngisi akustikan."
Akustik untuk acara wedding kan? batin Yrene. "Untuk wedding kita?"
"Hah? bukan. Buat acara kantor," tukas Ikhsan singkat. Ia sibuk mengambil orderan dari jendela drive thru.
"Ya iyalah, neng!" Sambungnya terkekeh lalu membayar dan berterimakasih ke operator drive-thru.
"Abis nganter kamu, aku mau ke dia ngurus lagu-lagu apa aja gitu yang kita request,"
Ikhsan memarkir mobil dihalaman resto junk food, ia membuka seatbelt dan kunci pintu mobil.
"Ayo yang, tukeran tempat duduk. Laper. Kamu nyetir kan?"
Yrene mengangguk bersiap beranjak tukar tempat duduk.
"Aku gajadi ke rumah, vendornya pindah haluan mau ketemua di Delauja." Ucap Yrene seraya memasang seat belt.
"Lah," komentar Ikhsan singkat sambil melahap burgernya.
Yrene memacu mobilnya menuju cafe Delauja, tidak jauh dari cafe sebelumnya.
Yrene sebenarnya ingin berkomentar lebih banyak agar Ikhsan terlibat tapi ia mengurungkan niatnya.
Ia dan Ikhsan sudah sepakat untuk punya tanggungjawab masing-masing dalam mengurus pernikahan.
Selama masih bisa ditangani, maka tidak perlu merepotkan.
Keduanya sepakat satu selera, apapun yang kamu pilih asal kamu senang aku senang saja.
Keduanya percaya, pernikahan ini penting bagi mereka.
Dan untuk itu, tidak mungkin pilihan yang ditentukan ditujukan untuk menyakiti salah satu pihak.
Mereka, sudah bersama selama 13 tahun.
Sahabat sejak SMP dan berpacaran sejak tamat SMA. Selalu bersama dan tidak pernah berjauhan dalam kurun waktu yang lama.
Kurang apa mereka saling kenal.
Kini, pernikahan yang sudah lama mereka inginkan didepan mata.
Tidak pernah mudah untuk akhirnya sampai dikesempatan ini. Kesempatan seumur hidup.
Di pernikahan mereka nanti, keduanya mempersiapkan tiap bagian yang menjadi tanggungjawab mereka sebaik mungkin.
Tak lupa menyelipkan kejutan, cinta dan rahasia disetiap sentuhannya.
Yrene tersenyum mengingat detail-detail di tiap dekorasi yang ia pilih.
Ada makna dan pesan rahasia yang ia harap Ikhsan dan hanya Ikhsan yang paham.
Begitu pula Ikhsan.
Atau pasti begitukan, sayang? batin Yrene.
***
Ikhsan menjatuhkan dirinya dikasur.
Seharian ini cukup sibuk menyelesaikan beberapa pending item pekerjaan agar selesai sebelum cuti nikah dan tidak menggunung setelah kembali dari honeymoon.
Tangannya memainkan sebuah flashdisk yang berisi list semua lagu yang akan diputarkan dipernikahan mereka. Ia tersenyum, semua lagu ini adalah lagu kesukaan Yrene.
Sambil menutup mata dengan lengan kanannya, perlahan Ikhsan merenungi kehidupannya.
Satu bulan lagi adalah hari pernikahan mereka. Ikhsan sebenarnya menyimpan rasa gundah direlung hati terdalamnya. Susah baginya untuk percaya bahwa ia akan menghadapi kehidupan baru yang penuh tanggung jawab.
Sedari kecil, ia adalah anak tunggal. Tak sekalipun tanggungjawab ada ditangannya.
Sampai detik ini, Ikhsan pun bekerja sebagai konsultan IT. Jika sedang mood, maka ia akan mengambil client, jika tidak mungkin hanya datang ke kantor sebagai formalitas. Ia bimbang tetapi...
Baginya, Yrene adalah cahaya matahari yang terang dan hangat. Tempat ternyaman yang ia miliki. Menyinari seluruh ruang hidupnya.
Semenjak pertama kali mengenal Yrene saat masih bocah di SMP, Ikhsan tidak menduga akan selamanya akan berputar-putar di dunia perempuan ini. Bahkan, kalau bukan jodoh atau takdir, ia tidak tahu harus menyebut sebagai apa. Selama bertahun-tahun mereka selalu bersama. Membuat Ikhsan kecil perlahan menyadari kecantikan dan kebaikan hati Yrene. Setelah lama bersama, Ikhsan akhirnya menyerah dengan titel persahabatan yang ada di antara mereka berdua. Ia ingat saat di bangku akhir SMA, Ikhsan tidak tahan untuk menghapus jarak dan akhirnya menjadikan Yrene lebih dekat sebagai kekasihnya.
Yrene jauh berbeda dengan dirinya.
Yrena sangat pintar, cekatan, mandiri dan enerjik.
Yrene tahu jelas apa yang akan diraihnya, semua terencana dengan baik.
Bersama Yrene, Ikhsan seperti diajak terus berjalan kesebuah kepastian.
Dengan semua rencana Yrene, Ikhsan seperti sedang berwisata dengan guide. Segala sesuatu teratur, terarah dan menyenangkan. Dengan paras yang begitu cantik dan raut wajah yang teduh, Yrene adalah bidadari dihatinya. Menikahi Yrene adalah sebuah langkah serius dimana ia akan mengabdikan dirinya sebagai teman hidup Yrene.
Ikhsan menghirup nafas dalam-dalam. Sejujurnya, apakah ia pantas untuk Yrene?
Ia menolehkan wajahnya kekiri menatap cermin di dinding. Sebentar lagi Yrene akan jadi penghuni kamar ini. Ia akan mendengar suara Yrene diseluruh penjuru ruangan. Yrene tak hanya sibuk berkeliaran dihati, pikiran dan jadwalnya. Yrene akan sibuk berkeliaran di rumah ini dengan anak-anaknya nanti yang lucu-lucu.
Ia akan tertawa jika diomeli oleh Yrene, membalasnya dengan canda dan membuat Yrene semakin marah. Ia lalu akan membopong Yrene yang kesal ke ranjang ini. Memuaskan Yrene sampai tuntas tak tersisa kemarahan bidadarinya. Kemudian ia akan mencium kedua mata Yrene, memeluknya dan mengantarnya tidur. Menjadi lelaki paling bahagia karena Yrene.
Ikhsan menarik dirinya dari lamunan dan bersiap ke kamar mandi. Membersihkan diri lalu menghadap tuhan untuk berdoa. Semoga semua niatan ini dituntun untuk menjadi kebahagiaan.
Tuhan tolonglah lancarkan, bisiknya tulus.
***
Maya menggulung dirinya dalam bedcover putih, diluar cuaca sedang hujan sederas-derasnya. Hatinya mengumpat sedih, separah ini ya rasa kesepian itu. Gadis ini masih patah hati rupanya. Meski Ia tidak yakin apa penyebab patah hatinya. Sayup terdengar melodi musik instrumen sedih. Perlahan, air matanya mengalir.
Maya menggigiti bibirnya, menyadari perlahan bahwa ini adalah bentuk perasaan depresi.
Depresi karena apa? Karena belum dapat jodoh?, Maya menghembuskan nafasnya dengan keras.
Ia sungguh tidak ingin mengakui bahwa kesepian dan ketakutan akan menua sendirian itu sesungguhnya menghantui dirinya.
Maya dengan enggan melangkahkan kakinya ke dapur. Menyeduh mie instan dan berjalan keruang tamu.
Setelah beberapa kali mengganti channel TV dan tidak ada yang menarik perhatiannya, Maya memutuskan untuk membaca buku saja. Jemarinya menelusuri jejeran judul buku dan terhenti disebuah buku tebal.
Itu adalah buku jurnal Maya saat ia menjadi reporter SMA. Maya tersenyum, ini buku yang mungkin akan merubah mood melow nya malam ini.
Sambil menunggu kepulan hawa panas dari mangkuk mie nya mereda, Maya mencepol asal rambutnya dan mulai membuka lembaran jurnalnya. Ada beberapa artikel yang ia tulis, artikel menarik yang ingin ia contoh gaya penulisannya dan... sebuah amplop putih.
Amplop apa ini?, gumamnya.
Maya mencoba mengendus amplop itu, ada aroma yang menggelitik.
Hihi, itu ternyata aroma parfum yang ia suka semasa SMA dulu.
Maya mencoba menerawang isi amplop dibawah lampu. Ia benar-benar lupa apa isi amplop itu.
Maya ingin sekali membukanya tapi kemudian ia ragu.
Apa alasan dirinya yang dulu menutup rapat isi amplop dan menyimpannya di Jurnal?
Ia kemudian memperhatikan dan mulai membaca kliping berita yang tertempel di Jurnalnya.
Beberapa jurnal berisikan liputan berita aktivitas sekolah, kebanyakan membahas kegiatan ekstrakurikuler dan lomba-lomba yang diikuti para siswa di SMAnya dulu. Kebetulan dulu Maya memang ditugaskan dibagian PROFILE. Tugasnya adalah meliput tentang anak-anak yang berprestasi.
Jemari Maya menelusuri lembar demi lembar, dan berhenti pada artikel yang di judulnya ada nama Maya.
Ah, itu adalah dimana ia terpilih sebagai jurnalis termuda di SMAnya. Biasanya yang direkrut oleh tim jurnalis sekolahnya adalah anak-anak kelas 2 dan kelas 3. Hal ini semakin membuat ektrakulikuler jurnalistik menjadi salah satu tim elite di antara para murid. Zaman Maya SMA dulu saja, kebanyakan anak OSIS adalah tim jurnalis juga. Hal ini tentu akan semakin membuat mereka mudah mengakses informasi.
Lalu di lembar berikutnya, ada lagi klipping berita tentang Maya. Ia saat itu menginjak kelas 2 SMA dan terpilih sebagai siswa berprestasi yang akan mewakili sekolah dalam sebuah lomba reportase di TV nasional. Lagi-lagi ia mencetak prestasi dan membanggakan tim jurnalis. Maya remaja saat itu benar-benar mencintai kegiatannya. Perlahan sejak itu, Maya menyadari bahwa ia memiliki passion dalam dunia informasi dan berita.
Ada tersisa 2 lembar terakhir di jurnalnya sebelum lembaran-lembaran kosong yang menguning karena telah lama tersimpan. Meski Maya merawat buku jurnalnya ini dengan baik, Ia tetap sangat berhati-hati membuka lembar demi lembar. Ia jadi memiliki ide untuk melakukan scanning pada jurnalnya dan mengabadikan dalam bentuk digital.
Di lembar terakhir, Maya mendapati sebuah tulisan tentangnya lagi. Itu adalah saat paling membanggakan dalam hidupnya semasa SMA dulu. ia terpilih untuk meliput berita tentang pendidikan dan budaya di New Zealand. Sekaligus berkesempatan untuk mengunjungi negara itu bersama dengan ketua tim jurnalis. Berkat kegiatan itu pula lah, Maya ditawarkan beasiswa untuk kuliah disana.
Maya pikir ia sudah sampai pada klipping terakhir, tetapi ada satu lembar lagi jurnal yang tertempel dan tampak lusuh. Entah lusuh karena apa. Saat Maya membaca dengan jelas dan memperhatikan foto yang ada pada klipping berita itu, ia menarik nafasnya dalam-dalam.
Itu, berita yang ia tulis.
Tentang, Ikhsan
***
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!