NovelToon NovelToon

Kamu Milikku

Hari Pertama

"Jason !! "

"Bak Lepaaaa.." suara cadel bocah berusia dua tahun memecah hiruk pikuk nya bandara Tao Yuan.

Reva berjongkok, tangannya direntangkan menunggu bocah kecil itu masuk dalam pelukannya.

Si bocah masuk dalam pelukannya dengan hantaman yang kuat.

Reva terjungkal.

Keduanya terkekeh-kekeh, terbaring di lantai bandara.

"Sama siapa Jason? Papi ? Mommy ?" tanya Reva menggelitik Jason.

Jason terkikik-kikik geli.

Reva menatap sayang pada sepupu kecilnya.

Satu tangan terjulur membantunya bangun.

Reva mengangkat wajahnya.

Menatap pemilik tangan yang juga menatapnya.

Senyum tipis terukir di wajah itu.

"Uncle Steven.." panggilnya.

Senyum langsung memudar dari wajah Steven Chou.

"Kamu ini ngeyel ya..

dari bertahun-tahun yang lalu aku udah bilang jangan panggil uncle !"

Reva tersenyum malas.

Dia menyambut tangan yang diulurkan Steven.

Ini cowok paling rewel yang pernah dia kenal.

"Emang sekarang udah berapa umurmu?

Kamu kan tetep dipanggil uncle sama Jason." jawab Reva.

"Dua puluh tiga.

Belum lima puluh !" ketus Steven.

"Jason sama kamu beda." sambung Steven.

"Apanya yang beda ?

Jason panggil aku Kakak.

Jason panggil kamu uncle.

Jadi aku juga panggil kamu uncle.." jawab Reva mempermainkan Steven.

Dia ingat, Steven selalu berkeras untuk dipanggil namanya saja.

Ngotot.

Jadi..Reva ingin mempermainkan Steven sejenak.

Steven menarik mukanya yang tampan.

"Jangan cemberut.

Ntar gak ganteng lagi lho.." kata Reva sambil menggendong Jason.

Steven makin cemberut.

Reva tertawa lepas.

Stevens melirik ke samping.

Tawa Reva terdengar renyah di telinganya.

Tadi di kantor dia menawarkan diri untuk menjemput Reva.

Dia sedang malas ikut rapat dengan salah satu klien.

Steven orang yang keras kepala.

Dia jenius dan tidak sabar pada orang yang tidak memahami ide-ide nya.

Klien yang satu itu terus menerus bertanya dan membantah konsep yang sudah dibuatnya.

Steven tidak punya kesabaran menjelaskan lagi dan lagi.

Tadi Michael datang ke kantor membawa Jason.

Semua orang langsung senang.

Jason cepat akrab dengan orang lain dan tidak takut.

Juga jarang menangis.

"Tumben bawa Jason." sapa Sandy sambil mengambil Jason dan mencubit pipinya.

"Iya..Tia lagi latihan buat turnya.

Aku harus jemput Reva." kata Michel menatap Jason

"Reva ?

Keponakan Tia yang dulu itu ?"

Michael mengangguk.

"Ngapain kesini ?"

"Kuliah. Dapet beasiswa di tempat kita."

"Oya ? Pinter tuh anak.

Ambil apa ?"

"Biomedical engineering."

Michael diam sebentar.

Matanya menatap Sandy.

"Katanya lu yang nyuruh dia ke universitas di Taiwan."

Sandy tersenyum senang.

"Oya ?

Inget juga tu anak.

Kayak apa dia sekarang ?

Dulu kan masih imut banget.

Liat Jim nyanyi langsung heboh." katanya.

"Cantik Boss ?" sela Steven.

Michael menoleh menatap Steven dan kemudian Sandy. Dan memindai seluruh kantor yang ternyata menyimak obrolan mereka.

"Cantik.

Gak terlalu mirip Tia.

Tapi cantik."

"Kamu jangan macam-macam Steven !" ancam Sandy.

"Hmm...gak peduli seberapa jeniusnya kamu Steven, begitu kamu macam-macam sama keponakanku..kamu out !!" Michael menambahkan.

Steven tertawa.

"Ngomong-ngomong tentang jenius, nanti kamu ikut kami rapat." kata Sandy pada Steven.

"Aduuh...gue lupa...

jamnya bareng!" kata Michael menepuk jidatnya.

Michael memindai anak buahnya.

Semua memandangnya, berharap dia yang dipilih untuk menjemput Reva.

"Aku aja Boss." kata Steven.

Sandy melotot

"Enggak !!

Kamu itu yang pegang proyek ini."

Steven mengeluh.

"Boss..please.

Aku capek sama itu cewek.

Nanya mulu.

Bantah terus."

Mereka semua tertawa.

"Tu cewek suka sama kamu Steve !" sela Anna.

"Ahh..aku gak suka sama dia.

Ya Boss..please..please.

Kalo aku ketemu cewek itu lagi, bisa melayang gelas ke muka dia saking begonya dia nangkap penjelasan ku." kata Steven.

"Aku janji Boss..apapun yang kalian putuskan di rapat itu bakal aku kerjain deh.

Asal jangan berhadapan sama dia lagi..

Mana mukanya selalu mupeng sama aku." sambung Steven.

Semua kembali tertawa.

"Ya Bos ya..

Ya..ya.." Steven memelas.

Dia betul-betul tidak ingin ikut dalam rapat.

Dia tidak pernah mengatakan bahwa perempuan yang dimaksud terus menerus meneror nya dengan ajakan kencan.

Dia tidak suka dikejar-kejar seperti ini.

Apalagi perempuan itu terus menerus mengganggunya dalam rapat. Meminta perhatiannya, menyela omongannya, membantah apa yang dikatakannya.

Berusaha menarik perhatiannya padahal dia sama sekali tidak tertarik.

Michael, Sandy dan Robert saling berpandangan.

"Josh !

Kamu yang handle rapat hari ini.

Steven biar menjemput Reva." putus Sandy.

"Aaa....padahal aku yang pingin dipilih jemput Reva." keluh Josh.

Steven melotot.

"Boss...aku bawa Jason ya ?" katanya memandang Michael.

Michael balas memandang.

"Emang kamu bisa handle Jason sekaligus nyetir ?" tanya Michael.

"Bisa dong.

Jadi aku punya teman ngobrol dijalan.

Lagian..belum tentu Reva inget aku Boss.

Kalo ada Jason kan enak." kata Steven.

"Hei Jason...mau ikut uncle gak ?

Kita jemput Reva ?" kata Steven berdiri mencolek Jason yang masih dalam gendongan Sandy.

"yee.." Jason mengangguk.

"Pinter..nanti uncle belikan es krim?

Permen ? dou hua ?"

Jason mengangguk.

"Jangan permen Steve. Nanti ngamuk Tia sama aku."

"Kalo gitu permen." putus Steven.

"Steven !!" bentak Michael pelan.

Steven tertawa terbahak-bahak.

Dan begitulah akhirnya, Steven menjemput Reva.

Jauh sebelum rapat dimulai dia sudah mengajak Jason pergi.

Dia tidak ingin berpapasan dengan kliennya.

Steven mengajak Jason ke taman bermain di mall. Menemaninya bermain.

Banyak ibu-ibu yang meliriknya heran dan kagum.

Masih muda, ganteng, bicara dalam bahasa Inggris tapi mau bermain dengan anaknya yang masih berusia dua tahun.

Sendirian. Tanpa ibu si anak.

Steven menyukai Jason.

Jason tidak rewel.

Dan Jason memiliki wajah mirip si cantik, ibunya.

Matanya bulat, bulu mata panjang, pipi tembam, kulit putih mengikuti ayahnya.

Steven masih belum bisa melepaskan impian ingin memiliki pacar yang mirip seperti Tia. (Novel Mengejar Cinta Kakak Kelas - author)

Dia tidak jatuh cinta pada Tia.

Tapi menjadikan Tia sebagai patokan dalam memilih pasangan.

Dan hal itu mengakibatkan dia sampai sekarang belum menemukan gadis yang pas dengan seleranya.

Dan sekarang..dia mengambil alih troley barang yang dibawa oleh Reva.

"ayo.." katanya.

Reva lalu mengikuti Steven sambil menggendong Jason.

"Kenapa kamu yang jemput aku ?" tanya Reva membuka percakapan.

"Emang kenapa?

Boss lagi sibuk. ada rapat.

Si Cantik lagi latihan buat turnya.

Aku mau melarikan diri dari kantor." jawab Steven.

Reva tertawa.

"Kamu pasti suka membolos."

"Hm...kok tau ?" balas Steven.

Steven lalu berhenti di samping sebuah mobil.

"Ini mobil kamu ?" tanya Reva.

"Obil akel " tunjuk Jason cadel.

Steven membuka pintu samping.

Menunjuk car seat tempat dia meletakkan Jason.

"Jason duduk disini ya ?" katanya membujuk Jason.

"Cama bak Lepa." jawab Jason.

"Oke..sama mbak Reva yaa." jawab Reva.

"Apa itu mbak?" tanya Steven sambil memasukkan koper Reva di belakang mobil.

"Big sister dalam bahasa Jawa." jawab Reva

"Aku boleh duduk di belakang kan ? " sambungnya bertanya.

Steven mengangguk.

"Iya..kamu temenin Jason."

Steven lalu menstater mobilnya.

"Aku disuruh nganterin kamu ke rumah Boss."

Reva mengangguk.

"Nanti tinggal dimana ?"

"Belum tau.

Tante Tia yang nyariin tempat."

"Hm... kamu ambil biomedical engineering ya?"

"Kok tau?"

"iya tadi Boss cerita."

Steven menatap Reva melalui kaca spion.

"Kamu udah gak imut lagi."

Reva tertawa.

"umurku udah delapan belas."

"Hah ?! baru delapan belas ?"

"Kamu jangan sok tua deh. Kamu sendiri...pasti belum dua lima kan.

Masih muda.

Masih bau kencur !" kata Reva meledek.

Steven memerah.

"Jangan kurang ajar kamu.

Aku udah dewasa.

Kalo kamu masih anak-anak."

"Emang aku masih anak-anak kok.

Makanya kamu jangan macam-macam.

Nyetir yang bener. Sebelum ngebahayain nyawa anak-anak yang ada di belakang !" balas Reva pedas.

Steven menggelengkan kepalanya.

Kenapa dia jadi berdebat sama bocah bau kencur ini?

Kuliah pun belum.

Boro-boro bisa diajakin kawin !

...🌴🌹☘️...

Melihat Apartemen

Steven membantu Reva mendorong kedua koper besarnya.

Reva sendiri menggendong Jason.

Steven lalu memencet bel.

Mbok Min turun untuk menjemput mereka.

"Mbak Reva..." sapanya.

"Halo Mbok...

Apa kabar ?"

"Baik Mbak...

Ayo mbak..sudah saya siapin juadah sama teh anget diatas." kata mbok Min sambil meminta koper dari Steven.

Steven menggeleng.

"Ini berat.

Biar saya aja."

Mbok Min menatap kosong.

Reva tertawa.

"Mbok..biar dia aja yang bawa.

Yuk keatas." ajaknya.

Di apartemen, Steven mendorong koper Reva ke kamar yang ditunjukkan oleh Mbok Min.

Jason langsung menarik tangan Reva ke kamarnya sendiri.

Meminta Reva untuk menggendongnya mengambil mainan yang ada diatas rak.

Saat Reva keluar, dia melihat Steven sedang menatap foto Tia yang dibingkai besar dan digantung di dinding bersebelahan dengan foto pernikahan nya bersama Michael.

Reva mengamati Steven.

Mata Steven memancarkan kekaguman.

Reva mengernyit.

"Kamu ngefans sama tanteku?" tanyanya.

"Siapa yang enggak ?" tanya Steven balik bertanya. Matanya masih memandang foto Tia.

"Boss ku beruntung." katanya menunjuk foto Michael.

Reva mengangguk. Lalu berjalan ke sofa dan duduk.

Kepalanya kembali menoleh ke arah Steven.

"Kamu gak mau duduk ?

Udah disediain minum."

Steven akhirnya melepaskan pandangannya pada foto Tia dan berjalan ke sofa.

"Kapan ke kampus?" tanyanya.

"Minggu depan.

Aku liat-liat apartemennya dulu."

Jason menghampiri Steven lalu duduk di pangkuannya. Memegang bis mainannya.

Steven menatap sayang padanya.

"Jason, kamu mirip Mommy ya.." katanya.

Reva yang sedang menatap Steven kembali mengernyit sebentar.

"Kamu bener-bener ngefans tanteku." putusnya.

"Tante kamu punya segala hal yang membuat seorang pria bangga bisa memilikinya.

Kamu bisa tanya om kamu." jawab Steven mengelus rambut Jason yang kaku.

"Hmm...seluruh keluarga kami bangga sama tante Tia.

Dan karena tante Tia ada disini makanya aku dibolehin kuliah di luar negeri.

Sebetulnya tadinya aku mau ikut jejak tante, kuliah di Aussie."

Steven memandang Reva.

"Aussie juga oke.

Tapi kamu disini ada yang jagain." katanya.

"Om Sandy juga bilang begitu.

jadi aku ngambil disini."

"Om Sandy ?

Sandy ?

Bossku?"

Reva mengangguk.

"Iya. Sandy Boss kamu tuh."

Steven meminum tehnya.

"Kalo kamu mau, kamu bisa nyewa apartemen di tempatku.

Aku punya apartemen di dekat kampus."

"Tinggal sama kamu ?" Reva mengernyit.

"enggak.

Aku punya dua apartemen."

"Ngapain kamu punya dua ?" tanya Reva.

"Ya buat disewain sama orang-orang kayak kamu. Tempatnya oke kok.

Dan kalo kamu beneran mau tinggal disitu, aku kasih diskon buat kamu."

"Kenapa kosong ?"

"Baru seminggu yang lalu, Sien pindah ke apartemen pacarnya." jawab Steven mengangkat bahu.

"Kamu sendiri tinggal dimana ?"

"Gedung sebelahnya.

Apartemenku itu aku beli pake setahun gajiku sendiri waktu kuliah.

Abis itu tahun berikutnya aku beli apartemen lain yang sekarang aku tempatin.

Mereka semua itu orang baik." tunjuk Steven ke foto Michael.

"Penghasilanku jauh diatas rata-rata penghasilan mereka yang punya posisi sama seperti ku.

Bahkan kalo dibandingin sama Amerika.

Makanya kami semua loyal.

Gak ada yang pindah walaupun dibajak." cerita Steven.

"Dan kami semua punya saham disana." sambungnya.

Steven menatap Reva. Menilainya.

"Jadi kalo kamu mau sama aku, dijamin kamu gak bakal kelaparan." katanya iseng.

Reva memerah.

"Siapa yang mau sama kamu ?

Aku kesini mau kuliah kok.

Abis itu balik tanah air."

"Yaa..mana tau..." jawab Steven enteng.

Reva tercengang.

"Ya udah..aku balik dulu." katanya berdiri menurunkan Jason dari pangkuannya.

"ikut akel..ikut.." kata Jason merengek, memegang kaki Steven erat-erat.

"Uncle mau balik kantor. Nanti Papi marah ke uncle lho." kata Steven kembali duduk.

Jason menggeleng.

"Ikut akel..."

Steven berpandangan dengan Reva.

"Kamu mau nemenin?"

"Kemana?"

"Taman bermain. Abis itu ke kantor. Sekalian aku tunjukin apartemen aku.

Nanti kamu pulang sama Boss aja." katanya.

Reva ragu sejenak lalu mengangguk.

"Oke..aku ganti baju dulu ya."

"Hmm.."

Satu jam kemudian, mereka bertiga sudah bermain di taman bermain.

Jason senang sekali.

Kembali mereka menjadi pusat perhatian para orang tua yang ada disana karena wajah keduanya muda sekali.

Apalagi wajah Reva.

Mereka berbisik-bisik.

Steven bukannya tidak tau.

Tapi dia sengaja tidak mempedulikan supaya Reva tidak merasa malu.

Dia mengajak mereka sedikit menjauh dari kumpulan ibu-ibu.

Reva sendiri ternyata tidak memperhatikan sekitarnya. Dia terlalu asik bermain dnegan Jason. Sama seperti Tia, Reva anak tunggal.

Lelah bermain, Jason mengantuk.

Steven lalu mengajak mereka kembali ke kota tempat kantornya berada. Satu jam dari tempat mereka sekarang.

Jason diletakkan di carseat dan langsung tertidur pulas.

Reva sendiri menikmati perjalanan menuju kota tempat dia akan kuliah.

Steven mengajak dia berputar-putar di Taipei menunjukkan kota itu pada Reva.

Dua jam kemudian, Steven menunjukkan apartemen miliknya.

Apartemen nya rapi.

Steven sudah membersihkan apartemen itu. Membuang barang-barang yang ditinggalkan oleh Sien dan hanya meninggalkan perabot milik Steven sendiri.

Sudah ada TV, mesin cuci, robot pembersih lantai, vacuum cleaner, kompor induksi.

"Apartemen kamu bagus Steven."

"iya dan gak jauh dari kampus kamu.

Kamu mau naik sepeda atau bawa mobil ?"

Reva menggeleng.

"Belum tau.

Liat nanti aja."

"Aku tinggal di sebelah.

Kalo jadwal kita bareng, kamu kuliah pagi, aku gak masalah nganterin kamu ke kampus."

Reva menggeleng lagi.

"Gak usah. Nanti kamu repot."

"Liat aja nanti.

Ada beberapa temanku yang tinggal disini juga.

Kalo kamu mau tinggal disini, aku kenalin nanti."

"Teman kamu bukannya udah pada tua-tua?" tanya Reva iseng mengganggu Steven.

"Sembarangan !!" sambar Steven sebal.

Reva tertawa terbahak-bahak.

"Reva...aku harap kamu mau nempatin apartemen ku disini.

Aku kasih kamu diskon. Lebih murah dibandingkan kamu cari yang sama di tempat lain." kata Steven serius.

"Ya..nanti aku ngomong sama om Michael dan Tante Tia." kata Reva.

Steven mengangguk.

Dia melirik arlojinya.

"Yuk..ke kantor.

Udah hampir jam 5."

"Jason...yuk...kita ke tempat Papi." ajak Reva.

Jason bertepuk tangan lalu berlari menghampiri Steven.

Steven menggendong Jason.

"Kok dia nempel banget sama kamu ya?" kata Reva.

"Dia tau cowok ganteng dan bermutu." jawab Steven asal-asalan.

"Kamu ini narsis ya ?

Pasti belum punya pacar !" putus Reva.

"Aku nyari yang seperti mommy nya dia." kata Steven sambil memandang Jason dengan sayang.

"Udah ketemu ?"

"Sejauh ini belum." jawab Steven.

Reva tertawa.

"Astaga...

Turunin standarnya !

atau kamu bakal membujang seumur hidup lho..

Kamu ini bukannya yang ganteng banget kayak om ku itu " tawa Reva.

Steven melotot.

"Kamu bocah ingusan..

mana ngerti soal mencari teman hidup yang serasi."

"Enak aja !

Aku ini udah delapan belas tahun !!" bantah Reva.

"Dan tau apa kamu soal perkawinan ?" kata Steven masih menggendong Jason.

"Tau banyak.

Yang jelas, perkawinan tante sama om ku itu bahagia.

Perkawinan papa mama ku juga bahagia." jawab Reva mengikuti Steven keluar dari gedung dan menuju mobilnya.

Steven membuka mobil lalu kembali meletakkan Jason di car seat.

"Kita ke kantor Papi ya Jason.."

Jason tertawa riang sambil bertepuk tangan.

...🎋💒🌴...

Gosip

" Jason !!

Seneng ya main sama uncle Steven ?" tanya Michael, Papi Jason saat Jason berlari menghampiri Michael.

Jason digendong.

Wajahnya ceria.

Reva menyusul dibelakangnya.

"Reva...enggak capek langsung ikut kesini?" tanya Michael.

"Enggak Om.

Tadi Jason pingin ikut Steven ke kantor.

Terus Steven nawarin ngeliat apartemennya di deket kampus."

Michael menoleh menatap Steven.

"Aku punya dua apartemen Boss.

Yang satu baru aja kosong.

Tadi aku bawa Reva kesana.

Sudah lengkap semua, tinggal masuk dan apartemen ku itu dekat sama kampus kita.

Kalo Reva pulang malam, Boss dan si Cantik gak perlu terlalu khawatir."

"Hmm...Aku juga udah ngeliatin beberapa apartemen buat kamu Va.

Kamu mau liat atau udah cocok sama apartemen nya Steven ?"

"Saya liat-liat dulu deh Om.

Minggu depan baru registrasi." jawab Reva setelah menatap Steven sejenak.

"Ya udah..

Mau hari ini ?"

"Oke Om..

Mumpung lagi disini." angguk Reva.

"Udah jam 5, sekarang aja kalo gitu.

Bentar ya, Om panggil Om Robert dulu." kata Michael sambil melirik Steven.

Jason turun dari gendongan Michael, lalu berlari menghampiri Steven yang berjalan ke ruangannya.

"Akel !!" panggilnya.

Steven menoleh lalu menggandeng Jason masuk keruangan Steven.

Reva tetap menunggu ditengah-tengah ruang kantor sambil menatap satu demi satu pintu ruangan.

Steven diikuti oleh dua orang anak buahnya masuk ke ruangannya.

Sementara Om Michael masuk ke ruangan Om Robert.

"Hai...Reva kan ?" sapa satu suara.

Reva menoleh.

"Oh..Josh !!"

Josh mengulurkan tangannya.

"Apa kabar ?" katanya.

Reva ingat karena Josh satu-satunya yang bule di kantor Michael.

"Baik.

Aku kuliah disini sekarang."

"Bagus !! Kita bisa sering hangout bareng kalo gitu." kata Josh.

Reva tersenyum.

"Oke Josh.."

Andrew menghampiri.

"Kamu inget aku ?"

"Hmm..sebentar...aku ketuker nih..

Liu ? atau Andrew ya? "

Anna juga menghampiri.

"Reva..kamu inget aku ?"

"Inget. Aunty Anna kan ?"

"Anna aja." jawab Anna sambil tersenyum.

"Oke " jawab Reva mengacungkan jempol dan telunjuk membentuk bulatan.

"Jadi..aku siapa?" kejar Andrew.

Reva mengamati.

Liu ikut mendekat.

"Kamu uncle Liu." tunjuk Reva pada Liu.

"Dan kamu Andrew."

Liu dan Andrew tersenyum lebar.

"Jadi kamu mau tinggal disini ?" tanya Andrew.

Reva mengangguk.

"Mandarin kamu udah lumayan." kata Liu.

"Iya.

Kata Om Sandy dulu, dilatih terus kalo mau kuliah disini."

Andrew menganggukkan kepala ke ruangan Sandy.

"Sayang.Boss Sandy lagi keluar."

"Dipanggil pacarnya, langsung kabur dia." cetus Anna dengan wajah tidak suka.

"Kamu gak suka ya?" tawa Josh.

Anna menggeleng.

"aku suka sama Tia, aku juga suka sama Biliyan.

Tapi yang satu ini.? Bahh !!"

"Tapi cantik."

"Ah...Madam Tia juga cantik. Terkenal. Mendunia.

Tapi gak petantang petenteng dsini.

Padahal company dia yang punya.

Kalo mau minum, ambil sendiri, sekalian suaminya dia yang bikinin.

Madam Biliyan juga.

Lha yang ini..?

Baru status pacar aja, minum minta dibikinin, dianterin.

Boss Sandy sering harus bikinin dia.

Terus matanya..

dia sering liatin kamu Josh !!

Hati-hati kamu !

Salah-salah bisa dipecat kamu sama Boss Sandy gara-gara dia !" gerutu Anna panjang lebar.

Dia sudah kena disuruh bikinin kopi untuk pacarnya Sandy.

Bahkan Tia pun tidak pernah menyuruh dia bikin kopi.

Reva membisu mendengarkan gosip ini.

Dia tidak tahu apa-apa.

Baru saja datang.

Michael mendekati.

"Pasti lagi gosipin pacarnya Sandy !"

Mereka semua tertawa.

"Kamu jangan percaya dulu sama Anna, kamu liat dulu orangnya baru kasih penilaian." kata Michael pada Reva.

"Ihh Boss...aku gak gosip yang gak bener yaa." cemberut Anna.

"Lagi pula aku belum tentu bakal ketemu pacarnya om Sandy, Om.." senyum Reva.

Michael menatap Reva.

"Dia kuliah di kampus yang sama dengan kamu.

Senior kamu 3 tahun. Beda fakultas sih.

Dia juga artis.

Dibawah Maxx Entertainment juga.

Kalo tante Tia ngajak kamu ke sana, kemungkinan kamu bakal ketemu sama dia."

"Lagi naik daun" sambung Andrew.

"ya mungkin itu yang bikin dia merasa diatas angin." sahut Robert.

"Ah..Madam dulu langsung naik begitu ngeluarin single pertama. Chartnya nomor satu.

Gak pernah nyuruh anak disini bikinin kopi." sahut Anna.

"Soalnya Madam gak suka kopi. Dia sukanya teh." jawab Michael tersenyum.

"Tapi Madam gak petantang petenteng Boss.

Aku langsung suka Madam dari sejak awal kenalan."

"Aku langsung jatuh cinta sama Madam dari sejak awal ngeliat dia." balas Michael.

"Boss ! please!!" sungut Anna.

Semua tertawa.

"Yuk Va..kita liat apartemen yang udah Om sortir buat kamu.

Nanti kalo kamu maunya apartemennya Steven ya gak papa..

Dibawa enak aja ya.." kata Michael pada Reva.

"Iya Om...

berangkat sekarang ?

saya panggil Jason dulu." kata Reva.

Reva melangkah menuju ruangan Steven.

Roger dan Sean, anak buah Steven masih didalam.

Jason sendiri sedang bermain mobil-mobilan di pojok ruangan Steven.

Reva berhenti di depan pintu. Steven menengadah.

"Kenapa ? mau pulang ?" tanyanya.

"Mau liat apartemen yang lain.

Tapi kalo aku gak suka, aku boleh ambil apartemen kamu.

Tawaran nya masih berlaku kan ?"

"Masih. Dan aku harap, kamu yang ambil apartemen ku." jawab Steven.

Reva mengangguk.

"Hei Jason..ayo pulang.

Papi udah nunggu."

Jason mendongak.

Lalu berlari keluar.

"Bye Steven.." pamit Reva.

"Bye."

Steven lalu menoleh kembali ke kedua anak buahnya.

Sean masih menoleh memandangi Reva.

"Hei...Hei..!!" tegurnya.

"Cantik Boss."

"Cantik. Kan Masih saudaranya si Cantik." jawab Steven.

"Saudaranya Madam ?

Pantes.." gumam Sean masih memandang Reva.

"Saudaranya Madam, artinya saudaranya Boss.

Kamu mau main-main sama saudaranya Boss?" tanya Steven datar.

"Kalo serius boleh ya Boss ?" kejar Sean.

"Coba aja kalo berani !" sahut Roger tertawa.

"Mau tinggal di apartemen Boss ?" tanya Sean.

"Kalo dia mau.

Aku sih pinginnya dia yang nempatin.

Supaya bayarannya lancar." angguk Steven pada Michael.

"Pinter Boss !" kata Sean.

"Hmm apartemen Boss kan deket sama apartemen ku." renung Sean.

"Iya deket.

Deket juga sama apartemen ku.

Kamu mau macem-macem sama dia ?

Aku gak akan belain kamu kalo ada apa-apa ya !

Lagian..dia masih kecil.

Baru aja masuk kuliah.

Delapan belas." kata Steven.

"Pas dong sama aku yang dua puluh satu." sahut Sean.

"Ck..ck..ck..." Steven berdecak sambil menggelengkan kepala.

Ini asyiknya kalau bekerja di perusahaan yang digawangi anak-anak muda.

Ada lika-liku kisah cinta disini.

Seperti saat dia menyaksikan perjuangan Bossnya Michael mendapatkan si Cantik sebagai istrinya.

(Baca : Mengejar Cinta Kakak Kelas )

Dia ikut menatap keluar jendela kaca.

Reva sedang menggendong Jason. Bercanda dengan anak itu sambil mendengarkan Anna dan Josh.

Tawa Reva terdengar hingga ke ruangannya.

Kantor mereka memang dibuat kedap. Sehingga suara yang kecil pun terdengar.

Tawanya mengalun.

Khas tawa orang Indonesia.

Dia biasa mendengarkan karena ketiga bosnya adalah orang Indonesia.

Dia juga memperhatikan beberapa temannya memberikan perhatian lebih pada gadis baru ini.

Reva memang manis.

Kulitnya tidak seputih dia.

Tapi tampak eksotik.

Lagipula dia sudah setiap hari melihat kulit putih.

Ada yang kecoklatan malah memberi selingan pemandangan indah.

Apalagi...hmm...

dia baru memperhatikan.

Bibir Reva merah ranum dan penuh, hidung mancung, rambut lurus dengan ikal diujungnya.

Jari tangan nya lentik.

Dan matanya... mata bulat khas Melayu sedang menatap sayang pada Jason.

Keibuan.

Syarat mutlak bagi kesejahteraan setiap anak.

...🌴🍎🎋...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!