NovelToon NovelToon

Cinta Jas Putih (COMPLETED)

BAB 1

"Pagi, Sus." sapa Lili setelah sampai di poli interna. Di awal koas, dia dan beberapa temannya mendapat jatah di bagian interna, selama sekitar delapan minggu.

Setelah presentasi kasus dan ujian, dan tentu saja setelah dinyatakan lulus, barulah ia akan dipindah ke bagian lain.

"Sumringah banget sih, Dek!" goda Ima, perawat muda (baca : baru lulus) yang juga baru saja diterima bekerja di RSUD tersebut.

"Yaa ... bukankah kita harus memulai hari dengan senyuman?" balas Lili yang sudah duduk di kursinya.

"Iya deh, iya ... orang cantik mah bebas ya, Dek!" Bu Sisi, perawat senior di bagian interna menimpali sambil menumpuk beberapa map status itu di meja.

"Halah, semua wanita itu cantik, Buk!" ujar Lili sambil merogoh saku snelinya.

"Dek Koas Lili nanti jangan lupa disuruh nemenin Dokter Yudha visiting pasien inap ya!"

Lili mengerutkan dahi, Dokter Yudha? Dokter yang songong, judes, galak, kaku, dingin, diktator, dan entah hal jelek apa lagi yang Lili sematkan padanya, kenapa harus dia?

"Aduh, Buk! Auto mules perut aku begitu Ibuk sebut namanya!" Lili meringis, merajuk Bu Sisi berharap ia digantikan oleh temannya yang lain.

"Waduh, Dek! Buruan gih ke kamar mandi dulu. sebelum Dokter Yudha datang!" Bu Sisi yang di kode malah tidak peka.

Lili memanyunkan bibirnya, "Sebenarnya yang bikin aku harus jadi asisten paten dia siapa sih, Buk?" Lili mendengus, bibirnya masih monyong lima senti.

Bu Sisi celingak-celinguk melihat ke kanan dan ke kiri, kemudian membisikkan sesuatu ke telinga Lili.

"Apa???" Lili melotot kemudian Bu Sisi menempel telunjuknya tepat di bibir Lili.

"Tapi kenapa?" tanya Lili masih histeris. "Kenapa harus aku?"

"Kayaknya naksir kamu deh, Dek!"

Lili mendadak merinding, laki-laki sekaku itu? Sejudes itu? Ihhh ....

Belum sempat Lili kembali membuka mulut, sosok tinggi tegap dengan rambut hitam klimis dan hidung mancung itu sudah muncul dan berdiri di depannya.

"Bagus kalau sudah hadir!" ujarnya sambil menandatangani absen kehadiran. "Lainnya mana?" tanyanya begitu datar, dingin, dan kaku.

"Tidak tahu, Dok!" jawab Lili seperlunya, perutnya yang tadi sudah mulas kini semakin mulas!

"Oke, kamu ikut saya!" ujarnya lalu meraih stetoskop yang tadi ia letakkan di meja.

Lili melonggo, ikut dia? Sekarang? Kemana?

"Kemana, Dok?" tanyanya begitu polos, ia tak percaya secepat ini harus mengasisteni dokter killer itu!

"Kemana katamu? Kamu mau koas sepanjang masa di sini?"

"Waduh! Ya jangan, Dok!" Lili gelagapan, tapi sepagi ini mau kemana? Bukannya jam kunjungan pasien inap baru dimulai pukul sebelas? Ini baru pukul setengah delapan!

"Dibagian ini aku konsulen mu! Jadi semua nilai kamu disini tergantung padaku!" ujarnya datar. "Itu sudah mutlak!"

Lili tak mampu mengeluarkan sepatah kata apapun, matanya membulat menatap laki-laki dengan Hem biru dan sneli lengan panjang itu.

"Masih berdiam di situ? Mau nilai D?"

"Eng-enggak, Dok!" Lili gelagapan.

"Ayo ikut!" bentaknya sambil balas menatap Lili yang masih tak berkedip menatapnya.

"Tapi ... bukankah jam visiting pasien masih pukul sebelas, Dok?"

Sosok itu menatapnya tajam, "Kamu pikir dokter koas itu cuma mengasisteni dokter senior visiting pasien doang? Enak kali kau!"

Lili masih melongo, ia belum paham.

"Asistensi saya praktek hari ini sebelum jadwal kunjungan pasien! Mengerti?"

Dhuaaarrr!!!

Seperti disambar petir Lili mengejang di tempatnya berdiri. Itu artinya selama koas di poli interna ia akan menghabiskan banyak waktu dengan dokter zombie ini?

"Lima menit tidak menyusulku, kubuat kau mengulang bagian ini satu kali lagi!"

***

Lili dengan tergesa mengekor di belakang Dokter Yudha, belum apa-apa keringat dingin sudah mengucur membasahi dahinya.

Entah akan jadi apa masa koas yang dalam bayangannya akan menjadi masa yang begitu indah, dimana kemudian ia akan berjumpa dengan seorang dokter tampan, mempesona, dan kemudian saling jatuh cinta, lalu menikah, membuka klinik mereka sendiri, dan Lili pun sudah menentukan spesialisasi apa yang akan dia ambil kelak, sungguh indah imajinasi Lili.

Namun imajinasi dan harapan itu pupus, luluh begitu yang ia jumpai dokter sejenis Dokter Yudha!!!

Tunggu, sebenarnya Dokter Yudha ini masuk kategori dokter yang dia harapkan seperti dalam imajinasinya.

Posturnya tinggi, tegap, gagah, dengan kulit putih bersih, hidung mancung, bibirnya merona, mungkin dia bukan laki-laki perokok, belum lagi penampilannya selalu rapi bersih, dan mmm ... cukup macho juga.

"Woy ... Lili mau kemana!"

Lili tersentak dari lamunannya, ia baru sadar bahwa ia kebablasan, alias ruang praktek Dokter Yudha telah terlewati. Dokter zombie itu sudah melipat tangannya sambil memasang muka ketus.

'Mamp*s aku!'

"Maaf, Dok!" guman Lili sambil tersenyum kecut, berharap wajah ketus itu tidak berubah semakin menyeramkan.

Dokter Yudha tidak berkata-kata lagi, dia langsung duduk di mejanya, meletakkan tas dan membuka snelinya.

Mata Lili terbelalak begitu melihat otot-otot lengan Dokter Yudha yang tidak bisa disembunyikan oleh Hem birunya, sungguh idaman sekali laki-laki ini!

"Kenapa? Aku nggak akan buka baju, jadi tenang saja!" ujarnya lalu menyampirkan sneli di punggung kursinya.

Lili melangkah dengan gemas, kenapa juga harus mahluk seperti ini yang ia asistensi? Wajah dan tubuh begitu menggoda, tetapi sikapnya begitu menyebalkan tingkat dewa, Oh Tuhan!!

"Saya harus ngapain, Dok?" sungguh pertanyaan yang sangat bodoh, dan Lili menyesal mengucapkan nya!

Dokter Yudha mengangkat wajahnya, mata tajamnya menatap tepat di mata Lili.

"Perlu dijelaskan lagi alat-alat yang diperlukan untuk pemeriksaan pasien, Lili?"

Lili hanya menggeleng, ia merasakan wajahnya memanas ketika mata cokelat itu menatap tajam langsung ke bola matanya.

Ia bergegas menyiapkan semua, mengecek handsanitizer apakah masih, tensimeter apakah berfungsi, mesin EKG, dan lain sebagainya.

Lili begitu sibuk sehingga ia tidak menyadari bahwa sepasang mata tajam itu tengah mengawasinya.

***

"Siaalll....!"

Lili terus mengumpat di kantin, teman-teman hanya cekikikan mendengarkan umpatannya. "Kenapa sih harus aku yang jadi asisten dokter zombie itu?"

"Udahlah, rejeki itu!" ledek Nindi sambil terus menyendok bakso di mangkoknya.

"Rejeki pala Lo peang?" Lili makin gusar, dipukul-pukul mangkuk baksonya.

"Udah, sayang mangkok nya kalau pecah, Li!" Tania terkekeh.

"Tapi by the way, Dokter Yudha itu idaman banget lho sebenarnya." Uvi yang dari tadi diam ikut bersuara.

"Iya, kalau saja dia bukan manusia setengah zombie!" Lili menimpali sambil memonyongkan bibirnya.

"Nah kan!" Tania dan Nindi setengah berteriak sambil menunjuk Lili.

"Nah kan apaan?!" balas Lili lebih keras.

"Kamu juga sebenarnya mengakui kan kalau Si Dokter Zombie itu sebenarnya idaman?"

Lili mendengus, "Kalau dia bukan manusia setengah zombie, ingat kata-kata ku!"

"Hati-hati lho, jangan terlalu membencinya ntar kamu naksir beneran lho!"

"Enak aja! Kalau dia udah bermutasi jadi manusia normal mau lah, tapi kalau masih setengah zombie kayak gitu, amit-amit deh!"

"Kita liat aja besok deh, lagipula kamu koas di bagian interna paling cuma dua bulan kan? Keep calm dong, Sis."

***

Yudha mengacak rambutnya, entah sudah ke berapa kali setelah Lili pamit istirahat tadi. Entah mengapa sejak pertama kali berjumpa dengan gadis itu di acara perkenalan mahasiswa kepaniteraan klinik beberapa hari yang lalu, ia sudah merasa tertarik dengan gadis itu.

Melisa Atmajaya, nama lengkap gadis itu. Dipanggil Lili karena kulitnya seputih bunga Lili. Rambutnya panjang hitam mengkilap macam model iklan sampo di TV. Matanya sipit tanpa lipatan mata, bibirnya berisi, sensual dan merah merona.

Sungguh bayangan itu langsung menghantui dan membuatnya langsung mengajukan diri menjadi konsulen Lili selama koas di bagian penyakit dalam.

Sudah lama sekali ia tidak merasakan sensasi seperti ini. Ia ingat betul terakhir kali adalah ketika masih menjadi mahasiswa FK semester dua.

Setelah peristiwa itu, ia sama sekali tidak mau lagi berhubungan dengan wanita, cinta, janji, sumpah, dan apalah lagi namanya.

Hingga kini usianya sudah 34 tahun, jangankan anak istri, kekasihpun dia tak ada!

Ibu sudah tak henti-hentinya meminta dibawakan menantu, cucu, dan hanya itu yang beliau ucapkan ketika dia pulang kampung, namun bayangan itu, luka itu, masih belum bisa sembuh.

Luka itu masih mengeluarkan darah, meninggalkan nyeri, dan menyesakkan dadanya.

Meskipun sekarang ia seorang internis, namun ilmu kedokteran yang dia pelajari tak mampu menuntunnya untuk menyembuhkan lukanya!

BAB 2

'Jangan lupa besok datang pagi!'

Lili melolot membaca pesan masuk dari Dokter Yudha, perutnya mules (lagi) ketika ingat bagaimana seharian tadi ia menghabiskan waktu bersamanya.

Tapi sejenak ia bersyukur, selain dapat dosen tampan dan macho, Dokter Yudha bukan tipe laki-laki kurang ajar yang berpikiran kotor.

Bisa saja kan diwaktu tadi saat mereka hanya berdua di ruang praktek Lili di cium, diraba, atau bahan di ...

Tunggu!

Lili merasakan wajahnya memanas, sedetik kemudian ia merasa malu membayangkan bibir sensual Dokter Yudha menciumnya, tangan kekarnya memeluknya dan ...

"Lili! Buka pintu!"

Lili tersentak ketika pintu kontrakannya ada yang mengetuk, rasa-rasanya suara itu ... Lili langsung berlari keluar kamarnya, dan menemukan Danisa, anak prodi kebidanan yang satu fakultas dengannya.

"Eh, sini masuk!" Lili mempersilahkan Danisa masuk.

"Gimana kepaniteraan klinik mu?" tanyanya to the point sambil mendaratkan pantatnya di kursi sofa Lili.

"Horor!" jawab Lili asal.

"Kok? Kamu nggak disuruh jadi petugas kamar jenazah kan?"

"Mending deh jadi petugas di kamar jenazah, ini lebih parah!"

"Maksudnya?" Danisa mengerutkan dahinya.

"Baru nih pertama koas, udah dapet aja konsulen killer! Muka jutek, kaku, datar, judes, ah ... ngeselin!"

Danisa menahan tawanya, "Dokternya cewek? Atau Cowok?"

"Cowok. Dan yang bikin keki, dia itu ganteng banget, Nis!" Lili mengepalkan tangannya gemas. "Sumpah aku meleleh liat wajahnya, bodynya, cuma kalau keinget gimana sikapnya, juteknya, aku jadi ilfeel setengah mati!"

Danisa menganggukkan kepalanya. "Jadi secara tidak langsung sebenarnya kamu naksir cuma karena dia jutek, judes, trus kamu jadi benci gitu?"

"Eh gimana?" Lili mencoba mencerna teori Danisa tentang perasaannya ke Dokter Zombie itu.

"Iya, bener kan? By the way, seganteng apasih si dokter itu?" tanya Danisa mulai kepo.

Lili merogoh iPhone di saku celananya, lalu membuka profil foto WhatsApp Dokter Yudha dan menyodorkannya ke Danisa.

Danisa melotot, ia tak asing dengan wajah itu! "Dokter Yudha Bhaskara, Sp.PD!"

"Kamu kenal?" Lili menatap Danisa yang masih terkejut.

"Dia temen sekelas Abang aku waktu kuliah di FK, Li!"

Lili menatap Danisa, dan Danisa menangkap maksud tatapan matanya.

"Dia jadi seperti itu karena dulu ..."

***

"Yud, sampai kapan lagi ibu harus menunggu?"

Yudha menghembuskan nafas berat, beginilah kalau ibunya mengunjunginya. Bukannya tidak suka, hanya saja permintaan yang berulang diminta cukup sulit diwujudkannya.

"Umurmu sudah sangat cukup matang untuk berumahtangga, dan ibu mu ini akan semakin tua, Yud!"

Yudha meletakkan sendoknya, lalu menatap wajah ibunya yang sudah banyak keriput dimana-mana. "Doakan saja, Bu!"

"Ibu selalu mendoakan kamu! Selalu!"

Yudha merogoh saku snelinya ketika ada notifikasi masuk, dari Lili!

'Selamat pagi, Dok ... mau mengabarkan bahwa pasien inap atas nama Biyan kembali berdarah ketika BAB'

"Sebentar, Bu!" Yudha izin menelepon seseorang. "Halo, darimana kamu tahu?" Yudha mengangkat alisnya. "Ok, hubungi Dokter Jessen, ini sudah masuk ranah sub spesialisasinya. Saya segera kesana!"

"Sesekali kesampingkan pekerjaanmu, Yud! Pikirkan masa depanmu!"

"Bu, pekerjaan ini masa depan Yudha juga." Yudha menatap lembut ibunya, seolah berharap bahwa wanita itu mengerti. "Nanti sepulang praktek, Yudha ingin memperkenalkan ibu dengan seseorang."

Entah dapat ide dari mana, sedetik kemudian Yudha menyesali kebohongannya.

"Pacar kamu, Nak?" wajah ibunya tampak begitu cerah, penuh harap.

Ah ... Yudha merasakan ada sembilu tajam menusuk dadanya! "Ibu tunggu saja, ya ... sekarang Yudha mau pamit kerja dulu!" Yudha bangkit lalu mencium tangan ibunya.

***

"Ini sudah masuk ranah Anda, Dokter!" Yudha menyerahkan seluruh rekam medis milik pasien bermana Biyan itu.

Dokter Jessen membaca dengan detail, tak perlu waktu yang lama, kemudian ...

"Oke, akan langsung saya tindaklanjuti untuk mengetahui sudah di stadium berapa kankernya."

"Baik saya rasa cukup, Dokter! Terimakasih!" Yudha bangkit lalu menjabat tangan Dokter Jessen, yang kemudian diikuti oleh Lili.

"Kanker Kolon, Dok?" tanya Lili hati-hati.

"Baru dugaan, setelahnya akan dilakukan endoskopi sekalian biopsinya."

Lili hanya menganggukkan kepalanya.

Yudha melirik gadis itu, lalu teringat akan janji dusta yang diberikan pada ibunya pagi tadi.

"Li ..." panggilnya lirih.

Lili tersentak, gadis itu menatapnya kaget, seolah dia barusan memintanya menjadi istrinya.

"Gimana, Dok?" mata itu menatap langsung ke mata Yudha, dan ia kembali merasakan getaran itu, hangat, nikmat.

"Sudah makan siang?" tanyanya halus.

Gadis itu tanya terpaku, seolah tak percaya dengan apa yang barusan Yudha katakan.

"Ayo, kita makan di luar!" Yudha tak mau menunggu apa jawaban gadis itu, ia menarik tangan Lili yang masih terpaku membisu di tempatnya berdiri.

***

"Kamu mau makan apa?" tanya Yudha dibalik kemudinya.

Gadisnya tampak gugup, pipinya memerah, dan membuat Yudha makin gemas dibuatnya.

"Terserah Dokter saja, Dok!" Lili tampak salah tingkah, dibalik itu sebenarnya Yudha merasakan hal yang sama, namun dia punya cara lebih elegan menutupinya.

Apakah gadis itu punya perasaan yang sama? Maksudnya apakah ia juga merasakan perasaan hangat, nikmat yang dirasakan Yudha ketika ia menatap mata Lili? mencium aroma tubuhnya? Mendengar suaranya?

"Berapa umur kamu?" tanya Yudha mencoba mengendalikan perasaannya.

"Saya dua puluh empat tahun, Dok."

"Masuk FK umur sembilan belas tahun berarti?"

Lili hanya mengangguk sambil sesekali melirik Yudha dibalik kemudinya.

"Makan selat Solo mau?"

Lili hanya mengangguk dan tersenyum.

Dan Yudha merasakan hatinya makin bergemuruh.

BAB 3

"Gimana, enak?"

Lili hanya mengangguk, sambil menyunggingkan senyum manisnya. Pikirannya melayang, sebenarnya ada apa? Kenapa pagi ini Dokter Yudha aneh sekali? Maksudnya kenapa dia jadi lembut seperti ini? Kemana sikap dingin, jutek, judes, dan sombongnya? Apakah dia bipolar?

"Li!"

Lili tersentak ketika lengan Dokter Yudha menyenggol lengannya. Ya, Dokter Yudha duduk tepat di sebelah kanannya!

"Maaf, ada apa, Dok?" Lili kaget sekaligus malu, ketahuan melamun.

"Bisa minta tolong?" Dokter Yudha mengentikan kalimatnya, "Hmm ... nanti sebagai balasannya akan kuberi kau nilai A, aku janji!"

Dahi Lili mengerut, sedetik kemudian ia tersenyum, sangat manis. Dia tak tahu bahwa senyum itu makin membuat jantung Dokter tiga puluh empat tahun itu berdebar tak karuan.

"Saya lebih baik dapat nilai D, tapi hasil saya sendiri, daripada nilai sempurna tapi karena pertolongan atau karena imbalan, Dok!" Lili masih tersenyum.

Dokter Yudha mematung, tangannya dingin, jantungnya berdegup kencang, rasanya ia harus ke kardiolog setelah ini.

"Apa yang bisa saya bantu, Dok? Saya akan dengan senang hati membantu jika memang saya mampu." Lili kembali tersenyum, "Tapi tolong, jangan hubungkan dengan kegiatan kepaniteraan klinik saya ya, Dok! Tetap nilai saya apa adanya!"

Dokter Yudha tersenyum, dan pertama kalinya Lili menyadari bahwa lelaki di hadapannya semakin mempesona dalam senyumannya.

"Ikutlah kerumahku sepulang praktek!"

***

"Apa?"

Lili mendengar dengan jelas bahwa Danisa memekik di ujung telepon. "Iya aku serius, dia memintaku berpura-pura jadi pacarnya dan akan dia kenalkan pada ibunya yang kebetulan di Solo saat ini."

"Li, aku merasa ini saatnya!"

Lili tertegun, saatnya? Apa maksudnya?

"Maksudmu?" Lili masih tak mengerti.

"Saatnya dia bangkit dari Kubang penderitaan, dan kaulah orang yang akan membangkitkan dia kembali."

Lili langsung menangkap maksud Danisa, ia teringat ceritanya malam itu ketika Danisa berkunjung ke kontrakan miliknya. Namun benarkah dugaan Bu Sisi dan Danisa bahwa dokter itu jatuh hati padanya setelah sekian lama menutup diri?

"Jika kau mencintainya, sembuhkan dia, Li!"

Lili terdiam.

"Aku dan kakakku berani menjamin, bahwa dia adalah laki-laki yang baik, bertanggung jawab. Percayalah!"

"Aku mengerti, Nis! Tapi apakah aku mampu? Maksudku aku sendiri belum paham betul apakah aku benar-benar ada perasaan dengan dia."

"Cobalah dulu, intinya dia laki-laki baik! Dan seumpamanya kamu tidak mampu membalasnya, pergilah dengan cara yang baik, jangan kembali melukainya!"

Lili hanya mengangguk, kemudian menutup teleponnya. Pandangannya menatap lurus ke depan pintu bangsal, kebetulan hanya dia yang ada disana, beberapa perawat tengah ke kamar pasien, mengganti infuse, memberi obat, dan entah apa lagi.

Apakah dia juga jatuh hati dengan Zombie bersneli itu? Tapi ia benci sikap kakunya! Bukankah sikap dinginnya karena sesuatu yang terjadi padanya? Dapatkah dia berubah? Bukankah dia sudah berubah begitu drastis pagi ini?

Tapi apakah itu benar-benar karena dia jatuh hati pada Lili? Bukan karena ia membutuhkan bantuan Lili demi berbohong di depan ibunya?

Ahh ... bisa saja setelah Lili membantunya, ia kembali kaku, dingin, siapa tahu kan?

"Dokter tidak pulang?"

Lili tersentak, Yuni sudah duduk disampingnya sambil melepas sarung tangan lateksnya.

"Sebentar lagi ..."

"Ayo Li, ibu sudah menunggu kita!"

Bukan hanya Lili, Suster Yuni pun melonjak kanget. Dokter Yudha? Dokter Lili? Ditunggu ibu? Tunggu ... apa artinya?

"Aku balik dulu ya!" Lili tersenyum, lalu melambaikan tangannya pada Yuni.

Yuni masih melotot tak berkedip, bahkan ketika Dokter Yudha melambaikan tangan tanda ia juga minta pamit, Yuni masih melongo, secepat itukah? Dengan Dokter Lili?

***

"Jangan gugup! Ibu akan tahu kalau semua ini hanya sandiwara, Li!" Dokter Yudha melirik Lili yang tampak pucat di sampingnya.

"Seperti apa Ibu Anda, Dok?"

Dokter Yudha tersenyum geli. "Berhenti memanggilku 'Anda', 'Dokter'!"

"Lantas saya harus memanggil apa, Dok?" Lili menoleh laki-laki yang tampak sangat gagah dengan Hem Maroon yang lengannya digulung sampai siku itu.

"Hmmm ... panggil apa ya? Yang jelas jangan sekaku dan seformal itu di depan ibuku!"

"Saya panggil 'Mas' boleh?" ujar Lili hati-hati.

Dokter Yudha tersenyum lalu mengangguk, "Boleh juga, aku setuju!"

Lili tak menjawab, ia membeku dalam ketakutannya, seperti apa wanita yang akan ia temui nanti? Ahh bukankah ketika SMA ia ketua eskul drama? Bukankah ia sudah sering memainkan drama?

Lili mengembuskan nafas berat, ia tak tahu sosok laki-laki didampinginya tengah menikmati wajahnya dari balik kemudinya.

"Nah itu ibuku sudah menunggu di depan!"

Jantung Lili rasanya ingin lepas. Wanita itu tampak sumringah, sedangkan wajah Lili tampak memucat, tangan dan kakinya dingin. Sedingin es!

"Kau siap, Li?"

"Si ... siap, Dok!" Lili tersentak ketika lengannya dicubit, "Eh ... Mas maksudnya!"

"Jangan sampai lupa, kumohon!"

Lili mengejang ketika Dokter Yudha menatap matanya tajam, tapi kali ini berbeda! Tajam namun sangat lembut! Entah sejak kapan, Lili baru sadar kalau tangan Dokter Yudha meremas tangannya yang dingin dan berkeringat itu.

"Ayo!" ujarnya lalu melepaskan tangannya, tatapannya seolah meyakinkan Lili bahwa sudah saatnya.

Lili hanya mengangguk lalu menghembuskan nafas berat sebelum turun dari mobil yang membawanya.

"Assalamualaikum, Bu ..." Dokter Yudha segera mencium tangan ibunya.

"Waalaikumsalam," balas Ibu sambil melirik sumringah ke arah Lili.

"Bu ..." sapa Lili sambil ikut mencium tangan wanita yang rambutnya sudah setengah putih itu.

"Siapa ini cantik sekali!" terlihat dengan sangat jelas bahwa wanita itu sangat menyukai Lili.

"Nama saya Lili, Bu ... saya ..."

"Ini yang tadi pagi ingin aku kenalkan pada Ibu!" Dokter Yudha tampak sangat berseri-seri melihat ibunya tersenyum bahagia seperti ini.

"Insyaallah calon mantu ibu!"

Lili kembali mematung, kakinya makin dingin, lalu sebuah bentakan dari dalam dirinya menyadarkan nya!

'Ingat, ini hanya sandiwara, Li!'

***

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!