NovelToon NovelToon

Ayla

Bab 1

Kalau di tanya tentang kebahagiaan kalian bakal jawab apa? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia atau disingkat KBBI bahagia itu merupakan keadaan atau perasaan senang dan tenteram (bebas dari segala yang menyusahkan).

Sedangkan menurut Wikipedia kebahagiaan itu adalah suatu keadaan pikiran atau perasaan yang ditandai dengan kecukupan hingga kesenangan, cinta, kepuasan, kenikmatan, atau kegembiraan yang intens. Berbagai pendekatan filsafat, agama, psikologi, dan biologi telah dilakukan untuk mendefinisikan kebahagiaan dan menentukan sumbernya. Para filsuf dan pemikir agama telah sering mendefinisikan kebahagiaan dalam kaitan dengan kehidupan yang baik dan tidak hanya sekadar sebagai suatu emosi.

Dan kalau menurut definisi Ayla Ganesha Putri tentang bahagia itu tidak jauh beda dari penjelasan KBBI maupun Wikipedia, intinya sih kamu cukup berpikir positif dan melakukan hal-hal positif yang kamu suka itu udah cukup bikin kamu bahagia, kan?

Siang ini, Ayla menopang dagu dengan kedua tangannya. Perempuan dengan rambut dicepol itu memandang selembar kertas dengan tatapan bingung.

Sebab selembar kertas itu adalah kertas di mana seluruh siswa-siswi di sekolah SMA Nusantara harus mengikuti kegiatan ekstrakurikuler yang ada di sekolah, hal itulah yang membuat Ayla bingung sedari tadi.

Ada banyak kegiatan ekstrakurikuler yang ingin dia ikuti namun di sini perintahnya satu murid hanya diperkenankan mengikuti satu kegiatan. Di kertas itu ekstrakurikuler yang tertera mencakup kegiatan Keagamaan, Keolahragaan, Kepemimpinan, PMR, KIR, Kelompok Majalah Kreasi, Kewirausahaan, Seni dan Pembinaan Olimpiade Sains & Teknologi.

Di antara itu semua Ayla tertarik pada beberapa kegiatan Seni dan Keolahragaan. Oiya, Kewirausahaan juga.

Sekitar tiga menit perempuan itu berdecak sembari menghela napas sebab masih belum bisa menentukan pilihan, lebih baik dia meminta saran, pada teman sebangkunya yang bernama Dirsa Ayumi.

Ayla menoleh kemudian mencolek bahu Dirsa dengan pulpennya. "Dir, enaknya gue ikut apa ya?"

Dirsa yang tengah menulis tugas sejarah dari bu Mirna sebelum beliau pergi meninggalkan kelas dengan alasan ada kepentingan yang harus beliau selesaikan itu menjeda tulisannya kemudian menoleh.

"Lo mau ikut ekskul apa?"

"Menurut lo apa?"

"Ya, lo maunya apa?" Dirsa mulai kesal lantaran Ayla yang malah bertanya balik padanya.

"Gue bingung nih, menurut lo gue ikut pencak silat, basket, teater, dance atau kewirausahaan?"

Dirsa melirik kertas milik Ayla yang masih bersih belum tercoret sedikit pun. "Di antara itu semua lo suka yang mana?"

Ayla terdiam berpikir sebentar. "Hmm.. Semuanya."

Oke, Di sini kesabaran Dirsa mulai diuji dan itu berarti dia harus ekstra sabar menghadapi teman macam Ayla.

"Satu aja, Ay. Kenapa milih semuanya sih?" Dirsa berkata dengan setenang mungkin.

"Sekarang gini deh. Kata lo, cita-cita lo itu mau jadi pengusaha, kan?"

Ayla mengangguk, "Iya."

"Yaudah, lo ikut kewirausahaan aja. Gitu aja kok bingung," saran Dirsa diangguki oleh Ayla.

"Oke, lo bener juga." Perempuan itu kembali pada kertasnya lantas tangan kanannya tanpa ragu mencentang kolom kewirausahaan beserta dengan alasannya.

Alasan yang dituliskan Ayla sangat sederhana yaitu ingin belajar sekaligus mendalami menjadi seorang wirausaha yang sukses, bukankah jika ingin memulai sesuatu kita harus mulai dari dasarnya dahulu, kan? Dan lagi menjadi pengusaha merupakan cita-cita Ayla dari dahulu.

Setelah mengisi dan mantap akan pilihannya perempuan itu memberikan kertasnya pada sang ketua kelas. Oh iya, tadi sebelumnya sekitar lima belas menit yang lalu tiga anggota osis datang ke kelasnya untuk menyampaikan sekaligus menyerahkan kertas yang berisikan kegiatan ekstrakurikuler untuk diisi dan dikumpulkan oleh ketua kelas kemudian diserahkan kembali sebelum pulang sekolah.

"Btw, lo ikut ekskul apa, Dir?" tanya Ayla yang sudah kembali menyerahkan kertasnya karena Ayla belum tahu ekskul apa yang akan Dirsa ikuti, tadi Ayla sibuk dengan pilihannya dan lagi Dirsa yang telah menyerahkan kertasnya terlebih dahulu.

"Teater." Perempuan itu menjawab sambil tersenyum.

"Kenapa?" Ayla bertanya dengan mengerutkan keningnya.

Dirsa semakin melebarkan senyumnya bahkan gigi-gigi putihnya sampai terlihat. "Soalnya kakak kelas yang gue taksir ketua klub teater."

Dirsa terkekeh membuat Ayla ikut terkekeh kemudian mendorong bahunya pelan sambil berkata, "dasar."

Menurut Ayla manfaat ikut bergabung kegiatan ekstrakurikuler itu selain mendapat pelajaran tambahan, juga mendapat teman baru dari berbagai macam kelas dan tentunya rutinitas baru yang di jalani ketika pulang sekolah.

Dan bukankah mendapat rutinitas baru adalah salah satu alasan sederhana untuk bahagia? Iya, itu benar jika kita melakukannya dengan sepenuh hati tanpa adanya beban yang menganjal.

Semoga saja kegiatan kewirausahaan yang akan Ayla ikuti minggu depan itu bisa membantunya untuk lebih memahami tentang Kewirausahaan yang sesungguhnya.

"Ay, minggu depan lo ada acara nggak?" Ayla yang tengah mengerjakan tugas sejarah menolehkan kepalanya ke arah Dirsa.

"Enggak, kenapa emangnya?"

"Gak apa-apa sih, gue cuma pengin ngajakin nonton aja, lo mau nggak?"

Ayla dengan mantap menganggukkan kepalanya. "Mau, akhir-akhir ini gue juga lagi suntuk butuh refreshing."

Dirsa mengangguk menyetujui perkataan temannya barusan. "Gue juga sama, makanya gue ngajak lo nonton."

"Nanti kita mau nonton apa?"

"Horor mau nggak? Soalnya minggu depan ada film horor yang bagus gue udah nonton Trailler-nya kemaren," saran Dirsa.

"Gue sih terserah lo aja, asalkan jadi," ucap Ayla menanggapi.

"Oke."

Setelahnya tidak ada lagi percakapan di antara keduanya lantaran mereka melanjutkan kembali mengisi tugas sejarah dari bu Mirna karena sebelumnya beliau berpesan kalau tugas itu harus dikumpulkan baik dalam keadaan selesai maupun belum selesai.

*

Pulang sekolah biasanya Ayla dijemput sama kakak laki-lakinya yang habis pulang kuliah, tapi kali ini tidak karena kakaknya akan pulang malam karena ada kegiatan seminar di kampusnya.

Jadi Ayla dengan terpaksa harus pulang sendiri menggunakan kendaraan umum yang biasa disebut angkutan kota, perempuan itu menunggu kedatangan kendaraan beroda empat di bawah pohon mangga dekat sekolahnya. Dia memilih tempat ini karena di sini adalah tempat strategis agar terhindar dari terik matahari yang cukup panas.

Sekitar lima menit Ayla menunggu, angkutan kota yang dia tunggu akhirnya datang dan dengan segera Ayla menaikinya. Saat di dalam angkot penumpangnya bisa dikatakan tidak terlalu banyak hanya dua orang ibu-ibu satu orang bapak-bapak dan terakhir satu orang laki-laki berseragam berbeda dari Ayla yang tengah menunduk memainkan ponsel.

Ayla memandang laki-laki itu cukup lama, sepertinya wajah laki-laki itu cukup familier untuknya. Ketika laki-laki itu mendongak barulah Ayla sadar siapa orang itu sebenarnya.

"Agam?"

"Ayla?"

Keduanya saling melemparkan senyum.

"Yaampun, apa kabar, Gam?" Ayla mulai heboh saat bertemu dengan teman lamanya.

"Baik. Ay, lo sendiri gimana?"

"Baik juga, udah lama ya nggak ketemu." Laki-laki yang bernama Agam mengangguk pelan.

Agam yang duduk di hadapan Ayla itu adalah temannya ketika masih SD bisa dikatakan sewaktu zaman seragam putih merah hubungan mereka lumayan dekat karena Agam yang menemaninya di kelas ketika Ayla dimusuhi oleh teman-temannya, Agam yang suka menjailinya, Agam yang beberapa kali mampir ke rumahnya, Agam yang menjadi pelindungnya, Agam yang selalu menghiburnya dan Agam yang merupakan cinta pertamanya.

Untuk yang terakhir Ayla tidak begitu yakin tapi jujur sewaktu mereka lulus SD Agam lah satu-satu orang yang Ayla rindukan pada saat itu maupun sekarang.

"Lo Sekolah di mana?" tanya Agam namun belum dijawab dia sudah tahu sendiri dari seragam yang dikenakan oleh Ayla. "SMA Nusantara ya?"

Karena tebakan Agam benar, Ayla mengangguk. "Iya, lo sendiri?"

"Di SMA Nugraha."

"Oh, berarti nggak begitu jauh dong ya dari Sekolah gue?" Kali ini Agam lah yang mengangguk.

Selama Ayla memperhatikan, penampilan Agam ketika dahulu dan sekarang sudah berubah sewaktu kecil Agam itu berantakan dari ujung kepala hingga kaki.

Bahkan pernah beberapa kali cowok itu bilang terang-terangan kalau rambutnya sengaja tidak dia sisir ketika berangkat sekolah, bukan hanya rambutnya seragam sekolahnya pun juga begitu, dan juga sepatu hitamnya yang kotor karena sepulang sekolah sempat bermain air becekan terlebih dahulu dan belum sempat dicuci ketika hari libur.

Kini penampilannya jauh lebih bersih dan rapi. Kalau masalah wajah menurut Ayla tidak terlalu banyak berubah hanya alis yang terlihat lebih tebal dan hidungnya yang semakin mancung dan juga dua titik bekas jerawat di pinggir pipi kirinya.

Kesimpulannya Agam terlihat semakin tampan.

"Lo mau pulang, Ay?"

"Ah, Iya." Jawab Ayla yang baru sadar dari lamunannya tentang Agam di masa lalu.

"Rumah lo masih yang dulu, kan?"

"Iyalah, gue belum pindah rumah kok. Kenapa emang?"

Agam menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. "Nggak apa-apa sih, waktu itu gue pernah lewat depan rumah lo sepi banget gue kira lo udah pindah."

Lagi-lagi kening Ayla berkerut, "Kapan?"

"Udah lama sih, mungkin sekitar empat bulan yang lalu."

Ayla mengingat-ingat kembali hari-hari sebelumnya. Seingatnya sekitar empat bulan yang lalu keluarganya memang pergi ke acara pernikahan kakak sepupu Ayla waktu itu, otomatis rumahnya kosong dan lampu teras sengaja dibiarkan menyala karena keluarga Ayla menginap selama dua hari satu malam di rumah kakak sepupunya yang berlokasi di Garut.

Ayla mengerti mungkin yang dimaksud Agam itu ketika keluarganya pergi ke Garut.

"Eh iya, gue boleh minta nomor handphone lo?" tanya Agam membuat Ayla diam-diam kegirangan dalam hati.

Ayla menipiskan bibirnya kemudian menggeleng pelan. "Enggak boleh, nanti kalau lo minta. Gue pake nomor yang mana?"

Wajah Agam berubah masam.

"Hahaha bercanda, Gam." Ayla menjulurkan tangan kanannya, "siniin hape lo biar gue ketik nomornya." Dengan wajah yang masih terlihat masam, Agam menyerahkan ponselnya.

Ayla mulai mengetikkan beberapa angka di kolom dialpad ponsel Agam setelah itu menyimpan nomornya dan menuliskan nama 'Ayla Ganesha P' dikontak ponsel Agam kemudian baru diserahkan kembali kepada pemiliknya.

Karena terlalu asik mengobrol Ayla baru menyadari jikalau gang kerumahnya sudah dekat mungkin sekitar 10 meter lagi, untung saja Ayla cepat menyadarinya.

"Kiri, Pak," seru Ayla membuat sang supir menghentikan kendaraannya tepat di gang ke rumah Ayla, "duluan ya, Gam," pamitnya.

Agam mengangguk sambil tersenyum tipis. "Iya hati-hati, jangan lupa kakinya dulu yang turun duluan."

"Apaan sih, Gam." Ayla terkekeh ketika Agam melontarkan lelucon setelahnya Ayla turun dari angkutan kota meninggalkan Agam yang masih memperhatikannya dari dalam angkutan kota.

Ketika Ayla keluar dari angkutan kota, dirinya tersenyum malu. Tahu tidak? Tadi selama di dalam angkutan kota Ayla semaksimal mungkin untuk mengendalikan ledakan-ledakan yang ada di dalam hatinya.

Pertemuan terakhirnya dengan Agam waktu acara pelepasan jaman putih merah, itu sekitar kurang lebih tiga tahun yang lalu dan sore ini mereka bertemu kembali di dalam angkutan kota tanpa sengaja.

Ayla harap, dirinya dan Agam bisa sering-sering bertemu lagi di lain waktu.

***

Buat cerita baru lagi ehehehe, semoga suka ya💜💜 jangan lupa tinggalkan jejak💜💜

Wang Yiren as Ayla

Bab 2

Malam pukul delapan lewat lima belas menit, Ayla merebahkan tubuhnya di atas kasur empuknya sembari memainkan ponsel. Tadi sekitar delapan menit yang lalu ada chat masuk dari nomor baru dan setelah tahu isi dari chat itu ternyata dari Agam, Ayla memekik kegirangan.

Akhirnya salah satu doa yang selalu dia panjatkan ketika sedang beribadah telah di kabulkan oleh Tuhan, yaitu bertemu kembali dengan teman semasa kecilnya.

Kalimat pertama isi dari chat Agam hanya menanyakan Ayla sedang apa dan memberi tahu kalau nomor baru itu adalah nomor miliknya—Agam Mahendra.

Mereka saling membalas pesan, membahas masa lalu sewaktu kecil yang masih mereka ingat. Seperti Agam yang dijuluki bocah dekil ketika SD, Ayla yang selalu dimusuhi karena membuat teman-temannya menangis, mereka yang pernah menjaili abang Kevin dengan mencoret-coret mukanya ketika tidur, memasukkan adonan tepung terigu dengan batu, dan tentunya masih banyak lagi.

Mengingat tentang masa lalunya membuat Ayla menggeleng-gelengkan kepala lantaran kelakuannya dahulu tidak jauh dari kata 'onar' dan 'usil'. Bukan hanya kelakuan di masa lalunya yang bikin geleng-geleng kepala tapi kelakuan konyolnya bersama Agam membuatnya tertawa, kalau boleh jujur masa lalunya bersama Agam itu adalah masa-masa yang tidak akan pernah Ayla lupakan.

"Kak Ay, aku boleh pinjem penggarisnya?" Seorang bocah laki-laki berusia delapan tahun berdiri diambang pintu kamar Ayla.

Ayla sempat melirik sebentar kemudian kembali terfokus pada layar ponselnya. "Ambil sendiri ya."

Bocah itu melangkah maju mendekati meja belajar yang bertumpuk buku-buku dan bertempel sticky notes dibagian dinding yang berasalkan styrofoam berbentuk kotak.

"Di mana Kak?"

"Di laci meja belajar," jawabnya sembari mengetik beberapa kalimat di ponsel.

Adiknya Alya yang bernama Saga menjulurkan tangannya untuk membuka laci meja belajar yang di maksud, di dalam laci itu terdapat berbagai macam peralatan alat tulis seperti pensil, penghapus, pulpen, tipe-x, penggaris, spidol, rautan pensil, dan beberapa buku catatan.

Saga bocah berusia delapan tahun ini menggambil benda yang dia butuhkan. "Sekalian sama spidolnya ya, Kak."

"Iya, terserah."

Saga membalikkan badan kemudian melangkahkan kakinya untuk keluar dari kamar karena apa yang dia butuhkan sudah ada ditangannya, sekarang yang harus Saga lakukan adalah mengerjakan tugas yang diberikan oleh gurunya.

Menit-menit berlalu, kegiatan bertukar pesan masih dilakukan oleh Ayla bahkan cewek itu mengubah posisinya dari yang sebelumnya terlentang sekarang mendudukkan diri dan menyenderkan badannya di headboard. Kalau dihitung dari menit saat Saga keluar dan digabungkan dari menit sebelumnya mungkin ini sudah hampir satu jam Ayla bertukar pesan dengan Agam.

"Kak Ay, dipanggil Mama," teriakan Saga dan kedatangan Saga yang tiba-tiba itu membuat Ayla terlonjak kaget untung saja dirinya tidak sampai latah.

"Ada apa?" tanya Ayla pada adiknya.

Saga mengangkat bahunya sedetik, "enggak tau."

Karena penasaran dan takut ada hal penting. Ayla beranjak dari kasur kemudian melangkahkan kaki mencari sang mama, di ruang tamu ada mamanya sedang menonton sinetron favoritnya di televisi.

"Kenapa, Ma?"

Mamanya menoleh lantas berkata," tolong beliin sabun mandi cair yang gede dua, sampo yang botol gede dua, pasta gigi yang gede dua, sama minyak goreng yang seliter satu."

Ayla manggut-manggut. "Sekarang, Ma?" tanyanya dengan tidak semangat.

Sebenarnya Ayla agak malas jika harus berbelanja pada malam hari terlebih sekarang dia memakai baju tidur, dan Ayla juga malas jika harus mengganti baju. Kalau Ayla bilang tidak mau bisa-bisa sang mama akan mengomel tanpa titik alias tanpa henti, jadi mau tidak mau Ayla harus pergi ke minimarket.

"Nanti tunggu bang Kevin nikah," celetuk Mamahnya membuat Ayla kembali manggut-manggut.

"Oh."

"Ya, sekarang atuh." Mamanya berdecak kesal melihat respon anak gadisnya kemudian mengeluarkan beberapa lembar uang berwarna biru dari dompet.

"Ini uangnya," lanjutnya sambil menyodorkan uang dan diambil oleh Ayla.

"Kak Ay, ikutttttt! seru Saga yang dari tadi memperhatikan percakapan dua orang yang ada didekatnya.

"Nggak boleh, PRnya aja belum selesai besokkan dikumpulin." Larang sang mama membuat Saga cemberut.

"Ihh.. Mamaaa, aku mau ikutttttt," rengeknya supaya diizinkan untuk ikut, tujuan Saga ingin ikut apalagi kalau bukan membeli camilan kesukaannya.

Walaupun Saga merengek sampai menguling-gulingkan tubuhnya di lantai, mamanya tetap tidak memberi izin sebab nanti pekerjaan rumahnya jadi tertunda dan itu juga bisa membuat Saga tidur kemalaman yang mengakibatkan Saga terlambat datang ke sekolah.

"Emangnya kamu mau apa sih? Nitip aja sama kakak," ujar mama.

Saga menatap mamanya masih dengan ekspresi cemberut, padahal dia pengin ikut tapi yasudahlah, Saga memilih untuk menurut. "Yaudah deh." Bocah itu menoleh ke arah sang kakak.

"Kak Ay, aku pengin cokelat satu sama rotinya satu. Beliin ya, Kak. Jangan sampai lupa."

"Iya." Ayla menyahut malas.

Sebelum beranjak pergi ke minimarket perempuan itu menyempatkan diri untuk mengambil jaket bomber merah maroon-nya di kamar sekaligus mengambil ponsel yang sengaja dia tinggalkan di atas kasur. Perempuan itu menaruh uang yang diberikan sang Mamah ke dalam kantung jaket sebelah kiri.

Ayla pamit dan pergi dengan berjalan kaki lantaran jarak antara rumah dan minimarket tidak begitu jauh.

Selama dalam perjalanan pandangannya bukan terfokus pada jalanan melainkan ponsel yang dia pegang, akibat tidak fokus pada jalanan Ayla mengaduh kesakitan lantaran tersandung batu dan itu membuat jari-jari kakinya sakit.

Karena itu Ayla memasukkan ponselnya ke dalam kantung jaket bagian kanan kemudian memfokuskan mata dan langkah kakinya.

Tak lama dia tiba di tempat tujuan, mendorong pintu lalu mengambil keranjang biru yang ada di samping pintu berwujud kaca. Berjalan santai ke arah rak bagian sabun mandi dan beralih ketempat lain di mana barang-barang lain yang ingin Ayla beli.

Sekiranya sudah lengkap barang belanjaannya, Ayla bergegas menuju kasir namun di sana dia harus mengantre karena yang berbelanja dan melakukan pembayaran secara langsung bukan hanya dirinya saja.

Sembari menunggu antrian, Ayla mengeluarkan ponselnya lalu melanjutkan kembali kegiatan bertukar pesan dengan Agam yang sempat tertunda. Sampai gilirannya tiba Ayla masih saja asyik dengan ponselnya.

"Semuanya jadi Rp167.000,00. Kak." Ayla mendongak, dia menaruh ponselnya di atas meja kasir kemudian mengambil uang di kantung jaket sebelah kiri.

"Terima kasih," ujar sang pengawai wanita dengan ramah.

Ayla menanggapi dengan seulas senyum, perempuan itu mengambil barang belanjaannya yang tersimpan di kantung plastik lantas bergegas pergi.

Selama perjalanan pulang, Ayla merasa ada yang janggal seperti ada sesuatu yang tertinggal. Tapi apa, ya? Tidak mungkinkan barang belanjaannya? Toh, semuanya sudah ada di dalam kantung plastik yang dia bawa, uang kembalian? Tidak juga, tadi sebelum pergi uang kembalian sudah dia masukkan ke dalam kantung jaket.

Lalu apa, ya?

Ayla berpikir sebentar detik berikutnya matanya membola dan mulutnya terbuka lebar. Ayla baru ingat, ponselnya tertinggal di minimarket.

Oh tidak, ini adalah bencana.

Ayla yang baru menyadari ponselnya tertinggal di meja kasir, berbalik arah buru-buru kembali ke minimarket tersebut, semoga saja ponselnya tidak diambil oleh orang lain.

Ketika sampai napasnya terengah-engah, semaksimal mungkin Ayla mencoba menenangkan diri supaya tidak panik.

Ayla menghampiri meja kasir itu, saat di lihat ponselnya sudah tidak ada kepanikan Ayla yang dia coba untuk hilangkan malah semakin bertambah banyak.

Sebab Ini adalah bencana besar.

"Mbak, maaf lihat hp saya nggak yang tadi ada di sini?" ucap Ayla sembari menunjuk tempat di mana dia menaruh ponselnya tadi.

Sang pegawai yang bertugas dibagian kasir sempat terdiam sebentar dan sampai akhirnya mengerti apa yang di maksud oleh Ayla. "Oh, hape yang warna biru itu, ya?"

Ayla mengangguk. "Iya." Semoga saja ponselnya tidak hilang.

"Ini hpnya," tutur orang itu saat mengeluarkan ponsel Ayla dari bawah meja.

Ayla mengembuskan napas panjang lantas tersenyum. "Makasih ya, Mbak."

Perempuan itu mengamankan ponselnya dengan menaruh di dalam kantung jaket, untuk kegiatan membalas pesan Agam biar nanti saja. Ayla bisa melanjutkannya lagi saat tiba di rumah.

"Iya, sama-sama." Balasnya dengan senyum kecil.

Detik ini Ayla dapat bernapas lega, hampir saja dirinya kehilangan benda persegi panjang berwarna biru itu, kalau sampai hilang Ayla tidak bisa membayangkan bagaimana murkanya sang mama.

Ayla langsung bergidik ngeri. Ih, hanya membayangkan saja sudah membuatnya takut.

"Aduh berat banget sih." Ayla bergumam ketika barang belanjaan itu semakin dipegang semakin terasa berat, seharusnya dia sudah sampai rumah tapi karena tadi ada insiden jadinya Ayla sedikit lama untuk pulang.

Sekarang ini Ayla membuat repot dirinya sendiri.

Ketika Ayla berjalan untuk segera sampai ke rumah. Tiba-tiba suara klakson motor yang berisik hingga menganggu indra penderangannya membuat Ayla terlonjak kaget, hampir saja dirinya mengumpat mengeluarkan kata-kata kasar.

"Astaghfirullah." Ayla menoleh hendak menegur sang pelaku, ketika tahu siapa pelakunya Ayla serasa ingin memakinya.

"Ihhh.. Bang Kevinnnn!"

"Hehehe." Kevin, kakak laki-lakinya Ayla malah menyengir lebar.

Ayla menatapnya jengkel lalu mendekati sang kakak, menaruh barang belanjaan di atas aspal dan tanpa banyak basa-basi langsung mencubit perut kakaknya sambil berkata. "Reseeeeeeeek."

"Aww.. aww.. sakit, Ay." Kevin mengaduh kesakitan sembari berusaha melepaskan cubitan Ayla.

Cubitan itu terlepas. "Sukurin, lagian usil banget sih jadi orang!" omelnya membuat sang kakak lagi-lagi menyengir lebar.

Ayla mendesis, lantas mengangkat barang belanjaan yang dia taruh tadi dan menyerahkannya kepada sang kakak. "Nih, bawain barang belanjaannya tangan aku pegel."

Tanpa mengeluarkan kata-kata Kevin menerima lalu menaruhnya di stang motor. Detik berikutnya Kevin mengernyitkan dahi menatap sang adik yang masih berdiri diam di tempat.

"Kamu nggak naik?"

Ayla menggeleng pelan. "Engga ah, males. Dikit lagi juga sampe kok," jawabannya membuat Kevin manggut-manggut.

Memang benar sih, Ayla hanya perlu berjalan beberapa meter saja untuk tiba di rumah.

"Oh yaudah. Abang duluan ya."

"Hm."

Kemudian Kevin pergi bersama motornya meninggalkan Ayla yang berdiri sendiri di bawah tiang listrik, sebelum kembali berjalan Ayla merengangkan tangannya yang pegal dan setelah itu berjalan santai melewati beberapa rumah untuk sampai rumah.

***

Hwang Hyunjin as Agam

Bab 3

Ayla menguap lebar sembari mengusap-usap wajahnya pelan, pada pukul lima pagi lewat dua menit Ayla bangun dari tidurnya. Perempuan itu diam sejenak masih dalam posisi duduk sembari memejamkan mata lantaran masih mengantuk, Ayla begitu karena dia sedang mengumpulkan niat untuk beranjak dari kasur. Selama tiga menit terduduk dengan mata terpejam, Ayla menyibakkan selimutnya lalu berjalan gontai menuju kamar mandi.

Pukul enam lewat sepuluh menit perempuan itu sudah rapi hanya tinggal memakai sepatu dan tasnya saja, Ayla berjalan menuju meja makan dan mendudukkan diri pada kursi untuk sarapan bersama papa, mama, dan Saga.

Ayla menaikkan sebelah alisnya lantaran tidak melihat kakak laki-lakinya ada di sini, biasanya bang Kevin duduk di samping mama alias di hadapannya.

"Abang ke mana, Dek?"

"Masih tidur."

"Enggak dibangunin?"

"Udah, tapi aku malah diusir."

Ayla manggut-manggut pantas saja bang Kevin tidak ada di sini, ternyata masih menikmati alam mimpinya. Lebih baik sekarang Ayla makan dan nanti setelah makan baru membangunkan kakaknya untuk mengantarkannya pergi ke sekolah.

Selesai makan sepiring nasi goreng yang dimasak mamah, Ayla berjalan menuju kamar kakaknya. Saat membuka pintu dia melihat kalau kakaknya sedang memeluk guling dengan erat.

"Abang bangun, anterin aku sekolah," tuturnya sembari menusuk-nusuk pipi bang Kevin dengan jari telunjuknya.

Kevin mendesah, dia membuka matanya sekejap hanya ingin melihat siapa yang datang menganggu tidurnya, kemudian berkata, "abang ngantuk, kamu berangkat sendiri aja sana," racaunya dengan suara serak kemudian mengubah posisi tidurnya menjadi membelakangi Ayla.

Ayla cemberut setelah mendengar respons bang Kevin. Kalau abangnya tidak bisa mengantarnya, lalu siapa? Ayah? Tidak deh, Ayla tidak mau merepotkan ayahnya lagi pula tempat kerja ayah dan sekolahnya berbeda arah.

Ya, sudahlah. Kalau begini Ayla pesan ojek online saja, dan perempuan itu pergi dari kamar bang Kevin lantas mengambil ponselnya di dalam tas, yang tasnya dia taruh di atas sofa.

Ayla membuka aplikasi layanan transportasi online itu bermaksud untuk memesan. Kenapa dirinya tidak naik angkutan kota saja? Karena dia yakin pasti pagi-pagi begini angkutan kota penuh dan lagi Ayla malas untuk berdesak-desakan dengan penumpang lain terlebih menunggu angkot di depan gang itu lama, sekalinya lewat pasti penuh.

Di aplikasi, pengemudi akan tiba kerumahnya dalam waktu tiga menit lagi. Buru-buru Ayla pamit pada orang tuanya dan segera memakai sepatu di teras rumah.

"Permisi," seruan dari seseorang ditambah suara mesin motor dan bunyi klakson itu membuat Ayla melangkah menghampiri, dia rasa itu adalah ojek online yang dia pesan.

"Dengan Mbak Ayla, ya?"

"Iya."

Abang ojek memberikan helm yang dikhususkan untuk penumpang kepadanya. Setelah siap abang ojek menjalankan motornya dengan kecepatan normal.

Selama dalam perjalanan tidak ada percakapan yang tercipta antara sang pengemudi dan penumpangnya.

Dan sekitar lima belas menit perjalanan Ayla sampai dengan selamat, setelah membayar dan mengembalikan helm. Ayla melangkah maju memasuki lingkungan sekolahnya, sebelum itu Ayla sempat menyapa pak Rudi satpam sekolah yang katanya sudah selama 10 tahun di sekolah ini.

Saat Ayla berjalan di lorong sekolah dirinya melihat Raka sang ketua kelas berdiri mengintip kelas X IPS 4 melalui jendela.

Ayla yang punya ide untuk mengagetkannya berjalan mengendap-endap, mengagetkan Raka dari belakang. Namun baru saja saat Ayla mengangkat kedua tangannya, aksinya sudah diketahui terlebih dahulu.

"Nggak usah kagetin gue, muka lo keliatan dari jendela." Pergerakan tangannya terhenti kemudian melirik jendela itu.

Benar Ayla dapat melihat wajahnya dan wajah Raka memantul dari jendela itu, Ayla cengengesan macam kuda. Yah, gagal sudah rencananya untuk mengagetkan si ketua kelas.

"Lo ngapain deh di sini? Pake ngintip-ngintip segala." Ayla berujar lantaran penasaran.

"Lagi nyari temen, tapi orangnya belum dateng." Raka menjelaskan.

"Oh." Ayla berseru sambil manggut-manggut.

"Lo mau ke kelas, Ay?" tanya Raka ketika melihat Ayla yang baru sampai dengan tas merah mudanya itu.

"Nggak, rencananya gue pengin ke kantin dulu mau beli susu."

"Bareng yuk, gue juga mau ke kantin beli bubur buat sarapan."

Ayla mengangguk menyetujui ajakan Raka, mereka berjalan berdampingan menyusuri lorong sekolah menuju tempat tujuan. Setibanya di kantin Raka berjalan ke tempat stand bubur yang sudah buka dan Ayla berjalan ke tempat stand jajanan yang menjual susu coklat berbentuk kotak.

Ayla membeli sebanyak empat kotak, wajar karena Ayla itu penggila susu setidaknya sehari dia harus minum susu sebanyak empat sampai lima kali.

Ketika Ayla membalikkan badan di dekat stand bubur Raka tengah duduk dengan semangkuk bubur ayam di atas meja, dengan langkah santai Ayla menghampirinya.

"Nggak langsung ke kelas?" tanya Raka saat melihat Ayla malah duduk di hadapannya.

"Nggak ah, nanti aja. Palingan di kelas yang dateng baru sedikit." Raka tidak menanggapi, laki-laki itu lantas mengaduk-adukkan buburnya.

"Eh, Rak. Gue pengin nanya." Ayla berujar sembari menusuk susu yang dia beli dengan sedotan.

Raka berdecak karena Ayla. "Udah dibilangin jangan panggil gue Rak. Lo pikir gue Rak buku, apa?!" omelnya kemudian memasukkan sesendok bubur ke dalam mulutnya.

Ayla menyengir lebar. "Hehehe, abisnya nama lo lucu sih kalau disingkat gitu."

Raka mendengus, masih pagi sudah ada yang ngajak ribut. "Lo mau nanya apaan dah?" tanyanya dengan nada sedikit sewot.

Ayla tidak langsung menjawab lantaran mulutnya sedang menyedot susu kotak yang dia pegang itu. "Lo tau nggak, ekskul kewirausahaan jadinya hari apa?"

Raka mengangkat bahunya. "Entah, gue belum dikasih tau sama ketua pembinanya." Laki-laki itu terdiam sebentar sambil menatap Ayla, "btw, lo pilih kewirausahaan juga?"

"Iya."

Raka terkekeh. "Kok lo ngikutin gue sih?" ucapan Raka barusan membuat Ayla mendelik.

"Idih! Amit-amit siapa juga yang ngikutin lo, kepedean banget!" sewot Ayla.

Melihat Ayla yang sewot, Raka malah tertawa terbahak-bahak sebab baginya Ayla itu lucu kalau lagi sewot seperti ini.

"Dasar Rak Sepatu," ledek Ayla.

"Bisa aja lo merk mobil." Raka membalas,

Ayla menyunggingkan senyum miring.

"Biarin ya, yang penting mobil Ayla lebih mahal dari rak sepatu." Di akhir ucapannya Ayla menjulurkan lidah, meledek.

Raka yang tidak ingin aksi ledek-ledekkannya dengan Ayla berlanjut memilih diam dan kembali memakan buburnya, Sedangkan Ayla memainkan ponsel karena tadi ponselnya yang dia taruh di atas meja bergetar, saat matanya terfokus pada ponsel, Ayla senyum-senyum sendiri sambil menggigit ujung sedotannya.

Raka yang menyaksikan langsung merinding, "Kenapa lo senyum-senyum sendiri? Sehat?"

Ayla melirik sekilas. "Apaan sih, nggak jelas."

"Lo sama Dirsa pasti lagi ngomongin gue, ya?" Raka menebak, pasalnya beberapa minggu lalu saat Ayla dan Dirsa berjalan berdampingan sambil menggosipkan Raka tidak mereka sadari kalau orang yang mereka gosipkan ada di belakang mereka. Saat Raka menegur, mereka yang tertanggap basah hanya bisa cegengesan.

Perempuan itu sempat tertawa pelan karena tembakan Raka. "Dih! Sok tahu! Lagian gue udah enggak ngomongin lo lagi kok, gue lebih seneng ngehina lo secara langsung daripada ngomongin lo dari belakang."

Arka memutar bola matanya malas karena ucapan Ayla yang terlampau jujur itu. "Oh, gue tahu. Lo pasti lagi Chatting-an sama cowok, kan?"

Ayla nyengir kembali, "Iya. Sama temen SD gue dulu."

Saat tembakannya benar, Raka memilih untuk diam dan melanjutkan memakan sarapannya yang tinggal sedikit lagi. Selesai makan Raka bangkit dari duduknya, Ayla yang mendengar suara decitan kursi langsung mendongak.

"Udah selesai makannya? Cepet banget."

"Lo-nya aja yang keasikan Chatting-an."

Raka pergi dan Ayla menyusulnya dari belakang, mereka kembali berjalan berdampingan namun pandangan mata Ayla terfokus pada ponselnya sampai-sampai dia tidak menyadari kalau ada pilar di depannya, jika perempuan itu melangkah maju sebanyak dua langkah kepalanya pasti akan terbentur.

Raka yang melihat Ayla yang hampir menabrak pilar dengan cekatan tangannya menarik kerah seragam Ayla dari samping.

Ayla tersentak dan hampir saja ponselnya jatuh ke lantai, tadinya perempuan itu ingin menjitak atau memarahi Raka. Tapi setelah tahu apa yang terjadi Ayla tidak jadi melakukannya.

"Lo kalau jalan jangan sambil main hape, bahaya."

"Abisnya lagi seru, sih." Ayla lagi-lagi menyengir dan membuat Raka berdecak.

"Kan bisa dilanjutin lagi, kalau gue nggak narik kerah seragam lo kepala lo bisa benjol segede bakpau."

"Iya. Maaf, Ka. Makasih ya."

Raka mendesis kemudian berjalan mendahului Ayla. Dia yang merasa Raka sedang kesal malah tidak terlalu menanggapi. Perempuan itu malah melanjutkan kegiatan bertukar pesan dengan Agam tentunya sambil berjalan tidak memedulikan dirinya akan tersandung atau pun menabrak sesuatu.

Dan sesampainya di kelas Ayla melihat teman-temannya sedang mengerubungi satu meja, seperti lalat yang mengerubungi sampah. Dan dirinya tidak peduli menurutnya pasti mereka sedang membahas games online.

"Aylaaaa. Gue pinjem buku catetan matematika lo." Dirsa yang tadi ada dikerubungan itu menghampiri Ayla yang sudah duduk di kursinya.

"Buat apaan?"

"Liat PR."

"PR?" Perempuan itu mengerutkan dahi lantas mengingat-ingat kembali, dan detik berikutnya Ayla malah melongo.

"Ya Ampun, gue lupa kalau ada PR."

Ayla dengan gerakan terburu-buru mengeluarkan buku catatan matematikanya, saat dibuka dirinya semakin melongo lantaran PR itu belum diisi sama sekali.

"Yah gimana dong? Gue belum ngerjain sama sekali." Ayla berujar panik.

Alasan dia sampai lupa mengerjakan PR karena semalam terlalu asik bertukar pesan dengan Agam hingga larut malam, Ayla mengacak-acak rambutnya kesal.

Kalau dikerjakan sepuluh soal matematika itu sekarang pasti memerlukan waktu yang banyak, apalagi soal matematika itu bukanlah soal yang mudah. Ditambah sekarang bel masuk akan berbunyi lima menit lagi dan matematika adalah pelajaran pertama di kelasnya. Maka lengkap sudah penderitaan Ayla.

"Aduh, ini gimana? Mana pak Firman galak banget lagi." Ayla semakin panik ketika membayangkan wajah galaknya pak Firman.

Dan entah dari mana, sebuah buku catatan bersampul coklat mendarat di meja Ayla. "Tuh, lihat punya gue aja udah diisi semuanya."

Ayla menoleh, mendapati jika Raka adalah sang pelaku yang melempar bukunya dari seberang sana, di tempat Raka duduk, Ayla menghela napas lega walaupun dengan cara menyontek setidaknya dirinya bisa mengerjakan PR, tidak peduli jawaban itu benar atau salah.

Buru-buru Ayla menyalin jawaban, walaupun terkadang Raka menyebalkan dan minta di jitak, pagi ini cowok itu telah menolongnya dua kali. Teruntuk Raka terima kasih banyak.

***

Bae Jinyoung as Raka

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!