Prolog
Di lautan cahaya terang, ada seorang pria paruh baya yang sedang bersila dengan tubuh yang mengawang.
Baju yang dikenakan oleh pria paruh baya itu sangatlah asing. Berwarna serba putih, dikelilingi oleh cahaya bagaikan sinar bintang.
Di atas kepalanya terdapat lingkaran putih yang selalu melingkar dan mengikutinya kemana pun. Sehingga siapapun yang melihatnya dengan mata telanjang manusia, akan merasa silau karenanya.
Pria paruh baya itu terlihat seperti sedang mengumpulkan energi alamiah. Dia memejamkan mata berusaha untuk tetap fokus dan berkonsentrasi penuh atas tapanya.
"Ctaaaarrr, Duarrrr! "
Suara petir yang sedang menyambar itu bersuara sangat lantang. Suara lantangnya itu mampu menembus dinding kerajaan dan mengganggu pertapaan Tuan.
...****************...
Pada Nabastala, ada sebuah kerajaan yang tak kasat mata oleh makhluk bumi. Mereka adalah pembawa pesan kebaikan. Makhluk bumi mengenal mereka dengan nama kaum malaikat.
...****************...
Suatu hari, Tuhan menciptakan tujuh malaikat baru dalam kerajaan tersebut. Seperti biasa, setelah mereka tercipta, Tuhan selalu memberi nama kepada ciptaan-Nya. Nama mereka adalah Alexandra, Althaia, Amaltheia, Amara, Anastasia, Dorit dan Amfitrite. Setiap malaikat diberi nama sesuai dengan tugas mereka masing-masing. Karena mereka adalah utusan Tuhan, mereka dianugrahkan kelebihan dapat berubah wujud apapun sesuai mereka inginkan. Salah satunya adalah Amfitrite. Tugas Amfitrite disini adalah penjaga lautan. Saat Tuhan menghendaki lautan stabil, maka Amfitritelah yang bertugas menyetabilkannya. Namun saat Tuhan berkehendak lautan meluap, Amfitritelah yang bertugas menggerakkan laut untuk menerkam sekitarnya.
Namun ada satu hal yang berbeda dari penciptaan malaikat generasi abad ke tiga ini. Karena ada sebuah gangguan, membuat Tuan sempat mengalami kegagalan dalam konsentrasinya saat proses penciptaan. Dan kegagalan ini membuat malaikat tersebut memiliki sesuatu yang seharusnya tak dimiliki oleh seorang malaikat. Tapi Tuan masih ingin melihat bagaimana mereka bertugas. Bagaimanapun Tuan hanya bisa menciptakan mereka dalam 100 tahun sekali.
Setelah malaikat telah diberi nama dan tugas masing-masing, mereka pun di turunkan di permukaan bumi dan melaporkan tugas mereka setiap bulan purnama datang.
“Dengar...! saat hilal tiba, kalian akan diturunkan ke bumi dan melakukan tugas yang telah ditentukan kepada kalian. Ingat! Setiap bulan purnama gerbang Nabastala akan terbuka. Jadi, setiap bulan purnama kembalilah dan kumpulkan laporan kalian kepadaku!.” Titah pemimpin dari para utusan.
“Baik tuan!” Jawab ketujuh malaikat tersebut.
...****************...
Waktu yang ditunggu telah tiba. Hilal sedang menampakkan senyumnya. Pimpinan utusan memberi perintah kepada ketujuh malaikat agar turun ke bumi. Untuk memulai menjalankan tugas mereka yang pertama kali.
“Turunlah kalian ke muka bumi dengan sayap kalian!” Titah pemimpin utusan.
Ketujuh malaikat berubah wujud sesuai keinginan mereka masing-masing. Alexandra berubah menjadi burung kenari, ada yang berubah kelelawar, ada juga yang menjadi burung elang, sedangkan Dorit menjadi naga dan Amfitrite menjadi burung merpati. Mereka pun terbang dan menuju tugas masing-masing. Sedangkan Amfitrite terjun ke laut. Kemudian menyatukan dirinya dengan berubah menjadi air laut pula agar tidak diketahui oleh makhluk bumi. Disinilah para malaikat memulai perjalanan dan tugas mereka.
Pada suatu malam, terlihat di tengah laut perahu-perahu itu sedang berunding. Menandakan para nelayan sedang memulai mencari ikan di laut. Amfitrite menyaksikan apa yang mereka lakukan. Amfitrite tak faham dengan apa yang dirasakan manusia. Membuat dia merasa penasaran atas nafsu dan aktifitas yang mereka kini kerjakan. Karena hakikatnya memang malaikat diciptakan tanpa nafsu. Mereka tak butuh makan. Mereka hanya memiliki rasa belas kasih untuk malaikat yang lembut. Tapi juga rasa kejam untuk malaikat yang kasar. Sesuai dengan tugas dan penciptaan mereka.
“Manusia melakukan hal seperti itu pasti karena mereka memiliki nafsu dan memiliki insting lapar! Rasa lapar itu seperti apa ya rasanya? Aku tidak pernah merasakannya, apa rasanya seperti memaafkan ikan? Atau merindukan ikan? Pasti sangat bahagia menjadi manusia. Tuhan menciptakan mereka sangat spesial. Terangkai dari akal dan nafsu. Sedangkan kaumku hanya akal dan kepatuhan yang dimiliki.” Gumam Amfitrite.
Setelah itu, Am melanjutkan tugasnya lagi. Yaitu mengelilingi seluruh lautan.
Waktu telah menunjukkan pukul 04.00 WIB. Para perahu akan menuju tepi pantai. Tapi ada yang mengganjal saat itu. Ada satu perahu yang tak terlihat lagi.
Ternyata perahu milik bapak dan Furqon lah yang telah tertinggal pada kelompok nelayan itu.
“Hei Roi, kemana perahu Furqon dan ayahnya?” tanya pak Mali yang merupakan salah satu nelayan disana.
“Dari tadi aku tidak melihatnya! Kemana mereka pergi?” jawab Reno yang juga salah satu nelayan disana.
Akhirnya mereka menyadari bahwa perahu Furqon tidak ada di dalam rombongan itu.
Suasana disana gaduh dan bingung. Tidak ada seorang pun yang tahu keberadaan perahu milik pak Rahmat dan Furqon.
"Ayah... dimana teman-teman kita?" anak yang memakai blangkon di kepala dan sedang menginjak umur 10 tahun itu bertanya kepada ayahnya.
"Bagaimana bisa kamu bertanya sama ayah hah? seharusnya kamu yang melihat lainnya saat ayah sibuk menjala ikan. Apa gunanya ayah mengajakmu kesini. Dasar anak tidak berguna!" jawab pak rahmat kesal dan melampiaskan kesalahan kepada anaknya yang merupakan anak angkatnya.
"Maaf ayah.. Furqon tadi membantu ayah karena ikannya banyak sekali jadi Furqon tidak tega ayah mengangkatnya sendiri." jawab Furqon dengan penuh sesal.
"Apa katamu? dasar anak kurang ajar diajari orang tua malah jawab! kamu bilang kamu membantu ayah? Yang ada kamu tidak membantu, malah menyusahkan saja! Anak dan istri sama saja bisanya cuma menyusahkan saja!." jawab ayah Furqon yang sedang melampiaskan kemarahannya.
"Bagaimana ini? kemana arah untuk aku pulang?" ujar pak Rahmat kebingungan.
"Tuhan, tolong beri petunjuk pada kami" do'a dalam batin Furqon.
...****************...
Fajar mulai terbit, pak Rahmat mencoba mengarahkan perahunya ke arah matahari terbit. Seperti biasa, matahari adalah kompas utama petunjuk dari alam para nelayan. Tak disangka, saat di tengah perjalanan, bahan bakar perahu pak Rahmat mendadak habis.
“ah... sial! Kenapa bahan bakarnya habis. Ini semua gara-gara aku mengajakmu bocah sial! Coba saja tadi aku meninggalkanmu pasti tidak akan terjadi seperti ini!” kata pak Rahmat lagi-lagi menyalahkan Furqon yang merupakan anak angkatnya.
Kali ini Furqon terdiam mendengar perkataan ayahnya yang selalu menyalahkannya. Padahal dia tahu jika sebelum berangkat ayahnya mengisi bahan bakar perahunya yang hanya cukup untuk berangkat dan pergi saja. Jika ada tambahan rute perjalan, pasti itu tidak akan cukup.
Akhirnya... Pak Rahmat menyuruh anaknya untuk mendayuh perahunya.
Dua kayu yang berada dibelakang Pak Rahmad itu, Diambil oleh Pak Rahmad. Kemudian dia berikan kepada Furqon.
“Cepat dayuh anak bodoh, biar kita cepat sampai di tepi pantai.” perintah ayahnya.
“Baik ayah.” jawab Furqon patuh.
"untung saja, kayu itu tidak tertinggal. Jika tertinggal tentu kita tidak akan bisa pulang." ucap Pak Rahmat.
Furqon anak yang selalu patuh kepada orang tuanya. Walau kadang ayahnya sangat keras padanya, dia tetap tunduk kepada ayah dan ibunya.
Beberapa jam kemudian...
Furqon terus mendayuh perahu dengan tangannya.
Sudah berjam-jam Furqon terus mendayuh. Kemudian Furqon merasa lelah dan lemas. Sedangkan dia yang akan berhenti takut jika sang ayah marah lagi padanya.
Akhirnya dia memutuskan untuk meneruskan kegiatan yang dia lakukan. Walau merasa lelah, letih, sudah tak kuat dan tak berdaya tapi dia memilih tetap diam dan mempertahankan diri.
Am, yang sedang bertugas. Melihat kejadian yang demikian.
"kasihan sekali anak itu. Jelas-jelas dia telah lelah dan sudah diambang batas kemampuannya. Namun dia tetap melakukan demikian. Demi ayahnya." kata Am.
"sebentar, biar kutebak, apakah ini yang dinamakan nafsu juga? sepertinya iya. Dia berkeinginan untuk membantu ayahnya. Wah... seperti apa ya rasanya? apa aku mendekat saja ya?" gumam Am penasaran.
Am berjalan menuju ke perahu Furqon berbentuk ombak. Saat dia hendak mendekat, anak yang masih polos dan tulus itu tiba-tiba terjebur ke dalam laut.
Karena tenaga Furqon telah terkuras banyak untuk mendayuh, tak sengaja Furqon terjungkal dan jatuh ke laut.
“Byurrrr....!!!!”
Terlihat blangkon itu di permukaan air mengambang.
Melihat yang demikian terjadi, Am sangat terkejut dan langsung menjauhinya. Karena takut jika ada manusia lain yang akan datang.
"astaga,, apa yang telah terjadi?" gumam Am.
...----------------...
Tinggalkan jejak kalian dengan like, coment, gift atau vote.
Setiap sentuhan tangan kalian sangat berarti.
Terimakasih... 🤗🤗🤗
“Byurrrr....!!!!”
Terlihat blangkon itu di permukaan air mengambang.
“Furqon... apa yang telah kamu lakukan anak sial!” pekik ayahnya melihat anak angkatnya itu terjebur.
“Astaga benar-benar, tidak menyelesaikan masalah tapi malah menambah masalah! Hah! Biarkan sudah dia memang seharusnya tidak ada di hidupku!” gumam ayahnya.
Terlihat ayah Furqon marah dengan apa yang terjadi pada Furqon saat itu.
Di tengah laut yang gelap dan tak ada siapapun itu. Ayah Furqon termenung.
Kemudian Ayah Furqon meraih blangkon yang terambang di air. Diingatnya kembali jika anak angkatnya yang dibencinya itu tidak pernah membantah perintahnya. Dia selalu patuh dan sopan padanya.
“Apa aku telah keterlaluan padanya? Bagaimanapun yang terjadi dulu bukanlah salahnya.” Gumam ayahnya.
“Furqon... ayah sendirian, kembalilah nak! Maafkan ayah!” sesal ayah Furqon.
Terkadang sesuatu yang kita anggap biasa saja saat berada di dekat kita, kita akan baru merasa betapa berharganya dia saat kita telah kehilangannya.
Ayah Furqon menyesal dan memeluk blangkon yang selalu dipakai anaknya. karena selama ini selalu kasar terhadapnya.
Waktu telah menunjukkan pukul 05.15 WIB. Ayah Furqon duduk di perahu sendirian. Tak ada teman, tak ada siapa pun di tengah laut. Dia benar-benar bingung, apa yang harus dia lakukan. Karena jika dia menolong anaknya yang tenggelam, pasti dia akan ikut tenggelam. Karena pak Rahmat tidak bisa berenang. Handphone pun pak Rahmat juga tidak punya. Dia hanya duduk dan memegang erat blangkon berwarna hitam itu di tangannya.
Lima jam kemudian ...
Terlihat ada sebuah kapal dari barat laut berlayar. Melihat sebuah harapan ayah Furqon langsung berdiri dan melambaikan tangan.
“Tolong... tolong saya.. saya disini..!” teriak ayah Furqon.
Kapal itu lama-lama semakin mendekati perahu milik pak Rahmat.
“Sepertinya mereka telah mendengarku!” gumam pak Rahmat.
“Itu dia, iya sepertinya benar itu pak Rahmat!” kata tim penyelamat.
“Akhirnya kita menemukannya!” ujar rekan tim penyelamat.
Akhirnya perahu pak Rahmat yang bahan bakarnya telah habis itu ditalikan dengan kapal besar. Dan pak Rahmat dinaikkan ke kapal utama.
“Tolong anak saya juga pak! Anak saya telah tenggelam ke laut pak! Mohon bantuannya pak!” kata pak Rahmat meminta pertolongan kepada tim penyelamat.
“Baik pak, tolong bapak tunjukkan lokasi dimana anak bapak tenggelam!” ujar tim penyelamat.
“Di sebelah sini pak!” jawab pak Rahmat.
Tim penyelamat bergegas memakai peralatan selam dan segera menyelam di dasar laut untuk mencari Furqon.
Tiga jam telah berlalu... tim penyelamat masih belum menemukan Furqon.
“Maaf pak! Sepertinya hari mulai larut, pencarian anak anda akan dilanjutkan hari besok.” Ujar pimpinan tim penyelamat.
“Baik pak terimakasih!” jawab pak Rahmat pasrah.
Setelah mereka sampai di tepi pantai, pak Rahmat pulang dengan menundukkan kepala. Dia hanya diam dan terpaku tak percaya dengan apa yang dialaminya hari ini.
“Bapak.. kenapa pulangnya sampai sore? Tidak biasanya bapak seperti ini kecuali jika memang ada kendala! Furqon kemana? Kenapa bapak sendirian?” tanya istri pak Rahmat.
Melihat suaminya yang pulang sendirian, pandangan istrinya menjadi tak tentu arah mencari seorang anak yang berumur 10 tahun itu. Sedangkan pak Rahmat membeku tak bisa mengatakan apa-apa.
“Pak..! Furqon dimana?” tanya istrinya sekali lagi.
.
.
.
“Furqon telah pergi buk! Dia hilang.” Jawab pak Rahmat.
Akhirnya mulut yang tadinya membeku itu mengucapkan sebuah kata.
“Maksud bapak apa? Hilang bagaimana?” tanya istrinya.
“Dia tenggelam.” Jawab pak Rahmat pasrah.
“Apa? Bagaimana mungkin?"
"ini semua salahmu kenapa bisa kamu membiarkannya tenggelam? Memang Furqon bukan anak kandungmu tapi tidak seharusnya kamu sekejam ini. Kamu selalu kasar pada anak yang penurut itu!” kata ibuk Furqon.
“Diam! Tanpa kamu bicara aku sudah mengerti dan aku sudah menyesal tentang apa yang telah aku lakukan padanya selama ini. Tim penyelamat tadi sudah mencarinya dan masih belum ketemu. Dan aku sudah berusaha untuk itu. Jadi diamlah dan pergilah ke kamarmu!” jawab pak Rahmat merasa sangat depresi.
Sedangkan ibu Furqon, dia berlari dengan tetesan air mata yang mengalir sangat deras dari matanya. Duduk di sofa memanggil nama dan meratapi nasib anak yang disayanginya itu.
...****************...
Amfitrite sedang mengelilingi dan mengecek seluruh lautan. Seperti yang dia lakukan setiap hari karena ini adalah tugasnya. Saat dia berkeliling, dia melihat Furqon yang tergeletak di dasar laut yang paling curam. Dia mendekati Furqon. Amfitrite melihatnya dengan penuh. Am mengelilingi anak itu, dia melihat di sisi kanan, di sisi kiri, depan dan atas. Anak manusia itu terlihat gelabakan dengan nafas yang tertahan. Dia nyaris mati karena tak dapat bernafas di dalam air laut.
Melihat anak yang berusia 10 tahun yang nyaris kehilangan nyawa dan tersiksa itu membuat Amfit merasa iba. Tanpa berfikir panjang dia memberi setengah dari kekuatannya. Agar dia dapat bertahan hidup. Am memasukkan kekuatannya melalui luvang hidungnya.
“Manusia... bukankah manusia tidak dapat bernafas di air? Dia sangat tidak berdaya, kasihan sekali dia. Aku harus melakukan sesuatu sebelum Izrail datang kemari. Akan aku berikan setengah kekuatanku padanya agar dia dapat bertahan hidup.” ujar Amfitrite.
Karena nyawanya di ujung tanduk, Furqon dapat melihat Amfitrite dengan penglihatan yang buram. Cahaya itu mengelilinginya. Setelahnya Furqon hilang kesadaran. Dan Amfitrite yang berwujud air itu membawa Furqon ke tepi pantai. Keesokan harinya, Furqon membuka matanya pelan-pelan. Dan batuk itu menyerang tubuhnya. Furqon mengeluarkan air yang telah masuk ke dalam paru-paru.
"Uhuk, uhuk, uhuk!"
Setelah air keluar, mata jalangnya berkelana di sekeliling tepi pantai.
“Aku di tepi pantai? bagaimana bisa?”
Furqon tidak sadar dengan apa yang terjadi dengan dirinya.
“Ombaklah yang membawaku kemari!”
Tiba-tiba ada suara yang berbisik padanya dengan penuh ketenangan.
“Suara siapa itu?”
Furqon menoleh ke kiri dan kanan. Di sisi kanannya dia melihat angin yang menggumpal ada di dekatnya.
“Aku tak pernah melihat angin yang bergerombol seperti ini?” dengan mengamati angin tersebut.
Lalu Furqon mencoba menyentuh angin tersebut. Dengan jari telunjuknya. Dan dia bisa menyentuhnya.
“Hei apa yang kamu lakukan manusia? Bagaimana kamu bisa memegangku?” Amaltheia bingung melihat yang terjadi.
“Angin bisa bicara? Makhluk apa kamu?” tanya Furqon.
“Aku tidak dapat menjawab tanpa izin dari pemimpin!” jawab Amaltheia.
“Pemimpin? Kamu punya pemimpin? Siapa dia?” Tanya Furqon penasaran.
“Kamu tak perlu tahu manusia, tapi kenapa kamu dapat mendengarku seakan-akan kamu dapat bicara denganku? Padahal jika aku membisikkan sesuatu pasti akan diterima dengan jiwa. Kemudian akan terolah dengan pikiran manusia.” tanya Amaltheia.
“Aku tidak tahu, yang aku tahu tadi aku tenggelam dan nyaris mati. Tapi aku melihat cahaya di sekelilingku. Dan tiba-tiba aku berada disini!” jawab Furqon.
“Kamu benar-benar dapat berbicara denganku, yang aku tahu kami hanya dapat berbicara dengan bangsaku dan para syeitan. Apakah kamu hantu?” tanya Amal penasaran.
“Hantu? Aku jadi arwah? Benarkah? Tidak-tidak, pasti itu salah!” Jawab Furqon.
Amaltheia mencoba memeriksa sosok Furqon itu. Memastikan dia manusia atau bukan.
“Sepertinya memang bukan. Ini benar-benar aneh!” kata Amaltheia.
Kemudian Amaltheia menemui Amfitrite karena kebetulan jarak mereka saat itu dekat.
“Amfit, apa yang sedang kamu lakukan?” tanya Amaltheia.
“Saya sedang mengelilingi lautan dan mengeceknya. Ini adalah tugasku dan melaporkannya ke atas. Kamu sendiri sedang apa kemari Mal? Apa tugasmu sudah selesai? Tanya Amfitrite.
“Aku kesini karena ingin melihatmu bertugas. Hei Am, kamu tahu nggak? Tadi aku membisikkan sesuatu pada seorang manusia. Tapi anehnya dia dapat mendengar suaraku seakan dia berbincang denganku. Padahal hal ini tidak pernah terjadi pada siapapun. Dan hebatnya lagi dia dapat melihatku Am.” Amaltheia menceritakan yang terjadi padanya.
Mendengar cerita Amaltheia, Amfitrite merasa kaget dan gugup. Wajahnya langsung berwarna pucat pasi seketika. Karena berfikir jika itu terjadi adalah penyebabnya.
"Apa mungkin manusia itu?" batin Am.
“Benarkah? Dimana?” Tanya Amfitrite dengan gugup.
“Di tepi pantai sebelah barat.” Jawab Amaltheia.
“Yang dimaksud Amaltheia pasti anak laki-laki yang tadi malam. Bagaimana ini? Aku tidak tahu jika efek dari kekuatanku akan seperti ini. Bisa gawat jika pemimpin sampai dengar.” Isi pikiran Amfitrite.
“Amaltheia, bukankah pekerjaanmu masih banyak?” Tanya Amfit untuk menutupi kepanikannya.
“iya kamu benar Am, baiklah aku permisi dulu Am.” Pamit Amaltheia.
Mendengar kabar dari Amaltheia, Amfit merasa gelisah. Segera dia menuju barat untuk mencari anak yang telah dia selamatkan tadi. Dilihat di tepi pantai tidak ada seorang pun. Lalu Amfit berubah wujud menjadi merpati untuk mencarinya.
Dari pepohonan, Amfit menyaksikan banyak manusia yang berkumpul di tepi jalan. Terlihat Furqon ada diantara kerumunan itu.
“Aku terlambat, keadaanya tidak tepat. Aku tidak bisa mengambil kekuatanku jika keadaannya seperti ini. Tapi aku harus dapat mengambilnya kembali sebelum gerbang Nabastala terbuka.” Kata Amfit.
Amfit kembali dan melakukan tugasnya seperti biasanya. Setelah selesai mengurus dan mencatat laporan, Amfit berubah merpati dan mendatangi anak laki-laki yang pernah ditolongnya.
Furqon sedang tidur di sebelah ibunya. Terlihat saat itu tangan ibunya merangkul erat-erat tubuh Furqon. Kemudian Amfit berubah menjadi angin agar dia dapat masuk ke rumah Furqon lewat lubang-lubang jendela. Kucing Furqon mengeong sangat keras. Seakan kucing itu melihat sosok Amfit. Mendengar suara kucing yang keras itu ibu Furqon terbangun dan menyuruh kucing itu pergi. Lagi-lagi kucing itu kembali dan terus bersuara karena melihat sosok Amfit. Kali ini Amfit gagal untuk mengambil kekuatannya kembali.
Amfit kembali ke arah laut. Dalam perjalanan, dia berbicara pada dirinya sendiri.
“Kenapa kucing itu dapat melihatku? Apa penyebabnya separuh kekuatanku telah menghilang? Tidak aku sangka efeknya akan seperti ini.” Gumam Amfit.
Hari esok telah datang, Amfit kembali menuju rumah Furqon dan berharap bisa mendapatkan kembali kekuatanya.
Suasana disana hening. Tak ada kucing dan ibu Furqon.
“Ini adalah kesempatan emas!” gumam Amfit.
Furqon selesai mandi waktu itu. Kemudian dia tertidur pulas karena capek. Saat Furqon tertidur, Amfit memulai aksinya.
Dengan mendekatkan wajahnya di hidungnya. Kemudian menghirup kekuatannya untuk diambil. Hirupan pertama dia gagal, kemudian dia mencoba lagi, hingga 20X tapi usahanya tetap gagal.
“Kenapa kekuatanku tidak bisa kembali? Aku ingat betul waktu itu aku memasukkan lewat hidungnya. Tapi saat aku mencoba mengambilnya kembali kenapa tidak bisa? Biar aku coba lagi!” kata batin Amfit.
Amfit mencoba berulang-ulang untuk mengambil kekuatannya kembali. Hingga fajar menjemput dia masih belum berhasil. Karena matahari telah terbit. Amfit segera kembali ke laut untuk melaksanakan tugasnya.
“Bagaimana tidak bisa kuambil? Itukan kekuatanku?” banyak pertanyaan di benak Amfit yang belum ketemu jawabannya.
Tiba-tiba Amaltheia datang dari arah barat menyapa Amfitrite.
“Hei Amfit, jangan lupa nanti bulan purnama datang. Ini adalah laporan kita yang pertama. Jujur.. aku sangat gugup.” Amaltheia menyapa Amfit dari atas laut.
“Iya Mal, kamu benar!” jawab Amfitrite.
“Apa kamu juga gugup?” tanya Amal penasaran.
“Iya aku gugup sekali Mal, bahkan sangat takut.” Jawab Amfit.
“Kenapa harus takut? Kamu ini seperti telah melakukan kesalahan saja. Takut segala. Hahaha...” kata Amal dengan setengah mengejek.
“Baiklah aku pamit dulu Am, masih banyak tugas nih!” kata Amal pamit.
“Nanti malam bulan purnama?” gumam Amfitrite.
Tiba-tiba terlintas di pikiran Amfitrite tentang apa yang pernah Amaltheia ceritakan waktu lampau. Tentang manusia yang dapat berbincang dengan Amaltheia.
“Tunggu... jangan-jangan... ?”
...----------------...
Tinggalkan jejak kalian dengan like, coment, gift atau vote.
Setiap sentuhan tangan kalian sangat berarti.
Terimakasih... 🤗🤗🤗
Amfitrite sedang mengelilingi dan mengecek seluruh lautan. Seperti yang dia lakukan setiap hari karena ini adalah tugasnya. Saat dia berkeliling, dia melihat Furqon yang tergeletak di dasar laut yang paling curam. Dia mendekati Furqon. Melihat anak yang berusia 10 tahun yang nyaris kehilangan nyawa dan tersiksa itu membuat Amfit merasa iba dan tanpa pikir panjang dia memberi setengah dari kekuatannya. Agar dia dapat bertahan hidup.
“Manusia... bukankah manusia tidak dapat bernafas di air? Dia sangat tidak berdaya, kasihan sekali dia. Aku harus melakukan sesuatu sebelum Izrail datang kemari. Akan aku berikan setengah kekuatanku padanya agar dia dapat bertahan hidup.” ujar Amfitrite.
Karena nyawanya di ujung tanduk, Furqon dapat melihat Amfitrite dengan penglihatan yang buram. Cahaya itu mengelilinginya. Setelahnya Furqon hilang kesadaran. Dan Amfitrite membawa Furqon ke tepi pantai. Keesokan harinya, Furqon membuka matanya pelan-pelan. Dan batuk itu menyerang tubuhnya dan mengeluarkan air yang telah masuk ke dalam paru-paru. Setelah air keluar, mata jalangnya berkelana di sekeliling tepi pantai.
“Aku di tepi pantai? bagaimana bisa?”
Furqon tidak sadar dengan apa yang terjadi dengan dirinya.
“Ombaklah yang membawaku kemari!”
Tiba-tiba ada suara yang berbisik padanya dengan penuh ketenangan.
“Suara siapa itu?”
Furqon menoleh ke kiri dan kanan. Di sisi kanannya dia melihat angin yang menggumpal ada di dekatnya.
“Aku tak pernah melihat angin yang bergerombol seperti ini?” dengan mengamati angin tersebut.
Lalu Furqon mencoba menyentuh angin tersebut. Dan dia bisa menyentuhnya.
“Hei apa yang kamu lakukan manusia? Bagaimana kamu bisa memegangku?” Amaltheia bingung melihat yang terjadi.
“Angin bisa bicara? Makhluk apa kamu?” tanya Furqon.
“Aku tidak dapat menjawab tanpa izin dari pemimpin!” jawab Amaltheia.
“Pemimpin? Kamu punya pemimpin? Siapa dia?” Tanya Furqon penasaran.
“Kamu tak perlu tahu manusia, tapi kenapa kamu dapat mendengarku seakan-akan kamu dapat bicara denganku? Padahal jika aku membisikkan sesuatu pasti akan diterima dengan jiwa. Kemudian akan terolah dengan pikiran manusia.” tanya Amaltheia.
“Aku tidak tahu, yang aku tahu tadi aku tenggelam dan nyaris mati. Tapi aku melihat cahaya di sekelilingku. Dan tiba-tiba aku berada disini!” jawab Furqon.
“Kamu benar-benar dapat berbicara denganku, yang aku tahu kami hanya dapat berbicara dengan bangsaku dan para syeitan. Apakah kamu hantu?” tanya Amal penasaran.
“Hantu? Aku jadi arwah? Benarkah? Tidak-tidak, pasti itu salah!” Jawab Furqon.
“Sepertinya memang bukan. Ini benar-benar aneh!” kata Amaltheia.
Amaltheia menemui Amfitrite karena kebetulan jarak mereka saat itu dekat.
“Amfit, apa yang sedang kamu lakukan?” tanya Amaltheia.
“Saya sedang mengelilingi lautan dan mengeceknya. Ini adalah tugasku dan melaporkannya ke atas. Kamu sendiri sedang apa kemari Mal? Apa tugasmu sudah selesai? Tanya Amfitrite.
“Aku kesini karena ingin melihatmu bertugas. Hei Am, kamu tahu nggak? Tadi aku membisikkan sesuatu pada seorang manusia. Tapi anehnya dia dapat mendengar suaraku seakan dia berbincang denganku. Padahal hal ini tidak pernah terjadi pada siapapun. Dan hebatnya lagi dia dapat melihatku Am.” Amaltheia menceritakan yang terjadi padanya.
Mendengar cerita amaltheia, Amfitrite merasa kaget dan gugup. Wajahnya langsung berwarna pucat pasi seketika. Karena berfikir jika iu terjadi adalah penyebabnya.
“Benarkah? Dimana?” Tanya Amfitrite dengan gugup.
“di tepi pantai sebelah barat.” Jawab Amaltheia.
“Yang dimaksud Amaltheia pasti anak laki-laki yang tadi malam. Bagaimana ini? Aku tidak tahu jika efek dari kekuatanku akan seperti ini. Bisa gawat jika pemimpin sampai dengar.” Isi pikiran Amfitrite.
“Amaltheia, bukankah pekerjaanmu masih banyak?” Tanya Amfit untuk menutupi kepanikannya.
“iya kamu benar Am, baiklah aku permisi dulu Am.” Pamit Amaltheia.
Mendengar kabar dari Amaltheia, Amfit merasa gelisah. Segera dia menuju barat untuk mencari anak yang telah dia selamatkan tadi. Dilihat di tepi pantai tidak ada seorang pun. Lalu Amfit berubah wujud menjadi merpati untuk mencarinya.
Dari pepohonan, Amfit menyaksikan banyak manusia yang berkumpul di tepi jalan. Terlihat Furqon ada diantara kerumunan itu.
“Aku terlambat, keadaanya tidak tepat. Aku tidak bisa mengambil kekuatanku jika keadaannya seperti ini. Tapi aku harus dapat mengambilnya kembali sebelum gerbang Nabastala terbuka.” Kata Amfit.
Amfit kembali dan melakukan tugasnya seperti biasanya. Setelah selesai mengurus dan mencatat laporan, Amfit berubah merpati dan mendatangi anak laki-laki yang pernah ditolongnya.
Furqon sedang tidur disebelah ibunya. Terlihat saat itu tangan ibunya merangkul erat-erat tubuh Furqon. Kemudian Amfit berubah menjadi angin agar dia dapat masuk ke rumah Furqon lewat lubang-lubang jendela. Kucing Furqon mengeong sangat keras. Seakan kucing itu melihat sosok Amfit. Mendengar suara kucing yang keras itu ibu Furqon terbangun dan menyuruh kucing itu pergi. Lagi-lagi kucing itu kembali dan terus bersuara karena melihat sosok Amfit. Kali ini Amfit gagal untuk mengambil kekuatannya kembali.
Amfit kembali ke arah laut. Dalam perjalanan, dia berbicara pada dirinya sendiri.
“Kenapa kucing itu dapat melihatku? Apa penyebabnya separuh kekuatanku telah menghilang? Tidak aku sangka efeknya akan seperti ini.” Gumam Amfit.
Hari esok telah datang, Amfit kembali menuju rumah Furqon dan berharap bisa mendapatkan kembali kekuatanya.
Suasana disana hening. Tak ada kucing dan ibu Furqon.
“Ini adalah kesempatan emas!” gumam Amfit.
Furqon selesai mandi waktu itu. Kemudian dia tertidur pulas karena capek. Saat Furqon tertidur, Amfit memulai aksinya.
Dengan mendekatkan wajahnya di hidungnya. Kemudian menghirup kekuatannya untuk diambil. Hirupan pertama dia gagal, kemudian dia mencoba lagi, hingga 20X tapi usahanya tetap gagal.
“Kenapa kekuatanku tidak bisa kembali? Aku ingat betul waktu itu aku memasukkan lewat hidungnya. Tapi saat aku mencoba mengambilnya kembali kenapa tidak bisa? Biar aku coba lagi!” kata batin Amfit.
Amfit mencoba berulang-ulang untuk mengambil kekuatannya kembali. Hingga fajar menjemput dia masih belum berhasil. Karena matahari telah terbit. Amfit segera kembali ke laut untuk melaksanakan tugasnya.
“Bagaimana tidak bisa kuambil? Itukan kekuatanku?” banyak pertanyaan di benak Amfit yang belum ketemu jawabannya.
Tiba-tiba Amaltheia datang dari arah barat menyapa Amfitrite.
“Hei Amfit, jangan lupa nanti bulan purnama datang. Ini adalah laporan kita yang pertama. Jujur.. aku sangat gugup.” Amaltheia menyapa Amfit dari atas laut.
“Iya Mal, kamu benar!” jawab Amfitrite.
“Apa kamu juga gugup?” tanya Amal penasaran.
“Iya aku gugup sekali Mal, bahkan sangat takut.” Jawab Amfit.
“Kenapa harus takut? Kamu ini seperti telah melakukan kesalahan saja. Takut segala. Hahaha...” kata Amal dengan setengah mengejek.
“Baiklah aku pamit dulu Am, masih banyak tugas nih!” kata Amal pamit.
“Nanti malam bulan purnama?” gumam Amfitrite.
Amfittrite tiba-tiba terlintas pikiran tentang apa yang pernah Amaltheia ceritakan waktu lampau. Tentang manusia yang dapat berbincang dengan Amaltheia.
“Tunggu... jangan-jangan... ?”
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!