NovelToon NovelToon

Dinikahi Mr. A

Malam yang buruk

Ini adalah novel pertama yang jauh dari kata sempurna. Masih acak adul. Banyak yang berpendapat kenapa di pesantren kok bisa campur antara laki-laki dan perempuan. Sebenarnya ini adalah cerita disalah satu sekolah berbasis boarding school atau sekolah berasrama. Dimana tahun 2007 silam sebuah yayasan bekerja sama untuk menghidupkan lagi sekolah yang telah lama mati. Untuk sebagian tempat adalah real. Dan sebagian dari cerita ini ada yang real kisah nyata, selebihnya hanya kehaluan author saja Terimakasih sudah berkenan untuk singgah ke novel receh ini. Terimakasih 🙏

SELAMAT MEMBACA

Malam itu suasana di kediaman pak Ali terlihat sangat menegangkan, semua anggota keluarga berkumpul di ruang keluarga. Pak Ali kini benar- benar sangat marah kepada anak perempuan satu satunya yang ia miliki. Gadis itu selalu membuat ulah dan kini membuatnya kecewa untuk yang ke sekian kalinya.

Dia adalah Nuri Salsabila Ramadhani seorang siswa kelas 11 di SMA Nusa Bangsa. Sekolah terbaik di kota tersebut.

Pak Ali dan istrinya Bu Aisyah, selama ini begitu sabar dalam mendidik Nuri, tapi memang dasar anaknya yang badung membuat pak Ali kini benar -benar menyerah untuk mendidiknya.

"Pak, sudahlah! Kasihan si Nur." Itulah kalimat yang sedari tadi Bu Aisyah lontarkan pada suaminya sambil mendekap Nuri sambil mengelus rambutnya. Gadis itu hanya terisak dalam dekapan sang ibu.

Sementara Adam dan Azam selaku kakak dari Nuri hanya duduk terdiam mendengarkan sang Bapak yang sedang marah.

"Sekarang terserah sama kamu saja Nur, masih ingin sekolah, atau berhenti sekolah saja!" Adam mulai buka suara pasalnya ia sedikit tidak tega jika adik perempuan satu satunya itu drop out dari sekolah.

Nuri tidak menjawab ia masih sesenggukan dalam dekapan sang ibu.

"Jika kamu masih ingin sekolah, kamu harus pindah sekolah ke tempat Mas mengajar," sambung Adam sambil membuang nafasnya sebab ia yakin bahwa adiknya enggan sekolah di tempatnya mengajar.

"Bagaimana nduk?" tanya sang ibu.

Lama tak ada jawaban dari Nuri membuat pak Ali geram.

"Kalau kamu sudah tidak ingin sekolah tidak apa - apa, tapi bapak akan nikahkan kamu sama Sarimin juragan sapi yang kaya raya itu," ucap sang bapak sambil menyesap kopi hitamnya.

Nuri, terbelalak mendengar ucapan bapaknya. Setega itukah hingga anak gadis yang masih perawan di berikan kepada seorang Sarimin yang kini telah beristri tiga. Sungguh kejam.

"Nuri, masih mau sekolah Pak dan Nuri bersedia sekolah di tempat Mas Adam ngajar." Dengan terpaksa Nuri menerima tawaran dari Adam, padahal sejak dulu ia tidak tertarik bersekolah di pesantren. Namun dari pada harus menikah dengan Sarimin mending dirinya ikut bersama Adam, agar tetap bisa sekolah.

"Kamu serius Nur?" Azam menimpali.

"Yakin mas," jawab Nuri mantap.

"Ya sudah, besok Mas urus surat pindah kamu, lusa kita berangkat," sambung Adam.

"Baiklah kalau begitu, kalian istirahat sekarang ini sudah malam," pungkas Pak Ali.

Kemudian Adam dan Azam pun meninggalkan Ibu dan adiknya yang masih saling mendrama.

"Bu, maafin Nuri ya," sesal Nuri yang kian terisak memeluk bu Aisyah dengan erat dengan menumpahkan air mata kesedihannya.

"Sudah nduk, ibu sudah maafin kamu, tapi kamu harus janji sama ibu, kamu harus berubah di sana ya!" pinta ibunya. Bagaimana tidak anak perempuan satu-satu yang ia miliki harus tinggal berjauhan. Sebenarnya tidak begitu jauh hanya sekitar lima jam perjalanan.

Flashback on

"Nuri! Si Tami di palak sama Erika!" teriak Sari masih ngos-ngosan setelah berlari mencari keberadaan Nuri.

Nuri yang tengah asik baca Novel di dalam kelas langsung sigap berdiri.

"Dimana sekarang?" Wajah Nuri meradang mendengar aduan Sari. Bagaimana tidak sahabatnya sedang di palak oleh anak geng yang sok berkuasa.

"Di perpustakaan," jawab Sari. Mendengar ucapan Sari, Nuri pun segera bergegas menuju perpustakaan yang di ikuti oleh Sari yang terus berlari berusaha mengejar Nuri.

"Dasar cemen," ejek Nuri ketika melihat pemandangan di depannya, saat Erika sedang berusaha menarik kerah baju Tami.

Di sekolah ini tidak ada yang berani dengan Erika sebab Sekolahan ini masih milik keluarga besar Erika.

Dengan sinis Erika mendekati Nuri.

"Besar juga nyali luh ya!" ujar Erika seakan menantang

"Kembalikan uang Tami, Erika! Gue heran cucu seorang pemilik sekolahan ini bejat kayak elu!" teriak Nuri.

Selama ini tak ada seorang pun yang berani menghina ataupun melawan Erika. Hanya Nuri satu satunya orang yang berani kepadanya.

“Santi, Dilla beri dia pelajaran biar dia tau siapa sebenarnya Erika ini!” perintah Erika dengan sadis.

Santi dan Dilla hanya saling bertatapan mereka bingung harus berbuat apa .

“Ayo cepat! Tunggu apa lagi!” bentak Erika.

Dengan cepat Dilla melepas tali pinggangnya ingin mengikat tangan Nuri, namun sebelum itu terjadi Nuri sudah lebih dulu mendorong Dilla hingga terjatuh .

"Auuu." Sekali dorong Dilla langsung jatuh.

Para siswa yang berada di perpustakaan mulai histeris.

Santi pun dengan cepat mengambil sapu yang rencananya ingin ia pukulkan ke pada Nuri, namun lagi lagi Nuri menepisnya dan malah menyerang balik Santi dengan sapu tersebut.

"Ampun Nur, ampun." teriak Santi memohon mengundang tawa dari siswa di sana.

"Dasar bodoh kalian, ngelawan perempuan kayak gini aja gak bisa!" Kini Erika dengan cepat menarik rambut Nuri.

Nuri meringis kesakitan. Tak terima dengan perlakuan dari Erika, Nuri pun membalas menarik kuat rambut panjang Erika.

Dan terjadilah saling tarik menarik rambut, hingga muncul ide Nuri untuk menendang perut Erika.

Dengan sekejap Erika terdorong ke belakang dan terjatuh.

Para siswa hanya mampu menonton saja. Tak ada yang berani memisahkan pertengkaran itu.

“Dasar sialan lo!” umpat Erika.

Erika frustasi, dengan senyum sinisnya ia meraih vas bunga yang berada di atas meja lalu melemparkan ke arah Nuri, Vas bunga dengan cepat melayang hingga mengenai pelipis Nuri.

Melihat darah yang keluar dari pelipisnya Nuri mengusapnya pelan sambil meringis kesakitan lalu berjalan pelan menghampiri Erika. Erika semakin takut dengan tatapan Nuri. Perlahan Erika mundur hingga akhirnya ia terjebak. Langkah kakinya sudah mentok menabrak dinding.

"Jangan macam macam!" teriak Erika

Nuri segera mencekeram kerah leher Erika.

"Gue udah muak liat sikap elu selama ini, bagaimana rasanya jika pipi mulus ini_ " Nuri sudah mengangkat tangannya.

"Hentikan Nuri!" Teriak kepala sekolah yang sudah berdiri di belakang Nuri.

Akibat insiden tersebut Nuri kena Skors dan beasiswanya di cabut. Kemudian memanggil kedua orang tuanya ke sekolah, mengingatkan bahwa jika sekali lagi Nuri melakukan hal serupa maka sekolah akan segera mengeluarkan Nuri dari sekolahan.

Hal itu yang membuat pak Ali murka pada anaknya, sebab ini bukan kali pertama anaknya membuat ulah di sekolah.

Flashback off

.

.

.

.

.

Tekan Like dong!

Tinggalin jejak syukur² di kasih hadiah 😀

Pindah Sekolah

Berat rasanya untuk meninggalkan rumah, kamar yang menjadi saksi suka dan duka, saksi dimana saat Nuri menangis dan tertawa ria,

Haii Nur, ini hanya pergi sebentar, hanya menuntut ilmu, bukan berarti untuk meninggalkan selamanya, hati kecil Nuri berbisik.

"Ingat pesan ibu ya nduk, kamu harus bisa menjaga diri dengan baik, dan mulai sekarang kamu juga tidak boleh melepas hijab sembarangan, kamu harus bisa menutup aurat. Kamu tau kan apa itu menutup aura?" Ibu Nuri memberi nasihat kepada anaknya sambil merapikan hijab yang di gunakan Nuri.

Kini Nuri sudah siap dengan kaos biru laut yang dipadukan dengan rok hitam panjang serta hijab warna putih tengah duduk di ruang tamu menunggu bapak, ibu serta kedua kakaknya.

"Masya Allah, bidadari nyasar," ejek Azam yang menghampiri Nuri.

"Apa sih mas." Nuri kesal ia tahu Azam hanya menggodanya.

"Masya Allah nduk, ibu sampai pangling,"

puji Bu Aisyah. Pak Ali pun sebenarnya ingin memuji sang anak namun ia urungkan sebab itu hanya akan membuat Nuri besar kepala.

"Sudah siap? Kalau sudah mari berangkat!" ajak Adam.

Semua keluarga sengaja mengantarkan Nuri sampai tempat tinggal barunya.

Ia bakalan mondok, dan akan jadi santri. Nampak terlihat sangat jelas kebahagiaan yang terpancar dari wajah pak Ali dan bu Aisyah. Begitu pula Adam dan Azam, akhirnya adiknya mau mengikuti jejaknya, yaitu mondok.

. . . . . . . . .

"Pak Dzaki, bu Nisa, ini adik saya yang paling bungsu yang saya ceritakan kemarin," ucap Adam mengenalkan Nuri.

Selama ini hanya Nuri yang belum pernah ia kenalkan kepada pak Dzaki. Pak Ali dan bu Aisyah sering ke sini sewaktu Adam dan Azam masih mondok.

"Ya sudah mari mbak Nur, ibu antar ke kamar," ajak Bu Nisa selaku orang yang bertanggung jawab sepenuhnya atas asrama perempuan tersebut.

Asrama terdiri dari dua tempat. Sebelah utara adalah asrama laki laki dan sebelah selatan asrama perempuan.

Nuri pun hanya mengangguk, tapi sebelum ia bangkit, ia berusaha memeluk tubuh ibunya.

"Sudah." Bu Aisyah menghapus air mata Nuri yang di ikuti sebuah genggaman tangan.

Nuri segera meninggalkan sang ibu dan mengikuti langkah bu Nisa menuju ke sebuah kamar.

.......................................

Suara lantunan surah Ar-Rahman telah terdengar pertanda waktu subuh akan segera tiba, semua santri segera bangun dari tidurnya, membereskan tempat tidur lalu segera menuju masjid untuk melaksanakan sholat subuh berjamaah.

"Mbk Nur, bangun sebentar lagi masuk waktunya subuh." Syifa teman satu kamarnya mencoba membangunkan Nuri yang masih terlelap.

"Bentar lagi kenapa, masih ngantuk nih," jawab Nuri yang malah menarik kembali selimut nya.

"Mbk, kita harus segera ke masjid untuk sholat berjamaah, kalau tidak nanti kita kena hukuman." Syifa kini menarik paksa tangan Nuri, hingga mau tak mau Nuri pun mengikuti Syifa bangun dengan kesal.

"Siapa yang di dalam?" tanya Raisa menggedor pintu kamar mandi.

"Woi cepetan dong!" Raisa yang sudah tidak kuat menahan rasa sakit perut ingin menabung pun kembali mengedor pintu dengan keras.

"Apa sih, berisik tau!" kata yang terucap saat Nuri membuka pintu kamar mandi.

"Kalau mau tidur jangan di kamar mandi dong! Awas minggir!" Raisa menarik lengan Nuri.

"Ah, leganya." Tak lama Raisa keluar dengan mengembangkan senyumannya. Nuri hanya menggeleng kepalanya lalu meninggalkannya.

"Dasar aneh," gumam Nuri.

Kini Nuri sudah siap dengan baju seragamnya yang baru, warna yang sama namun hanya model yang berbeda.

Putih lengan panjang, abu abu terusan panjang, serta jilbab putih yang membalut kepalanya. Malah Nuri yang sekarang terlihat sangat cantik dan anggun.

"Mbak, ayo cepat nanti kita telat." Syifa tanpa segan menarik lengan Nuri.

"Pelan dikit napa!" sentak Nuri.

Syifa dan Nuri keluar dari tempat Asrama mereka menuju ke sebuah gedung berlantai tiga yang masih berada di area asrama tersebut.

Ya karena ini Boarding school otomatis letak sekolahan berada di dekat asrama.

Betapa terkejutnya saat Nuri melewati beberapa bangunan yang tersusun rapi itu.

Ternyata bukan hanya Madrasah Aliyah ( MA ) saja yang tersedia di sana, namun juga ada MTS, SD, TPA ( Taman Pendidikan AlQuran ) dan pendopo yang lumayan lebar.

Oh ya satu lagi di sebelah ujung TPA ada beberapa buah bangunan, itulah tempat tinggal para guru pengajar.

Saat ini mata Nuri tengah di sajikan pemandangan yang belum pernah ia temuin sebelumnya. Betapa tidak, di sini mereka hanya menggunakan sepeda ontel saat ke sekolah, tidak seperti sekolah sebelumnya yang rata rata motor adalah kendaraan utama mereka. Pemandangan selanjutnya sepeda itu telah tertata rapi di rest area parkir.

"Syifa, apa mereka semua juga tinggal di asrama juga?" tanya Nuri yang penasaran.

"Tidak mbak, sebagian dari mereka pulang kerumah mereka. Disini hanya sekolah saja, sedangkan kita yang di tinggal di Asrama harus mengikuti aturan yang berlaku," terang Syifa.

"Aturan yang berlaku? Maksud kamu?" Nuri mengerutkan dahinya.

"Jadi gini mbak, selain mengikuti pelajaran sekolah kita juga harus menghafal Alquran yang setiap dua hari sekali wajib kita setorkan kepada pak Ustad." Syifa mencoba memberi penjelasan.

Nuri hanya manggut saja.

Pusing itu yang Nuri rasakan.

Kenapa selama ini Adam tak pernah bercerita bahwa harus ada hafalan Alquran.

Mas Adam.

Nuri baru teringat bahwa dari semalam ia belum juga melihat sang kakak. Bukanya ia juga tinggal di sini. Tapi di sebelah mana Adam tinggal ia tak tahu.

Nuri dan Syifa pun kini telah sampai di ruangan kelas mereka. Banyak mata tertuju kepada mereka berdua.

"Maaf Tiara, duduk di belakang ya!"

bisik Syifa pelan. Tiara pun mengerti akan ucapan Syifa hanya mengangguk pelan lalu pindah ke belakang.

Tak selang lama guru kelas mereka telah datang.

"Assalamualaikum, anak anak selamat pagi.

Pagi ini kita kedatangan teman baru.

Ayo nak, perkenalkan dahulu!" ucap guru itu sambil melihat ke arah Nuri.

Nuri pun segera maju ke depan kelas dengan rasa gugup , tapi sesuai dengan saran dari Syifa ia mulai percaya diri.

"Assalamualaikum, semuanya

perkenalkan nama saya NURI SALSABILA RAMADHANI kalian bisa panggil Nuri, semoga kita bisa berteman dengan baik." Sebuah perkenalan singkat dari Nuri.

Semua siswa pun menjawab salam Nuri dengan semangat. Bahkan dari beberapa siswa laki kaki menyiul.

Nuri pun memilih diam kembali duduk serta mulai mengikuti pelajaran yang berlangsung.

Awal menjadi siswa baru yang awalnya di liputi rasa gugup namun nyatanya malah menyenangkan. Meraka semua bersikap ramah. Tak ada acara bully membuly seperti pada sekolah sebelumnya.

.

.

.

.

.

Jangan lupa tap Likenya dong!

Terpesona

Seminggu telah berlalu, hari hari di lewati begitu saja oleh Nuri. Sebenarnya ia sudah tidak betah tinggal di asrama namun tiada pilihan lain dari pada harus pulang dan di nikah kan dengan juragan sapi, si Sarimin. Entah mengapa orang tuanya setega itu memberi pilihan kepadanya.

Seperti biasanya selepas sholat isya, para santri melakukan latihan kegiatan hafalan quran sebelum benar benar di setorkan dua hari kedepan.

Di pesantren itu terdapat kira kira sekitar lima puluhan santri, terdiri dari 20 santriwan dan 30 santriwati.

Hafalan pun dibagi menjadi dua kelompok.

Kelompok santriwan dan santriwati.

"Nur, jangan tidur! Itu sebentar lagi giliran kamu." Raisa menggoncangkan tubuh Nuri.

Nuri yang semula ketiduran perlahan membuka mata dan segera menguceknya.

Belum juga memulihkan kesadaran tiba tiba saja namanya sudah di panggil.

"Nuri Salsabila Ramadhiani." Suara merdu ustad Hanafi menggoncangkan dada Nuri. Detak jantung yang semakin berdebar.

Nuri gelagapan, bagaimana bisa ia menyetorkan hafalannya. Dirinya hanya menghafal beberapa ayat saja. Itupun ayat yang kemarin ia hafalkan. Dengan langkah lemas Nuri pun menghadap sang ustad.

"Bisa di mulai?" tanya ustad Hanafi.

Nuri hanya mengangguk kemudian melafalkan tujuh ayat yang sudah ia hafal sebelumnya.

"Cukup. Bukanya ini ayat yang kamu hafalkan kemarin?" tanya ustad Hanafi pelan.

Sedangkan yang di tanya hanya nyengir seakan tak bersalah.

"Maaf ustad, tapi ayat selanjutnya saya belum hafal," lirih Nuri

"Jadi dari tadi apa yang kamu hafalkan?" Bukan bentakan namun ucapan yang lemah lembut lagi lagi mengguncang dada Nuri.

"Saya ketiduran ustad."

Sontak terdengar suara tawa dari belakang. Hampir semua yang mendengar pengakuan Nuri tertawa.

"Sudah sudah! Sebagai gantinya besok malam kamu harus bisa menyetorkan lima belas ayat sekaligus," ucap ustad Hanafi.

What lima belas? Dua ayat aja seakan pecah kepalaku batin Nuri.

 

"Nur, bangun udah subuh." Suara itu setiap hari menjadi alarm bagi Nuri.

Gadis yang memang sangat sulit untuk bangun pagi, entah mungkin karena belum terbiasa atau memang tak terbiasa.

Setelah rapi dengan seragamnya Nuri, beranjak dari kamar, karena hari ini bukan jadwal piketnya ia hanya berjalan santai. Menghirup udara segar yang belum tercemar oleh polusi serta melihat lihat bangunan disekitar.

Berjalan sendiri membuatnya rilex, sebab jika ia berangkat bersama Syifa, pasti aja saja ocehan panjang lebar dari mulut lebarnya.

Bel tanda pelajaran akan segera di mulai. Semua siswa berhamburan ke dalam kelas masing masing. Selama satu minggu tinggal di sini Nuri belum pernah melihat guru yang sedang mengajar di depan kelas saat ini.

Tinggi, putih bersih, rambut hitam pekat, hidung mancung dan sedikit berjambang. Yang lebih parah lagi suaranya mampu membuat jantung Nuri berdegup dengan kencang.

"Ya Allah mbak Nur." Syifa membuyarkan khayalan tentang guru itu.

"Mbak biasa aja kali liatnya, itu namanya Pak Jalalludin Agung, tapi panggilannya pak Agung," ucap Syifa.

"Masih muda," gumam Nuri seakan terpesona oleh kharisma yang di miliki oleh Agung.

"Seumuran dengan pak Adam sih kayaknya, yang ku dengar dia satu angkatan dengan pak Adam," ucap Syifa polos.

Suara bisik bisik Syifa dan Nuri sekilas terdengar oleh Agung.

"Kamu yang duduk sebangku dengan syifa, coba kerjaan soal ini!" titah Agung menunjuk ke arah Nuri.

Dengan cekatan Nuri segera maju dan mengerjakan soal dengan baik.

"Perfeck," gumam pak Agung

Dalam hati Nuri merasa bangga. Kalau masalah pelajaran sekolah walaupun tidak belajar pun Nuri tetap bisa menguasai. Karena ia murid berprestasi di sekolah lamanya.

Entah mengapa selama pelajaran berlangsung mata Agung selalu tertuju kepada Nuri, yang tak jarang ia tersenyum sendiri.

Wajah yang begitu familiar, namun siapa?

......................

"Kita belok ke bawah jembatan sebentar yuk!" ajak Atika saat pulang dari tempat foto copyan.

Kania, Raisa, galih dan Nuri pun setuju. Sepeda di ayuh dengan santai. Menikmati setiap angin yang berhembus. Mereka ingin memperlihatkan tempat indah kepada Nuri teman baru mereka.

Mereka pergi menggunakan dua sepada ontel , dan saling boncengan, saling berkejaran. Tertawa sangat puas yang mereka rasakan.

Bruuukkk

"Auuww," ringis Nuri. Sepeda yang ia boncengin tergiling ke jalan aspal.

"Dasar somplak kamu Ris." Raisa mendumal saat tau siapa yang menabraknya.

Haris Praditya santri terbaik di kelasnya.

"Woii situ yang nambrak, harusnya aku yang marah," ujar Haris.

Raisa segera berdiri. "Kamu gak papa Nur?" tanya Raisa pasalnya Nuri yang di bonceng tertimpa sepeda.

"Gak papa kok." Nuri segera bangkit.

"Halah manja," ejek Haris yang melihat Nuri yang kesakitan.

Atika dan Galih yang sudah jauh di depan akhirnya mundur lagi ke belakang.

"Ada apa?" tanya Atika dan Galih bersamaan.

***

Halo-halo, yang baru gabung baca, jangan lupa baca novel othor yang lainnya ya. Tapi kali ini othor bawa rekomendasi salah satu novel othor yang berjudul KISAH YANG TERTINGGAL. Kalian mampir juga ya 🙏

Sinopsis : Lima belas tahun berpisah, kini Alvaro dan Bunga dipertemukan lagi dalam satu universitas yang sama. Meskipun telah berpisah lama, tetapi tak membuat rasa benci yang dimiliki oleh Alvaro luntur. Pria itu masih menyimpan rasa benci yang tinggi. Namun, suatu saat Alvaro dibuat menyesal dengan sikapnya yang selama ini acuh kepada Bunga. Dan penyesalan selalu datang dikemudian hari. Bagaimana akhir kisah mereka? Langsung ke lapaknya ya 🙏

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!