NovelToon NovelToon

Harumnya Madu

Tidak mudah menjadi single parent

Ini hanya novel ya, tidak perlu diperdebatkan isinya, karena mungkin ada beda pemahaman. Just enjoy this novel 🤗

"Kriing kriiiingg!!"

Alarm di hp Arum berbunyi menunjukkan pukul 03.00 dini hari. Dia lantas mematikan alarm itu, dan melihat Rayhan putra semata wayangnya yang tidur di sebelahnya masih terlelap. Kemudian dia menyibakkan selimutnya dan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri dan berwudhu untuk segera sholat Sunnah.

Selesai sholat Sunnah ia melirik jam dinding yang menunjukkan pukul 03.30.

"Sudah jam segini", katanya dalam hati.

Ia menuju dapur menggoreng lunpia yang sudah dia siapkan semalam. Lunpia itu nantinya ia titipkan ke kantin sekolah Rayhan.

*****

Semenjak ditinggalkan suaminya menghadap Sang Khalik karena kecelakaan setahun lalu, ia berjuang keras untuk menghidupi dirinya juga Rayhan anaknya.

Arum sendiri sebenarnya pernah bekerja sebagai Asisten Apoteker di Rumah Sakit Pemerintah. Namun memutuskan resign karena dia keberatan ketika harus satu shift berdua dengan teman laki-lakinya.

Sejak 3 tahun lalu ia memutuskan berhijrah, sehingga tahu kalau ikhtilat atau bercampur dengan lawan jenis yang bukan mahram itu dilarang. Sebenarnya ia sudah meminta kepada atasannya agar bisa satu shift dengan teman perempuan, tapi nyatanya diabaikan oleh atasannya.

Akhirnya ia memutuskan untuk resign dan sepenuhnya menjadi ibu rumah tangga. Banyak dari keluarga besarnya yang menghujat dan mencibir keputusannya itu. Maklumlah keluarganya masih berpandangan bahwa wanita karir itu lebih hebat dan membanggakan. Tapi dia dan suaminya tetap percaya bahwa rezeki datang dari Allah dan sudah ditakar.

"Bagaimanapun caranya, apapun jalannya, rezekiku akan Allah sampaikan padaku hingga rezeki terakhirku, yaitu nafas terakhirku." Katanya dalam hati menguatkan diri.

Dan bukan hijrah namanya kalau tidak ada cobaan dan ujian. Dia ditinggalkan suaminya untuk selamanya secara mendadak. Dan keluarga dari ibunya tetap mencibir.

"Salahmu sendiri pakai resign segala, sekarang ditinggal suami mau makan apa", ujar Budenya.

Ia hanya bisa menangis sesenggukan memeluk anaknya, bukan khawatir akan makan apa, tetapi sedih karena keluarga besarnya tidak mendukungnya, menghiburnya. Tapi Alhamdulillah orangtua dan kakaknya tetap mendukung dan menguatkannya.

*****

Tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 04.30, kegiatannya menyiapkan lunpia jualannya sudah selesai. Dia mematikan kompor dan berjalan menuju kamar.

"Reyhan, bangun nak, sudah mau Subuh ini", kata Arum dengan lembut.

Ia membangunkan Reyhan yang baru kelas 1 SD untuk bangun sebelum Subuh.

" Iya Mi...", Jawab Reyhan sambil mengucek matanya.

Anak kecil itu segera bangun dipapah Umminya ke kamar mandi.

"Rayhan pipis dan wudhu dulu ya Nak, Ummi siapkan sarung sama pecinya", kata Arum kepada Rayhan. Rayhan mengangguk mengiyakan.

Setelah selesai wudhu, Rayhan memakai sarung, Arum membukakan pintu juga pagar, mengantar Rayhan ke depan pagar menuju Mushola yang berjarak 4 rumah dari rumahnya. Setelah dipastikan Rayhan di Musholla ada temannya Arum kembali masuk ke dalam, bersiap sholat Sunnah dan sholat Subuh.

Ia mengajarkan sejak kecil kepada Rayhan kalau laki-laki wajib sholat fardhu di Masjid atau Musholla. Dan wanita lebih baik sholat di rumah walaupun tidak dilarang untuk ke masjid. Tetapi Arum lebih nyaman sholat di rumah, apalagi statusnya sebagai janda yang masih muda, takut menimbulkan fitnah bila sering keluar rumah.

*****

Setelah sholat Arum menuju dapur dan menyiapkan sarapan untuk Rayhan. Dan Rayhan sedang mandi untuk bersiap ke sekolah.

Waktu menunjukkan pukul 06.30, Arum segera berganti baju dengan gamis dan jilbabnya yang lebar berwarna kopi dengan cadar bandana warna senada. Ia bergegas membonceng Rayhan ke sekolah yang berjarak sekitar 4km dari rumah.

Di dalam perjalanan Rayhan melantunkan hafalannya yang akan ia setorkan kepada Ustadz di sekolah.

Arum dan abinya Rayhan Rahimahullah memang bercita-cita anaknya menjadi hafidz Qur'an dan menyekolahkannya di SDI Plus, jadi sekolah umum sekaligus dinniyah atau agama juga tahfidzul Qur'an.

Arum tersenyum bahagia mendengar Rayhan murojaah (latihan hafalan) di atas motor, bocah 7 tahun itu sudah hafal juz 30 dan sebagian juz 29. Maa syaa Allah.

Sesampainya di sekolah, Rayhan segera turun dari motor dan berpamitan kepada Umminya yang masih di atas motor.

"Rayhan berangkat Mi, Assalamualaikum", pamit Rayhan sambil mencium tangan Umminya.

"Waalaikumusalam warahmatullahi wabarokatuh, iya sayang, yang pinter ya, Baarokallahu fiik", jawab Arum menyemangati Rayhan.

Rayhan segera lari berhambur dengan temannya, lalu bersalaman dengan para Ustadz yang berbaris di depan pagar menyambut anak-anak.

Arum segera memarkirkan Vario hitamnya di bawah pohon mangga, ia akan menuju kantin sekolah, tetapi menunggu Ustadz-Ustadz masuk ke dalam dahulu.

Di sekolah Rayhan memang dipisahkan kelas antara murid laki-laki dan murid perempuan, pun dengan pengajarnya. Kelas Banin atau laki-laki diajar oleh Ustadz. Sedangkan kelas Banat atau perempuan diajar oleh Ustadzah.

Setelah bel berbunyi dan para Ustadz masuk ke kelas Arum segera bergegas menuju kantin untuk menitipkan lumpianya.

"Assalamualaikum Ummu Sholih", sapaku kepada Ummu Sholih penjaga kantin.

"Waalaikumusalam warahmatullahi wabarokatuh, berapa biji Umm lunpianya?", tanya Ummu Sholih.

Di sini mereka lebih sering memakai nama kunnyah atau memakai nama anaknya, seperti Ummu Sholih artinya ibunya Sholih. Pun dengan Arum dipanggil Ummu Rayhan yang artinya ibunya Rayhan.

"40 biji Umm." Jawab Arum singkat. Sambil menyerahkan lunpianya. Dan berdoa dalam hati semoga lunpianya habis hari ini.

"Sudah ya Umm pamit dulu." Kata Arum hendak pergi.

"Mau kemana sih, aku mau ngobrol nih, duduk dulu Umm." Kata Ummu Sholih sambil menuju bangku kantin sekolah.

Arum mengekor mengikuti Ummu Sholih dan duduk di bangku kantin, mereka saling berhadapan. Suasana kantin masih sepi hanya ada Arum dan Ummu Sholih.

"Ngobrolin apa nih Umm?" Tanya Arum sambil tersenyum.

"Ini lho, Ummu Rayhan sudah berapa lama ditinggal suaminya?"Tanya Ummu Sholih.

"Sekitar setahun Umm, kenapa?" Tanya Arum balik.

"Ummu Rayhan ga pengen nikah lagi?, misal ada yang khitbah gimana?" tanya Ummu Sholih pelan.

"Haa.. apa?", Arum kaget terbelalak ketika mendengar pertanyaan Ummu Sholih.

"Harus banyak pertimbangan Umm, lagian siapa yang mau sama saya, janda anak satu." Jawab Arum.

"Ya ada lah, coba Ummu Rayhan pikir-pikir dulu." Bujuk Ummu Sholih.

"Kasihan ini Umm, istrinya sakit parah, sudah hampir tiga tahun beliau mengurus dua anaknya yang masih kecil sendiri." Ummu Sholih menjelaskan.

"Hah, jadi kalau misal saya mau, saya bakal jadi madu?" Tanya Arum masih terkaget.

"Istrinya sendiri yang meminta beliau menikah lagi, karena istrinya sakit kanker serviks sudah lama sehingga tidak bisa melayani suami dan mengurus anak-anaknya." Jawab Ummu Sholih menjelaskan.

"Boleh tau siapa Umm?" Tanya Arum penasaran.

"Abu Salman (Ayahnya Salman)." Jawab Ummu Sholih.

Bersambung....

Diterima atau tidak

Arum pulang ke rumah. Dia masih terfikirkan yang dibicarakan dengan Ummu Sholih tadi pagi. Betapa ia iba dengan Salman dan adiknya karena ibunya tidak bisa merawatnya. Jika Arum menerima khitbahan Abu Salman, bagaimana Rayhan? Apa dia mau menerima? Tapi dia juga butuh figur seorang ayah. Bagaimana pula meminta izin ayah ibu untuk menikah lagi? Bagaimana pula tanggapan mamanya Abu Rayhan?

*****flashback 3 bulan lalu*****

Sore itu sangat mendung ketika Arum berangkat menjemput Rayhan ke sekolah. Karena full day school, Rayhan pulang sore hari. Arum segera melajukan motornya menjemput Rayhan ke sekolah sebelum hujan turun.

Tepat saat memasuki halaman sekolah hujan turun sangat deras. Arum segera memarkir motornya di bawah pohon mangga dan berlari ke teras Masjid yang berada di halaman sekolah juga. Di sana Rayhan sudah menunggu bersama teman-temannya. Juga sebagian ibu-ibu wali murid berteduh di teras masjid itu.

Rayhan duduk bersama teman sekelasnya.

"Ini namanya siapa Mas?" Tanya Arum kepada teman yang duduk di sebelah Rayhan.

"Salman." Jawab anak itu.

"Mas Salman, belum dijemput?" Tanya Arum.

"Belum." Jawab Salman singkat.

"Umminya atau Abinya yang jemput?" Tanya Arum lagi.

"Abi. Ummi di luar kota, sakit." Jawab Salman.

"Sakit apa? Kok di luar kota?" Tanya Arum.

"Ya sakit, di rumah nenek." Jawab Salman sedih.

"Oh, jangan sedih ya, kita doakan semoga Umminya cepet sehat." Kata Arum menghibur.

"Trus Salman di rumah sama siapa aja?" Arum bertanya lagi.

"Sama adik, Abi, Eyang." Jawab Salman.

"Salman punya adik? Kelas berapa?"

"Iya, Hanna masih TK B, tadi jam 13.00 sudah dijemput Abi." Jawab Salman menjelaskan.

Arum berfikir pantas saja Umminya Salman tidak ada di grup wa ibu-ibu wali murid kelasnya. Ternyata memang Abinya yang mengurus semua tentang sekolahnya.

Dalam hati Arum,

Ya Allah, bocah sekecil ini sudah tinggal terpisah dengan ibunya. Semoga Allah memberikan kesembuhan kepada ibumu Salman, dan semoga Allah memberikan kemudahan dalam setiap urusan orangtuamu.

*****

Tak terasa sudah pukul 16.00, sebentar lagi Arum harus menjemput Rayhan di sekolah. Arum berganti pakaian dengan setelan gamis dan French Khimar warna violet, dia tidak menggunakan cadar lagi karena French Khimar ini sudah tersambung dengan cadarnya. Setelah mengunci pintu dan menutup pagar, ia menaiki motornya menuju sekolah Rayhan.

Tepat di depan pagar sekolah dari arah berlawanan ada abu Salman, motornya membelok memasuki gerbang sekolah bersamaan dengan Arum.

Arum parkir di dekat teman-temannya wali murid juga di dekat lapangan sekolah. Abu Salman berhenti di depan masjid.

Dari kejauhan Rayhan dan Salman berlari keluar kelas. Rayhan berlari memeluk Arum dan Salman menghampiri Abinya. Tidak sengaja Arum melihat mereka, Salman dan Abinya, Arum tertegun melihat ketampanan Abu Salman, hidungnya mancung, pipinya sedikit tirus, dan badannya agak kurus, mungkin karena tinggal terpisah dengan istrinya dan harus merawat kedua anaknya sendiri.

Tidak sengaja pula Abu Salman melihat Arum. Keduanya bertemu pandang dan masing-masing segera menunduk sambil beristighfar.

Astaghfirullah... ga boleh memandang yang bukan haknya.

Arum tertunduk malu karena ketahuan mencuri pandang. Untung saja ia memakai cadar, kalau tidak pasti kelihatan pipinya merah seperti udang rebus.

"Ummi, tadi aku duduk sama Salman Mi." Cerita Rayhan.

"Iya, sekarang pulang yuk." Kata Arum sambil tersenyum kepada anaknya itu.

"Ok." Jawab Rayhan sambil naik jok belakang motor Umminya.

Arum segera bergegas meninggalkan halaman sekolah tanpa berani melihat ke arah Salman dan Abinya.

Sesampainya di rumah, Rayhan segera mandi dan berganti pakaian. Dan Arum menuju dapur menyiapkan camilan untuk anak semata wayangnya. Setelah mandi Rayhan segera duduk di ruang tengah sekedar menonton TV. Arum menyusul membawakan sepiring pisang goreng coklat dan segelas susu. Bocah kecil itupun segera melahap jajanan yang dibuat Umminya.

"Rayhan, Ummi mau tanya, Rayhan jawab jujur ya." Arum memulai percakapan.

Rayhan mengangguk sambil mengunyah pisang goreng.

"Rayhan kan abinya sudah diambil Allah duluan, Rayhan mau punya Abi lagi Ndak?" Tanya Arum pelan.

"Ehmm. Mau, tapi nanti Abi yang baru sayang Rayhan gak?" Tanya Rayhan polos.

"In syaa Allah sayang, Rayhan juga bisa punya saudara lagi." Jelas Umminya.

Setelah Maghrib Arum mendampingi Rayhan mengulang kembali pelajaran dan hafalan yang tadi diajarkan di sekolah, sambil menunggu Isya tiba.

Setelah pulang sholat Isya di Musholla, Rayhan segera berangkat tidur. Dan setelah mengantar Rayhan tidur, Arum segera ke dapur menyiapkan dagangan untuk besok. Arum sengaja membuat banyak kulit dan isian lunpia, dia lipat satu persatu dan dia simpan di freezer, dia sisihkan sebagian di kulkas untuk digoreng besok.

Jam dinding menunjukkan pukul 20.30, Arum gosok gigi dan membersihkan muka. Dan menuju kamar utama, malam ini Arum tidur sendirian karena Rayhan meminta tidur di kamarnya sendiri.

Arum duduk bersandar di atas tempat tidur, sambil melihat gawainya. Lalu ia chat dengan Ummu Sholih.

Arum : Bismillah, Umm, maaf mengganggu malam-malam. Ada yang mau saya tanyakan.

Ummu Sholih : Iya Umm, ada apa?

Arum : Yang tadi itu serius ya? Itu Abu Salman memang memilih saya langsung atau minta ditaarufkan dengan sembarang orang, dalam artian Ummu Sholih sendiri yang ingin menjodohkan saya dengan Abu Salman?

Ummu Sholih : Beliau sendiri yang minta Umm, katanya Rayhan anaknya baik, pintar selalu mendapat peringkat 3 besar. Beliau ingin anak-anaknya diasuh dan dididik seperti Rayhan.

Arum : Oh maa syaa Allah.

Arum tertegun dengan jawaban Ummu Sholih, ternyata itu alasannya. Selama ini dia bertanya-tanya kenapa harus dia, padahal Abu Salman belum tahu wajah Arum karena tertutup cadar. Abu Salman hanya tahu Abu Rayhan sudah meninggal.

Malam sebelum tidur Arum Sholat dan berdoa meminta petunjuk kepada Allah. Dan Arum pun terlelap dalam tidurnya.

*****

Dini hari Arum terbangun, dia terbangun karena mimpi, dia mimpi bermain di taman bersama Rayhan dan Salman, juga anak perempuan kecil, tertawa bahagia. Dia masih teringat bagaimana mimpinya, dan gadis kecil itu mungkin Hanna adik Salman.

Arum berkata dalam hatinya..

Ya Allah, apakah ini pertanda bahwa aku harus menerimanya. Dan pasti banyak yang mencibirku karena jadi istri kedua... kalau memang ini jawabannya, mudahkanlah Ya Allah...

Arum melihat jam di HP nya, masih menunjukkan pukul 02.55, baru sekitar 5 menit lagi alarmnya berbunyi. Dia segera bangun dan keluar kamar menuju kamar mandi. Dia mengambil wudhu dan sholat Sunnah, lalu melanjutkan rutinitas paginya.

Selepas Subuh ada pesan masuk di HP Arum.

*Ummu Sholih : Bismillah, bagaimana Umm keputusannya? Kalau memang masih belum diputuskan, misal bertemu Abu Salman dahulu bagaimana?

Arum : Baik Umm, bisa bertemu dahulu, ada yang ingin saya tanyakan dan bicarakan, nanti Ummu Sholih dan Abu Sholih dampingi ya.

Ummu Sholih : Kira-kira kapan kami bisa datang ke rumah Ummu Rayhan?

Arum : Sabtu pulang sekolah, atau Ahad pagi boleh Umm.

Ummu Sholih : Ok in syaa Allah Sabtu ya pulang sekolah*.

Arum membatin,

Bismillahirrahmanirrahim, semoga dimudahkan Allah

*****

Meminta Restu

Hari ini hari Sabtu, sesuai yang disepakati kemarin, hari ini Abu Salman akan datang ke rumah, didampingi Abu dan Ummu Sholih sebagai perantara mereka.

Waktu sudah menunjukkan pukul 10.30, sekitar 30 menit lagi mereka datang. Hari ini Arum tidak menjemput Rayhan, karena dijemput Ummu Sholih sekalian.

Arum segera berganti pakaian setelan gamis dan khimar warna hitam dengan cadar tali biasa. Ia sengaja tidak berdandan, hanya memakai bedak tipis agar tidak kusam. Karena tidak diperbolehkan berdandan berlebihan waktu bertemu calon taaruf. Meskipun begitu wajahnya sudah cantik walau polos tanpa makeup.

Arum menyiapkan ruang tengah untuk menerima tamu, karena ruang tamunya dia pakai untuk ruang jahit dimana Arum mengerjakan pesanan jahitan teman-temannya. Hanya menggelar karpet karena memang dia tidak memiliki sofa dan menyajikan jajanan buatannya dan air jeruk manis yang baru diperasnya.

"Brakk." Terdengar bunyi pintu mobil ditutup. Mereka sudah sampai di depan rumah Arum. Arum tinggal di perumahan 2 lantai yang tidak terlalu besar, cukup untuk keluarga kecilnya.

Arum menarik dan membuang nafas menenangkan diri, karena jantungnya dag dig dug tak karuan.

Rayhan membuka pagar dan masuk ke teras.

"Assalamualaikum Ummi." teriak Rayhan dari luar.

"Waalaikumusalam warahmatullahi wabarokatuh." Jawab Arum segera membuka pintu depan.

Arum melihat Abu Salman, Abu Sholih, Ummu Sholih, Salman, dan Hanna. Menyalami Ummu Sholih dan segera mempersilahkan mereka masuk.

"Silahkan masuk, langsung masuk ke ruang tengah ya." Kata Arum mempersilahkan.

Abu Salman melihat ruang tamu yang dipakai sebagai ruang jahit, disana ada mesin jahit, etalase dan rak display gamis dan khimar.

Dalam hati Abu Salman berkata,

Maa syaa Allah, sungguh wanita ini mandiri sekali, ditinggal suaminya tetapi bisa memulai usaha sendiri. Semoga aku tidak salah pilih.

Mereka pun duduk di atas karpet warna ungu di ruang tengah. Abu Salman kemudian di sampingnya Abu Sholih, dan Arum duduk berhadapan dengan Abu Salman dan bersebelahan dengan Ummu Sholih. Sedangkan anak-anak sudah bermain di kamar Rayhan.

"Bismillahirrahmanirrahim." Ucap Abu Sholih membuka pembicaraan.

"Kami datang ke sini untuk membicarakan rencana ta'aruf antara Abu Salman dan Ummu Rayhan." Lanjut Abu Sholih.

"Perkenalkan saya Ammar Bachtiar atau Abinya Salman, usia 32tahun, pekerjaan Pegawai Negeri Sipil di Dinas Pertanian, ingin bertaaruf dengan Ummu Rayhan." Abu Salman memperkenalkan dirinya.

"Tapi sebelumya saya ingin melihat wajah Ummu Rayhan dahulu, untuk lebih meyakinkan lagi." Lanjut Abu Salman.

Arum semakin dag dig dug meledak ledak rasanya mendengar Abu Salman bicara seperti itu dan dia juga gugup karena sejak berhijrah dia belum pernah membuka wajahnya untuk lelaki manapun kecuali mahramnya.

"Saya Novianingrum biasa dipanggil Arum atau Ummu Rayhan, usia 28tahun, janda dengan 1 anak." Arum juga memperkenalkan diri.

"Baiklah saya akan menunjukkan wajah saya, tapi maaf apakah bisa Abu Sholih keluar sebentar." Pinta Arum.

"Oh tentu saya akan keluar." Kata Abu Sholih setuju dan beliau langsung menuju teras depan.

Perlahan-lahan Arum membuka cadarnya wajahnya datar tidak tersenyum namun tetap terlihat sangat cantik, hidungnya mancung, bibirnya merah walau tanpa lipstik. Ammar mengamati tanpa berkedip.

Dalam hati Ammar berkata...

Maa syaa Allah, cantiknya Ummu Rayhan.

Tidak sampai satu menit Arum segera mengenakan cadarnya lagi. Dan Ummu Sholih memanggil Abu Sholih masuk kembali.

"Bagaimana Abu Salman?" Tanya Abu Sholih.

"In syaa Allah lanjut." Jawab Ammar.

"Dan kemarin mungkin sudah dijelaskan oleh Ummu Sholih, bahwa sebenarnya saya masih punya istri, tetapi istri saya sedang sakit dan tidak bisa melaksanakan tugasnya. Dan dia meminta saya menikah lagi dengan Ummu Rayhan." Ammar menjelaskan.

"Iya saya sudah tahu. Kalau misalnya ini kita lanjutkan, saya ingin meminta waktu untuk meminta izin kepada Ayah Ibu saya dan Ibu mertua saya yang dahulu atau neneknya Rayhan dari abinya." Pinta Arum.

"Baiklah." Jawab Ammar.

"Oh iya, bagaimana dengan Salman dan Hanna? Apakah mereka setuju saya menjadi ibunya juga?" Tanya Arum.

"Saya sudah tanya mereka, in syaa Allah bersedia, atau kita tanya mereka langsung." Jawab Ammar.

"Iya." Kata Arum seraya berdiri dan memanggil anak-anak.

"Rayhan, Mas Salman, Mba Hanna!!" Panggil Arum. Dan anak-anak segera keluar kamar.

"Sini nak, duduk di sini." Ajak Ammar sambil menepuk karpet sebelahnya.

Merekapun menurut. Duduk berturut-turut Hanna dekat Abinya, lalu Salman di tengah dan Rayhan dekat Umminya.

"Misalnya Abi menikah dengan Ummu Rayhan gimana?" Tanya Ammar kepada anaknya.

"Trus Ummi gimana?" Hanna bertanya balik.

"Umminya Mba Hanna tetap jadi Umminya Mas Salman dan Mba Hanna, Ummu Rayhan in syaa Allah cuma membantu melaksanakan tugasnya Umminya Mba Hanna. Mengurus Abi, mengasuh Mba Hanna dan Mas Salman, menemani kalian belajar, memasak buat kalian." Jelas Arum.

"Ooo... , berarti Salman sama Rayhan jadi saudara dan bisa main bareng dong?" Tanya Salman.

"Ya tentu saja." Jawab Ammar mengiyakan.

"Ada lagi yang mau ditanyakan atau disampaikan Umm?" tanya Ummu Sholih kepada Arum.

"Oh iya, satu lagi, saya ingin bertemu dengan Ummu Salman langsung." Kata Arum.

"Baiklah, bagaimana kalau besok hari Ahad kita ke sana sama-sama?" Tanya Ammar kepada semuanya.

"In syaa Allah saya bisa." Jawab Arum.

"Iya, kami juga bisa, iya khan Mi?" Tanya Abu Sholih kepada Ummu Sholih.

"Iya bisa." Jawab Ummu Sholih senang dan lega akhirnya ta'aruf ini berlanjut.

"Baiklah, besok in syaa Allah saya jemput sekitar jam 9 pagi ya." Kata Ammar.

"Iya, in syaa Allah nanti juga saya akan menelpon orang tua saya meminta izin." Jawab Arum.

Merekapun kemudian makan dan minum hidangan yang telah disediakan Arum dan berpamitan untuk pulang.

*****

Selepas Maghrib Arum duduk di teras depan rumah sambil melihat gawainya. Dia mengirim pesan untuk Ibunya.

Arum: Bismillah, Assalamualaikum Bu.

Tak lama Ibunya menjawab.

Ibu: Waalaikumusalam warahmatullahi wabarokatuh

Arum: Bu, saya mau mengabarkan, hari ini ada yang mau khitbah saya, tapi untuk jadi istri kedua, karena istri pertamanya sakit dan tidak bisa melaksanakan kewajibannya sebagai istri. Istrinya sendiri yang meminta untuk dimadu. Bagaimana Bu? Mereka punya 2 anak yang masih kecil.

Ibu: Lha kamu sendiri bagaimana? Apa tidak keberatan mengasuh anak orang? Apa kamu sudah siap dengan cibiran orang tentang istri kedua?

Arum: In syaa Allah siap Bu, mau baik atau buruk tetap jadi omongan Bu. Yang penting niat saya tulus ingin merawat dan menyayangi anak-anaknya. Rayhan sendiri juga butuh figur seorang ayah. Tolong tanyakan bagaimana pendapat ayah Bu...

Ibu: Semuanya kami serahkan kepadamu, kamu yang akan menjalaninya, ayah dan ibu hanya bisa mendoakan kebahagiaan kalian.

Arum: Baik Bu, terimakasih. Ini saya juga mau minta izin Mamanya Mas Fadhil ( Abu Rayhan ).

*****

Arum menghela nafas lega, sudah mengantongi izin ayah ibu, tinggal ibunya Fadhil.

Ibunya Fadhil juga seorang janda, beliau menjanda lebih dari 10 tahun, beliau enggan menikah, dan kini tinggal bersama Fariz adiknya Fadhil satu-satunya. Fariz telah bekerja sebagai petani ikan yang sukses di desanya.

Arum menelpon ibunya Fadhil.

"Tut tuuuuut." Telponnya tersambung.

"Assalamualaikum." Ibu Fadhil mengucap salam di seberang.

"Waalaikumusalam warahmatullahi wabarokatuh, Mama apa kabar?" Sapa Arum.

"Baik Nak, Rayhan dan kamu bagaimana?" Tanya ibu Fadhil.

"Iya alhamdulillah baik juga Ma." Jawab Arum.

"Gimana nih, kapan cucu nenek diajak main ke sini?" Tanya Ibu Fadhil.

"Iya Ma, in syaa Allah kalau libur sekolah kita main ke sana. Ini Ma, saya mau mengabarkan, tadi ada yang mengkhitbah saya, tapi untuk jadi istri kedua, karena istrinya sakit dan anak-anaknya masih kecil, tidak ada yang mengurus, bagaimana menurut Mama?" Tanya Arum agak gemetar.

Mama Fadhil kaget dan terbelalak,

"Apa? Kamu sudah mau nikah lagi? Baru juga setahun ditinggal Fadhil sudah ngebet mau nikah lagi, ini Mama saja 10 tahun lebih masih bisa bertahan gak pengen nikah lagi. Apa kamu sudah gak tahan sama laki-laki itu? Mau jadi madu lagi." Kata Ibu Fadhil setengah teriak pada Arum.

"Baiklah Ma, kalau Mama tidak mengizinkan saya juga tidak akan menikah, sudah dulu ya Ma, in syaa Allah kapan-kapan saya telpon lagi, Assalamualaikum." Kata Arum lembut mengakhiri.

"Waalaikumusalam." Jawab ibu Fadhil singkat dan menutup sambungan telepon itu.

Arum bersandar dan membuang nafas

"Huufthh."

"Iya Mama ditinggali Papa Rahimahullah uang pensiun sehingga dengan mudah membesarkan dua putra Mama, aku berjuang sendirian Ma, baiklah mungkin sudah jalannya aku membesarkan Rayhan sendiri." Gumam Arum bicara pada dirinya sendiri.

*****

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!