Suara sorak-sorai para pria serta wanita dewasa terdengar memekikkan gendang telinga. Suara itu menggema di tengah-tengah lapangan yang sekelilingnya ditumbuhi pohon-pohon lebat.
Hewan-hewan bersayap beterbangan ke udara karena suara gemuruh tersebut. Hewan berekor panjang saling bergelantungan dari satu dahan ke dahan lainnya.
Hewan-hewan itu berkicau serta mengeluarkan suara khas dari jenis mereka masing-masing. Semuanya seolah ikut bersorak seperti para pria dan wanita.
Seorang pria dewasa sekitaran enam puluh tahun, duduk dengan angkuhnya di kursi kayu dengan ditemani seorang pria berambut panjang dengan ciri khas wajah nan cantik.
"Ayo, Sky. Kamu pasti bisa," teriak para pria.
Seorang pemuda berusia dua puluh tahun, bermata biru, berambut lebat hitam dengan postur tinggi bak model, jangan lupakan tubuh berototnya dengan pemandangan roti sobek yang membuat para wanita pada terpesona.
Pria itu bernama Sky Sylvestone, tengah bertarung melawan sosok hewan berukuran sedang dengan panjang tubuh sekitar dua ratus dua puluh centimeter, berbulu hitam gelap, berkepala besar dan berbau.
"Ayo, Sky. Hewan begitu saja tidak bisa kamu taklukan, peliharaanmu butuh makan," teriak yang lainnya.
Sky mengeram mendengar teriakan-teriakan yang seolah menjatuhkan dirinya. "Aku sangat jijik dengan hewan ini. Kalau bukan karena memberi makan Tira, dan juga sebuah tantangan, aku tidak ingin menyentuhnya." Sky bergumam, tetapi ia harus tetap berkonsentrasi pada sosok di depannya itu.
Menaklukan hewan berbulu itu tanpa senjata dan hanya mengandalkan kekuatan tangan, sangatlah sulit. Terlebih Sky sangat tidak menyukai hewan yang memiliki taring di mulutnya.
"Sayang ... jangan sampai wajahmu terkena kuku hewan itu," teriak Selena.
"Suaramu membuat gendang telingaku pecah," kesal Black.
"Aku hanya ingin menyelamatkan wajah tampan anakku," sahut Selena.
Black geleng-geleng kepala pada pria yang berdiri di hadapannya. Penampilan Selena sudah seperti pria, tetapi tetap saja pria itu senang merawat diri seperti wanita.
"Ke marilah hewan bau!" Sky memasang kuda-kuda dan siap menyergap hewan berbulu itu. "Satu, dua, tiga!"
Sky berguling-guling dengan memeluk hewan tersebut. Tangannya menjerat leher serta kedua kakinya memerangkap tubuh hewan berbulu itu.
"Patahkan lehernya. Patahkan, Sky," teriak yang lain.
Kreck ... kreck ... !
Hanya dua kali sentakkan kuat, leher hewan itu patah dan melemah. Sky kembali mematahkan kaki serta lengan hewan tersebut, agar benar-benar lumpuh.
Semua yang berada di sana bertepuk tangan. Mereka meneriakan nama Sky karena berhasil melumpuhkan hewan tersebut.
"Anakku memang hebat," ucap Black.
Pagar kayu yang mengurung Sky dan hewan tersebut dibuka. Empat orang pria membawa hewan berbulu untuk diberikan kepada kucing besar sejenis citah peliharaan Sky.
"Ke mari, Sky," panggil Black.
Sky menghampiri Black yang tengah duduk. "Bagaimana penampilanku?"
"Kamu selalu menakjubkan anakku," puji Black.
"Pergilah mandi, Nak. Tubuhmu bau," sahut Selena.
"Aku akan pergi mandi. Siapkan aku makanan, tetapi jangan hewan tadi. Itu makanan untuk Tira," pesan Sky.
Selena mendengus. "Siapa juga yang ingin makan itu. Mama sudah siapkan makanan untukmu."
"Mama yang terbaik," puji Sky.
Sky melangkah dengan menuju tempat pemandian dengan diikuti dua orang pria sebagai temannya.
"Kalian ingin mandi?" tanya Sky.
"Tentu saja," jawab pria keturunan India. Pria itu bernama Ali, seorang teman sekaligus pendamping Sky.
"Kita lomba terjun dari atas sana," tantang Sky.
"Siapa takut," sahut Ali.
"Kamu mau ikut, Judy?" tanya Ali pada pria berkulit putih dan berambut pirang.
"Tentu saja," jawab Judy.
Ketiganya berlari menuju atas bukit hingga sampailah mereka di atas curah air mancur setinggi tiga puluh meter.
"Aku dulu yang lompat," kata Ali.
"Lompat saja," sahut Sky.
Ali melihat ke arah bawah yang menurutnya sangatlah tinggi. Pria itu menelan saliva dan ragu untuk terjun ke bawah.
"Kamu duluan saja, Judy," ucap Ali.
"Dasar payah," ledek Judy.
Pria itu juga sama halnya seperti Ali yang takut akan ketinggian. Mereka memang sering mandi di tempat itu, tetapi keduanya terjun di atas bukit yang terendah, sedangkan kali ini, Sky mengajak mereka untuk terjun dari puncak tertinggi.
"Aku tidak berani. Kamu saja, Sky," ucap Judy.
"Payah kalian," ledek Sky. "Lihat aku."
Sky membuka pakaiannya, hingga menyisakan dalaman saja. Ia mundur ke belakang, bersiap mengambil ancang-ancang lalu melompat dari atas sana.
Byur ... !
Judy dan Ali melihat ke arah bawah sana. Hanya gelembung dari air saja yang mereka lihat, sedangkan tidak ada Sky yang muncul dari permukaan air.
"Apa dia tenggelam?" tanya Judy.
"Jika terjadi apa-apa, habislah kita," sahut Ali.
"Hei ... ayo terjun," pekik Sky yang sudah muncul dari permukaan air.
"Anak ini hampir membuatku jantungan," ucap Ali sembari memegang letak jantungnya.
Judy tertawa. "Sky tidak akan tewas hanya terjun dari ketinggian."
Ali membawa pakaian Sky, lalu menuruni bukit dengan berjalan kaki bersama dengan Judy. Sky sudah berenang ke sana ke mari menikmati air terjun yang jernih.
"Ayo cepat mandi," ucap Sky kepada dua temannya.
Judy serta Ali terjun bebas ke dalam air nan jernih. Ketiganya saling bercanda hingga terdengar suara kucing mengeong. Judy serta Ali tertawa mendengar suara itu. Sedangkan Sky memutar mata malas karena kedua rekannya menertawakan Tira.
"Tira ... kemarilah," pekik Sky.
Kucing besar itu mengeong kembali ketika mendengar suara tuannya. Seekor citah besar jantan berdiri di tepi air terjun sembari memandangi tuannya.
"Hewan itu buas, tetapi mendengar suaranya aku ingin tertawa," celetuk Ali.
"Kenapa kamu tidak memelihara harimau saja," sela Judy.
"Itu namanya mengelabui musuh. Citah hewan buas, tetapi suaranya mengemaskan," jawab Sky.
Kucing besar itu hadiah dari Black saat Sky berusia sepuluh tahun. Sky ingat saat Black mengatakan jika suara citah tidak menakutkan, tetapi kekuatan, serta kecepatan hewan itu sangat diperhitungkan.
"Ya ... kami tahu," sahut serempak Judy dan Ali.
Sembunyikan kekuatanmu, biarlah musuh menganggapmu remeh dan saat tiba waktunya, tunjukkan kepada mereka kekuatanmu yang sebenarnya. Pesan itu yang selalu Sky ingat pada saat ayah kandungnya menelepon.
"Sky ... kamu kenapa?" tanya Ali yang melihat pria bermata biru itu melamun.
Sky mengeleng. "Tidak apa-apa. Kita naik saja."
Tira begitu manja saat tuannya sudah naik ke atas. Sky mengusap kepala serta leher Tira dengan lembut, ia juga memeluk tubuh kucing besar itu.
"Ayo kita lomba lari," ucap Sky.
"Lari lagi? Bersama Tira?" tanya Ali.
"Tentu saja," jawab Sky. "Jika kalian ingin berada di sisiku, maka kalian harus kuat berlari."
Judy dan Ali hanya bisa mengangguk, karena mereka memang ingin bersama dengan Sky. Ada banyak anak dari para anggota Black Devil yang ingin berada di sisi seorang pewaris, dan mereka beruntung telah terpilih menjadi pendamping Sky.
"Kalian siap!" seru Sky.
"Kami siap," jawab Judy, Ali serta suara khas Tira.
"Satu, dua, tiga, go." Keempatnya berlari dengan kekuatan masing-masing. Tira dan Sky sudah jauh berlari, sedangkan Ali dan Judy terseok-seok mengejar keduanya.
Bersambung.
Dukung Author dengan vote, like dan koment.
Sky langsung menuju kamarnya untuk berganti pakaian. Black serta Selena sudah menunggu dirinya di tempat makan untuk makan bersama. Makanan kesukaan Sky sudah dimasak dan itu khusus hanya Selena yang boleh memasaknya.
"Aromanya harum," celetuk Sky.
"Ayo makan," ajak Selena.
Sky duduk di kursi kayu berhadapan dengan Black yang juga ikut makan siang bersama. Selena melayani keduanya layaknya seorang ibu bagi Sky, dan teman untuk Black.
"Hari ini jadi pulang?" tanya Black.
Sky mengangguk. "Hanya sebulan lagi menunggu ujian, setelah itu aku bebas."
Selena mengerutkan dahi. "Bebas apanya? Setelah ini kamu pulang ke Indonesia, lalu melanjutkan pendidikan ke Amerika. Daddy dan mommymu sudah kangen, sedangkan John sudah menelepon karena kamu harus mengurus bisnis."
"Aku lelah belajar terus," ucap Sky.
Sky bahkan terlambat untuk sekolah formal, sebab ia sendiri harus belajar dulu dari guru-guru yang Black datangkan secara langsung ke markas mereka.
Black memasukkan Sky ke sekolah formal hanya agar anak angkatnya itu mendapat ijazah serta dokumen-dokumen lain untuk mempermudah kehidupan Sky nantinya.
"Hanya sebulan lagi, Sky," sahut Black.
"Iya," jawab anak itu.
Black tentu merasakan betapa jenuhnya Sky selama ini. Ia dididik hanya untuk belajar dan belajar saja. Selain latihan fisik yang membuat tubuhnya lelah, pelajaran mengenai teknik mengubah wajah, juga Sky jalani.
Belum lagi dengan masalah obat-obatan, baik itu sejenis racun dan juga virus terbaru yang harus ia ketahui. Tidak jarang Sky menginginkan dunia luar yang bebas dari hal itu semua.
Setiap tiga bulan sekali Sky juga harus pergi ke luar negeri demi mengamati para kelompok-kelompok yang menjadi saingan bisnis dunia hitam mereka.
Sky belum pernah pulang ke Indonesia. Hanya lewat video call saja ia bertemu keluarga aslinya. Setiap tahun hadiah untuknya selalu datang dan tahun ini, Sky sudah boleh diizinkan untuk pulang ke kampung halamannya.
"Apa kamu malu untuk bersekolah?" tanya Selena.
"Sejujurnya iya," jawab Sky. "Usiaku dua puluh tahun, masa tamat sekolah menengah atas saja belum."
Black tertawa mendengarnya. "Itu hanya formalitas Sky."
"Tapi aku malu," jawab Sky.
"Malu sama siapa? Pacarmu?" sahut Selena.
"Mama ... aku tidak punya pacar," kata Sky.
"Ini semua karena papamu yang selalu melarang ini dan itu," kesal Selena sembari mengerling Black.
"Habiskan makanan kalian. Jangan bahas wanita di sini." Black sudah mengeluarkan suara bariton miliknya, dan itu artinya Sky dan Selena harus segera diam.
Selesai makan siang bersama, Sky dan ketiga temannya bersiap untuk kembali ke kota. Ketiganya akan menjalani ujian sekolah yang akan segera tiba.
Sama seperti halnya Sky, kedua rekannya yaitu Judy dan Ali juga terlambat untuk sekolah. Keduanya juga melaksanakan pendidikan hanya untuk mendapat ijazah.
"Kamu tahu Ali ... aku sangat tidak suka datang ke sekolah," ujar Judy. "Apalagi harus berhadapan dengan para geng yang para siswa buat."
"Aku juga sama, Judy," sahut Ali. "Tetapi kita harus tetap diam. Mereka semua orang berpengaruh di sini."
"Apa yang kalian bicarakan?" tegur Sky yang tiba-tiba muncul dari depan pintu kamar Ali.
"Tidak ada. Kami hanya berbincang biasa saja," jawab Ali.
Judy menganggukkan kepala seolah membenarkan perkataan rekannya. Sky mendekat pada kedua pria yang menjadi pendamping dirinya. Hal itu membuat Ali dan Judy menelan saliva, mereka takut jika Sky mendengar apa yang barusan mereka katakan.
Sky menepuk pundak Ali dan Judy. "Ayo kita berangkat."
Keduanya menganggukkan kepala. "Kami siap."
Judy dan Ali bergegas mengambil ransel mereka, lalu berjalan keluar terlebih dulu meninggalkan Sky yang tersenyum melihat kepergian mereka.
Mobil keberangkatan untuk mengantar Sky sudah siap. Selama sebulan Sky akan pergi ke asrama sekolah tempat mereka tinggal. Biasanya setiap dua minggu sekali, Sky akan pulang ke markas meski hanya sehari.
Namun kali ini, ia tidak akan pulang karena peraturan sekolah yang mengharuskan anak-anak yang jauh dari gedung sekolah, untuk tetap tinggal di asrama.
"Tetap jaga identitasmu, Sky," pesan Black.
Sky mengangguk. "Iya, Pa."
"Kamu hati-hati, Nak," ucap Selena. "Mama pasti akan merindukanmu."
Black memutar mata malas. "Sudahi drama menyedihkanmu itu, Sardi."
"Lihat, Sky. Papamu selalu membuat Mama kesal," kata Selena mengadu.
Sky memeluk Selena dan mendaratkan kecupan di dahi. "Papa hanya bercanda ... Mama jangan bersedih."
Selena mengangguk dan merasa bahagia Sky menyayangi dirinya, sedang Black memutar mata malas melihat kelakuan Selena.
Sky beserta pendampingnya melambaikan tangan saat ketiganya telah masuk ke dalam mobil. Mesin telah dinyalakan dan sopir mulai mengemudikan mobil berjenis off road.
Tira ikut mengantar tuannya dengan berlari di samping mobil. Sky juga melambaikan tangan pada hewan tersebut sebagai tanda perpisahan.
"Tunggu aku Tira," pekik Sky.
Pintu gerbang dibuka, kini mobil sudah keluar jalur markas dan melaju dengan kecepatan yang sesuai dengan medan hutan.
...****************...
Sesampainya di kota, Sky, Ali serta Judy, tidak langsung menuju asrama. Ketiganya singgah di rumah yang merupakan tempat bersinggahan sementara para anak buah Black.
Sky menganti pakaian dengan pakaian biasa. Mengubah penampilannya agar semua orang tidak tahu siapa ia sebenarnya. Kedua mata yang berwarna biru itu, ia beri lensa warna hitam, rambutnya diberi minyak dan sisir dengan belah tengah.
Judy mengubah penampilannya dengan memakai kacamata serta kawat gigi, sedangkan Ali membuat rambutnya menjadi keriting mengembang.
"Kita berpisah sampai di sini, dan sampai jumpa di asrama," ucap Sky.
Judy dan Ali mengangguk. "Sampai bertemu di asrama."
Sky keluar terlebih dulu, lalu menghentikan sebuah angkutan umum untuk mengantarkannya ke asrama sekolah. Sekitar tiga puluh menit, Sky sampai di halte dekat gedung asramanya.
Dari situ ia berjalan dengan membawa ransel di punggung belakang. Hanya butuh sekitar lima menit saja agar sampai di gedung tersebut.
Sky memperlihatkan dokumen yang menyatakan jika ia adalah siswa di sana kepada petugas. Pintu gerbang dibuka dan Sky dipersilakan untuk masuk ke dalam.
Baru beberapa langkah berjalan, sebuah kulit pisang jatuh mengenai kepala Sky. Pria itu menoleh ke atas dan melihat siapa yang tega membuat kulit pisang itu secara sembarangan.
"Apa yang kamu lihat, huh?" pekik seorang pria muda dari atas sana. "Cepat buang sampah itu. Kamu mau dihukum?"
Sky hanya menatap saja dan memungut kulit pisang tersebut, lalu membuangnya di tempat sampah. Perlakukan seperti itu sudah biasa Sky dapatkan dari para teman-temannya di sekolah.
Itu dikarenakan penampilan Sky yang menurut mereka sangat menjijikkan. Selagi perilaku tersebut tidak melukai fisiknya, Sky tidak akan membalas. Bagaimanapun, ia harus tetap menyembunyikan identitas aslinya.
Bersambung.
Dukung Author dengan vote, like dan koment.
Satu per satu Sky menaiki anak tangga menuju kamarnya yang berada di lantai dua. Asrama untuk siswa dan siswi terpisah dengan hanya dibatasi tembok setinggi dagu pria dewasa.
Dari lantai dua, kadang para siswa dapat melihat para siswi yang juga berada di lantai atas. Dari situ mereka bisa bercanda serta mengobrol satu sama lain.
"Hai Sky," tegur Sera. Wanita berkulit putih, rambut terang serta wajah campuran Italia-Jerman. Mata Sera cokelat terang dengan tubuh indah yang mempesona.
"Hai," balas Sky dengan acuh, lalu masuk ke dalam bilik kamarnya.
"Oh Sera ... kamu masih saja ingin bersama Sky. Dia pria menjijikkan," celetuk Julia, teman dekat Sera.
"Dia sangat misterius dan aku sangat menyukai pria seperti itu," sahut Sera.
"Kamu tidak takut dengan Calvin? Dia itu kekasihmu. Jangan sampai kita berbuat masalah dengannya. Bisa hancur semua," tutur Julia.
"Diamlah, Jul. Aku bukan milik Calvin," bantah Sera yang beranjak dari pagar besi menuju bilik kamarnya sendiri.
Sky langsung merebahkan diri di kasur tingkat bagian bawah. Ia memejamkan mata sejenak membuang rasa penat dari perjalanan yang memakan hampir satu putaran bumi.
Baru saja terhanyut dalam lautan mimpi, suara ribut di bawah sana menganggu indera pendengaran Sky. Suara riuh para siswa serta siswi saling bersahut-sahutan meneriaki hal yang membuat mereka tertarik.
Rasa penasaran mencoba menghantui Sky untuk melihat keluar. Kedua kakinya seolah ingin berlari ke sana serta bisikan dari dalam dirinya bertalu-talu mengatakan bahwa ia harus keluar melihat apa yang terjadi di bawah.
Sky merapikan belahan rambut serta memasang lensa mata yang tadi sempat ia lepas ketika hendak tidur. Salah satu mengapa ia kesal ke sekolah, hanya karena terus memakai lensa mata.
Mata biru terang yang menjadi anugerah bagi siapa saja yang ingin terlihat tampan, tetapi bagi Sky, hal itu malah membuatnya sengsara. Black pernah mengatakan, mata biru yang ia miliki akan membawa petaka jika di hadapan orang biasa. Namun bagi musuh, mata itu akan membuat lawan takut padanya.
Sky mendelik melihat apa yang tengah terjadi di bawah, di mana Judy serta Ali tengah dilempari kaleng bekas minuman dan para siswa serta siswi malah menertawakannya.
Satu pelaku di mana para penjaga asrama tidak berkutik pada seorang anak muda yang punya kuasa di sekolah. Anggota geng Calvin yang berjumlah empat orang pelakunya serta para wanita pemuja yang berada di dekat para anak penguasa tersebut.
Sky sungguh malas untuk berurusan dengan mereka, sebab bila sampai para anggota geng sekolah itu tersinggung, maka orangtua mereka akan ikut campur.
Judy serta Ali hanya diam sebab mereka harus tetap menyembunyikan identitas. Namun lemparan kaleng minum membuat dahi Judy terluka hingga kacamata yang pria itu kenakan terlepas.
Ali mengumpat. "Kurang ajar! Baru datang sudah disambut dengan beginian."
"Mereka melempariku dengan kaleng minuman yang masih berisi," sahut Judy.
"Aku ingin sekali menembak kepala Calvin dan para temannya," geram Ali. Mata Ali melebar takkala Calvin hendak melemparkan kaleng minuman kepada mereka. "Lindungi kepalamu, Judy!"
Keduanya melindungi kepala mereka seraya menunduk. Beberapa detik berlalu, tidak ada hal apa pun yang terjadi, bahkan suara dari para siswa serta siswi asrama terdiam.
Ali mengerling ke samping dan ia kaget karena Sky telah berada tepat di depannya sembari memegang kaleng minuman di tangan.
"Sky," seru Ali.
Tepukkan tangan terdengar dari depan sana. Calvin beranjak dari bangku besi dengan bantalan busa. Pria itu seperti menganggap remeh apa yang baru saja dilakukan oleh Sky.
"Wow ... tiga pria culun telah bergabung menjadi satu rupanya," ucap Calvin.
"Kamu itu siswa atau kepala geng?" tanya Sky.
Calvin tertawa mendengarnya. "Pria culun ini sok menasehatiku rupanya."
Sky mengumpat dalam hati. Bagaimana bisa ia yang sudah berumur dua puluh tahun, harus terjebak pada anak-anak remaja yang sok berkuasa hanya karena orangtua mereka orang yang berpengaruh. Hanya demi sebuah dokumen, Sky serta kedua rekannya harus tetap menjadi seorang siswa Sekolah Menengah Atas.
"Kami tidak pernah mengusikmu, Calvin. Lalu kenapa kamu menyakiti kami?" kata Sky.
Kelakuan Calvin sungguh sudah di luar batas. Judy sampai terluka gara-gara kaleng minuman soda yang mereka lemparkan. Dan jika Sky tidak datang tepat waktu tadi, sudah pasti kepala rekannya akan semakin terluka.
Sky menoleh pada temannya yang berada di belakang. "Ayo ... kembali ke kamar."
Ali serta Judy mengangguk, lalu melangkah pergi terlebih dulu. Sky mengikuti keduanya dari belakang. Mata Calvin berkilat marah seolah Sky telah mempermainkan dirinya saat ini.
Satu kaleng minuman ia ambil dari tangan temannya dan dengan amarah melemparkan kaleng minuman itu ke arah Sky.
Klontang ... !
Calvin serta lainnya kaget sebab Sky juga melemparkan kaleng minuman yang ia pegang sebagai penghalang agar kaleng itu tidak mengenai dirinya. Namun, semua heran melihat Sky yang bisa membaca pergerakan dari Calvin.
Dua kaleng minuman itu pecah akibat benturan yang sama-sama kuat. Air soda keluar mengaliri lantai bersemen.
"Jangan mencari masalah denganku!" Sky mengeluarkan suara berat disertai tatapan tajam matanya.
Calvin tersentak melihat itu. Pertama kalinya Sky memperlihatkan tatapan tajam yang menusuk hingga seketika rasa takut itu muncul di dalam benaknya.
Seketika para siswa lain yang melihat terdiam. Suasana yang bising tiba-tiba menjadi sunyi hanya karena Sky mengeluarkan gumaman berat dari bibirnya.
Sky memutar tubuh dengan melangkah ke depan. Ia berjalan dengan diapit Judy serta Ali di sisi kiri dan kanan. Tubuh tegap dengan kaki kokoh berjalan menuju lantai atas.
Siswa lain memperhatikan ketiganya. Sky, Ali serta Judy menjadi sosok yang berbeda. Tadinya ketiga pria itu datang dengan kepala tertunduk, tetapi sekarang ketiganya mengangkat kepala.
"Dia sangat misterius," ucap Sera yang semakin tertarik pada Sky.
Julia geleng-geleng kepala. "Aku rasa sebentar lagi akan ada masalah."
...****************...
Calvin masih syok atas tindakan intimidasi yang dilakukan Sky tadi. Hanya tatapan serta suara saja ia telah menciut ketakutan.
"Apa kalian merasakan hal yang sama denganku?" tanya Calvin pada ketiga temannya.
"Apa? Maksudmu suara teguran Sky itu?" tanya teman Calvin yang memiliki warna kulit eksotis.
Calvin mengangguk. "Tentu saja. Hanya karena suaranya itu, semua siswa terdiam."
"Mungkin itu pertama kalinya dia bersuara marah," celetuk rekan satunya berambut cepak. "Itu sebab teman-teman yang lain pada heran."
Ketiga teman Calvin membenarkan hal itu, tetapi bagi Calvin sendiri, suara teguran Sky bukan amarah melainkan suatu ancaman, di mana, jika kamu mengusikku, maka aku akan menghabisimu.
Bersambung.
Dukung Author dengan vote, like dan koment.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!