" Gorengan..gorengan..kue..."
Seorang gadis mengelap peluh yang menetes membasahi wajah cantiknya. Ia mendudukkan diri di pinggir trotoar untuk beristirahat. Udara siang ini begitu panas, ia memandang sayu pada dagangannya yang masih cukup banyak hari ini.
Huh...
Gadis itu membuang nafas kasar, rasanya ia sedikit berputus asa melihat dagangan hari ini.
" Seroja ! Kau tidak boleh menyerah. Semangat!" Ia berdiri dan menjajakan dagangannya kembali.
" Gorengan..gorengan.. kue .."
" Bolehkah aku membeli gorengannya? " panggil seseorang dari arah belakang.
Langkahnya terhenti sejenak, senyum tipis terukir diwajahnya. Akhirnya ada seseorang yang ingin membeli dagangannya. Ia segera menoleh untuk menawarkan dagangannya.
" Tentu saja, bo...leh. " suaranya melemah, iris netra gadis itu membulat saat mengetahui siapa yang akan membeli dagangannya.
Ia kembali membalikkan badan, jantungnya berdebar kencang saat melihat siapa yang berdiri dihadapannya barusan. Dengan segera, ia berjalan kembali tanpa memperdulikan pria tersebut.
" Seroja,, tunggu ! " pria itu segera mengejar saat tahu gadis itu berusaha menghindar darinya. Iapun mempercepat laju kakinya untuk mengimbangi Seroja.
" Kak Ardi? Maaf,, daganganku ini sudah dipesan orang. Aku harus mengantarkannya sekarang." Gadis itu sudah tidak mungkin menghindar, ia harus mencari alasan untuk terbebas dari pria tersebut.
Netra keduanya saling menatap penuh arti. Tanpa aba-aba, Ardi menarik lengan gadis itu dan membawanya ke sebuah taman yang tak jauh darisana.
Keduanya duduk berdampingan, tubuh Seroja seakan membeku saat berhadapan dengan pria tersebut, mulutnya terkunci diam seribu bahasa. Untuk beberapa saat keduanya hanya terdiam tanpa ada kata-kata yang keluar dari mulut mereka.
" Bagaimana kabarmu? Kenapa kau selalu saja menghindar dariku? Aku sangat menyayangkan keputusanmu untuk berhenti kuliah." Ardi mengungkapkan isi kepalanya, ia mencoba mencairkan suasana.
" A,,aku baik-baik saja. Aku hanya tidak ingin ibumu salah paham dengan kita kembali. Aku tidak dapat meneruskan kuliahku, masih banyak hal penting yang harus aku utamakan. " rasa sesak menyelimuti perasaannya saat ini.
Ardi tampak berpikir sejenak, ia tahu betul keadaan keluarga Seroja. Rumahnya masih satu komplek dengan kontrakan yang ditempati Seroja saat ini.
" Maafkan sikap ibuku, dia memang keterlaluan. Tapi, aku benar-benar tak peduli dengan sikapnya itu. Aku tidak ingin hubungan kita jadi berubah karenanya. Sebenarnya,, ada sesuatu yang ingin ku katakan padamu. " pria itu menarik nafas dalam sebelum mengungkapkan perasaannya.
" Apa? " gadis itupun tak kalah penasaran. Hatinya semakin berdetak tak beraturan.Keduanya memang sangat dekat meskipun hanya sekedar hubungan tanpa status.
Pria itu berusaha melawan rasa gugup yang menghinggapinya saat ini.
" Sebenarnya aku ?! " Belum sempat ia meneruskan ucapannya, seseorang telah mengalihkan perhatian keduanya.
" Ardi !! " teriak seorang wanita paruh baya dengan penuh amarah saat melihat putranya bersama Seroja.
Wanita itu bernama Asri, ia tak lain adalah ibu Ardi. Ia mempercepat langkahnya untuk menghampiri keduanya.
" Sudah berapa kali kukatakan, jangan pernah dekati putraku ! Dasar gadis jalanan tak tahu diri. Kau tak pantas bersama putraku ! "
" Maaf Tante, saya tidak pernah mendekati putra anda. Hubungan kami hanya sekedar sahabat. Tolong jaga bicara anda! " Seroja merasa tak terima atas penghinaan ibu Ardi padanya.
" Kau ini ! Anak perempuan miskin sakit-sakitan saja masih bisa sombong. " ejeknya kembali menghina Seroja.
Gadis itu merasa tak terima Asri berani menghina ibunya.
" Tante,, jangan bawa-bawa ibuku dalam hal ini! Setidaknya ibuku bukan seorang rentenir seperti anda. "
" Kurang ajar ! Berani sekali kau menuduhku sembarangan. " hampir saja Asri menampar gadis tersebut karena kesal, namun dengan sigap Seroja menangkis tangannya.
Ia menggenggam pergelangan tangan wanita itu dengan kuat. Kalau bukan karena Ardi, mungkin saat ini ia sudah memelintir tangan tersebut.
" Hentikan, Bu. Seroja tolong maafkan ibuku. " Ardi merasa serba salah saat ini. Ia merasa kesal pada sang ibu, tapi iapun tak tega melihat wanita itu terluka. Ia tahu siapa Seroja sebenarnya.
Seroja menghempaskan tangan wanita itu. Terlihat Asri yang sedikit merintih karena menahan rasa sakit akibat genggamannya.
" Sekarang lebih baik kau bawa ibumu pergi darisini, sebelum aku berbuat lebih padanya. " ucapnya tegas, meskipun hatinya berkata lain.
" Baiklah, kami akan pergi darisini. Sekali lagi , maafkan ibuku. " sesal Ardi tak enak hati. Padahal tadi ia ingin mengungkapkan perasaannya, namun rasanya momen saat ini kurang tepat.
" Cepat pergi darisini. " tegas Seroja kembali sambil membuang muka menutupi kesedihannya.
Ardi dan ibunya segera berlalu dari sana. Seroja masih saja memalingkan wajah hingga dirasa keduanya sudah tak nampak lagi.
" Aku bagai pungguk yang merindukan bulan. Ingin rasanya meraih dirimu, namun sepertinya itu sia-sia belaka. Latar belakang kita sangat berbeda, meskipun mungkin hati kita sama. "
Gadis itu berusaha tegar menghadapi semuanya. Iapun segera pergi untuk menjajakan dagangannya kembali.
...----------------...
" Gorengan... Gorengan..Kue.."
Ia kembali menapaki jalanan sambil menawarkan jajanannya dari pinggir trotoar. Langkahnya terhenti saat sebuah mobil mewah berhenti tepat disampingnya.
Kaca bagian belakang mobil itu terbuka sebagian. Nampak seorang wanita paruh baya yang begitu anggun dan cantik berada dalam mobil tersebut bersama putri kecilnya.
Ia membuka kacamata hitam yang melekat di matanya, senyum ramah mengembang dari kedua sudut bibirnya.
" Maaf Mbak,, apa gorengannya masih ada? Aku ingin membelinya untuk anak-anak yang berada diseberang sana. " wanita itu menunjuk anak-anak jalanan yang sedang duduk dibawah jembatan penyebrangan.
" Tentu saja boleh, Nyonya. Silahkan, " ia membuka plastik penutup gorengan dan menyodorkannya kedekat pintu mobil barangkali wanita itu ingin memilihnya.
Bianca kembali tersenyum ramah, " Tidak perlu. Aku akan membeli semuanya. Tolong kau bagikan pada mereka. " ia mengambil lima lembar uang pecahan seratus ribuan dari dalam dompetnya dan menyerahkan pada Seroja.
Gadis itu terbelalak seketika, jumlah itu sangat berlebihan dibandingkan dengan harga gorengannya.
" Maaf Nyonya, ini kebanyakan. " ia hanya mengambil dua lembar dan berniat mengembalikan sisanya.
" Sudah, tolong terima saja. Aku ikhlas memberikannya untukmu. " Bianca menepis uang yang hendak dikembalikan padanya dengan ramah.
" Tidak. Maaf Nyonya, bukannya bermaksud apa-apa. Tapi, saya tidak bisa menerima uang ini. Saya hanya akan mengambil apa yang menjadi hak saya. " Seroja menolak halus pemberian wanita itu.
Bianca cukup kagum dengan gadis itu, ia sepertinya memang tak ingin mengharap belas kasihan orang lain.
" Baiklah kalau kau tak mau menerimanya, tapi aku butuh bantuanmu sekali lagi. Tolong kau bagikan uang ini untuk anak-anak disana. " ia kembali menyodorkan uang tersebut.
Seroja tampak berpikir, iapun menerima uang pemberian wanita itu.
" Apa anda percaya padaku? Apa anda tidak takut aku justru menyimpannya sendiri? " tanyanya ragu.
" Aku percaya padamu, aku yakin kau gadis baik. " Bianca meyakinkan.
" Terimakasih, Nyonya. " Seroja begitu senang bisa bertemu wanita sebaik itu. Iapun berniat meninggalkan wanita tersebut dan membagikan segera jajanannya pada anak-anak jalanan.
" Tunggu ! " panggil wanita itu kembali. Iapun berbalik dan menghampiri mobil tersebut.
" Putriku ingin mencoba kuenya. Tolong berikan beberapa potong untukku. Maaf merepotkanmu. "
Bianca tak enak hati, padahal tadinya ia berniat memberikan semua pada anak jalanan. Namun, putri kecilnya merengek menginginkan kue tersebut saat Seroja menyodorkannya tadi.
" Anda mau memakan kueku? " Seroja seakan tak percaya, biasanya orang kaya tidak akan mau memakan makanan yang berasal dari pinggir jalan.
" Iya, tentu saja. Apa tidak boleh? "
Senyum mengembang sempurna di wajahnya. " Tentu saja boleh, Nyonya. " iapun memasukkan beberapa potong kedalam kantong plastik dan memberikannya pada wanita itu.
" Terima kasih. " Bianca menerimanya dengan senang hati. Iapun segera pergi meninggalkan gadis itu setelahnya.
Seroja menatap kepergian mobil itu, ia bersyukur dagangannya habis hari ini.
" Alhamdulillah, semoga Alloh membalas kebaikan ibu tadi. Akupun bisa membeli obat untuk ibuku hari ini. " ungkapnya senang.
Bersambung....
Itu dia sekelumit cerita tentang Seroja. Ikuti terus kelanjutannya ya. Jangan lupa tinggalkan jejak kalian dikarya terbaruku. Kasih like koment rate lima dan vote seikhlasnya ya. Makasih sebelumnya...
Bianca tiba di mansion setelah menjemput putri kecilnya. Keduanya masuk kedalam mansion, Syakilla berlari menghampiri Aulia saat melihat sang kakak baru saja menuruni tangga.
" Kakak.." gadis kecil itu berhambur ke pelukan sang kakak. Aulia segera menangkap dan memeluk adik manjanya.
" Kak Au mau kue ini? " ia memperlihatkan kantong kresek kecil yang berada ditangannya. Aulia heran, tidak biasanya sang adik memakan kue yang sepertinya tidak berasal dari toko kue.
" Darimana kau dapat kue ini? Apa Mama yang membelinya untukmu? " tanyanya penasaran. Gadis kecil itu hanya mengangguk mengiyakan.
" Kau mau berangkat ke kampus, Sayang? " Sang ibu tiba-tiba muncul menghampiri keduanya.
" Iya Ma,, aku ada mata kuliah siang. Tumben sekali Mama membeli kue seperti ini untuk Killa? " ia menatap kue yang berada di tangan sang adik.
" Tadi Mama membelinya dari gadis yang berjualan dipinggir jalan. Mama memintanya untuk membagikan kue tersebut pada anak-anak jalanan. Ternyata adikmu juga menginginkannya. " Bianca menjelaskan pada anak keduanya.
" Oh ya, dimana kakakmu? Apa dia tidak kuliah hari ini?" lanjutnya mencari-cari keberadaan putra sulungnya.
Aulia hanya mengangkat kedua bahunya, ia lebih baik mencari aman saja. Ia tahu kemarin kakaknya mendapat peringatan dari dosen akibat keributan dua gadis yang memperebutkan sang kakak.
" Mungkin kak Arkana sedang dikamar. " jawabnya singkat.
" Aku berangkat dulu, Ma. " Ia segera menurunkan sang adik lalu berpamitan pada Mamanya dari pada harus dicecar pertanyaan oleh sang Mama.
Bianca memanggil Mbak Sumi dan memintanya untuk membawa Syakilla berganti baju. Ia berniat menemui putra sulungnya di kamar.
...----------------...
Arkana berkutat didepan laptopnya, ia asyik chatting bersama kekasihnya yang kini berada di Amerika. Gadis itulah cinta pertama dan terakhir baginya.
Aluna, nama gadis tersebut. Ia merupakan sahabat sekaligus kekasihnya semenjak Sekolah Menengah Pertama. Namun, sejak lulus dari Sekolah Menengah Atas ia pindah ke Amerika untuk melanjutkan study disana.
Hubungan mereka masih baik hingga saat ini meskipun jarak memisahkan keduanya. Mereka masih sering bertukar kabar ditengah kesibukan masing-masing, walaupun sang kekasih kini telah terjun ke dunia modeling.
Tok...Tok...Tok...
Terdengar ketukan pintu dari luar kamar, ia segera menutup laptopnya dan menyembunyikannya dibalik bantal.
" Masuk.."
Bianca membuka pintu kamar putranya, terlihat pria itu sedang tiduran di atas ranjang. Ia terlihat lemas dan kurang bertenaga.
" Kau tidak kuliah, Sayang? Apa kau baik-baik saja?" Ia mendekati ranjang putranya.
" Hari ini aku izin tidak masuk dulu, Ma. Sepertinya aku sedang tidak enak badan. " ungkapnya memelas.
Bianca sedikit heran, ia memegang dahi Arkana, tapi dirinya tak menemukan tanda-tanda putranya sedang sakit. Meskipun demikian, ia tak ingin berburuk sangka pada anak laki -lakinya.
" Ya sudah. Apa kau perlu sesuatu? "
" Tidak, Ma. Aku hanya perlu beristirahat, Mama tidak perlu cemas. " Arkana menenangkan.
" Baiklah, kalau begitu kau beristirahatlah. Mama keluar dulu. " ia tersenyum sambil mengusap puncak kepala Arkana. Dirinya tidak pernah menganggap putranya itu dewasa sampai sekarang.
Huh...
Arkana membuang nafas kasar, ia lega sang Mama tidak curiga kepadanya. Memang hari ini dirinya malas ke kampus setelah mendapat teguran dari dosen kemarin. Gara-gara dua gadis yang memperebutkannya, iapun jadi terkena imbasnya.
Ia mengambil laptop yang tersembunyi dibalik bantalnya kembali. Disana terpampang foto seorang gadis yang selalu diidamkannya.
" Seandainya kau ada disini, aku tidak perlu bermain dengan gadis-gadis itu. Cepatlah kembali, Sayang. " ia berbicara seorang diri.
Aluna, gadis cantik, pintar dan selalu menjadi idola disekolahnya dulu. Arkana sangat mengagumi gadis itu semenjak SMP. Mereka bersahabat lama hingga akhirnya sewaktu menginjak kelas 2 SMA, pria itu memberanikan diri untuk menyatakan perasaaannya.
Bagai gayung bersambut, ia tak menyangka gadis itupun menerima cintanya. Keduanya pun berpacaran hingga lulus SMA. Arkana begitu kecewa sebab gadis itu memutuskan untuk pindah sekolah ke Amerika.
Setahun lamanya mereka berpisah, Arkana mencoba melupakannya, namun kenangan bersama gadis itu begitu melekat dihatinya. Iapun kembali mencari tahu keberadaan gadis tersebut lewat sosmed dan bantuan dari sahabatnya, Arzel yang kebetulan juga tinggal disana.
Akhirnya iapun kembali berhubungan dengan gadis itu meskipun hanya melalui dunia maya. Untuk mengisi kekosongan hatinya, ia sering berganti- ganti pacar di kampus sebagai selingan menurutnya.
Siapa yang tidak luluh oleh seorang Arkana, pria tampan dan juga kaya raya. Ayahnya seorang pengusaha ternama dan merupakan donatur terbesar dikampusnya. Banyak gadis-gadis yang mengantri untuk bisa menjadi kekasihnya.
Seperti kemarin, dua orang gadis bertengkar hanya karena gadis pertama tak terima Arkana memiliki kekasih baru dan memutuskannya tanpa sebab. Keduanya bertengkar, saling mencakar dan menjambak hingga jadi tontonan seluruh mahasiswa dikampus.
Akibat kejadian tersebut, kedua gadis itu mendapatkan skors hingga dirinyapun terkena imbasnya. Ia ikut mendapatkan peringatan keras dari dosen dan pengurus kampus.
Bonus foto Arkana buat para readers semuanya..
...----------------...
Bianca meninggalkan kamar Arkana, ia tak ingin mengganggu putranya yang sedang beristirahat. Dirinya memutuskan menuju kamar putri kecil yang dititipkannya pada mbak Sumi barusan.
Ceklek...
Pintu kamar Syakilla terbuka, terlihat gadis itu sedang bermain dengan Mbak Sumi.
" Mamaa ! " ia langsung berlari dan berhambur ke pelukan Mamanya.
" Liat Ma,, liat Ma. Bi Cumi cantik cekali. " ucap gadis kecil itu kegirangan.
Mbak Sumi menengok perlahan, sambil meringis wanita itu perlahan membalikkan wajahnya.
" Astagfirulloh hal adzim. " Bianca sontak kaget melihat wajah pengasuh putrinya itu belepotan make up tak karuan.
" He..He..Nyonya seperti melihat hantu saja. " goda Bi Sumi pada majikannya.
Bianca sedikit kesal melihat kelakuan putrinya itu, ia tak menyangka gadis kecilnya sangat jahil.
" Bi Sumi mau maunya di dandani seperti itu oleh putriku." sesalnya.
" Killa, lain kali jangan memakai make up Mama lagi untuk bermain. Kasihan muka Bi Sumi jadi kotor semua. " ia menegur putrinya.
" Kita kan main plinces- plincesan, Mama. Killa mau buat Bibi jadi cantik. " elak Syakilla.
" Iya Nyonya, ndak pa-pa. Saya seneng didandani Non Killa kaya gini. He..he " bela Bi Sumi sambil menyengir kembali.
Bianca hanya mampu geleng kepala, semua orang memang sangat memanjakan putri bungsunya itu. potongberjalan mendekati pegasuh sang anak.
" Ya sudah. Bibi bersihkan muka terlebih dahulu. Ayo Sayang, minta maaf dengan Bi Sumi. " perintah Bianca.
" Maaf Bibi. " ucapnya polos.
" Sama-sama, Nona. " balas Bi Sumi. Wanita itu segera keluar dari kamar majikannya.
Biancapun bermain bersama putrinya, netranya tertuju pada sepotong kue yang masih tersimpan dalam kantong plastik tak jauh dari sana.
" Sayang, Killa memakan kuenya tadi? " tanyanya penasaran.
" Iya, Ma. Kuenya enak cekali, Killa suka. " jawab putrinya polos.
Ia heran, biasanya Killa menginginkan kue namun jarang memakannya. Tapi kali ini, gadia itu menghabiskan empat potong kue tadi. Iapun penasaran dan memakan sepotong kue yang masih tersisa.
" Heeummm. Enak sekali. " gumamnya senang, ia merasa pernah memakan kue seenak ini sebelumnya.
" Kenapa rasanya sangat mirip dengan kue buatan Bi Irah? Aku jadi teringat beliau, sudah lama sekali aku tak mengunjungi makamnya. " gumamnya dalam hati. Ia jadi merindukan pelayan setia yang begitu berjasa padanya dahulu.
Bersambung....
Jangan lupa tinggalkan jejak kalian disini. Kasih like koment rate lima dan vote seikhlasnya buat karya terbaru author ya. Dukungan kalian semangat author untuk terus berkarya. Makasih sebelumnya..
Seroja menghampiri anak-anak jalanan yang ada diseberang jalan untuk membagikan kue pemberian Nyonya yang memborong kuenya.
Dia sudah cukup akrab dengan mereka karena sama-sama berasal dari jalanan. Gadis itu memanggil anak-anak untuk berkumpul, lalu mulai membagi kue dan uang pemberian Bianca.
Iapun segera pergi setelahnya , dirinya berniat membeli obat untuk ibunya.
" Kakak ! Kak Seroja, tunggu ! " gadis itu segera menoleh saat mendengar seorang anak memanggilnya. Ternyata salah seorang anak jalanan tersebut berlari dan berusaha mengejarnya.
" Ada apa? Kenapa kau menyusulku kembali? Apa masih ada yang belum kebagian? " tanyanya heran. Ia rasa semuanya telah terbagi barusan.
" Bang Bondan merampas semua uang kami, Kak. Kami tidak berani melawannya. " jelasnya dengan nafas terengah- engah.
Raut wajah Seroja berubah masam, preman itu selalu saja membuat gara-gara dengan para anak jalanan. Iapun segera pergi untuk membuat perhitungan dengan pria tersebut.
Seroja berusaha menemukan keberadaan pria tersebut. Setelah beberapa lama mencari bersama anak-anak jalanan, iapun akhirnya menemukan pria tersebut didekat gang kompleks.
" Bang Bondan, berhenti ! " gadis itu berteriak memanggilnya namun pria itu justru melarikan diri.
Seroja segera mengejar pria itu agar tidak kabur darinya. Ia terpaksa menarik jaket pria tersebut agar tidak kabur kembali.
Dugh...
Bang Bondan melancarkan pukulan pada gadis itu, namun Seroja mampu menghindarinya.
Buughhh... Buughhh... Buughhh.. Buughhh..
Aksi baku hantam tak terelakkan lagi, setelah melayangkan beberapa pukulan akhirnya ia mampu mengunci Bang Bondan hingga tak berkutik.
" Ampun Seroja, Ampun. Tolong lepaskan aku." pria itu berteriak minta ampun sambil berusaha melepaskan diri.
" Sudah berapa kali kukatakan, Jangan pernah merampas uang anak-anak lagi ! Ternyata Bang Bondan tidak ada kapok- kapoknya. " ia sedikit memelintir tangan pria itu karena berusaha melakukan perlawanan.
" Aawwwhhh..." Teriak pria itu kesakitan.
" Ampun Seroja, Ampun. Abang terpaksa melakukan semua ini karena abang harus membayar kekurangan biaya persalinan istri abang di Bidan. Kalau abang tidak membayar, istri dan anak abang belum bisa pulang. " jelas pria itu bersunguh- sungguh.
" Apa omongan Bang Bondan bisa dipegang? Kalau abang berani bohong, aku tidak akan segan- segan mematahkan tangan abang ! " ancamnya kembali.
" Lepaskan abang sebentar, abang akan menunjukkan buktinya. " pria itu memohon.
Seroja melepaskannya, pria itu mengambil ponsel yang ada di sakunya dan menunjukkan foto istri dan anaknya yang baru saja lahir.
Gadis itu cukup iba, ia merasa kebingungan saat ini. Disatu sisi Bang Bondan sangat memerlukan uang tersebut, namun disisi lain uang itu adalah amanah yang dititipkan Nyonya cantik yang memborong dagangannya.
" Memangnya berapa biaya persalinan yang belum Bang Bondan lunasi? " ia sedikit menurunkan nada suaranya.
" Abang harus membayar dua ratus ribu lagi untuk bisa melunasi biaya persalinan istriku. " jawab pria itu memelas. Ia bingung sebab jika istrinya masih berada disana pasti akan menambah ongkos rawat inap.
Gadis itu nampak berpikir sejenak, ia teringat bahwa dirinya mendapat uang Dua ratus ribu dari hasilnya berdagang.
" Kembalikan uang anak- anak cepat ! " perintahnya pada pria tersebut.
" Tapi, Seroja? " pria itu ingin protes, namun gadis itu telah melotot kearahnya. Dengan terpaksa ia membagikan kembali uang milik anak-anak jalanan.
Seroja mendekati Bang Bondan, ia menyodorkan dua lembar uang seratus ribuan pada pria tersebut.
" Ini untuk membayar kekurangan biaya persalinan istri abang. "
Pria itu mengembangkan senyumnya, ia tak menyangka gadis tersebut mau membantunya.
" Makasih, Seroja. Abang tak menyangka dibalik sikapmu yang kasar, hatimu ternyata begitu lembut. " Pria itu hampir memeluknya karena senang.
" Eeittss.. " gadis itu dengan segera memasang ancang-ancang.
" Cepat pergi dari sini sebelum aku berubah pikiran ! " ancamnya kembali.
" Ba,, baik, Seroja. " pria itu segera pergi darinya.
Seroja bernafas lega, ia senang bisa membantu orang lain. Namun, dirinya teringat akan sang ibu yang kehabisan obat saat ini.
" Ya Alloh, Bagaimana ini? Aku lupa belum menebus obat untuk ibu. " batinnya kebingungan.
Gadis itu memutuskan untuk segera kembali ke kontrakannya. Ia teringat bahwa dirinya menyisihkan uang lima ribu rupiah dari keuntungan berdagangnya. Meskipun tidak banyak, tapi mungkin uang itu bisa dipakainya untuk menebus obat ibunya.
" Seroja, tunggu !! " panggil seseorang dari arah belakang. Gadis itu segera menoleh saat mendengar seseorang memanggilnya.
" Bang, Jo? "
" Seroja, apa kau mau menggantikan abang menarik angkot tiga hari ini? Abang ada urusan keluarga sebentar. Sekarang, abang harus pulang kampung. " pria itu menawarkan pekerjaan untuknya.
Gadis itu tersenyum senang, " Tentu, Tentu saja Seroja mau Bang. " jawabnya bersungguh- sungguh.
" Ini kuncinya, abang harus pergi sekarang. Adik abang menikah. " ia menyerahkan kunci angkot pada gadis tersebut.
" Selamat ya, Bang. Semoga acaranya berjalan lancar. Oh ya? Bolehkah aku membawa angkotnya sekarang? Aku butuh uang saat ini. " pintanya bersemangat.
" Aamiin. Makasih, Seroja. Tentu saja boleh. Untuk hari ini, kau tak perlu memberikan setorannya padaku. " ucap pria itu tulus.
" Makasih, Bang. " gadis itupun segera berlari menuju angkot dan bersiap membawanya. Bang Jo hanya mampu geleng-geleng kepala melihat gadis itu begitu bersemangat.
" Alhamdulillah,, kalo rejeki nggak bakal kemana. Tarik !! " gumamnya seorang diri sambil melajukan angkot tersebut dijalanan.
...----------------...
Menjelang malam, Seroja tiba dikontrakannya. Ia sangat bersyukur hasil menarik angkotnya siang tadi ternyata cukup untuk menebus obat untuk ibunya.
Ia hanya menarik sebentar, sebab dirinya belum memberitahukan pada sang ibu.
" Uhuk...Uhuk...Uhuk... " terdengar seorang wanita paruh baya yang sedang batuk.
Dialah Eneng, ibu Seroja anak dari almarhum Bi Irah. Sudah hampir setahun ini dirinya menderita penyakit paru-paru. Ia seharusnya dirawat di Rumah Sakit. Namun, karena keterbatasan biaya, putrinya hanya mampu membelikan obat jalan untuknya.
Mereka hidup dalam keadaan serba kekurangan. Dahulu, mereka hidup berkecukupan karena kebaikan keluarga Pramudya yang selalu mengirimkan uang dalam jumlah yang cukup besar untuk keluarganya setiap bulan.
Namun, karena perilaku suaminya yang suka berjudi dan mabuk- mabukkan uang itupun habis begitu saja hanya untuk keperluan sehari- hari serta biaya sekolah dan kuliah putrinya. Puncaknya, saat sang suami ternyata terjebak hutang pada seorang rentenir dan mengadaikan putri sulungnya sebagai jaminan.
Untung saja Eneng selalu menyisihkan sedikit uang saat sang suami memberi jatah padanya. Dengan berbekal tabungan tersebut, iapun mengajak kedua putrinya untuk kabur dari rumah dari pada melihat putrinya harus dinikahkan paksa dengan seorang rentenir.
Mereka mencari kontrakan yang cukup jauh dari rumah, namun dekat dengan kampus putrinya. Seroja tetap melanjutkan kuliahnya, sambil mengambil pekerjaan part time ataupun membantu ibunya berdagang kue.
Namun beberapa bulan ini ibunya sakit keras, wanita itu didiagnosa terkena penyakit paru-paru. Dengan terpaksa, Seroja memutuskan berhenti kuliah dan menjadi tulang punggung keluarga untuk biaya pengobatan sang ibu dan sekolah adiknya.
" Ibu? Ibu tidak apa-apa? " gadis itu menghampiri sang ibu yang masih saja terbatuk- batuk. Ia segera mengambil segelas air dan sebutir obat, lalu meminumkannya pada sang ibu.
" Kau darimana saja, Nak? Kenapa kau pulang selarut ini? " tanyanya khawatir.
" Maaf Bu, tadi Seroja narik angkot Bang Jo. Tiga hari ini aku boleh menarik angkotnya sebab dia ada keperluan keluarga. " jelasnya pada sang ibu.
" Syukurlah kalau begitu, ibu sangat cemas sebab adikmu juga belum pulang sampai saat ini. " ungkap wanita paruh baya tersebut.
" Apa? Intan juga belum pulang? " ungkap Seroja heran. Ia segera beranjak hendak mencari keberadaan sang adik.
Namun, langkahnya terhenti saat seseorang terdengar membuka pintu.
Ceklek..
"Assalamualaikum.. "
" Waalaikumsalam.. " Seroja segera menghampiri adiknya.
" Intan, kau darimana saja? Kenapa kau pulang selarut ini? Lihatlah segarammu jadi lusuh begini. " ia memegang ujung pakaian adikknya yang begitu lusuh.
" Tadi Intan ikut mengamen bersama anak-anak yang lain, Kak. Lumayan dapat dua puluh ribu. " jelasnya tanpa rasa bersalah, sang adik justru tersenyum manis kearahnya.
" Bukankah sudah pernah Kakak katakan. Tugasmu hanyalah sekolah dan belajar, biar Kak Seroja saja yang bekerja. " ucapnya kesal.
" Intan malu, Kak. Teman-teman mengejekku karena sepatuku yang sudah terbuka bagian depannya. A,, aku ingin membeli sepatu baru agar tidak terus-terusan dihina oleh mereka. " jelas Intan sambil menundukkan kepala karena sedih mengingat perlakuan teman-temannya.
Seroja menatap iba pada sang adik, ia melirik kearah sepatu adiknya. Benar saja, sepatu itu mengaga bagian depan.
" Maafkan, Kakak. Kakak benar-benar tidak tahu kalau sepatumu sudah rusak. " sesalnya.
" Tidak apa-apa. Kakak sudah banyak berjuang untuk keluarga kita. Aku sebenarnya hanya ingin membantu Kakak. " balas gadis yang menginjak bangku SMP tersebut.
" Oh ya, sini. " ajak Seroja pada sang sang adik. Ia mengambil sebuah kaleng yang tersembunyi dibalik lemari pakaian mereka.
" Semoga ini cukup untuk membeli sepatu baru untukmu. Maafkan, Kakak. Kakak harap kau tidak perlu melakukan hal itu kembali. "
" Makasih, Kak. " Mereka saling berpelukan. Netra keduanya kini telah lembab karena rembesan air mata yang mengalir dari keduanya pelupuknya.
Bersambung....
Jangan lupa tinggalkan jejak kalian disini. Kasih like, koment rate lima dan vote seikhlasnya buat karya keduaku ya. Dukungan kalian semangat Author dalam berkarya. Makasih sebelumnya...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!