PROLOG
...__________________________________________...
...Halo bao bao,...
...Salam sehat & sukses selalu,...
...Terima kasih buat para reader yang sudah bersedia meluangkan waktunya untuk membaca novel karya pertama aku....
...Mohon maaf jika masih banyak kekurangan, seperti plot hole, typo, melanggar EYD, dsbnya. Feedback-nya sangat ditunggu ya~ agar author bisa mengoreksi diri hehe...
...Jangan lupa support author ya~dengan cara like, rate, favorit, dan tinggalkan jejak di kolom komentar....
^^^Author tercinta,^^^
^^^YQ^^^
..._______________________________________...
Selamat membaca!
...****************...
...****************...
"Tuan Yu, kemarilah!" seru si tukang jagal sambil tersenyum lebar menampakkan dua gigi kelinci yang hilang dari barisan depan.
"Apa-apaan ini? Pemuda yang kuat perlu banyak makan," teriak si penjual lobak.
"Aku hanya menjual daging ayam saja. Kalau begitu, ambil uang ini untuk membeli manisan," jawab Paman Zhou, si tukang jagal tadi.
Pasangan suami-istri yang telah menikah selama 20 tahun ini selalu berbicara dengan suara keras, orang akan berpikir bahwa mereka sedang bertengkar, namun nyatanya tidak.
Bibi Zhou memukul ringan tangan suaminya sambil berseru, "Tidak, belilah daging dan lobak segar ini baru saja dipetik. Bawalah pulang!"
Lalu, Bibi Zhou memasukkan beberapa lobak ke dalam karung dan mengikatnya dengan tali.
Ia memiliki jari tangan yang ramping dan cekatan, namun kukunya berwarna kuning pucat, rapuh dan sedikit pecah-pecah.
"Bibi Zhou, apakah sedang merasa tidak sehat?" tanya Yu Wen dengan setengah berbisik.
"Akhir-akhir ini, sakit perutku kambuh lagi," bisik bibi Zhou dengan suara tak kalah pelan.
"Ambillah pil ini dan hindari makanan yang kering dan terlalu pedas," ujar Yu Wen.
Bibi Zhou menganggukan kepalanya, "Terima kasih Tuan Yu. Tolong jangan beritahu suamiku."
"Tentu saja," jawab Yu Wen sambil tersenyum ramah.
Dari kejauhan, seorang pria datang berlari ke arah mereka, sambil membawa dua karung besar berisi jeruk.
"Tuan Yu, ambillah ini, anda pasti merasa sangat lelah selama perjalanan," seru pria yang berlari tadi dengan napas terengah-engah.
"Terima kasih semuanya, saya sangat menghargai dan akan mengingat budi ini," ucap Yu Wen sambil membungkuk hormat.
...----------------...
Seperti orang tua yang sedang menghadiahkan anaknya yang memenangkan kejuaraan tingkat nasional, Yu Wen mendapat banyak barang pemberian penduduk desa di sepanjang perjalanan.
Yu Wen adalah seorang kultivator muda, sekaligus seorang musisi berbakat dan pencipta arak putih terkenal.
Arak putih itu diberi nama Kai Xin Jiu oleh kepala desa dan hanya dijual di Desa Hei, sehingga banyak pembeli dari luar yang datang.
Konon, Desa Hei hanyalah sebuah desa miskin dan berbahaya, siapapun yang keluar rumah sendirian, keselamatannya akan terancam.
Semenjak kedatangan Yu Wen, semuanya telah berubah.
Yu Wen adalah anugerah terbesar yang diberikan Tian Zhu(1) kepada desa itu, sehingga mereka ingin tetap menjaganya.
^^^Tian Zhu(1): Tuhan penguasa langit.^^^
^^^Hei(2): warna hitam.^^^
...----------------...
"Tuan Yu, bagaimana ini? Sudah tidak muat," ujar seorang pemuda gagah berwajah manis yang terlihat lebih muda dari usianya.
"Ha—— bukankah sudah kubilang untuk membawa kereta besar?" jawab Yu Wen.
"Aku tidak menyangka akan ada lebih banyak barang kali ini," ucap pemuda tersebut sambil mengusap lehernya.
Setelah memuat semua barang dengan paksa, perjalanan pun dilanjutkan kembali.
Pemuda itu duduk di depan menunggangi kuda putih, sementara Yu Wen duduk di atas kereta kayu sambil bersandar pada tumpukan barang pemberian.
"Lalu apakah kita akan mampir ke rumah Bibi Chen lagi? Kurasa kuda ini bisa pingsan," ucap pemuda itu, membuat Yu Wen terbangun kembali.
"Kalau begitu, antarkan aku ke panti asuhan Hua Er saja, paling dekat dari sini," usul Yu Wen.
"Apakah Tuan Yu akan memberikan mereka semua barang ini? Semuanya?" tanya pemuda tersebut dengan heran.
"Jian Heeng, banyak memberi untuk orang yang membutuhkan adalah hal terpuji," jawab Yu Wen.
Mendengar jawaban yang kurang sesuai dengan harapannya, Jian Heeng pun terlihat tidak puas, "Bibi Tong pasti marah besar, anda juga belum melunasi biaya sewa kamar."
"Aku diundang untuk bermain musik di kediaman Tuan Jiang malam ini, aku akan segera mendapatkan uang. Aku juga akan menyisakan barang-barang ini untukmu dan Bibi Tong," sanggah Yu Wen.
"Aku bukan mengkhawatirkan jatahku, hanya tidak tahan mendengar omelan Bibi Tong," ujar Jian Heeng.
Di saat yang bersamaan, sebuah bangunan putih dengan bunga warna-warni yang tumbuh di sepanjang tangga menuju pintu masuk telah berada di depan mata.
"Baiklah, sudah sampai," balas Yu Wen.
Yu Wen pun melompat dari kereta dan mendarat dengan anggun, sambil menyeka keringat di dahi dengan ujung jubah putih yang disulam bunga Osmanthus berwarna kuning keemasan.
Sambil menunjuk, "Ambillah dua kotak besar ini untukmu dan Bibi Tong. Sisanya, cukup tinggalkan disini. Sampaikan salamku pada Bibi Tong."
"Terima kasih Tuan Yu, saya akan merahasiakan soal Hua Er," balas Jian Heeng.
...----------------...
Yu Wen merasa seperti sebuah kentang yang sedang direbus dalam kendi tanah liat.
Siang itu, cuaca sangat panas, membuat jera siapapun untuk keluar dari rumah.
Untunglah, aroma bunga-bunga di sepanjang tangga panjang itu menjadi penyemangat bagi Yu Wen.
...----------------...
Desa Hei dikenal memiliki musim panas dengan suhu ekstrim, dan pada awalnya lebih didominasi oleh warna hitam, sehingga diberi nama 'Hei' yang artinya hitam.
Warna hitam ini dipercayai menjadi penyebab kesialan yang terus menimpa desa.
Mulai dari musim kemarau yang panjang, kejahatan yang tidak manusiawi, pembusukkan buah, bunga tak mekar, gagal panen, hingga kematian.
Oleh karena itu, mereka selalu melarang memakai pakaian, sepatu, pita, peralatan makan yang berwarna hitam ataupun mewarnai dinding rumah dengan warna hitam.
...----------------...
Setelah satu dian(3) berlalu, Yu Wen akhirnya sampai di pintu masuk Hua Er.
^^^dian(3): satuan waktu yang dipakai pada zaman dahulu, dimana 1 dian \= 24 menit.^^^
"Permisi, aku Yu Wen, apakah ada yang bisa membukakan pintu untukku?" kata Yu Wen dengan nada riang.
Tak lama kemudian, pintu pun terbuka dengan suara decitan pelan.
Memperlihatkan sebuah pemandangan bersimbah darah.
Lalu, terdengar suara seorang anak kecil bernada aneh dan tajam, "Gege?"
Suara-suara lain mulai terdengar, namun kali ini lebih jelas dan terasa dekat.
"Shixiong(4), maafkan aku...."
"Tolonglah kami. Jangan tinggalkan kami."
"Aku akan menjadi shidi(5) yang lebih baik."
Suara tangisan melolong lainnya yang tumpah tindih meminta pertolongan menciptakan perasaan gelisah dan mencekam.
Terlihat seorang wanita sedang bersujud dan berkata dengan hangat, "Li Jun, mulai sekarang lindungi mereka bersamamu. Ibu dan Ayah harus tetap berada disini."
Wanita tersebut tak kuasa menahan air matanya, lalu memeluk anak berpipi kemerahan itu, "Ibu dan Ayah akan selalu bersama denganmu."
Seorang pria bertopeng emas dengan ukiran abstrak menyerupai bentuk sayap atau rangkaian daun yang menutupi setengah wajah bagian kirinya, terbang mendekat dalam sekejap.
Mata bertemu mata.
Sebelah matanya berwarna biru laut.
Kedua mata berbeda warna itu mulai menyipit diikuti senyuman bibirnya yang melengkung ke atas.
Ekspresi wajahnya itu terkesan berbahaya.
Namun, sebuah pedang bercahaya merah menghunuskan dirinya ke arah pria bertopeng itu.
Membuat jarak di antaranya ikut menjauh.
Semuanya menghilang dalam sekejap.
Digantikan oleh seekor kupu-kupu hitam bercahaya merah dengan serbuk keemasan di sayapnya.
Terbang menghinggap di tepi daun telinga Yu Wen dan berbisik, "Lupakan."
Kupu-kupu itu hancur di udara dan tercium aroma bunga Osmanthus.
Yu Wen kehilangan kesadaran.
^^^shixiong(4): sebutan untuk kakak (laki-laki) seperguruan.^^^
^^^shidi(5): sebutan untuk adik (laki-laki) seperguruan.^^^
...----------------...
Kediaman Tong
Malam itu sangat dingin, namun Yu Wen berkeringat di sekujur tubuhnya.
Ia berhasil membuka mata dengan paksa, mengatur napasnya dan melihat ke langit-langit.
Itu adalah kamar sewa yang tunggakan bayarannya sudah tiga bulan.
Seorang nenek-nenek mengantarkan sebuah poci porselen putih sambil mengomel, "Tuan Yu, badan anda seperti kertas, bisa pingsan hanya dengan tiupan angin. Jadi, saya buatkan obat penambah stamina yang sangat mujarab sehingga harganya pun mahal."
Bibi Tong meletakkan obat itu di atas meja dan melanjutkan omelannya.
"Awalnya, aku tidak bermaksud menagih biayanya, tapi Tuan Yu masih muda dan bisa bekerja. Jika yang tua ini terus mengalah pada yang muda, maka hidupku-lah yang akan sengsara. Dengan berat hati, biaya obat ini sudah kutambahkan dalam tagihanmu."
"Selamat malam, Tuan Yu," pamit Bibi Tong singkat, seolah sedang berbicara dengan angin yang lewat.
"Bibi Tong, mimpi itu datang lagi. Firasatku mengatakan hal buruk akan terjadi," ucap Yu Wen sebelum pintu kamarnya benar-benar ditutup.
"Mungkin saja, bukannya Tuan Yu akan pergi ke kediaman Tuan Jin besok?" timpal bibi Tong
"Aku tidak bisa ikut bertarung denganmu, tapi aku bisa menyiapkan berbagai jenis obat-obatan, obat luka dalam, menghentikan pendarahan , menjaga kesadaran, obat sakit kepala, ataupun penawar racun sementara, apa saja yang Tuan butuhkan."
"Terima kasih, bi," balas Yu Wen.
Bibi Tong pun segera meninggalkan kamar Yu Wen dan sibuk mempersiapkan obat untuk perjalanannya besok.
...----------------...
Yu Wen bangun dengan enggan, ia mulai merapikan tempat tidurnya, mengganti jubah, menyisir rambut dan mengikatnya, lalu turun ke bawah untuk sarapan.
Bibi Tong adalah pemilik kedai roti kukus yang terkenal.
Tersedia berbagai isian, mulai dari daging ayam, daging rusa, daging babi, daging kelinci, hingga daging ular.
Namun, Yu Wen lebih tertarik dengan roti kukus paling murah, yaitu tanpa isian.
Yu Wen mengambil dua roti kukus dan meletakkan enam keping logam di meja.
Sebenarnya, untuk satu roti kukus tanpa isian hanya seharga dua keping logam.
Ia berjalan santai dengan guqin(6) yang tergantung di belakang punggungnya.
^^^guqin(6): alat musik tradisional Tiongkok yang bersenar tujuh.^^^
"Sarapan itu memang tidak boleh dilewatkan, " gumamnya.
......................
Selamat membaca!
...****************...
...****************...
Kediaman Jin
Yu Wen tiba di depan pintu gerbang berlapis emas setinggi 30 kaki yang menjulang ke atas langit.
Sekte Jin, sekte terkaya dalam dunia kultivasi.
Murid dari sekte lain rela berselisih dengan shifu(1) sendiri hingga ditendang keluar, untuk melarikan diri ke Sekte Jin.
^^^shifu(1): guru/master/pembimbing^^^
Perjamuan diadakan hampir setiap hari dan banyak musisi terkenal yang diundang untuk tampil.
Yu Wen tidak akan melewatkan kesempatan yang hanya datang sekali dalam hidupnya.
"Tuan Yu Wen dari sekte Yu yang terletak di pedalaman Desa Hei, melewati seribu lautan dan seribu kota, hanya untuk memenuhi undangan demi menjaga kehormatan Tuan Jin," ujar Yu Wen, dengan nada bak menghadap Kaisar Langit.
Dua jenderal dengan seragam berlapis emas dan rantai berlian yang menghiasi topinya, segera membukakan pintu gerbang.
Tentunya, setelah memastikan keaslian kartu undangan Yu Wen.
Pada saat bersamaan, datanglah seorang pria berbaju serba hitam dengan pedang bercorak merah di tangan kanannya.
Ia memakai topi dengan kain tipis hitam, menutupi sisi kiri-kanan wajahnya dan hanya menyisakan ruang kecil di tengah.
Pria itu memiliki garis rahang tegas, tulang hidung tinggi, dan kulit putih bersih.
Terlihat seperti sebuah siluet yang dilukis dengan tinta arang pinus terbaik di atas kertas dari kulit pohon murbei berkualitas tinggi.
Gu Kai Zhi(2) adalah pelukis yang tepat.
^^^Gu Kai Zhi(2): pelukis dari Empat Leluhur Pelukis yang terkenal dengan kemampuan melukis jiwa yang membuat lukisan terlihat hidup.^^^
"Aku, utusan dari Sekte Feng," ucap pria itu sembari menyerahkan surat undangan berlapis emas dengan aksara Han yang berbeda.
Pengawal jenderal itu langsung membawanya masuk melalui jalur khusus.
Yu Wen cukup terkesan dan yakin pria itu adalah 'orang penting'.
Sesampainya di dalam, Yu Wen ditempatkan dalam sebuah aula putih dengan empat tiang pondasi besar, dilengkapi dengan berbagai warna dekorasi di setiap sudut mata memandang.
Yu Wen segera menemukan kursi atas namanya.
Tepat di sebelah kanannya, terdapat seorang gadis muda berparas cantik dengan wajah kecil, mata bulat dan sedikit perona merah muda di pipinya.
Wajah cantik itu menyembunyikan rasa frustrasinya dalam mengatur senar guqin yang sumbang.
Guqin itu memiliki bentuk antik dan polos, senarnya lebih dekat dengan permukaan sehingga menghasilkan nada bulat dan tegas, namun tekesan manis.
"Nona, anda butuh bantuan?" tanya Yu Wen.
"Terima kasih Tuan Yu," jawab Feng Qi Xuan.
Yu Wen memperbaiki senar itu dengan cekatan, "Tuan Yu, anda sungguh terampil."
"Terima kasih, ini bukan hal yang istimewa," jawab Yu Wen.
"Tuan Yu terlalu rendah hati, permainan anda selalu menenangkan pikiran. Saya sungguh tidak sabar melihat pertunjukkan anda," puji Feng Qi Xuan.
"Terima kasih, apakah Nona Feng juga akan tampil?" tanya Yu Wen sembari mengembalikan guqin yang telah selesai diperbaiki.
"Permainan guqin-ku masih kacau. Saya sedang menunggu shidi-ku."
"Tuan Jing Mi?" tanya Yu Wen sambil menunjuk nama yang ditempel pada kursi gadis itu.
"Benar, itu orangnya...Shidi!" panggil gadis itu sembari melambaikan tangan pada pria yang baru tiba itu.
Dengan tenang dan dagu sedikit terangkat ke atas, Jing Mi berjalan menghampiri mereka.
"Salam kenal, Tuan Yu," sapa Jing Mi sembari memberi hormat.
'Ia tahu namaku, namun tetap mengabaikanku di depan tadi. Ia pasti bersikap hangat hanya di depan gadisnya,' gerutu Yu Wen dalam batin.
“Tuan terhormat sekalian, terima kasih atas kedatangannya pagi ini. Izinkan aku untuk memperkenalkan diri sebagai Tuan rumah Sekte Jin, Jin Ye Lu sangat senang menyambut anda semua,"
Tepuk tangan meriah pun terdengar.
"Perjamuan kali ini akan berbeda, karena aku memutuskan untuk membuatnya menjadi sebuah kompetisi. Aku sengaja tidak mengumumkannya, hanya musisi sejati dengan bakat alami-lah yang bisa menjadi pemenangnya."
Sebuah kain putih lebar dibentangkan yang bertuliskan:
...--Hadiah pemenang: 300.000 tael emas--...
Sontak, kegaduhan dimulai.
Banyak yang memuji kemurahan hati Tuan Jin.
“Tiga—tiga ratus ribu tael emas? Aku bisa melunasi hutang seumur hidupku pada Bibi Tong. Aku juga bisa membangun kembali panti asuhan Hua Er," gumam Yu Wen dengan suara pelan.
"Tuan terhormat sekalian, kompetisi akan dimulai dalam aula utama dan empat pemimpin sekte yang hadir yaitu Tuan Jin, Feng, Qin, dan Zhang akan menjadi jurinya."
Semuanya setuju.
Nama peserta mulai dipanggil satu persatu.
Para pemain mempertunjukkan teknik andalan mereka.
...'Teknik burung mematok senar'...
...'Dentuman nada membelah langit'...
...'Auman serigala Qin'...
...'San yin(3) keabadian'...
Bahkan ada yang tidak sengaja mematahkan senarnya akibat kebanyakan beratraksi di atas panggung.
Ada juga yang terlalu gugup hingga tidak sadar memainkan guqin-nya secara terbalik.
Ada yang bermain tanpa suara, yang disebut olehnya sebagai teknik menggunakan suara hati.
^^^San yin(3): suara yang tersebar, dengan cara memetik senar yang diperlukan saja satu persatu untuk membunyikan nada individual yang jelas.^^^
Dan hal konyol lainnya, mengundang tawa para penonton dan keempat juri yang duduk di barisan paling depan.
Setelah enam dian berlalu, hanya tinggal dua nama yang belum terpanggil.
Kini, tiba giliran Yu Wen.
Ia pun naik ke panggung berbentuk lingkaran di tengah aula utama dan dikelilingi oleh para penonton.
Ia duduk di atas karpet empuk dengan sulaman bunga teratai.
Setelah mensejajarkan tubuhnya dengan guqin, ia mulai memetik guqin dengan konsentrasi penuh.
Guqin itu berwarna hitam dengan corak merah yang sedikit memudar.
Bentuknya elegan dan berukuran lebih lebar daripada umumnya, sehingga menghasilkan nada yang lebih ringan dan lepas, namun bukan berarti hampa.
Liu Shui(4) adalah teknik andalan Yu Wen, menekan ketujuh senar dengan tangan kiri, dan memetik semua senar dengan tangan kanan.
Lalu, tangan kiri dengan cepat bergerak ke atas guqin, menciptakan suara menggelinding yang misterius seperti seember air yang dilemparkan ke dalam genangan air yang dalam.
^^^Liu Shui(4): teknik meniru air, yang dipertunjukkan oleh Guan PingHu.^^^
Alunan musik ini membuat hati bergejolak, merasakan aliran darah berdesir ke seluruh tubuh, dan aliran spritiual memuncak.
Para penonton berdiri sambil bertepuk tangan dengan takjub.
"Wah, wah, Tuan Yu benar-benar seperti rumor yang beredar," puji Tuan Zhang.
"Sungguh melodi yang mendatangkan hujan di musim kemarau, dan kehangatan di musim dingin. Sangat pantas dipuji dua alam," puji Tuan Jin.
"Tuan Yu, anda sungguh mengesankan," timpal Feng Qi Xuan.
Yu Wen melirik Jing Mi yang berada di samping gadis itu sejenak.
Pria itu tidak memasang ekspresi apapun, hanya menatap dengan mata phoenix-nya yang tajam.
Yu Wen pun membalas dengan menyeringai.
Dalam dunia pria, sifat menantang itu perlu ditunjukkan dengan jelas untuk menggertak lawan, barangkali mereka akan merasa ketakutan sebelum menyerang.
Tepuk tangan meriah sekali lagi menggetarkan aula pertunjukkan siang itu.
"Peserta selanjutnya, Tuan Jing Mi."
Cukup sekali pukul, suara gong itu sudah memekakkan telinga, perjamuan hari itu seolah dibuat untuk memamerkan kemeriahan Sekte Jin.
Seketika suasana dalam aula utama menjadi hening.
Jing Mi keluar dari balik tirai, menaiki tangga dengan tenang.
Setelah selesai mengatur poisi duduk simetris dengan guqin, Jing Mi pun meletakkan jari-jari rampingnya di atas guqin.
Jing Mi pun mulai memainkan lagu andalannya yaitu ‘Anggrek Terpencil(5)’, menggunakan teknik amatir dalam penggunaaan efek suara mikroton(6), di bagian awal, tengah, dan akhir irama lagu.
Ia memainkan tiga, lalu empat nada secara bersamaan dengan tegas, dan dipadukan dengan unsur air dan api secara bergantian untuk menciptakan keharmonisan dan keseimbangan dalam peningkatan qi(7).
^^^Anggrek Terpencil(5): karya musik tertulis untuk guqin tertua selama abad ke-6 atau ke-7 oleh Guan PingHu.^^^
^^^Mikroton(6): musik akustik dipadukan dengan musik elektronik.^^^
^^^Qi(7): kekuatan spiritual.^^^
Permainannya mewah namun tidak dihiasi, energik namun tidak dipaksakan, sentuhan warna nada yang berani namun tetap terkesan lembut.
Teknik seperti ini hanya dapat dimainkan oleh orang yang memiliki keseimbanyan qi yang mendekati kata 'sempurna'
Permainan sudah berakhir, semua orang masih terpukau, tidak ada kata-kata yang tepat untuk menggambarkan gejolak aliran spiritual yang dirasakan selama permainan dimulai hingga berakhir.
Yu Wen sebagai seorang musisi guqin yang handal pun dibuat tidak percaya dengan apa yang berada di depan matanya sekarang.
Melihat keadaan tetap tidak berubah, Jing Mi turun dari panggung dan membungkuk hormat.
Tuan Jin yang baru tersadar berseru, "Sungguh pertunjukkan ini seperti khayalan, seperti sebuah sihir yang menyenangkan dunia. Bakat Tuan Jing Mi sungguh tak tertandingi, pusaka yang diakui dua alam."
"Sebagai ketua sekte Feng, aku merasa bangga memiliki murid seperti Jing Mi, pembuktian kemampuan yang luar biasa," sambung Tuan Feng.
"Terima kasih," balas Jing Mi.
"Semuanya, mari bersulang untuk akhir kompetisi yang luar biasa ini," ucap Tuan Qin sambil mengangkat tinggi-tinggi gelas berisikan arak perjamuan tersebut.
...----------------...
Pengumuman pemenang akan keluar sebelum waktunya makan malam.
Semua peserta diperbolehkan untuk berkeliling di dalam Sekte Jin, selama tidak melanggar aturan-aturan sekte yang tertulis di dinding sejarah Sekte Jin sejak berabad-abad yang lalu.
Hanya aturan-aturan umum, seperti dilarang berkelahi, menganggu roh hewan peliharaan sekte, memindahkan barang-barang ataupun merusak fasilitas sekte, serta tidak memasuki ruang terlarang.
Biasanya ruang terlarang digunakan untuk menyimpan harta pusaka langka, dibangun dengan dinding berlapis-lapis dan disegel dengan jimat roh penjaga, serta kuncinya dibuat secara khusus.
Bedanya Sekte Jin dengan sekte lain adalah semuanya terbuat dari emas murni.
Yu Wen hanya fokus mengisi perutnya, sambil duduk di pinggir danau dan menyeduh teh bunga Osmanthus.
Tidak ada orang yang ia kenal, dan ia juga tidak ingin mencari teman baru.
Keheningan ini mengingatkannya tentang ramalan seorang kakek tua yang ia temui dalam perjalanan menuju sekte Jin.
...----------------...
"Kakek tua berumur ratusan tahun, seorang Penatua Abadi YongHeng, ramalannya tidak pernah melesat. Ayo, hanya lima tael tembaga, dan ada diskon bagi perantau," teriak seorang anak laki-laki berpakaian lusuh dengan wajah diwarnai arang hitam.
Yu Wen merasa iba melihat pasangan kakek-cucu itu.
Ia pun menghampiri mereka, "Dua tael tembaga dan setengah roti kukus bagi perantau, bagaimana?"
"Baiklah Tuan, silahkan duduk. Kakek saya buta, jadi tolong letakkan tanganmu tepat di atas tangannya," ucap anak itu.
Kakek itu pun mulai meraba garis tangannya, alisnya bergerak naik turun.
"Hmm——tidak buruk, anda akan kalah dalam sebuah kompetisi, namun seorang teman lama akan muncul."
......................
Selamat membaca!
...****************...
...****************...
Kediaman Jin
Malam yang dinanti-nanti telah tiba.
Semua peserta sudah berkumpul dalam aula.
Keempat juri juga sudah memiliki keputusan bulat di tangan masing-masing.
"Tuan Jin, terima kasih atas undangannya. Hari ini sungguh luar biasa," ucap Ketua Qin sebagai makanan pembuka.
"Lain kali anda harus mengundang kami bertiga lagi, Tuan Jin," timpal Ketua Zhang sebagai makanan inti.
"Saudaraku, Tuan Jin benar-benar tidak pernah mengecewakan," puji Ketua Feng sebagai makanan penutup.
Ketiga sekte ini selalu bersama untuk melantunkan ungkapan demi ungkapan berisi sapuan manis untuk Tuan Jin.
Menyapu semua kekurangan untuk meninggalkan kelebihannya.
Ibarat mengganti dinding batu dengan dinding porselen.
"Semuanya sudah bekerja keras, aku harap semuanya merasa puas dengan pelayanan dari Sekte Jin. Malam ini, aku telah menyiapkan kamar untuk para tamu undangan."
"Kami memiliki 3.000 kamar dengan fasilitas lengkap. Aku jamin besok pagi Tuan sekalian enggan untuk beranjak dari tempat tidur hahaha," kata Ketua Jin sambil melebarkan kedua tangannya.
"Tuan Jin, anda sungguh murah hati."
"Tuan Jin benar-benar seorang pemimpin yang ideal."
"Kami akan selalu mengingat budi baik ini."
"Benar, kami akan selalu mendukungmu."
Begitulah, berbagai pujian telah dilontarkan dalam sekejap.
...****************...
Jin Ye Lu memang bukan orang yang pelit.
Namun, ada rumor buruk yang beredar tentang dirinya.
Bahwa ia adalah dalang di balik tragedi pemusnahan 'Tiga Warna Emas’ lima belas tahun yang lalu.
Seluruh harta pusaka peninggalan 'Tiga Warna Emas' diserahkan pada Ketua Jin di masa itu.
Sebelumnya, Wang Yong atau Pemimpin 'Tiga Warna Emas' pernah bersaing dengannya untuk memperebutkan posisi Xian du(1).
Ketua Jin kalah telak di depan semua orang pada putaran pertama.
^^^Xian du(1): pemimpin tertinggi dalam dunia kultivasi.^^^
Setelah kejadian itu, Ketua Jin tidak pernah muncul di hadapan publik.
Begitu pula dengan kabar sektenya tidak pernah terdengar lagi, bak ditelan bumi.
Sekte Jin muncul kembali dalam gerakan pemusnahan 'Tiga Warna Emas'.
Setelah misi berhasil, Sekte Jin kembali membangun kejayaannya dan berkembang hingga menjadi seperti sekarang ini.
Posisi Xian du yang kosong selama bertahun-tahun, tidak pernah dibahas lagi.
...****************...
"Tuan sekalian, kami akan mengumumkan pemenang kompetisi."
"Pemenangnya adalah seorang murid dari sekte terkemuka. Permainannya berani seperti auman Raja singa dan tenang seperti suara aliran air di hutan bambu."
"Juga dingin seperti bunyi lonceng es di Gunung Kun Lun dan keseimbangan qi hampir sempurna. Kami berempat sependapat bahwa ia adalah orang dengan bakat alami yang kami maksud. Tuan Jing Mi, selamat!" ucap Ketua Jin dengan detail tak diragukan lagi.
Jing Mi naik ke tengah aula untuk kedua kalinya.
"Terima kasih, suatu kehormatan bagiku untuk berada disini."
Semuanya bertepuk tangan dan diikuti dengan penyerahan 300.000 tael emas yang dimasukkan dalam satu karung besar yang terbuat dari sulaman emas.
Karung itu digantung pada cakar roh binatang peliharaan kebanggaan Ketua Jin.
Roh burung phoenix memiliki paruh panjang dengan ujung yang menajam ke dalam dan berwarna kuning kemerahan.
Warna bulunya merupakan perpaduan antara warna kuning keemasan dengan merah darah.
Ia memiliki kaki kasar yang besar dan cakar yang kuat, serta memancarkan cahaya api saat terbang.
"Aku akan menyumbangkan hadiah ini kepada para penduduk miskin di kota Bian Liang."
"Sekte Feng telah melihat banyak penduduknya mati kelaparan. Mereka sering mendapatkan perlakuan tidak adil dan diabaikan pemerintah."
"Aku yakin mereka lebih membutuhkannya. Terima kasih," Jing Mi mengakhiri pidatonya.
Lalu balik ke tempat dimana ia berdiri sebelumnya.
Ketua Feng, Feng Xun terlihat tidak begitu mengindahkan perkataan Jing Mi.
"Hm... karena ini adalah pilihan Jing Mi sendiri, maka aku tidak berhak untuk menentangnya."
"Namun, aku ingin menyarankan bahwa akan lebih baik apabila tael emas ini disimpan dalam gudang penyimpanan harta milik Sekte Feng."
"Bencana bisa datang kapan dan dimana saja. Banyak kejahatan terjadi di wilayah sekte akhir-akhir ini, kita harus memperbanyak pembangunan menara pengawas," lanjut Ketua Feng.
"Tuan Feng sungguh bijak, mendahulukan kepentingan sekte adalah perwujudan sikap berbakti dari seorang murid," ucap peserta lain dengan suara keras.
"Tuan Jing Mi, sebaiknya anda pertimbangkan saran dari Tuan Feng," lanjut peserta lain dengan suara tak kalah keras.
"Pemberian Tuan Jin akan lebih bermakna apabila dimanfaatkan untuk kepentingan dunia kultivasi," lanjut peserta lain dengan setengah berteriak.
"Dunia kultivasi menjaga perdamaian dunia, kita adalah tokoh-tokoh pemberantas roh jahat dan pemburu kebaikan," ucap peserta lainnya dengan volume suara kian membesar.
"Benar!"
"Itu benar!"
"Aku sangat setuju dengannya."
"Sumbangkan ke sekte!"
"Sumbangkan ke sekte!"
"Sumbangkan ke sekte!"
Suara kerumunan berteriak serentak, menciptakan harmoni yang cukup menjengkelkan.
Yu Wen pernah berada dalam situasi serupa.
'Suara paling keras-lah yang akan didengar'.
“Bagai mencari biji wijen, malah kehilangan buah semangka(2)."
Teriakan itu menelan seluruh kegaduhan dalam aula.
^^^Bagai mencari biji wijen, malah kehilangan buah semangka(2): sebuah pepatah kuno dari Tiongkok yang artinya, berkonsentrasi pada masalah-masalah kecil sehingga masalah besar terabaikan.^^^
Yu Wen hampir tersedak saat minum arak khas buatan Sekte Jin.
"Uhuk! Uhuk!"
Bukan karena rasa arak yang panas saat mencapai tenggorokan atau baunya yang menyengat.
Tetapi karena orang yang berdiri di sampingnya tiba-tiba berteriak sekeras itu.
"Ada apa dengan orang gila ini, bikin kaget saja!" gumam Yu Wen dalam hati lagi.
Ketua Zhang mendapat gilirannya kali ini untuk mengompori.
"Tenang, tenang Tuan sekalian. Apa maksud dari perkataanmu, Tuan Jing Mi?" tanyanya dengan kepala sedikit dimiringkan ke arah Jing Mi.
Ketua Feng menambahkan, "Bagian mana yang kau anggap sebagai biji wijen dan buah semangka?"
"Masalah di kota Bian Liang harus diutamakan. Aku tidak melihat bahwa sekte Feng sedang menghadapi ancaman besar," cetus Jing Mi.
"Aku sering mendengar bahwa Tuan Jing Mi jarang tinggal dalam Sekte Feng. Anda lebih banyak menghabiskan waktu berkelana kesana kemari, untuk menangkap roh peliharaaan."
"Tentu saja Tuan Jing Mi tidak akan ada waktu untuk memperhatikan masalah yang terjadi dalam sekte," lanjut Ketua Zhang.
"Aku bukan pergi menangkap roh peliharaan, dan memperhatikan perkembangan Sekte Feng tidak pernah terlewatkan olehku," jawab Jing Mi dengan malas.
"Kau...!" timpal Ketua Zhang sambil menunjuk Jing Mi seolah memberinya perhitungan.
Ia melirik ke arah Feng Xun sejenak.
Kata-kata selanjutnya tak kunjung keluar dari mulutnya.
Kemudian ia hanya mengibaskan lengan jubahnya ke belakang.
"Aiyaa.. Sudahlah!" desahnya dengan putus asa.
"Lagipula, emas ini adalah hasil jerih payahku sendiri," lanjut Jing Mi.
Perkataan ini termasuk lancang dan tidak sopan, namun kenyataannya memang seperti itu.
Yu Wen merasa sepaham dengannya dan ikut menganggukan kepala tanpa sadar.
"Oh.. apakah Tuan Yu Wen juga setuju dengan keputusan Tuan Jing Mi?" tanya Ketua Jin yang menyadari anggukan kepalanya.
"Maaf, aku kurang tahu tentang keadaan di luar, karena desaku berada di tempat terpencil..., terlalu jauh," jawab Yu Wen dengan hati-hati.
Yu Wen bukan merasa takut, namun ia hanya tidak ingin terlibat dalam situasi apapun.
Ia hanya datang untuk memenangkan lotre besar, menyeretnya pulang karena terlalu berat.
Lalu, melunasi hutang seumur hidupnya dan membangun kembali panti asuhan yang terbengkalai.
Menjadi seorang filantropi(3) yang kaya raya juga tidak buruk.
^^^Filantropi(3): dermawan, baik hati.^^^
‘Bukankah melewati hari-hari tanpa beban pikiran adalah impian semua orang?’
Ya, itu adalah sebuah idealisme(4).
^^^Idealisme(4): suatu keyakinan atas suatu hal yang dianggap benar berdasarkan pengalaman, pendidikan, kultur budaya, dan kebiasaan.^^^
"Kau.. pembual," ucap seseorang dengan suara setengah berbisik.
Entah kenapa, telinga Yu Wen sangat sensitif malam ini.
Ia dapat menangkap sumber suara tersebut dengan tepat.
Yu Wen memiringkan kepalanya sambil menunjuk wajahnya sendiri dengan heran.
"Aku?"
Jing Mi tidak menjawab ataupun bereaksi, hanya meliriknya sebentar.
"Maaf Tuan Feng, aku tetap ingin meminta semua tael emas ini untuk disumbangkan dan Tuan Jin, terima kasih atas pelayanannya."
"Lihat betapa sombong anak itu!"
"Jika Sekte Feng tidak memungutnya, apa dia pikir bisa menjadi seperti sekarang?"
"Minum air di sumur, ingatlah penggalinya juga(5)!"
"Sikapnya begitu lancang di hadapan para pemimpin sekte."
"Kemenangannya hanya semakin memperburuk sikap angkuhnya. Sungguh tidak terpuji."
^^^Minum air di sumur, ingatlah penggalinya juga(5): sebuah pepatah kuno Tiongkok yang artinya, apabila mendapatkan bantuan dari seseorang, haruslah tetap mengingat budi baik orang itu.^^^
......................
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!