PLAK.....
Suara tamparan begitu keras mengenai pipi mulus seorang gadis yang kini tengah berdiri mematung dengan kepala menunduk di depan sebuah cafe.
"Salah aku apa lagi bee?" tanya El dengan bibir bergetar. Matanya sudah berkaca-kaca, dengan tangan sedikit gemetar dia memegang pipinya yang terasa nyeri. Dan sudah bisa dipastikan saat ini pipinya sudah memerah bercap tangan pria didepannya.
Setelah mengumpulkan sedikit keberanian, El mengangkat kepalanya memandang bingung pria didepannya yang kini tengah memandang dengan sorot mata tajam memancarkan begitu besar kemarahan.
"Sudah ku bilang jangan pake make up tebel gini kalau keluar rumah. Kamu sengaja ingin menggoda pria-pria itu. Hahh??" Bentak Leo. Dia tak rela wajah cantik kekasihnya di pandang dengan penuh kekaguman oleh setiap pria yang melihatnya.
"Tapi aku hanya memakai bedak tipis bee." El kembali menundukan kepalanya saat Leo kembali menatap tajam dirinya.
Edelweiss Javanica gadis berusia 24 tahun dan tengah menunggu wisuda S2nya bulan depan. El begitu lah teman-teman memanggilnya. Dia gadis keturunan jawa eropa. Ibunya adalah wanita berkebangsaan inggris. El memiliki tubuh yang tinggi langsing, kulitnya pun putih bersih. Wajahnya begitu cantik dengan bibir mungil berwarna merah muda dan hidung mancung bak prosotan di taman bermain. Mata hazel yang diturunkan dari ibunya membuat banyak orang akan terhipnotis oleh tatapannya. Bahkan bulu matanya yang lentik dan sedikit tebal selalu membuat orang mengira dia memakai bulu mata palsu. Kecantikan natural yang hampir mendekati sempurna itu membuat orang-orang disekitarnya tersihir untuk berlama-lama menatapnya.
Edelweiss sangat populer dikampusnya, El sering didekati banyak mahasiswa disana walau mereka tau hanya sekedar menjadi teman dekat El saja sangat sulit, karna semua orang tau jika El sudah mempunyai kekasih.
Berbanding terbalik dengan mahasiwa dikampusnya. Mahasiswi disana justru banyak yang tidak menyukainya, apalagi alasannya jika bukan iri dengannya. Edelweiss Javanica si gadis cantik, pintar, kaya, ramah dan baik. Dia bagaikan dewi yang turun dari langit apalagi El mempunyai kekasih yang tampan dan sangat menyayanginya. Sungguh setiap gadis pasti memimpikan kehidupan yang sempurna seperti dirinya.
Namun kenyataannya kehidupan El tidak sesempurna yang mereka lihat. Kekasih tampannya sering membentak dan memukul jika ada pria yang menatap kagum padanya. Kalau dipikir itu bukanlah kesalahannya namun takdir lahir menjadi gadis cantik yang membuatnya menjadi pusat perhatian banyak pria.
"Maaf bee.... pasti sakit ya?" Leo mengusap lembut pipi El yang sudah sedikit membiru. Ada perasaan bersalah saat dia menampar El. Tadi dia hanya berniat menarik tangan El dari dalam cafe karna melihat segerombolan anak SMA menatap kagum pada kekasihnya. Tapi pada akhirnya karna diliputi rasa cemburu buta membuat Leo tak bisa mengontrol emosinya.
El diam tak menjawab pertanyaan Leo. Dia hanya menatap jalanan dari balik kaca jendela mobil yang membawanya pulang ke rumah.
Hal seperti ini sudah sangat biasa baginya. Leo cemburu buta dan membentak hingga kadang menamparnya seperti sekarang. Leo tak segan-segan melakukannya di depan umum. Lalu setelahnya dia akan meminta maaf padanya dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi.
El bingung dengan sikap kekasihnya yang kadang sangat lembut dan memanjakannya namun saat sudah cemburu dia akan menjadi sosok monster yang menakutkan. Bahkan El tidak berani hanya sekedar untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.
"Bee kamu tau kan aku sayang banget sama kamu aku takut kehilangan kamu, aku gak suka pria-pria itu menatapmu dengan penuh kekaguman. Kamu hanya milikku, gak ada yang boleh menatapmu seperti itu selain aku." Leo berkata dengan pandangan masih fokus menatap jalanan didepannya. Perasaan takut kehilangan El membuatnya kadang kelepasan tidak bisa mengontrol emosinya. Dia hanya ingin El tetap disisinya, hanya memandang kearahnya dan tidak berpaling pada pria-pria itu.
El masih tetap diam, air mata sudah menetes dipipinya. Dia begitu takut saat Leo sudah marah padanya. Pernah muncul di pikirannya untuk pergi meninggalkan Leo. Namun lagi dan lagi dia tidak mampu, rasa cintanya pada pria itu sudah cukup besar yang membuatnya takut hidup tanpa Leo.
"Ssssttt..... Bee jangan nagis lagi, maafin aku. Aku janji gak akan begini lagi, aku sayang sama kamu aku juga pengen kamu bahagia sama aku. Maafin aku ya bee." Leo menghapus air mata yang jatuh di pipi El, dia memandang lekat gadis disampingnya dengan penuh kehangatan dan cinta.
Mobil memang telah berhenti beberapa saat yang lalu didepan rumah yang lumayan besar. Rumah ini hanya di tinggali El bersama papanya. Sedangkan untuk urusan rumah ada dua asisten rumah tangga dan ada seorang sopir pribadi yang biasa mengantar papanya berpergian.
"Bee.. liat aku!" Leo menangkup kedua pipi El agar memandang ke arahnya.
Pandangan mereka bertemu dan seakan saling mengunci, muncul kehangatan di hati El saat menatap mata kekasihnya yang memancarkan begitu banyak cinta untuknya.
"Bee.. maafin aku. Aku gak bermaksud nampar kamu tadi. Aku sayang banget sama kamu. Aku takut kehilangan kamu bee. Kamu jangan pernah tinggalin aku ya. Aku mohon." Leo berkata dengan bibir bergetar, dia benar-benar takut kehilangan El. Dia begitu menyayangi gadis cantik didepannya.
El yang luluh akhirnya menganggukan kepalanya. Dia begitu lemah saat Leo sudah menatapnya seperti ini. Sungguh hatinya begitu bodoh karna terlalu mudah memaafkan kekasihnya.
Leo manarik El kedalam dekapannya, dikecupilah kening El dengan begitu sayang. Dia sungguh mencintai gadis ini. Hanya saja caranya yang salah, cara dia melindungi miliknya yang begitu berharga justru menyakiti kekasihnya.
"Sekarang masuk ke rumah ya." Leo melepaskan pelukannya diusapnya rambut El dengan begitu lembut.
El hanya menganggukan kepalanya dan bergegas membuka pintu mobil. Namun saat akan turun tangannya tiba-tiba ditarik oleh Leo dan membuatnya terhuyung ke arah samping.
"Ada apalagi?" tanya El yang kini sedang menatap Leo.
Cup... cup.. cup...
Leo mengecup bibir El berkali kali. El membelalakkan matanya membuat bola matanya membulat sempurna karna mendapat serangan tak terduga dari Leo. Ini adalah ciuman pertama mereka sejak resmi menjadi sepasang kekasih setahun yang lalu bahkan ini adalah ciuman pertama El sejak dia hidup selama 24 tahun.
Leo kembali mengecup bibir El dengan lembut dan lama kelamaan sedikit menuntut. El yang menyadarinya langsung mendorong Leo, dia langsung menjauhkan tubuhnya dari kekasihnya.
"Maaf bee.. masuk dan istirahatlah. I love you." Leo yang menyadari penolakan El pun hanya bisa meminta maaf karna tidak bisa lagi mengontrol dirinya.
El langsung keluar mobil dan berlari masuk kedalam rumahnya tanpa menengok lagi ke belakang. Leo hanya bisa menatap El dari belakang, dia mengrutuki kebodohannya yang tidak bisa mengendalikan diri. Dia sangat tahu jika El tidak akan suka jika dia mencium bibirnya.
Leo memutar kemudi dan melajukan mobilnya meninggalkan rumah El saat melihat kekasihnya sudah masuk ke dalam rumah.
Siang ini di dalam rumah terasa begitu sepi, sudah dipastikan papanya belum pulang kerja. El memang sudah terbiasa sendiri sejak ibunya meninggal 10 tahun yang lalu dan papanya tidak menikah lagi. Papanya akan selalu menyibukan diri dengan pekerjaannya hingga kadang pulang sampai larut malam. Bahkan walaupun tinggal satu atap dengan papanya, mereka jarang sekali bertemu.
Karna sering merasa kesepian membuat El jarang pulang kerumah. Kadang dia akan menginap di rumah sahabatnya Raina atau Shasa. Jika sedang dirumah kadang ada Bu Asih seorang asisten rumah tangganya yang akan menemani mengobrol dan membuatnya sedikit merasakan ada kehidupan dirumah ini.
El merebahkan tubuhnya di ranjang kamarnya, dia kembali mengingat ciumannya dengan Leo. Ada perasaan kesal karna dia ingin ciuman pertama hanya dengan suaminya. Namun saat mengingat cinta Leo dan cintanya yang sama besarnya membuat El mengulas senyum di wajah cantiknya. Dia begitu yakin jika dia dan Leo akan menikah dan menjadi pasangan suami istri yang saling mencintai sampai maut memisahkan mereka berdua.
Tokk... Tokk... Tokk....
Suara ketukan pintu mengusik El dari tidurnya. Entah sejak kapan dia tertidur hingga sekarang sudah menunjukan pukul 7 malam. Karna tak mendapat sahutan dari El pintu kembali diketuk dari luar hingga mau tidak mau El harus bangun dari tidurnya.
"Iya bentar," sahut El dengan suara khas bangun tidur. Dia beranjak dari ranjangnya dan berjalan gontai ke arah pintu kamarnya.
Ceklek....
Saat pintu terbuka dilihatnya perempuan paruh baya yang tengah berdiri di depan pintu. Dia adalah Bu Asih yang sudah mengabdi sejak dia berusia 9 tahun dan itu berarti kurang lebih sudah 15 tahun mereka tinggal bersama. Selain itu suaminya juga menjadi sopir pribadi papanya. Karna tidak memiliki anak, Bu Asih dan suaminya jarang pulang kampung dan hanya menghabiskan waktunya bekerja di rumahnya.
"Iya Bu Asih kenapa?"
"Non El sudah di tunggu tuan untuk makan malam bersama."
"Emang papa ada dirumah bu?"
"Iya non, tuan sejak sore sudah ada dirumah."
"Baik lah bu kalau begitu, tapi aku mau mandi lebih dulu. Sampaikan ke papa jangan menungguku."
Bu Asih menganggukan kepalanya kemudian bergegas menuruni tangga dan berjalan ke arah ruang makan.
El menutup kembali pintu kamarnya. Dia bergegas masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri karna takut papanya menunggu.
"Papa tumben udah dirumah." El mencium pipi kiri papanya yang tengah sibuk mengunyah makanannya. Dia menarik kursi dan mendudukan tubuhnya.
"Iya sayang. Kamu makan yang banyak. Nanti habis makan papa tunggu di ruang kerja ada yang mau papa bicarain sama kamu. Penting!" Aditya mengelap bibirnya dengan tisu lalu beranjak meninggalkan El setelah mengusap lembut rambut putri kesayangannya itu.
"Papa mau bicara penting masalah apa? Bahkan papa tidak pernah berbicara masalah yang serius dengaku. Dan sekarang apa? Papa menyuruhku ke ruang kerjanya? Seingatku aku belum pernah berbica serius di ruang kerjanya."
Banyak pertanyaan-pertanyaan yang muncul di kepala El dan membuatnya pusing sendiri. Akhirnya dia memutuskan untuk bodo amat dengan apa yang akan dibicarakan papanya nanti. Lagi pula nanti dia juga akan tau sepenting apa pembicaraan mereka saat sudah masuk ke ruang kerja papanya.
El makan dengan begitu lahap. Dia baru ingat kalau terakhir makan saat sarapan pagi, dan dia belum makan lagi. Bahkan saat di cafe dia belum sempat menyentuh makanannya karna Leo sudah menariknya keluar dan memarahinya.
Sebelum masuk ke ruang kerja papanya, El menyiapkan kopi dan biskuit untuk papanya. Dia berjalan pelan dengan membawa nampan di tangannya. Sebelum masuk tak lupa dia mengetok pintu ruang kerja papanya karna itu termasuk ruang pribadi sehingga mengharuskannya berlaku sopan sebelum masuk. Setelah ada perintah untuk masuk El langsung membuka pintu dan melihat sosok papanya tengah duduk di kursi kerjanya dan sedang fokus membaca berkas-berkas di atas mejanya.
Aditya yang melihat El masuk langsung bangkit dari kursi dan berjalan menuju sofa di sudut ruangan tersebut. Lalu mendudukan tubuhnya, dia memanggil El agar mendekat dan duduk di sampingnya.
"Apa yang ingin papa bicarakan padaku?" El meletakan nampan di meja tepat di depan Aditya. Dia sudah begitu penasaran dengan pembahasan penting yang akan mereka bicarakan.
Aditya meraih cangkir kopi yang di bawa El dan menyesapnya dengan perlahan karna uap panas yang masih terlihat mengepul.
"Papa ingin mulai senin besok kamu bekerja di perusahaan sahabat papa." Aditya meletakan kembali cangkirnya di atas meja dan memandang lekat putri semata wayangnya itu.
El melongo saat mendengar apa yang diucapkan papanya.El begitu heran dengan pembicaraan penting yang dimaksud papanya. Kenapa dia harus bekerja di perusahaan orang lain kalau papanya sendiri memiliki perusahaan. Ya walaupun perusahaan papanya hanya perusahaan kecil.
"Gimana sayang?" pertanyaan Aditya membuat El tersadar dari keterkejutannya.
"Tapi aku ingin bekerja di perusahaan papa. Aku ingin membantu memajukan perusahaan keluarga kita pa. Bukan malah bekerja di perusahaan lain. Lagi pula kenapa harus kerja di perusahaan sahabat papa sih?"
"Dia bukan hanya sekedar sahabat El. Dia sudah seperti saudara untuk papa. Kita banyak berhutang budi padanya El. Apa kamu tahu dari mana modal awal papa membangun perusahaan kita? Itu semua dari sahabat papa El."
"Kenapa papa tidak mengembalikan saja modal yang sudah dia berikan?"
"Ini bukan masalah modal atau uang El. Apa kamu tahu uncle Michael bahkan tidak meminta jaminan sama sekali saat memberikan modal yang cukup besar untuk papa. Hanya berbekal kepercayaan dan keyakinannya pada papa."
"Tapi pa.... aku gak bisa bekerja disana?" El berkata begitu lirih. Dia bukannya tak mau bekerja disana. Namun dia lebih takut Leo akan marah jika tau dia bekerja di bawah kendali orang lain. Rasa sayang Leo yang begitu besar membuat sifat posesif itu muncul. Rasa takut kehilangan El pun membuat kekasihnya begitu mengekang kebebasannya. Tapi El tidak pernah mempermasalahkannya. Bagi El itu adalah bukti betapa besar cinta Leo padanya.
Yang El pikirkan saat ini jika dia bekerja di perusahaan papanya pasti tidak akan ada yang berani menatapnya lama atau bahkan mendekatinya. Karna dia termasuk bos disana. Dan El bisa mengatur karyawan sesuka hatinya. Namun jika di bekerja di perusahaan sahabat papanya dia hanya akan menjadi bawahan dan itu membuat dia harus mematuhi segala perintah atasannya. Dan yang lebih menakutkan dari itu adalah jika atasannya seorang pria. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi Leo kedepannya.
"Kamu tolong papa El. Please bantu papa membayar hutang budi ini. Uncle Michael hanya ingin kamu bekerja di perusahaannya sebagai sekertaris anaknya."
"Tapi aku bahkan masih belum menyelesaikan kuliahku pa?" El masih mencari-cari alasan agar tidak harus bekerja di tempat sahabat papanya. Dia benar-benar tak ingin terikat dengan perusahaan lain.
"Bulan depan kamu sudah wisuda sayang. Lagi pula sahabat papa tidak mempermasalah pendidikan kamu. Kamu hanya cukup menerima permintaannya menjadi sekertaris anaknya. Please.. tolong terima tawaran itu El." Aditya memohon dengan wajah memelas membuat El semakin bingung. Disisi lain dia tidak ingin Leo marah karna cemburu dan disini ada papanya yang begitu memohon padanya. Dua pria yang sama-sama dia sayangi. Dia juga benar-benar ingin menjaga hati keduannya agar tidak kecewa padanya.
"Bagaimana El? Kamu setujukan? Bantu papa, lagi pula papa tidak pernah meminta sesuatu padamu. Dan sekali ini tolong kabulkan permintaan papa."
Pada akhirnya El hanya bisa menganggukan kepalanya. Dia tidak ingin mengecewakan papanya. Dan untuk Leo dia akan mencari cara agar kekasihnya itu bisa menerima keputusannya.
Aditya tersenyum samar setelah tau El menyetujui permintaannya.
El sudah kembali ke kamarnya setelah selesai berbicara cukup lama dengan papanya. Dia merebahkan diri di ranjang empuknya dan berguling kekiri dan kekanan. Pikirannya melayang jauh mencari cara menjelaskan pada Leo jika mulai hari senin besok dia akan bekerja di perusahaan sahabat papanya.
"Simpa pa pa polyubila
Parneyy ona manila
Brodyagu polyubila
Ona evo polovina"
Suara dering ponsel di atas nakas membuyarkan lamunan El yang sedang melanglang buana.
Di raihnya ponsel tersebut dan ternyata Leo sedang melakukan panggilan video. Dia mengeser tombol hijau dan langsung menampakan wajah kekasihnya yang sedang terlihat kesal disana.
"Kemana aja sih bee baru di angkat telepon aku? Aku udah telepon kamu puluhan kali tau gak." Suara Leo terdengar menahan kekesalan.
"Maaf bee tadi aku makan malem trus di ajak ngobrol sama papa. Ponsel aku tinggal di kamar. Jadi gak tau kalau kamu dari tadi telepon aku."
"Mangkanya kalau kemana-mana ponsel di bawa jangan main tinggal gitu aja. Kalau kayak gini kan aku yang kesel. Aku udah mikir aneh-aneh. Aku khawatir kamu pergi sama pria lain."
"Iya.. iyaa maaf. Lain kali aku bakal bawa kemana aja ponselnya. Mangkanya kamu jangan negative thinking mulu sama aku bee. Jadinya kesel sendiri kan?"
"Kok kamu jadi nyalahin aku. Aku gini karna sayang sama kamu. Aku cuma takut kehilangan kamu. Kamu gak ngertiin banget sih bee." Suara Leo sudah mulai meninggi dan itu artinya El tidak bisa membantah lagi ucapannya. Dia cuma harus minta maaf agar masalah ini selesai. Karna jika dia menjawab lagi sudah dipastikan Leo akan benar-benar marah padanya.
"Iya bee aku minta maaf ya. Udah jangan ngambek lagi nanti gantengnya ilang."
"Kalau gantengnya ilang kenapa? Kamu mau ninggalin aku. Hah?"
El menghela nafas panjang. Lagi-lagi dia salah bicara. Leo memang benar-benar sangat sensitive dengan setiap kata yang El ucapkan. Dia harus memilih kata yang tepat agar kekasihnya itu tidak salah tanggap.
"Bukan begitu bee. Aku akan selalu sayang kamu. Aku gak bakalan ninggalin kamu apapun yang terjadi."
"Benarkah?"
"Iya sayangku."
"Janji ya bee. Kamu gak bakalan ninggalin aku. Kamu akan selalu nerima aku apapun yang terjadi."
"Iya bee. I am promise." El tersenyum sambil mengacungkan dua jari.
Setelah cukup lama ngobrol ngalor ngidul tak berfaedah akhirnya Leo mematikan panggilannya dengan syarat besok mereka akan makan siang bersama sebagai pengganti makan siang tadi yang gagal.
El meletakan kembali ponselnya di atas nakas. Dia belum menceritakan pada Leo tentang rencananya mulai bekerja hari senin besok. El merasa saat ini bukan waktu yang tepat. Karna suasana hati kekasihnya itu sedang tidak baik.
Dia berencana akan memberi tahunya besok saat makan siang sembari sekarang memikirkan cara agar Leo bisa mengerti keadaannya yang harus bekerja di perusahaan sahabat papanya.
***
El sedang menuruni tangga menuju pintu keluar rumahnya saat sudah mendapat pesan singkat dari kekasihnya yang mengatakan dia sudah menunggu di depan gerbang.
"Lama bee nunggunya?" El sudah duduk di samping kemudi. Dengan nafas yang masih naik turun karna dia berjalan cepat agar Leo tidak menunggunya terlalu lama. Karna sudah bisa di pastikan mood kekasihnya itu akan berubah menjadi sangat buruk saat menunggunya terlalu lama.
"Kamu kok cuma pakai softlens sih? Kenapa gak pakai make up bee?" Leo menatap El dengan wajah terlihat begitu kesal.
Huft lagi-lagi dia kesal.
"Kan kamu gak suka orang lain melihat mata hazelku jadi aku pakai softlens hitam. Dan kata kamu kemarin aku make up nya ketebelan. Padahal aku cuma pakai bedak tipis. Jadi aku pikir kamu lebih suka aku gak pakai make up sama sekali."
"Kemarin emang ketebelan. Tapi bukan berarti aku suka kamu gak make up gini. Aku pengen kamu make up natural gak menor."
"Yaudah aku masuk lagi bentar buat make up." El sudah hampir membuka pintu mobil namun diurungkannya saat mendengar perkataan Leo.
"Gak usah kelamaan aku nunggunya."
Leo memutar kemudi dan melajukan mobilnya menembus jalanan perumahan El.
El hanya bisa menghela nafas panjang melihat kelakuan kekasihnya.
Untung sayang kalau gak udah aku ceburin ke empang.
Mereka sudah duduk berhadapan di sebuah restoran di tengah kota. Seperti biasa Leo yang memesan semua menu yang akan mereka makan. Dan sudah bisa dipastikan semua makanan yang dipesan memiliki porsi kalori yang seimbang, rendah lemak dan karbohidrat. Saat bersama Leo benar-benar menjaga asupan makanan El agar berat badan El tetap ideal.
Mereka makan dengan saling bercanda dan melempar senyum. Karna pada dasarnya Leo adalah pria yang humoris dan penyayang. Dan ini yang selalu membuat El begitu mencintai Leo. Walau terkadang Leo akan menjadi sosok yang baper jika menyangkut tentang dirinya. Dia yang akan begitu cemburu dengan keberadaan para pria di sekitar El.
"Bee ada yang mau aku bicarain. Nanti sebelum pulang mampir ke taman kota ya."
Leo langsung menghentikan makannya. Dia meletakan sendok dan garpunya di atas piring. Dia menatap El dengan pandangan heran karna biasanya El akan langsung mengatakan apapun tanpa pemberitahuan seperti ini. Apa lagi El meminta berbicara di taman kota. Ada rasa khawatir yang muncul di hatinya.
"Kamu gak mau putusin aku kan bee?" Leo memegang tangan El di atas meja, dia menatap lekat wajah kekasihnya.
"Pppffff..... " El tertawa dia tidak menyangka Leo mengira dia akan memutuskannya.
"Enggak bee. Kok kamu mikirnya gitu?" tanya El saat sudah bisa menghentikan tawanya. Terdengar suara helaan nafas Leo menandakan ada kelegaan setelah mendapat jawaban El.
El menggengam tangan Leo yang berada diatas tangannya. Ditatapnya dengan penuh cinta pria yang sudah mengisi hari-harinya setahun belakangan ini. "Aku gak akan ninggalin kamu bee. Aku sayang sama kamu. Kita akan bersama selama-lamanya. Gak akan ada yang bisa misahin kita sampai maut datang menjemput."
"Makasih bee kamu masih tetap mau sama-sama aku saat kamu sudah tau banyak kekuranganku. Dan tolong tepati janjimu untuk tetap disisiku sampai kita menua bersama." El hanya menganggukan kepala sebagai jawaban.
Mereka kembali menghabiskan makanan masing-masing. Dan sesekali Leo akan menyuapinya bahkan mengelap bibir El dengan tisu. Hal ini selalu berhasil membuat dada El berdegup kencang.
Namun tiba-tiba muncul kekhawatiran bagaimana reaksi Leo saat dia memberitahu keputusannya untuk bekerja di perusahaan sahabat papanya. El hanya berharap apapun yang terjadi nanti dia tidak mengecewakan kedua pria yang sangat dia sayangi.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!