Setelah menikah selama 7 tahun, Erwin tetap saja dingin.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arum Dalu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ingin bercerai
Tapi, sudahlah.
Dengan kepulangan pria itu, berarti masalah perceraian akan segera didiskusikan, bukan?
Clara sudah bertekad untuk bercerai, dia tidak ingin terlalu memikirkan Erwin.
Setelah berada di meja kerjanya, Clara langsung mengaktifkan mode siap kerja.
Setengah jam kemudian, Farel menghubunginya.
"Buatkan dua cangkir kopi, lalu bawa ke ruangan Pak Erwin."
Awalnya, saat mengetahui Erwin menyukai kopi, Clara menghabiskan banyak waktu untuk belajar bagaimana membuat kopi yang enak.
Itu semua dia lakukan untuk menarik perhatian Erwin.
Kerja keras memang tidak mengkhianati hasil.
Erwin selalu ingin meminum kopi buatannya, baik itu di rumah ataupun di perusahaan.
Kebahagiaan terpancar di wajah Clara saat mengetahui Erwin benar-benar jatuh cinta dengan kopi buatannya.
Dia mengira ini adalah langkah pertama menuju kesuksesan.
Namun kenyataan berkata lain, Clara seakan meremehkan ketidaksukaan dan kewaspadaan Erwin terhadapnya.
Erwin memang suka dengan kopi buatan Clara.
Hanya kopinya, tidak lebih!
Sikap Erwin padanya tidak berubah, masih dingin dan menjaga jarak.
Tidak heran, saat ingin minum kopi buatannya, Erwin akan meminta Farel menghubungi wanita itu.
Begitu kopi selesai dibuat, Farel atau yang lainnya akan datang untuk mengambilnya.
Erwin tidak memberi Clara kesempatan sedikitpun untuk mendekatinya.
Hanya terkadang saja, saat Farel atau yang lainnya sedang sibuk, barulah aku lara punya kesempatan untuk mengirim kopinya ke ruangan Erwin.
Kali ini, dari apa yang dia tangkap dari ucapan Farel, seharusnya dia yang membawa kopi itu langsung ke ruangan Erwin.
Selesai membuat kopi dan meletakkannya di atas napan, Clara berjalan ke ruangan Erwin.
Pintu kantor Erwin terbuka.
Clara pun berjalan ke pintu.
Saat hendak mengetuk pintu, dia melihat Vanessa sedang duduk di pangkuan Erwin.
Mereka berdua tampak sedang berciuman.
Langkah kaki Clara terhenti, wajahnya tiba-tiba berubah pucat.
Saat melihat kedatangan Clara, Vanessa buru-buru turun dari pangkuan Erwin.
Raut wajah Erwin penuh dengan kekesalan, lalu berteriak dengan nada dingin, "Siapa yang mengizinkan mau masuk?!"
Clara menggenggam erat napan di tangannya, lalu berkata, "Aku ke sini mau mengantar kopi."
"Cukup Bu Clara," Ucap Rio salah satu sekretaris pribadi Erwin saat kebetulan tiba.
Rio tahu tentang hubungan Clara dan Erwin.
"Percuma kamu seperti ini,"ucap Rio kemudian.
Rio memang tak mengatakannya secara gamblang, tapi Clara mengerti apa maksud ucapannya itu.
Rio mengira Clara tahu Vanessa datang ke perusahaan dan bermaksud mengganggu mereka dengan dalih hendak mengantarkan kopi...
Erwin juga berpikir seperti itu, terlihat dari raut wajahnya.
Kalau itu dulu, mungkin dia akan melakukannya.
Namun sekarang, dirinya akan segera bercerai, jadi mana mungkin dia melakukan hal seperti itu?
Mereka seolah tidak memberikannya kesempatan untuk menjelaskan.
"Silakan cepat pergi dari sini!" Bentak Rio.
Mata Clara memerah, tangannya gemetar memegang nampan.
Kopi di cangkir tumpah dan mengenai jari-jarinya.
Meski sakit terkena panasnya kopi, Clara berbalik dan pergi tanpa suara
Namun, Baru beberapa langkah, terdengar suara teriakan Erwin dari dalam..
"Kalau kejadian ini terulang, jangan harap bisa datang ke perusahaan lagi!" Teriak Erwin.
Clara sudah mengajukan pengunduran dirinya.
Tanpa ada kejadian ini sekalipun, dia akan angkat kaki dari perusahaan setelah ada yang menggantikan pekerjaannya
Hanya saja, tidak ada yang peduli dengannya di sini.
Percuma juga mengatakannya.
Clara memilih tetap diam dan pergi sambil membawa nampannya.
Sebelum benar-benar pergi dari ruangan, Clara sempat mendengar suara lembut Vanessa menghibur Erwin.
"Cukup Erwin, aku rasa Dia tidak sengaja melakukannya. Sudah ya, jangan marah lagi..."
cara membuang kopi di wastafel.
Dia membilas jari-jarinya yang tersiram kopi panas di bawah keran.
Dia juga mengambil obat salep di dalam tasnya dan dengan catatan mengoleskannya ke jari-jari.
Sekarang, dia memang pandai memasak, kopi yang dibuatnya pun enak.
Namun, perlu diketahui, sebelum menikah dengan Erwin, jangankan melakukan pekerjaan rumah, memasak saja tidak becus.
Terlebih lagi, dia tidak pernah meminum kopi sebelumnya.
Perubahan mulai terasa saat dia menikah dengan Erwin.
Demi Erwin dan Elsa, dia mempelajari semuanya.
Clara emang habiskan banyak waktu untuk mahir melakukannya.
Pada awalnya berantakan, kini berubah menjadi sempurna.
Salah satu yang sempurna adalah terkait tingkat kepahitan kopi, hanya dia yang tahu.
Lalu mengenai obat salep di dalam tasnya, sebagai ibu yang membesarkan anaknya seorang diri, mana mungkin dia tidak terbiasa membawa obat-obatan seperti itu?
Hanya saja, setelah kepergian Elsa ke negara Lavin, obat-obatan yang disiapkannya jarang digunakan.
Untungnya belum kadaluarsa.
Setelah mengobati lukanya, Clara kembali ke meja kerjanya melanjutkan pekerjaan sambil menahan rasa sakit di hatinya.
Baru saja selesai memilah-milah dokumen, tiba-tiba terdengar obrolan rekan kerjanya.
"Dengar-dengar, pacar Pak Erwin datang!"
"Pacar? Memangnya pak Erwin punya pacar? Siapa dia? Cantik tidak?"
"Aku tidak tahu siapa dia, tapi informasi dari resepsionis di bawah, Dia berasal dari keluarga kaya, cantik, personalnya juga kelihatan baik!"
Kedua rekannya sedang mengobrol.
Saat melihat Clara bangkit berdiri, mereka berdua teringat akan rapat yang akan dilaksanakan bersama Clara di lantai bawah.
"Eh, kerja dulu, gosipnya lanjutkan nanti saja," Ucap salah satu rekan buru-buru menutup mulut dan berjalan mengikuti Clara.
Clara tahu pacar Erwin yang mereka maksud adalah Vanessa.
Namun, tidak ada ekspresi apapun di wajah Clara saat mendengarnya.
Dia pergi dari ruangannya dengan ditemani 2 rekannya dan masuk ke dalam lift.
Begitu keluar dari lift, saat mereka ingin pergi ke ruang rapat, terlihat sosok Vanessa dengan ditemani 4 eksekutif perusahaan sedang berjalan ke arah mereka.
4 eksekutif tanpa mengelilingi Vanessa, dengan penuh sanjungan, kehati-hatian dan sedikit menjilat.
"Maaf sudah merepotkan karena sudah menemaniku berkeliling perusahaan," Ucap Vanessa sambil tersenyum.
Vanessa mengenakan barang-barang bermerek di tubuhnya.
Setiap lekuk-lekuk tubuhnya memancarkan aura seorang putri.
Dia berbicara dengan sopan dan terlihat seolah dirinya sudah menjadi istri dari pimpinan perusahaan.
Kesopanan yang dia tunjukkan juga menyiratkan para eksekutif itu adalah bawahannya.
"Ini sudah menjadi tugas kami, mengingat hubungan Bu Vanessa dengan Pak Erwin yang begitu dekat, tidak perlu sungkan," Ucap salah satu eksekutif sambil tersenyum.
"Iya, itu benar," Ucap eksekutif lain.
Mereka sedang asyik mengobrol.
Saat melihat Clara dan yang lainnya keluar dari lift, meski sudah berdiri di kedua sisi untuk memberi jalan, para eksekutif tetap merasa mengerutkan keningnya dengan kesal.
"Lihat-lihat kalau jalan! Kalau sampai menabrak Bu Vanessa bagaimana? Dasar tidak punya aturan!" Bentak salah satu eksekutif sembari mengerutkan keningnya.
Dua rekan kerja di samping Clara terlihat mundur hingga ke dinding sambil melirik Vanessa.
cepat2lah clara pergi jauh2 dari kedua manusia tdk tau diri itu..
keberadaannya tidak dianggap sama suami dan anakmu....