Queenzy Aurora Wolker gadis yang memiliki wajah yang cantik itu sangat menggilai seorang Damian Putra Throdhor Putra.Pewaris utama Keluarga Throdhor yang memiki kekayaan.nomer satu di dunia
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aili, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 17
Aurora membuka pintu mobil damian kemudian lancang duduk di kursi dekat kemudi. Menoleh ke arah damian dan
menatap penuh cinta seperti biasa.
Tapi, damian selalu mengabaikan aurora. Dia tidak melarang gadis itu masuk ke
mobil tapi juga tidak meladeni tingkahnya.
.
Namun, Aurora menangkap ekspresi aneh di wajah damian. Seolah lelaki itu
tengah marah tapi tidak menunjukkannya.
"Damian!"
"Kau tidak sayang nyawa?"
"Maksudnya?" Aurora mengernyit heran.
Bruumm !!
Damian menyalakan mesin mobil. Aurora terperanjat saat damian melajukan benda itu dengan kecepatan di atas rata-rata dan membuat aurora yang tidak memakai seatbelt tentu terombang-ambing segera
memegang lengan kursi.
"Damian! Pelankan mobilnya!!" teriak aurora karena merasa luka di punggungnya tidak kuat menahan gerakan mobil yang brutal.
Seolah menuli, damian tetap menambah kecepatan mobil dan memutar kemudi dengan keras berbelok ke kiri.
Mobil tentu berputar membuat aurora terhuyung ke samping kemudian terhentak
ke belakang karena damian sengaja mempermainkan laju mobil. Entah apa yang ada dipikiran lelaki itu tapi dia amatlah kejam. Aurora mematung di tempat luka jahitan operasinya sobek dan mengeluarkan darah. Rasa sakit jangan ditanya lagi, tubuhnya bahkan sudah didera tanpa rasa
kasihan.
Tanpa melihat kondisi Aurora, damian justru sengaja membelokan mobil ke area jalan lain yang menjauh dari pusat kota.
Beberapa kali ia meliukan mobil seolah memang mau membunuh Aurora yang hanya diam.
Detik berikutnya Aurora tersenyum ditengah rasa sakit hebat di punggungnya.
"Woww!! Ini keren, damian! lebih cepat dari ini, aku mohon!" sorak Aurora menyemangati damian yang langsung mencengkram kemudi mobilnya. Damian berharap Aurora menangis atau menjerit dan mengaku dia tidak sanggup tapi justru semakin menjadi-jadi.
"Tabrak mobil di depaan!! Kita akan langsung mendapat kursi VIP di Neraka !!"
girangnya menyuruh damian menabrak mobil pengangkut barang di sana.
Aurora tertawa saat wajah damian nampak amat geram dan mendingin. la tahu apa yang damian inginkan dan aurora tidak
akan pernah mengabulkannya.Dikuasi oleh emosi, damian benar-benar melakukan apa
yang aurora minta. Sepasang manusia yang sama-sama gila.
Braakk!
"Hey!!" teriakan pengemudi mobil besar itu
menekan klakson dengan kuat karena Aurora menabrakan mobilnya.
Aurora terkejut karena damian benar-benar melakukan itu dan sudah jelas dia memang
ingin membuatnya menyerah. Tapi hanya beberapa detik karena ia sudah berubah gila.
Walau cairan amis itu sudah mengalir di
punggungnya, tekad aurora tidak surut.
"Lagiii!! Itu sangat menyenangkan!"
Brak!!
Bagian depan mobil damian sudah penyok dan aurora beberapa kali terbentur ke
dahsboard mobil hingga membuat keningnya lecet membiru.
Seakan berhati batu, damian lagi-lagi melakukan hal yang sama sampai bagian depan mobilnya penyok parah dan
Aurora sudah pucat tapi masih bersorak girang di tempat.
"L-lagi!! D -damian lagii!!" Wajah damian mengeras menginjak rem secara spontan
hingga lagi-lagi Aurora terjungkal ke depan membuat kepalanya terbentur dashboard
mobil.
Gilaa!!
Aurora terkekeh meraba keningnya yang berdarah mengalir ke pelipis kemudian
menatap damian. Bisa Aurora lihat damian diam dengan kedua tangan mencengkram kemudi dan deru nafas memburu emosi.
"'Sudah?"
"Apa yang kau mau dariku?" Desis damian menatap dingin Aurora.
"Kau tampan," jawabnya enteng.
"Kaya dan..." Aurora mengusap darah di pelipisnya kemudian terkekeh melihat
darah di tangannya.
"Sadis. Aku tahu kau selalu menahan diri untuk tidak membunuhku," imbuhnya
percaya diri.
Gadis ini bukanlah manusia. Dia seperti robot yang tidak pernah kehabisan energi
bahkan bertahun-tahun diberi luka. Damian benci itu. Damian muak dengan Aurora yang seolah kuat tetapi sejatinya gadis itu
sangatlah lemah.
Tatapan Damian yang makin mendominasi justru dibalas senyum manis dan pandangan penuh cinta aurora. Seolah
tidak ada dendam atau amarah dari mata itu.
Damian berhasrat ingin menghancurkannya.
"Jika kau masih bertahan, kau akan mati," ucap damian datar tanpa ekspresi.
"Aku tahu. Jadi sebelum aku mati...aku mau mengisi waktuku dengan mengejar
cintamu," jawab aurora optimis.
"Kau salah!" Damian membuang muka ke depan.
"Sebelum aku lepas kendali kendali
dugaanmu. Sebaiknya kau berhenti mendekatiku." Aurora mempertahankan
senyuman termanisnya. Ini penolakan kesekian dari damian dan entah kenapa damian jadi meledak seperti ini padahal tadi
dia baik-baik saja.
Damian kembali pada dirinya yang dulu sangat ingin membuat Aurora menyerah
dan putus asa.
"Jika aku... tidak mau?"
"Kau akan menyerah!" tegas damian tidak peduli bagaimana perasaan Aurora saat ini.
Jelas gadis itu tersenyum seolah menganggap hal itu sebuah candaan tetapi
bagaimana dengan hatinya?
"Kenapa tadi menerima ajakan Tiara belajar bersama?"
"Bukan urusanmu," ketus damian menekan tombol otomatis di dekat kemudi hingga pintu mobil terbuka sendiri.
Chelsea menatap nanar pintu tersebut dan kemudian kembali pada damian.
"Aku tidak mau turun."
Damian geram segera mendorong Aurora agar keluar dari mobilnya tapi diluar
dugaan, Aurora justru naik ke pangkuan Damian.
"Kauu..."
Cup!!
Aurora menyambar bibir damian penuh penekanan sampai mata lelaki itu melotot terkejut. Tubuhnya mendadak kaku karena aurora melumat bibirnya rakus sedikit kasar. Kedua tangan damian mengepal di kedua sisi tubuh Aurora dengan otak mendadak
kosong. Lagi-lagi Aurora mencuri ciuman darinya. Seakan tidak peduli respon damian akan tindakan bagaimana, aurora hanya
fokus menyesap, melumat dan mempermainkan bibir manis Tuan muda Theodore itu dengan lihai.
Bohong damian tidak tergoda.Ia lelaki normal dan tidak pernah terjamah oleh tangan wanita mana-pun selain sosok
yang sekarang amat mendominasi di atas
pangkuannya.
Ciuman Aurora tidak terbalas dan gadis nakal itu mulai bergulir ke leher damian
memberi hisapan kecil di sana sampai damian meremang hebat.
"Kau milikku. Sampai.. kapanpun, " bisik Aurora setelah melepas sesapannya ke
kulit leher kokoh itu kemudian menatap damian lekat.
Nafas keduanya memburu dengan tatapan saling bertaut. Aurora menyampaikan sorot
mata penuh tekad dan keseriusan sementara damian... entah lah , dia nampak syok
"Lakukan apapun untuk membuatku menyerah, tapi jangan harap itu terjadi."
"Kauu.."
Cup!
Lagi-lagi kecupan kilas nan basah itu ia hadiahkan membungkam damian yang mau protes.
"Aku mencintaimu."
"Itu Obsesi," desis damian menampik pernyataan tegas Aurora.
"Terserah. Tapi kau hanya milikku, Damian Putra Theodore. Kau yang akan menyerah
menolakkku."
"Kau akan menangis darah," tekan damian mendorong bahu Aurora kasar hingga gadis itu terjungkal keluar dari pintu mobil yang tadi sudah terbuka. Aurora hanya diam berdiri menatap damian yang menutup kembali mobilnya melajukan kendaraan mewah dengan bagian depan sudah
penyok itu menjauh darinya.
Cukup memandang tanpa berkedip. Sudah biasa seperti ini bahkan hatinya mati rasa.
"Aku tidak akan menyerah. Tidak akan," tegas Aurora pada dirinya sendiri.
Pandangan Aurora teralihkan ke area tanah di dekatnya. Ada tetesan darah yang dari punggungnya dan tidak mungkin masih
baik-baik saja setelah apa yang
terjadi barusan.
Damian benar-benar mau membunuhnya.
Karena tidak mau hatinya semakin sakit, Aurora akhirnya mengeluarkan ponsel
dari saku hoodienya. Ia menelepon Rama
sembari menatap area sekitar mencari petunjuk di mana titik ia dimana.
"Raa! Astaga, kau kemana? Sudah pulang dengan damian?"
"Jemput aku di jalan ini!" ujar aurora mengirim alamat sebuah jalan yang ia dapatkan dari papan berdebu di ujung
sana.
Setelah mengirim pesan itu Aurora membuka hoodi di tubuhnya hingga hanya
menyisakan tank-top putih yang sudah lumer oleh darah di bagian belakang. Aurora
mengikat lengan hoodie itu ke perutnya untuk menutupi luka di punggung nya.
Tidak peduli bagaimana dadanya yang terekspose dan kulit putih berbekas
memar-memar biru itu terpampang, bagi Aurora yang penting ia tidak pingsan
kehabisan banyak darah. Setelah beberapa lama menunggu sembari duduk di
tepi jalan. Akhirnya Rama tiba dengan kecepatan penuh mengerem di dekat Aurora
Beruntung jalanan ini sepi hingga tidak banyak yang menatap Aurora aneh.
"Astaga Raa!! Kau...kau kenapa??" panik Rama turun dari motor tanpa melepas
helmnya.
Aurora berdiri. Walau sudah ia tutupi tetap saja luka lecet di kening dan darah pada
permukaan tank-topnya tidak bisa disembunyikan.
"Kenapa di sini? Bukankah kau pergi menyusul damian?"
"Aku tidak menemukannya" jawab aurora
menyembunyikan tentang kejadian tadi.
Rama menatap curiga aurora tetapi karena keadaan gadis ini tidak memungkinkan
untuk diinterogasi akhirnya rama mengalah.
"Cepat pakai! Kita ke rumah sakit" menyodorkan helm.
Aurora tidak membantah . Ia memakai helm yang Rama berikan kemudian menaiki
motor. Rama mengendarai dengan stabil dan sedikit buru-buru.
Disepanjang perjalanan aurora diam dengan suasana hening menemani perjalanan.
Pikirannya masih terbayang-bayang akan tekad damian yang mau membuatnya
menyerah dan lelaki itu terlihat serius.
Sampailah ke rumah sakit, Aurora masih membisu. Rama siaga mengantarnya ke Dokter yang Aurora kenal.
"Astaga!! Bagaimana bisa begini?" Dokter Felix yang baru dipanggil Suster menemui
aurora seketika terkejut melihat kondisi gadis itu. Rama heran. Team medis
di sini seolah sudah kenal dengan aurora
"Baru saja tadi Nona keluar rumah sakit. Sekarang masuk kembali dengan keadaan lebih parah?"
"Aku ditabrak motor. Masih bisa dijahit-kan?" tanya Aurora membuka ikatan hoodienya.
Suster dan Rama meringis melihat darah di pakaian aurora tetapi raut wajah gadis itu masih membeku.
Karena tidak mungkin memarahi aurora, Dokter Felix meminta Rama keluar dulu.
Tanpa bantahan Rama menunggu di luar. Aurora berbaring menyamping membuka tank-topnya tanpa peduli apa respon pria di
dekatnya. Yang jelas Dokter Felix tidaklah mesum. Dia sudah sering melihat tubuh pasiennya apalagi Aurora yang notabentnya adalah remaja muda 18 tahun.
"Saran saya ini yang terakhir. Luka sobekan jahitan ini sudah melebar dan akan berpengaruh untuk area dalam."
"Aku mengerti," jawab Aurora memejamkan mata menikmati rasa sakit dan perih
ketika Dokter Felix mulai membersihkan lukanya.
Satu suster di dalam sana juga memantau sampai 30 menit kemudian akhirnya selesai. Aurora diarahkan mengganti pakaian dengan baju rumah sakit dan jelas.
Aurora tidak bisa menolak karena dia memang harus pasrah dirawat jelang satu
minggu.
"Lukanya jangan sampai terkena air, mengerti?"
"Terima kasih," ucap Aurora tulus.
Dokter Felix mengangguk. la meresepkan obat pada Suster agar menebusnya di apotek. Untuk sekarang aurora hanya di beri obat pereda sakit.
Setelah berbagai proses pemeriksaan akhirnya Dokter Felix keluar bersama Suster.
Rama segera masuk menatap Aurora yang berbaring miring ke arahnya.
"Kau baik-baik saja?" tanya Rama memang cemas.
"Carikan aku pekerjaan dengan untung besar. Minggu depan sudah ada kabar baik."
Rama menghela nafas. Ia duduk di kursi dekat ranjang dengan helaan nafas berat.
"Kau masih sakit. Mustahil bisa bekerja dalam kondisi seperti ini."
"Satu minggu luka-ku akan kering. Tidak ada masalah," jawab aurora santai.
"Raa!"
"Puluhan juta dalam sekali kerja. Menurutmu apa ada pekerjaan seperti itu?"
Rama menggaruk keningnya bingung.
"Ada. Tapi tidak akan cocok untuk kita yang anak sekolah.Kau mau jadi pelayan cafe?"
"Ratusan tahun aku tidak akan mampu membayar apapun jika seperti itu," dengus
Aurora ketus.
"Lalu apa? Jual diri-pun kau tidak akan menghasilkan uang puluhan juta sehari. Kecuali kau mau jual organ," delik rama tapi melotot saat aurora menatapnya serius.
"Jual organ?"
"Bangs*aat!! Aku hanya bercanda," maki Rama gemas dibuatnya.
"Kau harus menemukan pekerjaan baru untukku. Aku butuh uang banyak."
"Terserah."
"Aku serius. Jika tidak maka kerja sama kita putus."
Rama mengusap wajah kasar dan mau tidak mau menyanggupi permintaan aneh Aurora. Lebih baik mengalah karena gadis ini memang kepala batu. Tidak bisa diberitahu
sedikitpun.
***