> Dulu, saat langit masih setinggi mimpi anak kecil, kita pernah saling berjanji.
“Kalau umurmu genap dua puluh tahun, aku akan datang… bukan sebagai sahabat, tapi sebagai seseorang yang mencintaimu.”
Kata itu sederhana, tapi tumbuh bersamaku.
Setiap tahun berlalu, aku menanam harapan di antara waktu — menunggu seseorang yang mungkin lupa, tapi tetap kuingat.
Dua puluh tahun berpisah, lalu takdir menepuk pundakku: ia datang, bukan dengan bunga di tangan, melainkan undangan pernikahan.
Aku tersenyum. Luka tak selalu harus berdarah, bukan?
Di hari bahagianya, aku datang — bukan untuk menagih janji, tapi untuk menepati hatiku sendiri: mencintainya tanpa harus memiliki.>
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lizkook, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
A Smile On His Wedding Day Komentar