Encrypted Billionaire

Encrypted Billionaire

1 - Permintaan

Seorang pria berjalan kaki menuju kampus dari tempat kost nya dengan santai. Dia adalah Dimas Anggara, berusia 21 tahun, kulit sawo matang, wajah tampan khas pria Indonesia. Tahun ini merupakan tahun terakhirnya kuliah di salah satu Universitas terkenal Ibukota. Dia hampir menyelesaikan skripsinya, hanya tinggal beberapa revisi kecil dari dosen pembimbingnya untuk mendapatkan tanda tangan dari dosen mentornya tersebut. Hari ini, Dimas ke kampus karena ada janji bertemu untuk dosen pembimbingnya tersebut.

Kampus masih lumayan sepi karena hari masih pagi. Dimas menuju kantin untuk sarapan pagi. Sesampai di kantin kampus, Dimas menuju kios bubur ayam langganannya, dia memesan seporsi bubur ayam dan segelas teh hangat. Dimas duduk di salah satu sudut kantin. Sebuah notifikasi muncul di smartphone nya.

----------------------------------

Dana Rp 535\,525\,545.5 telah masuk ke Rekening 7611***1531 pada 17/12/20** 08.17:32. Ket:986093412564#WD#BTC#TRF#TRADE

------------------------------------

Dimas tersenyum simpul melihat notifikasi tersebut. Penghasilan yang Dimas peroleh dari trading dan dia tarik semalam, dananya masuk ke rekeningnya pagi ini. Selama 2 tahun terakhir, tiap hari Dimas menerima notifikasi serupa. Penghasilan yang Dimas dapatkan, menjadikan Dimas dengan kekayaan yang luar biasa dalam waktu yang cukup singkat.

Ibu penjaga kantin membawa pesanan Dimas ke meja Dimas berada. "Silahkan, Kak."kata Ibu penjaga kios.

"Terima kasih, bu." Seperti biasa, Dimas menikmati sarapan bubur nya dengan tenang.

Dia menjalani kehidupan di kampus menjadimahasiswa normal pada umumnya. Dengan segala hal yang milikinya, sebenarnya Dimas bisa meningkatkan standar hidupnya, makan di restoran tiap hari alih-alih makan di kantin kampus, tinggal di apartemen atau membeli rumah alih-alih tinggal di kost, naik mobil ke kampus alih-alih berjalan kaki.

Selesai sarapan, dia berjalan di koridor menuju ruang dosen untuk bertemu dengan dosen pembimbing. Di koridor, Dimas berpapasan Silvia Martin, salah satu mahasiswi seangkatannya. Silvia merupakan salah satu bunga kampus di universitasnya. Wajah blasteran Silivia sangat cantik, rambut coklat panjang bergelombang, mata cokelat, kulit pulih khas ras kaukasiod, tubuh seksi dan tinggi semampai. Wajah Silvia sering terlihat di TV dan film layar lebar. Ya.. Silvia artis muda yang sudah bermain di beberapa mini seri dan beberapa film layar lebar.

Silvia dikenal sebagai salah satu kalangan elit di universitas ini. Kalangan elit ini terdiri dari sekumpulan anak-anak orang kaya, konglomerat, pejabat dan artis terkenal. Biasanya mahasiswa dari kalangan ini hanya berkumpul dengan kalangan mereka sendiri. Dimas tidak menganggap kalangan elit ini ada. Dimas tidak suka ide adanya kalangan memandang rendah orang lain.

Akhir-akhir ini Dimas dan Silvia sering bertemu saat bimbingan skripsi karena mereka memiliki dosen pembimbing skripsi yang sama.

"Hai, Dimas.."sapa Silvia.

"Pagi, Silvia. Ingin bertemu dengan Bu Reni juga?" balas Dimas seraya tersenyum tipis.

"Iya.. Bu Reni memintaku membawa hasil bab-bab yang direvisi."Jawab Silvia lemas. Dimas tersenyum menanggapinya.

Silvia menatapnya tidak percaya,"jangan bilang kamu sudah menyelesaikan revisi skripsimu." Di universitas ini, Bu Reni terkenal sebagai dosen pembimbing yang tegas dan ketat. Silvia sudah menyiapkan proposal skripsi dan merencanakan penelitian dengan sempurna, berantakan saat berhadapan dengan Bu Reni. Revisi yang Bu Reni rekomendasikan sangat banyak, standar yang ditetapkan Bu Reni sangat tinggi. Tidak heran, hanya beberapa mahasiswa yang bertahan di mentori oleh Bu Reni ketika skripsi.

Dimas mengangkat bahunya, "Bu Reni hanya memberikan beberapa revisi kecil. Kurasa dia sedikit berbaik hati padaku."

"Sebaliknya, Bu Reni memberiku banyak sekali revisi. Aku hanya menyelesaikan sebagian."

Dimas hanya diam menanggapi ucapan Silvia. Mereka menuju ruang dosen bersama. Beberapa mahasiswa yang melihat Dimas berjalan dengan Silvia mengernyitkan dahi. Pemandangan yang tidak biasa, salah satu kalangan elit, sang primadona kampus berjalan berdampingan dengan mahasiswa yang bukan dari kalangan elit.

"Selamat pagi, Bu Reni." Sapa Dimas saat memasuki ruang Bu Reni.

"Kalian sudah datang. Ayo, silahkan duduk."ucap Bu Reni saat melihat Dimas dan Silvia. "Aku hanya punya sedikit waktu untuk mengecek hasil revisi kalian."sambung Bu Reni cepat.

Dimas langsung mengeluarkan satu bundle kertas dan menyerahkannya pada Bu Reni. "Silahkan dicek hasil revisi saya, bu."

"Oke, Dimas. Kita lihat hasil revisimu dulu." Bu Reni memakai kacamatanya, lalu mulai membaca naskah skripsi Dimas.

"Kulihat kamu menambahkan beberapa referensi lagi selain revisi dariku kemarin... bagus.. bagus.."ucap Bu Reni sambil terus membaca.

Setelah selesai membaca naskah skripsi Dimas, dosen wanita setengah baya itu meletakkan kacamatanya, lalu berkata, "Oke. Sudah memenuhi ekspektasiku. Draft skripsi ini ku ACC." Bu Reni membubuhkan tanda tangannya pada halaman pengesahan.

"Terima kasih kasih, bu."ucap Dimas singkat.

"Kamu sudah bekerja keras dan membuatnya dengan baik."kata Bu Reni pada Dimas. Lalu dosen itu menoleh pada Silvia, "Jadi Silvi.. bisa kamu tunjukkan hasil revisimu?"

"Saya belum selesai merevisi semuanya, Bu. Beberapa data yang ibu minta kemarin, saya masih belum bisa dapatkan." ucap Silvia sambil menyerahkan satu bundle naskah pada Bu Reni.

Dimas memasukkan draft skripsi ke dalam tasnya, "Saya permisi dulu." Bu Reni mengangguk kepala menanggapinya.

Bu Reni kembali memakai kacamatanya, dan mulai membaca draft Silvia. Sesaat kemudian, Bu Reni mengernyitkan dahi, lalu berkata pada Dimas, "Dimas, saya masih ada perlu sama kamu. Kamu tunggu di luar dulu, ya? setelah urusanku dengan Silvia selesai, kamu bisa temui saya lagi."

Dimas yang berada di ambang pintu, mengernyitkan dahi, lalu dia menjawab, "Baik, Bu." Dimas menunggu di luar ruangan Bu Reni.

Setelah beberapa lama, Silvia keluar dari ruangan Bu Reni. "Dimas, kamu dipanggil Bu Reni."ucap Silvia pada Dimas. Silvia terlihat kesal saat menyampaikan pesan itu pada Dimas.

"Dimas, Ibu mau minta tolong sama kamu."kata Bu Reni saat Dimas duduk di hadapannya. "Ibu menerima permintaan khusus dari atasan untuk membimbing skripsi Silvia. Ibu tahu, Silvia sendiri enggan menjadikan Ibu sebagai dosen pembimbing. Gadis itu kesulitan memenuhi kualitas standar skripsi yang Ibu tentukan. Ibu tidak mau menurunkan kualitas standar skripsi dari mahasiswa yang Ibu bimbing. Jadi Ibu minta bantuanmu untuk menjadi asisten ibu untuk skripsi Silvia."

"Maaf, Bu. Saya rasa, saya bukan orang yang tepat untuk hal tersebut, Bu."Tolak Dimas secara halus.

"Kamu mahasiswa yang brilian, Dimas. tentu saja kamu orang yang tepat untuk menjadi mentor Silvia. Kamu mendapatkan beasiswa akademik saat masuk kampus ini, itu bukti kamu mahasiswa yang brilian."Sanggah Bu Reni.

"Saya sudah tidak mendapatkan beasiswa tersebut saat tahun kedua, Bu."

"Ibu tahu, kamu menolak beasiswa tersebut karena alasan pribadi. Nilai akademikmu selama kuliah sangat bagus sampai saat ini, "Universitas pasti menawari kamu untuk melanjutkan beasiswa."

Dimas memang menolak saat Pihak universitas ingin melanjutkan beasiswanya. Saat itu, Dimas sudah mempunyai penghasilan yang cukup untuk membiayai kuliahnya sendiri. Dimas berpikir, lebih baik beasiswa untuknya, digunakan oleh mahasiswa lain yang lebih membutuhkan. Itulah alasan Dimas menolak beasiswa pada tahun kedua.

Dimas diam sejenak,"Apakah Bu Reni tidak ada kandidat lain selain saya, bu?"

"Sebenarnya Ibu punya beberapa kandidat lain, mahasiswa ibu dari program pascasarjana. Ibu tidak yakin, Silvia akan cocok dengannya. Sebaliknya, Ibu merasa Silvia dan kamu akan cocok. Kalian satu angkatan, kulihat terlihat akrab saat konsultasi denganku."Jelas Bu Reni.

Dimas menggelengkan kepala, "Kami tidak seakrab itu, Bu. Selama kuliah, saya duduk berdekatan hanya saat kami konsultasi dengan Bu Reni."

"Terus terang, Ibu sudah bicara mengenai rencana asisten mentor dengan Silvia. Silvia terlihat keberatan dengan rencana Ibu. Namun, dia cukup cerdas dengan tidak menolak, karena dia merasa butuh bantuan untuk memenuhi kualitas standarku. Silvia lebih memilih kamu daripada kandidat satunya. Setidaknya, dia sudah mengenal kamu."Lanjut Bu Reni menjelaskan.

"Sepertinya, saya benar benar tidak bisa menolaknya kali ini ya bu?"

"Silvia tidak keberatan untuk mengeluarkan biaya konsultasi."lanjut Bu Reni lagi.

Jika Mahasiswa lain dalam posisi Dimas saat ini, mungkin mereka akan mengatakan Dimas sungguh bodoh karena tidak tertarik dengan tawaran Bu Reni untuk menjadi mentor Silvia. Kesempatan untuk berdekatan dengan primadona kampus, kesempatan untuk merebut hati gadis cantik, bonus bayaran. Kesempatan flirting dengan Silvia dan dibayar.

"Maaf, Bu. Saya tidak butuh bayaran, biaya konsultasi atau semacamnya."

"Jika begitu, tolong bantu Ibu kali ini. Anggap saja ini hutang budi ibu padamu." Bu Reni masih bersikeras meminta bantuan Dimas.

Dimas merasa berhutang budi pada Bu Reni dan dosen dosen lain, karena mengajarkan ilmu mereka pada Dimas selama kuliah. Dan seorang dosen, berkeras meminta tolong pada Dimas, menganggap sebagai hutang budi ke Dimas, rasanya terlalu berlebihan.

Selama menjadi mahasiswa, Dimas tidak banyak mengikuti kegiatan UKM, Senat Mahasiswa, BEM atau sejenisnya. Saat dosen dosennya menginginkannya menjadi asisten dosen karena kecerdasannya, Dimas menolak dengan halus. Dimas hanya fokus dengan belajar, fokus mencari uang dengan trading cryptocurrency, saham, forex atau sejenisnya. Dimas tidak mau repot untuk memikirkan hal lain.

Permintaan Bu Reni menyadarkannya, Dimas belum membalas budi ke kampusnya yang pernah memberinya beasiswa, membalas budi ke dosen dosennya.

Dimas mengangguk, "Bu Reni, sampai kapanpun, saya lah yang berhutang budi pada Bu Reni karena mengajar saya selama ini. Bukan sebaliknya. Baik, saya setuju untuk menjadi asisten mentor Silvia. Saya tidak meminta bayaran atau semacamnya."

Bu Reni menyandarkan tubuhnya pada kursi, wajahnya terlihat lebih rileks. "Syukurlah. Terima kasih, ya, Dimas."

"Setidaknya ini hal yang bisa saya lakukan untuk sedikit membantu Bu Reni. Jujur, saya merasa bersalah karena menolak tawaran Bu Reni menjadi asisten dosen pada tahun kedua saya."Ungkap Dimas pada Bu Reni.

Setelah menlanjutkan pembicaraan sebentar. Dima pamit pada dosen wanita itu. Bu Reni juga harus bersiap untuk mengajar di kelas.

 

<<< bersambung data-tomark-pass data-tomark-pass >>

Hot

Comments

Lou

Lou

Hi kak! Saya ada penawaran utk karya kakak, apakah sy boleh hubungi kakak mengenai penawaran ini mngkin lwt sosmed kakak dll? :)

2022-07-01

0

See all
Episodes

Download

Like this story? Download the app to keep your reading history.
Download

Bonus

New users downloading the APP can read 10 episodes for free

Receive
NovelToon
Step Into A Different WORLD!
Download NovelToon APP on App Store and Google Play