NovelToon NovelToon
Limit Unlock

Limit Unlock

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Epik Petualangan / Bullying dan Balas Dendam / Murid Genius / Mengubah Takdir / Penyeberangan Dunia Lain
Popularitas:3.2k
Nilai: 5
Nama Author: Jin kazama

Jaka, seorang siswa SMA yang biasa-biasa saja, seketika hidupnya berubah setelah ia tersambar petir. Ia bertemu dengan makhluk asing dari dunia lain, hingga akhirnya memahami bahwa di dunia ini ada kekuatan yang melebihi batas manusia biasa. Mereka semua disebut Esper, individu yang mampu menyerap energi untuk menembus batas dan menjadi High Human. Ada juga yang disebut Overload, tingkatan yang lebih tinggi dari Esper, dengan peluang mengaktifkan 100% kemampuan otak dan menjadi Immortal.

Lalu, takdir manakah yang akan menuntun Jaka? Apakah ia akan menjadi seorang Esper, atau justru seorang Overload?

Ikuti perjalanannya dalam kisah Limit Unlock.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jin kazama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 10. Menaklukkan SMAN Gajah Mada.

Bab 10. Menaklukkan SMAN Gajah Mada.

Dihina sedemikian rupa, Adit sangat marah. Tangannya terkepal erat hingga buku-buku jarinya memutih. Apalagi saat ini dia sedang bersama dengan semua anak buahnya. Perkataan pemuda yang ada di depannya bukan hanya merendahkannya, tetapi juga meremehkan dominasinya yang selama ini bisa dikatakan sebagai penguasa sekolah di SMAN Gajah Mada.

Matanya melotot tajam, dipenuhi oleh amarah yang luar biasa. Suaranya menggelegar bagaikan guntur yang memecah malam.

“Dasar brengsek... matilah!” teriaknya sambil melayangkan tinju tepat ke wajah Jaka.

Melihat itu semua, Jaka hanya terkekeh. Menggerakkan sedikit kepalanya ke samping, pukulan Adit hanya mengenai udara kosong. Kemudian, melihat celah yang terbuka, tangan kanannya segera terayun. Bagaikan cambuk angin, itu bergerak dengan sangat cepat hingga akhirnya...

"PLAK!"

Sebuah tamparan yang sangat kencang mendarat dengan tepat di wajahnya. Suaranya menggema ke segala arah hingga semua orang yang melihatnya membeku di tempat.

Tidak lama kemudian, terdengar suara rintihan yang sangat menyedihkan dari mulut Adit.

“ARGH!”

Tubuhnya terguyur; saking kerasnya tamparan itu, wajahnya sampai tertolak ke samping. Di saat yang sama pipi kanannya bengkak, beberapa giginya rontok bercampur dengan darah yang terus mengucur.

Sebenarnya, untuk menaklukkan para berandalan ini sangatlah mudah. Tidak perlu menghancurkan lima puluh orang. Cukup hajar saja satu orang, yaitu ketua mereka, hingga babak belur. Hajar dengan brutal sampai mereka merasakan trauma dan teror.

Biarkan mereka mengerti apa arti kekerasan yang sesungguhnya. Lagi pula, dengan energi Qi, Jaka bisa menyembuhkan lukanya dengan cepat. Jadi, pada dasarnya tidak ada masalah. Semua masih dalam kendalinya.

Detik berikutnya, Jaka benar-benar melakukan apa yang dia pikirkan. Tamparan demi tamparan terus dilayangkan ke wajah Adit.

"PLAK! PLAK! PLAK! PLAK!"

Suaranya begitu kencang. Tanpa daya, kepala Adit tertolak ke kanan dan ke kiri berulang kali. Dunianya terasa gelap, kepalanya berputar. Otaknya seperti terguncang, dan rasa pusing yang begitu dahsyat menerjangnya dengan hebat.

Kemudian, Jaka mulai memikirkan sesuatu yang lebih kejam. Untuk menghadapi anak-anak nakal yang suka berkelahi dengan senjata, maka mematahkan anggota tubuh adalah sesuatu yang pasti akan membuat mereka ketakutan setengah mati.

Dari mana Jaka bisa menyembuhkan hal itu?

Tentu saja dari beberapa pipa besi, tongkat bisbol, dan juga beberapa botol kaca yang telah disiapkan di beberapa sudut.

“Apakah kau merasa jagoan?” Jaka tersenyum ramah.

Namun, tangannya sudah mencengkeram lengan Adit. Dengan gerakan yang sangat santai, ia meremas dan memelintirnya 180°. Tak terelakkan, suara KRAK! yang sangat keras memasuki telinga mereka semua.

Tanpa berkedip, Jaka langsung mematahkan tangan kanannya.

“AAAH!”

Adit menjerit. Suaranya melengking seperti babi yang disembelih. Rasa nyeri yang begitu tajam langsung menyebar ke seluruh sarafnya. Ngilu yang begitu hebat seolah menusuk pikirannya, membuatnya nyaris gila.

“Haist... jangan berlebihan. Ini hanya patah tulang ringan,” ucapnya dengan sangat tenang.

Seolah segala sesuatu yang terus ia lakukan tidak ada hubungannya dengan dirinya. Lalu dengan gerakan yang sangat santai, tangannya terulur — bukan dengan satu tangan, tapi dengan dua tangan.

Di bawah tatapan terkejut dan ngeri semua orang, Jaka kembali memelintir lengan Adit yang patah ke arah sebaliknya.

Suara "KRAK" kembali terdengar. Adit yang sebelumnya mulai tenang kini kembali menjerit. Air mata bercucuran di wajahnya yang lebam. Tubuhnya gemetar hebat karena rasa takut yang luar biasa.

“Hei... aku sudah menyembuhkan tulangmu yang patah, kenapa kau malah menangis? Bukankah kau harus berterima kasih kepadaku?” seru Jaka dengan nada tidak puas.

“T-terima kasih,” bisiknya pelan, hampir terdengar seperti gumaman.

Itu bukan karena dia tidak mau menjawab atau apa pun, tetapi karena rasa sakit yang begitu hebat membuat kesadarannya kabur.

Melihat itu semua, mata Jaka melirik ke arah lengan Adit yang lain. Dengan senyum licik yang tersungging di bibirnya, tangannya kembali terulur.

Sama seperti sebelumnya, dia meremas dan memilintir, seolah itu adalah hal yang sangat menyenangkan.

“ARGH!

"Sakit! Sakit! Ampun!”

Suara jeritan dan rintihan terus terdengar. Napasnya tercekat, air matanya kembali mengalir. Tidak lama kemudian, Jaka mulai memperbaiki tulang yang patah itu, dan untuk kesekian kalinya, Adit kembali menjerit dengan kencang.

Setelah puas, Jaka bangkit berdiri. Masih dengan senyum yang sama, matanya menatap sekeliling — atau lebih tepatnya ke para anak buah Adit yang kini mulai gemetar ketakutan.

“Apakah ada di antara kalian yang ingin mencobanya?”

Semua orang diam.

Keheningan yang mencekam membekukan udara. Kepala mereka tertunduk, tubuh mereka bergetar membayangkan tangan mereka dipatahkan. Suara jeritan dari bos mereka yang memilukan sudah cukup menjadi bukti nyata betapa hebat penderitaan yang ia rasakan.

Namun, di antara kerumunan itu masih ada satu orang yang keras kepala. Dia bernama Romo — salah satu anak buah Adit yang paling setia. Bukannya merasa takut atau gentar, yang ada justru amarah yang meledak di kedalaman matanya.

Menyaksikan Adit disiksa sedemikian rupa, amarahnya berkobar seperti api yang membara. Baginya, Adit bukan hanya seorang bos, tapi juga saudara yang benar-benar peduli padanya di saat semua orang acuh tak acuh.

Dirinya adalah penolong di saat dia terpuruk dalam putus asa akibat hutang yang menumpuk karena ayahnya gemar berjudi. Dirinya juga adalah penolong di saat ibunya sakit kritis dan membutuhkan biaya operasi yang besar.

Fakta tak terlihat yang tidak diketahui oleh Romo adalah, Adit sengaja melakukannya untuk meluluhkan hatinya lewat pendekatan halus sekaligus paling menyentuh. Sama seperti seseorang yang ingin menjinakkan harimau buas, maka harus berani menyuguhkan banyak makanan lezat agar ia menjadi jinak.

Dan hasilnya, setelah Adit mengeluarkan banyak uang untuk menyelesaikan beberapa kekacauan dan membuat Romo bebas dari masalah, Romo benar-benar menjadi anjing setianya.

Dia melakukan apa pun perintah Adit, tak peduli meski perintah itu adalah menghajar orang atau membuat orang lain sekarat sekalipun. Di matanya, Adit seperti dewa.

Melihatnya disiksa sedemikian rupa, amarah Romo menjadi tak terkendali. Seperti banteng yang mengamuk, dia menerjang ke depan sambil memegang tongkat besi.

“Brengsek! Beraninya kau menyakitinya! Mati!” raungnya seperti orang gila.

Romo berlari kencang. Langkahnya lebar. Dalam waktu singkat dirinya sudah berada tepat di depan Jaka. Di saat yang sama, batang besi yang digenggamnya sudah terayun kencang dari atas ke bawah dengan target kepala Jaka.

Jika itu benar-benar mengenainya — dan jika Jaka adalah orang biasa — maka bisa dipastikan dirinya akan mati dengan kepala pecah.

"WUSH!"

Melihat itu semua, tubuh Jaka hanya bergeser ke samping. Tongkat besi itu menghantam lantai dengan suara KLANG! yang memekakkan telinga.

Namun dengan kecepatan yang luar biasa, tangan Romo kembali terayun. Besi itu melayang dengan kecepatan tinggi dari bawah ke atas secara vertikal.

"SWOSH!"

Suaranya begitu keras, hembusan angin serasa pecah dan terbelah. Mungkin di mata semua orang itu sangat cepat, akan tetapi di mata Jaka, itu seperti gerakan slow motion. Kepalanya sedikit menunduk untuk menghindari sabetan tongkat besi itu, dan...

"WUSH!"

Di bawah tatapan terkejut semua orang, gerakan Jaka sangat cepat. Dia bisa menghindar sepersekian detik tepat saat tongkat besi itu hampir menghantam kepalanya.

Tiba-tiba, sebuah serangan yang sangat kuat, cepat, dan tajam mengarah tepat ke wajah Romo.

"WUSH! BUGH! BUGH! BUGH!"

Dan ternyata itu adalah pukulan jab yang begitu kencang dari tangan kirinya yang terus menghantam seperti kilat. Pukulannya begitu cepat hingga tak bisa diikuti oleh mata biasa.

Pergerakannya begitu lancar dan halus, seolah Jaka adalah seorang petarung profesional yang menguasai seni bela diri boxing dengan tingkat yang sangat mahir.

Karena saking kencangnya tinju tersebut, tubuh Romo sampai terhuyung ke belakang. Dia kehilangan keseimbangan dan mulai goyah.

Jaka sendiri tiba-tiba memiliki ide di kepalanya.

“Baiklah, aku akan mempraktikkan gerakan Wing Chun yang tadi siang sempat aku tonton di YouTube,” bisiknya dengan senyum kecil.

Tanpa menunda waktu, ia mulai aksinya. Tangannya terkepal, dan dengan kecepatan yang luar biasa ia mulai bergerak. Secepat hembusan angin, serangan pertama mengarah pada garis tengah wajah dan dada.

Kombinasi serangan super cepat langsung menghantam hidung, dagu, bibir, dan ulu hati. Lalu serangan cepat lainnya mengarah ke bahu, punggung, tengkuk, kaki, dan semua titik vital lainnya. Lalu, dengan serangan yang sangat cepat dan tajam, Jaka melakukan pukulan penutup dengan uppercut yang sangat kencang di dagunya.

"WUSH! DUAG!"

Semuanya terlihat sangat lama, namun sebenarnya itu hanya berlangsung tidak lebih dari satu menit. Dan hasilnya...

"BRUK!"

Tubuh Romo benar-benar jatuh, lemas tak berdaya. Bukan hanya mengenai bagian vital, tetapi pukulan itu juga mengarah ke titik-titik meridian di dalam tubuhnya.

Sederhananya, itu seperti totok saraf yang menyebar ke seluruh tubuh sehingga membuat Romo sama sekali tidak berdaya. Namun itu bukan efek permanen — tubuhnya akan bisa bergerak setelah satu jam.

Selesai menaklukkan lawannya, Jaka pun menegakkan tubuhnya. Tatapannya menyapu area sekitar dengan tajam.

“Siapa lagi berikutnya?”

Suaranya tidak kencang, namun terdengar begitu jelas dan mengintimidasi. Semua anggota dari SMAN Gajah Mada tidak ada yang berani mengangkat wajah.

Bagaimana mungkin tidak? Pertama, bos mereka. Lalu yang kedua adalah Romo — seorang petarung terkuat yang terkenal brutal dan sadis — namun bisa ditaklukkan kurang dari satu menit.

Apa jadinya jika salah satu dari mereka maju menghadapi pemuda di depan mereka?

Jika Romo saja kalah telak, apalagi kroco seperti mereka. Bukankah itu sama saja dengan mencari kematian?

Tidak ada satu orang pun yang berani bicara.

Menyaksikan itu semua, Jaka tersenyum sinis. Sepertinya, menghajar yang terkuat untuk memberi efek jera dan trauma benar-benar efektif.

“Baiklah! Karena kalian semua tidak mengatakan apa pun, berarti mulai sekarang...” Jaka berhenti dan menggantung kalimatnya.

Senyumnya semakin lebar. Dan hal yang ditakutkan oleh semua orang akhirnya benar-benar dia katakan.

Jaka berkata,

“Mulai sekarang, SMAN Gajah Mada akan tunduk pada SMAN Nusantara. Semua wilayah kalian akan menjadi bagian dari wilayah kami,” ucapnya dengan suara dingin.

Di saat yang sama, ia sedikit melepaskan auranya. Dia melepaskan seratus segel yang ada di dalam tubuhnya sehingga kekuatan yang begitu dahsyat menyebar seperti gelombang badai.

Angin berhembus kencang, menghempaskan segala sesuatu yang ada di sekitarnya — entah itu meja, kursi, pipa besi, atau bahkan botol-botol kaca. Semuanya beterbangan. Tekanan yang begitu kuat itu menghancurkan segalanya menjadi serpihan.

Semuanya hanya berlangsung selama dua detik. Sangat singkat, namun kesan yang dirasakan oleh semua orang seperti menaiki perahu kecil yang terombang-ambing di samudra luas.

Dada mereka sesak, napas mereka tercekat karena udara seolah membeku dan oksigen yang bisa mereka hirup tiba-tiba berhenti beredar.

Setelah itu, Jaka kembali menutup semua segelnya. Segala sesuatu kembali normal. Semua orang bernafas lega, namun hasilnya jelas.

Meskipun bingung dan dipenuhi dengan pertanyaan yang tak terhitung jumlahnya, kini mereka mengetahui bahwa pemuda yang berdiri di depan mereka bukanlah orang biasa.

1
adi ambara
KEMBALI KE CERITA LA..FLASBACK LA..apa thor ni berapa kali ko nak ulang cerita...jangan jadi thor yg bodoh..kalau tak ada idea jangan menulis...bodoh..
adi ambara
cerita yg banyak basa basinya..skip je cerita yg perlu..jangan jadi thor yg bodoh..walaupun cerita pendek tapi padat..jgn banyak basa basi...tolol
Was pray
wah.... tujuan kepala sekolah menunjuk Jaka sebagai ketua kedisiplinan malah jadi gak. selamat sesuai Krn Jaka malah jadi ketua fraksi geng...
Bollong
saran aja Thor,jangan terlalu kebanyakan flashback Thor,dan jangan terlalu naif,kalo bisa langsung bantai bantai aja.🙏
Was pray
sesudah dianugerahi suatu kelebihan terus jangan lupa diri Jaka...gunakan anugrah yg kamu terima untuk kebaikan diri dan orang2 di sekitarmu, jangan malah timbul sifat sombong
Was pray
up nya lebih rajin biar banyak peminatnya Thor..
Pakde
lanjut thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!