Luna tak pernah bermimpi bekerja di dunia hiburan, ia dipaksa pamannya menjadi manajer di perusahaan entertainment ternama.
Ia berusaha menjalani hidup dengan hati-hati, menaati aturan terpenting dalam kontraknya. Larangan menjalin hubungan dengan artis.
Namun segalanya berubah saat ia bertemu Elio, sang visual boy group yang memesona tapi kesepian.
Perlahan, Luna terjebak dalam perasaan yang justru menghidupkan kembali kutukan keluarganya. Kejadian aneh mulai menimpa Elio, seolah cinta mereka memanggil nasib buruk.
Di saat yang sama, Rey teman grup Elio juga diam-diam mencintai Luna. Ia justru membawa keberuntungan bagi gadis itu.
Antara cinta yang terlarang dan takdir yang mengutuknya, Luna harus memilih melawan kutukan atau
menyelamatkan orang yang ia cintai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cerita Tina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pantau
Noel menunduk lesu, rasa bersalah jelas tergambar di wajahnya. “Aku tidak menyangka, pengakuanku akan membuat Kak Sintia kehilangan pekerjaannya,” ucapnya.
Luna menggeleng. “Tidak apa-apa, Noel. Ini memang risikonya. Semua akan baik-baik saja,” katanya mencoba menenangkan.
Hening sejenak. Lalu mata Luna tanpa sengaja menangkap bayangan seseorang di ujung koridor. Sosok tinggi berambut panjang yang tak asing baginya.
“Elio…” panggilnya pelan.
Elio tampak kaget, ia tidak menyangka Luna menyadarinya. Ia sempat terdiam, lalu akhirnya melangkah pelan menghampiri mereka. Noel buru-buru berdiri tegak. Ia tidak ingin terlihat lemah di depan Elio.
Elio berhenti di hadapan mereka, menatap Noel sejenak dengan pandangan penuh kekhawatiran.
“Kak Elio…” Noel membuka suara dengan nada pelan, tapi belum sempat melanjutkan, Elio lebih dulu mengangguk kecil.
“Aku tahu,” ucap Elio. “Aku sudah dengar semuanya.”
Elio langsung memeluk Noel. "Kau hebat,” ucapnya lirih. “Adik kecilku sudah dewasa.”
Noel hanya mengangguk pelan, matanya berkaca-kaca. Luna memperhatikan keduanya dengan senyum lega, ada rasa haru bercampur syukur karena masalah ini sudah selesai.
Elio menepuk pelan punggung Noel, lalu dengan tangan satunya membelai rambut Luna yang berdiri di sisi mereka.
“Ayo, kita ke kafe. Aku traktir kopi,” kata Elio mencoba mencairkan suasana.
“Asik..Ayo Noel, kita kuras dompet Elio." seru Luna, spontan membuat Noel terkekeh kecil.
Mereka pun berjalan bersama, tawa ringan mengiringi langkah mereka yang perlahan terasa lebih lega.
Namun mereka tak tahu, adegan itu terekam jelas oleh kamera CCTV di sudut ruangan. Di lantai atas, David, CEO AXL Entertainment, memperhatikan layar monitornya dengan tatapan tajam.
“Lisa,” panggilnya pelan ke sekretaris yang berdiri di belakangnya. Lisa segera mendekat.
“Bagaimana menurutmu? Apakah mereka wajar akrab seperti itu?” tanya David.
Lisa memperhatikan rekaman di layar itu. Dari Noel yang memeluk Luna, lalu Elio yanh mengelus rambut Luna dengan tatapan teduh.
Menurutnya, pemandangan itu justru hangat. Ia merapatkan kacamatanya dan menjawab, “Menurut saya wajar, Pak. Luna kan manajer pribadi mereka dan juga seorang psikolog. Dia sudah terbiasa menghadapi kondisi emosional semacam itu.”
David menatapnya sekilas, wajahnya datar namun sorot matanya menyimpan sesuatu.
“Begitukah?” gumamnya sambil menyandarkan punggung ke kursi kerja.
Lisa sempat melirik heran ke arah David. Sejak Luna bergabung dengan agensi, David terlihat jauh lebih protektif. Bahkan kini ia menyambungkan jaringan CCTV pusat langsung ke komputernya, hanya untuk memantau Luna.
“Pak… kalau boleh saya tahu, tidak apa-apakah kalau Bapak selalu memantaunya seperti ini? Bagaimana kalau Direktur Gun tahu?” tanyanya hati-hati.
David menyeringai tipis. “Kau tak paham, Lisa. Memang Pak Gun yang mendirikan agensi ini, tapi aku yang bekerja keras untuk sampai di posisi sekarang.”
Lisa masih menatapnya ragu. “Tapi Luna hanya manajer magang, Pak. Apa yang Anda khawatirkan?”
David terdiam sejenak, lalu menatap layar lagi. “Semenjak dia datang, banyak hal yang berubah. Neonix kembali bersemangat, reputasi mereka mulai naik. Bahkan Pak Zaki yang terkenal keras pun bisa luluh padanya.”
Ia melirik ke arah Lisa, nadanya menurun tapi berisi maksud tersembunyi. “Axiel memang tak tertarik dengan perusahaan ayahnya, tapi tidak menutup kemungkinan pada Luna.”
David menautkan jemarinya, lalu ia melanjutkan, "Jadi sebelum dia melangkah terlalu jauh, aku akan mengawasinya. Tentu saja dengan bantuanmu yang tahu kapan harus diam.”
David mengangkat satu jari di depan bibirnya mengisyaratkan Lisa untuk tetap tutup mulut.
Lisa hanya mengangguk pelan. Ada rasa tidak nyaman yang tiba-tiba merayap di dadanya. Ia baru benar-benar sadar bosnya bukan hanya ambisius, tapi juga mulai tampak posesif.
***
Keadaan perlahan kembali normal. Luna akhirnya bisa menarik napas lega. Setidaknya pikirannya terasa lebih jernih dan cukup tenang untuk kembali memikirkan hal-hal yang sempat ia tinggalkan, termasuk laporan tesisnya.
Hari itu setelah mengantar Elio, Luna langsung meluncur ke kampus. Ia sudah membuat janji bertemu dengan dosen pembimbing untuk membahas revisi tesisnya.
Pertemuan itu berjalan lancar, meski sedikit melelahkan. Setelah keluar dari ruang dosen, ia melirik jamnya. Ada waktu kosong untuk beberapa jam kedepan.
Ia masuk ke mobil dan menghela napas panjang. “Sudah lama aku tidak pulang,” gumamnya lirih. Ada rasa rindu pada rumah dan pada masakan ibunya.
Ia memutuskan akan pulang sebentar ke rumah sebelum malam tiba. Namun sebelum sempat menyalakan mesin mobil, ponselnya bergetar.
Notifikasi dari Elio muncul di layar ponselnya.
"Honey, ayo kita keluar nanti malam."
Senyum kecil muncul di bibir Luna. "Oke."
Balasnya singkat, tapi hatinya berdegup ringan.
Beberapa detik kemudian pesan baru masuk lagi. "Aku akan menjemputmu nanti. Kebetulan aku sudah meminta sopir mengantarkan mobilku."
Luna menatap layar ponsel itu sambil tersenyum geli. “Dia bahkan sudah merencanakannya,” gumamnya.
Ia menatap cermin di mobil itu, memperhatikan wajahnya sendiri yang terlihat sedikit lelah tapi bersemangat.
“Sepertinya aku harus membongkar lemariku,” katanya pada diri sendiri dengan setengah tertawa. Malam ini ia benar-benar ingin terlihat berbeda pada kencan pertamanya.