Salma dan Rafa terjebak dalam sebuah pernikahan yang bermula dari ide gila Rafa. Keduanya sekarang menikah akan tetapi Salma tidak pernah menginginkan Rafa.
"Kenapa harus gue sih, Fa?" kata Salma penuh kesedihan di pelaminan yang nampak dihiasi bunga-bunga.
Di sisi lain Salma memiliki pacar bernama Narendra yang ia cintai. Satu-satunya yang Salma cintai adalah Rendra. Bahkan saking cintanya dengan Rendra, Salma nekat membawa Rendra ke rumah yang ia dan Rafa tinggali.
"Pernikahan kita cuma pura-pura. Sejak awal kita punya perjanjian kita hidup masing-masing. Jadi, aku bebas bawa siapapun ke sini, ke rumah ini," kata Salma ketika Rafa baru saja pulang bekerja.
"Tapi ini rumah aku, Salma!" jawab Rafa.
Keduanya berencana bercerai setelah pernikahannya satu tahun. Tapi, alasan seperti apa yang akan mereka katakan pada orang tuanya ketika keduanya memilih bercerai nanti.
Ikuti petualangan si keras kepala Salma dan si padang savana Rafa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cataleya Chrisantary, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Masalah anak Salma dan Rafa
35
Setelah Rafa terdengar menutup pintu, Salma akhirnya kembali bangun dan memeluk tasnya. “Sayang, maaf yah tadi mama lempar kamu,” Salma mengelus lagi tas baru miliknya.
Harus Salma akui jika ia cukup menyesal melemparkan tas mahal miliknya itu. Yang harganya hampir seharga mobil yang Salma saat ini pakai di Jakarta sana. Salma sekarang duduk sambil memeluk tas itu dan sekarang ia sendiri bingung dengan dirinya sendiri dan sikapnya sama Rafa.
From Kalani: serius? Ya kalau gue jadi elo gue baik-baikin itu si Rafa. Gak peduli gue meskipun hati sama laki lain tapi ini laki-laki yang di depan mata bisa ngetreat lebih baik, kenapa nggak.
Melihat jawaban Kalani barusan membuat Salma mendadak bimbang. Ia tahu Rafa itu baik, sejak dulu juga baik sebenarnya tapi ketika mereka telah menjadi suami istri Rafa jauh lebih baik dari yang biasanya.
From Salma: Kal, menurut elo apa jangan-jangan Rafa suka sama gue yah?”
From Kalani: bisa jadi. Ya lagian, gak ada yang namanya sahabatan antara laki-laki dan perempuan. Salah satu diantaranya pasti punya rasa. Kalau nggan elo ya pasti si Rafa gitu aja siklusnya.
Melihat jawaban itu Salma mendadak terdiam. Otaknya mendadak ngefreeze. Mendadak otaknya seperti lumpuh tidak bisa berpikir jernih dan memikirkan langkah selanjutnya harus apa.
Salma hanya bisa berbaring bak seornag yang baru terkenal serangan jantung. Salma angkat lagi tas miliknya itu yang baru saja dibelikan oleh Rafa.
“Jadi, motivasi kamu beliin aku tas ini tuh buat apa sih, Rafa?”
Salma tidak mengerti, bagaimana mungkin Rafa sampai membelikannya tas semahal ini. Iya, memang Salma sering mendapatkan hadiah dari Rafa tapi tidak semahal ini. Salma sebelum Rafa menjadi suaminya, Sering meminta tas dan sering dibeliin tapi balik lagi tidak pernah nominalnya seperti ini.
Salma sekarang menutup matanya meringkuk sambil memeluk tas itu. Mungkin memang setidaknya jika ia tidak menyukai Rafa. Jika ia benci Rafa tapi seharusnya ia baik saja. Sikapnya harusnya biasa saja.
“Ya tapi gak bisa apalagi setelah itu. Ish,” Salma kembali menggerutu. “Pikir Salma, kamu harus apa, pikir!”
Namun, Salma tidak bisa berpikir. Otaknya mendadak buntu begitu saja. ia tidak tahu dan pikirannya mendadak tidak bisa jernih begitu saja.
“Salma,” tiba-tiba saja Rafa kembali mengetuk pintu. “Aku mau pesan makan, kamu mau apa? Aku lagi pesan makanan chinese.”
“Apa ajalah,” kata Salma.
Dititik ini Salma mulai tidak tahu harus bersikap seperti apa kepada Rafa. Ia mendadak tidak tahu dan buntu. Tapi, Salma menyadari jika Rafa baik dan makin baik, makin sabar ketika sudah menjadi suaminya.
Sementara itu dari sisi Rafa, ia menemukan sebuah artikel dimana, di situ dituliskan cara meluluhkan perempuan diam-diam adalah dengan memberikan perhatian-perhatian kecil kepadanya.
Rafa juga membaca jika Rafa harus memperlihatkan sikap sabarnya. Dan yang paling penting perempuan tidak suka dibantah dan Rafa harus rela menelan terlebih dahulu semua rasa kesalnya pada Salma sampai setidaknya Salma luluh.
Tiga puluh menit kemudian, makanan datang. Rafa mengetuk pintu kamar lagi mengatakan makanan telah sampai. Salma dengan malu-malu dan tidak mau sekarang keluar dari kamarnya.
Salma lalu menatap Rafa yang membuka paperbag itu. Ternyata bukan Cuma makanan chinese tapi Rafa juga telah memesan pizza, dan ada dua toples berbentuk kotak berisi coklat-coklat disana.
Salah satu memberikan perhatian adalah membelikan makanan kesukaan Salma. Salma suka pizza juga menggilai coklat. Sebenarnya Rafa berniat membawa Salma jalan-jalan ke Swiss tepatnya ke Lindt Home of Chocolate.
Sudah dipastikan Salma akan senang tapi ya itu tidak sekarang juga. Passport Salma juga belum jadi. Namun, bisa dipastikan Salma akan sangat senang jika diajak ke sana.
Rafa mengeluarkan makanan yang dipesannya. Tapi Salma malah sibuk mengambil air dari keran lalu menyiramkan ke sebuah kaktus kecil di dekat jedela.
“Tunggu,” kata Rafa heran. “Ngapain kamu nyiram kaktus itu?”
“Biar gak matilah, kasian udah tiga hari aku lupa gak siram kaktus ini biar cepet gede.”
Rafa diam cukup lama kemudian tertawa. Tapi kali ini, tawa Rafa tidak terlalu lepas namun tetap saja Rafa tertawa dengan tingkah Salma yang selalu ada-ada saja semenjak dibawa ke Canda.
“Sal, itu tanaman palsu. Gak perlu di siram dan gak mungkin nambah besar juga,” kata Rafa tertawa.
Pipi Salma terasa panas, lalu semburat merah itu tiba-tiba saja terlihat. “Hah, tanaman palsu?” Salma tidak sangka jika kaktus kecil yang selama ia di Canada selalu ia siram itu ternyata hanyalah tanaman sintesis yang mirip dengan aslinya.
“Kamu sejak kapan siram kaktus itu? Ya ampun Salma,” Rafa tidak bisa menyembunyikan tawanya lagi. “Sejak kapan siram tanaman palsu ini, Sal? Kamu itu ada-ada aja.”
“Ish kenapa gak bilang sih? aku siram kaktus itu pas sampe sini. Berasa sia-sia aku tiap hari rawat kaktus itu.”
Rafa menggelengkan kepalanya masih dalam keadaan tertawa. “Kamu ini ada-ada aja,” komentarnya.
Salma makan di depan teleivisi, semantara Rafa di meja makan. Rafa menatap Salma, perempuan itu nampak tertawa-tawa menonton sebuah drama komedi. Entah mengapa Rafa juga ikut tertawa menatap Salma tertawa.
Bukan ikut tertawa karena menonton drama tersebut tapi tertawa melihat Salma yang duduk dengan tenang sambil makan dipojokan sana. Ingin rasanya Rafa bergabung dengan Salma sambil memeluk perempuan itu namun, itu hanyalah angan-angan saja.
Tidak lama dari itu, ponsel Rafa berbunyi dan ternyata itu adalah panggilan dari mamanya. Tidak biasanya sang mama menelepon Rafa.
“Ini mama,” kata Rafa melangkah dengan cepat dan duduk di dekat Salma.
“Jangan deket-deket kenapa sih?”
“Hanya ketika nelepon saja, Salma.”
Lalu dengan tepaksa, sekarang Salam duduk bersebelahan dengan Salma. Wajah mama Nanda terlihat di depan layar. Dan nampaknya mama Nanda begitu senang melihat anak dan menantunya.
Mama nanda bertanya tentang keadaan mereka. Meskipun sebenarnya mama Nanda nampak lebih bertanya masalah Salma dibandingkan dengan anaknya sendiri.
Mama Nanda bertanya apa Salma kesepian ketika Rafa berada di tengah laut. Salma menceritakan kegiatannya sehari-hari, termasuk menceritakan apa yang dia alami termasuk kebodohannya yang menyiram kaktus plastik.
“Eh, kalian berdua kapan mau punya momongan?” tanya Mama Nanda.
Suatu pertanyaan yang mereka berdua juga tidak menyangka akan ditanyakan sekarang.
“Kalian berdua gak berencana nunda momongankan?” tanya mama Nanda lagi setelah melihat keduanya hanya diam saja. “Mama pengen cepet punya cucu dari kalian,” lanjutnya. “Pasti anak kalian nanti lucu banget. Mama pengen cepet ketemu kalau bisa jangan di tunda yah.”
“Iya, mah,” kata Rafa. “Kita juga lagi usaha kok. Aku sama Salma gak nunda kehamilan Cuma ya belum di kasih kepercayaan aja,” katanya.
Salma kesal dengan jawaban Rafa barusan tapi Salma juga sadar jika itu adalah alasan paling masuk akal yang bisa mereka ucapkan ke mama Nanda.
Baru setelah telepon tersebut berakhir, keduanya sekarang mendadak silent treatment. Keduanya diam meskipun Rafa sudah pindah ke kursi di sebelah. Rafa melirik ke arah Salma. Mereka berdua memang tidak pernah berdikusi masalah ini sebelumnya tidak pernah membahas masalah ini.
“Sal-“
“Aku-“ meerkra berdua berbicara di waktu bersamaan.
“Oke kamu duluan,” kata Rafa.
“Aku... masalah anak,” kata Salma diam kembali. “Aku.. aku pengen....”
Bersambung
Hayo pengen apaan kira-kira.