Cerita ini adalah fiksi dewasa yang diperuntukkan bagi pencari bacaan berbeda.
*****
Sekuel sekaligus akhir dari cerita 'Stranger From Nowhere'.
Makhluk yang sama, tempat yang sama, dengan tokoh dan roman yang berbeda.
***
Saddam kehilangan ibunya dalam sebuah kecelakaan pesawat di hutan Afrika.
Pria itu menyesali pertengkarannya dengan Sang Ibu karena ia menolak perjodohan yang sudah kesekian kali diatur untuknya.
Penasaran dengan apa yang terjadi dengan Sang Ibu, Saddam memutuskan pergi ke Afrika.
Bersama tiga orang asing yang baru diperkenalkan padanya, Saddam pergi ke hutan Afrika itu seperti layaknya mengantar nyawa.
Tugas Saddam semakin berat dengan ikutnya seorang mahasiswi kedoktoran bernama Veronica.
Seperti apa jalinan takdir mereka?
***
Contact : uwicuwi@gmail.com
IG : @juskelapa_
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon juskelapa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
34. Skin to Skin
Peringatan dari Penulis :
Cerita ini adalah sebuah fiksi yang dikemas ke dalam genre thriller petualangan mendebarkan serta dibubuhi dengan banyak adegan romantisme percintaan.
Jangan mengaitkan isi cerita dengan Suku, Agama, Ras maupun golongan tertentu.
Terimakasih karena telah mampir ke novel ini.
**********
Rully meraba-raba dadanya karena terasa sesak dan berdenyut, kepalanya juga terasa sakit seperti ratusan jarum sedang menusuk secara bersamaan.
Matanya sesaat tertuju pada Saddam yang berada di depan tenda seperti sedang berpikir dan menimbang-nimbang.
Kedua tenda lainnya telah didirikan oleh porter. Dua tungku sudah mulai mendidihkan airnya.
"Ko, ambilin gua air. Gua mau minum obat. Dada gua sakit banget," Rully yang telah berganti pakaian kembali terduduk lemah dan terbatuk-batuk.
Dengan cekatan Eko mengambil sebuah termos yang di dalamnya masih terisi air sisa mereka tadi siang.
"Obat apa Mas Rul? Mas Rully sakit?" tanya Eko sambil menyodorkan sebuah termos yang masih terisi penuh dengan air. Itu adalah persediaan air terakhir mereka dari luar hutan. Selebihnya mereka tak perlu khawatir karena sungai yang dalam mengalir tak jauh dari mereka.
"Oh engga, Obat batuk alergi aja ni" Rully kemudian memasukkan sebutir obat ke dalam mulutnya dan menenggak air.
Tatapannya masih terarah kepada Saddam yang sedangkan melepaskan sepatunya dan masuk ke dalam tenda.
"Bagaimana kalau Vero mengetahui yang sebenarnya sekarang?" batin Rully dengan pandangan tak lepas memandang Saddam.
Benar apa yang dikatakan Eko kepadanya sebelum berangkat. Bahwa cepat atau lambat, Vero akan mengetahui kebenaran itu dengan sendirinya.
...--oOo--...
Mungkin Vero sudah akan tertidur lelap dan tak terbangun lagi kalau dirinya menyerah begitu saja. Matanya berusaha tetap terjaga. Kadang dirasanya dirinya sudah melayang entah berada di mana, namun sedetik kemudian dia kembali bisa merasakan dingin yang menusuk di kulitnya.
Vero merasakan seseorang kembali memasuki tenda. Tenda yang remang karena pantulan cahaya dari api unggun yang menyala di luar membuatnya hanya sedikit sekali bisa melihat sosok siapa yang baru saja masuk.
Hidung Vero masih menangkap aroma parfum khas milik Saddam tiba-tiba memenuhi seisi tenda. Pria itu tidak ikut terendam air dan terbawa arus hingga pakaian dan tampilannya belum banyak berubah.
Vero merasakan nafasnya semakin pendek-pendek, dan saat sosok tangan menyelimutinya dengan kain tebal semacam handuk, Vero sudah pasrah. Mungkin memang sudah takdirnya kalau bukan suaminyalah yang menelanj*nginya untuk pertama kali.
Saddam menutup tubuh Vero dengan handuk yang diletakkan dengan posisi horizontal hingga mencapai bawah lututnya. Kemudian Saddam cepat-cepat melepaskan sepatu dan kaus kaki tebalnya.
"Si Rizky berengsek cuma inget untuk ngelepasin pakaian gua aja," batin Vero.
Terasa hangat tangan Saddam menyentuh pinggangnya saat pria itu menarik kaos oblong Vero ke atas, tubuhnya masih tetap tertutup handuk. Sesekali Saddam membenarkan letak handuk yang tersingkap.
Meski yakin bahwa Saddam tak akan mengambil kesempatan dengan melihat tubuhnya, tapi benar-benar mustahil jika pria itu memejamkan mata saat melihat tubuh tak berdaya seorang wanita di hadapannya.
Saddam itu pria normal. Saddam juga bukan seorang pemijat tuna netra yang sudah mahir memegang tubuh orang lain dengan mata tertutup.
Setelah Saddam menumpuk pakaian basah tak jauh dari pintu tenda, kini Vero merasa bagian pinggangnya sedikit terguncang. Beberapa detik kemudian, dengan sekali tarikan celana jeansnya kini telah terlepas.
Handuk penutup tubuh Vero yang sepertinya menyulitkan Saddam karena beberapa kali tersingkap dan tersangkut dengan pakaian yang hendak ditanggalkan, tampaknya membuat Saddam senewen. Pria itu menyingkirkan handuk penutup tubuhnya sambil berdecak.
Vero berbaring di atas matras karet dengan hanya mengenakan bra renda putih dan ****** ***** hitam bergambar kepala kucing di depan Saddam.
Samar-samar dilihatnya Saddam terpaku beberapa detik menatap tubuhnya. Kemudian pria itu menunduk menuju lehernya.
Denyut jantung Vero kini sepertinya tak lagi melambat. Dia bisa merasakan nafas Saddam yang berlutut dan menarik lengan kirinya.
Vero memejamkan mata sepenuhnya dan berharap bahwa dia akan benar-benar kehilangan kesadaran.
...--oOo--...
Saddam sangat miris melihat tubuh Vero yang teronggok begitu saja di dalam tenda dalam keadaan pakaian seperti korban perkos*an yang berhasil diselamatkan.
Tubuh wanita itu benar-benar dingin seperti mayat, nafasnya tak lagi terdengar. Saddam cepat-cepat membuka sneakers yang basah dan berat oleh air.
Secepat kilat Saddam mengeluarkan handuk hitam yang berhasil didapatnya dari bungkusan perlengkapan Vero dan menutupkannya ke tubuh wanita itu.
Saddam harus segera melepaskan semua pakaian basahnya. Setelah susah payah melepaskan kaos oblong dan jeans Vero dengan berusaha menjaga handuk penutup agar tak tersingkap akhirnya kesabaran Saddam habis.
Dia menyingkirkan handuk penutup yang dirasanya memperlambat pekerjaan.
Dalam remang cahaya yang berasal dari tungku di luar, Saddam terdiam sejenak menatap tubuh Vero.
Pikirannya sibuk memikirkan cara melepaskan bra renda putih tanpa melihat isinya. Sadar dirinya telah membuang beberapa menit hanya untuk menimbang-nimbang, Saddam menarik lengan Vero agar wanita itu miring ke arahnya. Saddam membungkuk di atas leher Vero dan menjengukkan kepalanya ke bagian punggung untuk melihat letak pengait bra.
Meski sering bercinta dengan wanita-wanita di luar sana, tapi Saddam harus mengakui bahwa dirinya tak pernah melucuti pakaian mereka. Para wanita itulah yang sukarela melepaskan pakaian mereka sendiri.
Posisi Saddam setengah memeluk Vero yang miring masih berusaha meraba-raba pengait yang sepertinya enggan berpisah.
Urusan melepaskan pengait bra ini ternyata bisa membuat beberapa titik keringat muncul di dahinya meski suhu di luar sangat dingin. Tiba-tiba Saddam merasa gerah sekali dan ingin melepaskan jaket parkanya.
Ketika pengait bra sudah terlepas Saddam mengembalikan tubuh Vero ke posisi semula. Handuk penutup yang tadinya dibuka kini kembali diselimutkan di atas tubuh Vero. Perlahan Saddam meloloskan tali bra dari kedua bahu wanita itu.
Sekilas saat tersingkap, Saddam bisa melihat kulit putih pucat yang membungkus benda indah di bawah handuk.
Darahnya berdesir. Saddam mengumpat di dalam hati. Tak pada tempatnya jika dia memikirkan hal yang mengusik kelelakiannya saat itu.
Bra itu benar-benar basah kuyup. Dan tak ingin menghabiskan waktu lebih lama melihat tubuh Vero kaku seperti mayat, Saddam menarik turun ****** ***** bergambar kepala kucing. Untuk itu dia tak bisa menghindari sentuhan jarinya pada bok*ng Vero.
Saddam berusaha meminimalisir sentuhan-sentuhannya pada tubuh Vero. Tapi hal itu bukan membuatnya tenang, tapi malah menggila.
Bagi Saddam, Vero masih sangat asing. Meski dulunya Saddam tak mengenal wanita yang sedang dilucutinya ini, sekarang tanpa sadar, Saddam telah memperhitungkan Vero di dalam hatinya.
Cepat-cepat Saddam mengelapi seluruh bagian tubuh Vero yang basah dengan handuk penutupnya.
Tubuh wanita yang tak pernah mau menatap matanya itu kini berbaring telanja*ng tak berdaya di depannya.
Matanya berusaha keras tak melihat, tapi telapak tangannya tak bisa berbohong dengan apa yang telah disentuhnya.
"Pak... Ini tehnya sudah selesai saya buat!" teriak Eko dari luar.
"Entar gua ambil, hampir beres ini," jawab Saddam. Suara Eko terdengar sangat ringan seperti biasa.
Saddam sempat heran dengan sikap Eko sejak mereka tiba di negara itu. Eko kini telah berubah menjadi pembantu Vero. Bukan asistennya lagi.
Menyadari jika banyak manusia lain di luar sana yang sedang menunggunya, Saddam buru-buru memakaikan sebuah kaos bolong oversize milik Vero yang masih kering. Kaos itu bisa menutupi tubuhnya hingga ke batas paha.
Saddam melirik pakaian kering lainnya milik Vero yang masih teronggok belum terpakai. Dia merasa tak sanggup memakaikan semua pakaian wanita itu hingga sempurna.
Pikirannya sudah melayang kemana-mana. Kebutuhan dirinya mendesak seketika. Saddam memutuskan membuka sleeping bag dan memasukkan tubuh wanita itu ke dalamnya.
Tubuh Vero yang mungil tak menyulitkan Saddam sama sekali saat harus mengangkat wanita itu ke tengah sleeping bag dan mengancingkannya hingga ke batas leher.
Tak apalah Vero hanya memakai kaos oblong saat ini, saat wanita itu sudah pulih dia pasti bisa memakai pakaiannya sendiri, pikir Saddam.
Saddam membuka penutup tenda dan meneriakkan nama Eko agar menghampirinya. Asistennya itu menyerahkan sebuah termos berisi teh hangat, minyak angin dan bantalan kompres yang telah diisi air panas.
Saddam kembali masuk ke dalam tenda dan membiarkan resleting pintu tenda setengah terbuka. Dia berniat segera pergi dari tenda itu jika Vero sudah bisa minum dan membuka matanya.
"Kamu bisa denger aku? Minum ini," pinta Saddam membuka resleting penutup sleeping bag dan mengangkat kepala Vero dengan tangan kirinya.
Mata wanita itu mengerjap, bibirnya setengah terbuka berusaha meminum air yang disodorkan ke bibirnya. Tampak Vero berusaha meneguk teh hangat itu sebanyak-banyaknya.
Merasa Vero sudah mendapatkan kembali kesadarannya, Saddam memberi telapak tangan, leher, tengkuk dan telinga wanita itu dengan minyak angin yang diberikan Eko padanya.
Lagi-lagi Saddam sangat bangga kepada Eko yang kearifan lokalnya terkadang sangat bermanfaat.
Setelah meletakkan kompres hangat di dalam sleeping bag, Saddam memindahkan semua pakaian kering Vero ke sisi kirinya agar ketika terbangun nanti wanita itu akan mudah menemukannya.
Semua pakaian basah telah dimasukkan ke dalam sebuah kantong plastik dan diletakkan Saddam di ujung tenda.
Saddam merasa tugasnya telah selesai, Vero sekarang sedang memejamkan mata dan kembali tertidur.
Beberapa saat Saddam menatap wajah kecil Vero yang menyembul dari sleeping bag.
Tiba-tiba ingatannya terbang kepada Rossa. Rossa yang terbaring pucat dan tak sadarkan diri di depannya. Wajah Saddam murung. Ingatan bertahun-tahun yang lalu itu masih sangat jelas di kepalanya.
Dirinya menghela nafas keras, setelah merapikan rambut Vero, Saddam menggeser duduknya dan berbalik hendak meninggalkan tenda.
Ketika setengah mengangkat tubuhnya untuk merunduk menuju pintu tenda, Saddam merasa jaketnya tertahan seperti ditarik.
Saddam menoleh melihat bagian kiri bawah jaketnya yang semula dikiranya terhimpit bagian tubuh Vero. Sedikit terperanjat Saddam menyadari bahwa tangan kanan Verolah yang menggenggam jaketnya itu.
Mata Vero setengah terbuka berusaha memandangnya.
"Udah selesai. Aku keluar dulu, kamu istirahat. Sekarang udah lebih hangat kan?" lirih Saddam melepaskan tangan Vero dari jaketnya dan kembali memasukkan tangan wanita itu ke dalam sleeping bag.
Vero menggeleng lemah.
"Belum hangat? Aku coba cari kantong kompres yang lain siapa tau ada"
Vero kembali menggeleng.
"Di sini--" gumam Vero tercekat.
"Ya?" Saddam mendekatkan telinganya ke bibir Vero.
"Kamu--di sini-- dingin--" Vero menyelesaikan kata-katanya dengan susah payah.
Mendengar hal yang dikatakan Vero padanya membuat Saddam menggigit bibir bawah. Jelas dia mengerti apa yang dimaksudkan wanita itu barusan.
Saddam menatap Vero seperti kembali sedang mempertimbangkan sesuatu.
Sedetik kemudian pria itu berbalik menutup resleting tenda hingga rapat dan kembali menatap Vero.
Saddam melepaskan jaket parka dan kaos turtle neck heat tech miliknya dengan cepat. Hawa dingin langsung menyergap kulitnya.
Vero memandang dalam dan lekat ke matanya. Tanpa memalingkan wajahnya, jemari Saddam meraih resleting sleeping bag dan menurunkannya hingga ke bagian kaki Vero. Saddam menggeser tubuh Vero dan ikut masuk ke dalam sleeping bag itu.
Dadanya berdebar cepat tak beraturan, sambil mencoba menenangkan hatinya Saddam menarik kaos yang dikenakan Vero hingga lolos dari kepala wanita itu.
Saddam memeluk tubuh Vero seerat mungkin. Tangannya melingkari tubuh dingin dan telanjang itu. Saat dadanya merasakan benda kenyal dan dingin Saddam memejamkan mata. Munafik jika dia mengatakan tidak menikmatinya.
Pikirannya berkali-kali berteriak meminta pertanggungjawaban tuannya. Tapi hatinya memohon kepadanya untuk bertahan.
Saddam menarik nafas panjang dan menghela nafas hangat ke leher Vero. Wanita itu setengah menggeliat karena hembusan nafasnya barusan hingga Saddam tak tahan untuk tidak mendaratkan ciumannya di leher putih yang sedang ditatapnya.
...***...
...Please, tinggalkan jejak. Like, Comment or Vote agar cerita ini bisa masuk beranda....