Bianca Mith. Doktor muda arogan yang selalu saja mencari masalah setiap hari saat sedang bekerja. Ayahnya yang seorang pebisnis terkenal tidak tahan dengan kelakukan anaknya itu. Maka dari itu perjodohan itu diadakan.
Bianca menikah dengan Aether Beatrice. Dosen muda dari Universitas Mith. Sesuai kesepakatan awal, beberapa tahun setelah menikah, salah satu dari mereka harus mengorbankan cita-cita mereka untuk memimpin perusahaan keluarga.
Namun tepat setelah satu hari setelah pernikahan, Aether baru mengetahui bahwa ia memiliki penyakit serius pada bagian otaknya. Membuat Aether akan kehilangan sedikit demi sedikit ingatannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Athena_Shou, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bantuan Atas Kepanikan
Dengan perasaan panik, Nathan mengendarai mobilnya lebih cepat lagi saat sudah mulai mendekati wilayah desa tempat tinggal Aether.
Nathan sudah kehilangan kontak dengan laki-laki itu semenjak dua hari lalu. Membuatnya tidak tenang dan terus menerus mempertanyakan bagaimana kondisi laki-laki itu.
Saat sedang mengendarai mobil dengan kendaraan cepat, Nathan terkejut saat tiba-tiba saja ada seseorang muncul dari pepohonan lebat yang ada di pinggir jalan menyebrang. Dengan kekuatan penuh, Nathan menahan remnya. Membuatnya sedikit kehilangan kendali atas arah mobilnya. Namun semuanya berakhir baik-baik saja.
Saat Nathan keluar dari mobil, keningnya mengkerut saat melihat sosok laki-laki yang berada tepat di depan mobilnya itu. Laki-laki dengan baju penuh lumpur.
"Kenapa kamu ada di sini?! Apakah kamu ingin mati?!" tanya Nathan dengan suara sangat keras.
"Apa itu salahku?! Mobilmu saja yang tiba-tiba saja muncul!" balas Aether juga dengan nada keras.
"Apakah kamu gila?! Ini malam hari dan kamu muncul dari dalam hutan! Apakah kamu tidak tau? Selama dua hari ini aku hampir mati kelaparan karena terus menerus berpikiran tentang kondisimu?! Aku tidak bisa makan karena takut kamu kenapa-kenapa! Kenapa kamu tidak memberitahu kabarmu padaku?!"
"Kenapa kamu harus mengkhawatirkanku?! Aku bukan pasien."
"Benar. Kamu bukan pasien. Kamu mayat jika bukan karena usahaku dan obatku."
Nathan mengepalkan tangannya. Ia benar-benar ingin mendaratkan pukulan pada pipi laki-laki itu. Dengan begitu, perasaan khawatir yang selama ini ia rasakan akan hilang. Namun ia tidak bisa melakukan itu, karena jika ia menyakiti tubuh laki-laki itu, kemungkinan besar tumor yang ada di dalam tubuh akan semakin menggila dan membuat kondisi Aether semakin parah.
"Aku minta maaf karena sudah membentakmu. Aku sudah melihat kondisimu. Dan aku akan pergi," ujar Nathan berjalan menuju ke arah mobilnya.
Brukkk!
Suara itu membuat Nathan kembali membalikan tubuhnya. Yang seharusnya Nathan sudah berada di dekat pintu mobilnya, kini Nathan berlari ke arah Aether saat melihat sahabatnya itu jatuh ke atas aspal.
Perasaan panik mulai berdatangan. Nathan sadar bahwa penyakit Aether mulai kambuh. Dan sebagian penyebabnya adalah pertengkaran tadi.
"Hoi, Aether. Apakah kamu tidak apa-apa? Bagian mana yang terasa sakit?" tanya Nathan dengan kepanikan.
Tubuh Aether yang tadinya ambruk, kini mulai bangkit. Mengambil posisi duduk. Aether menatap seksama wajah Nathan dengan kening mengkerut. Lalu ia mencoba untuk melihat ke sekelilingnya. Ia mendapati jalan kosong dan pepohonan lebat.
"Bagaimana aku bisa berada di sini?" tanya Aether kembali menatap Nathan.
"Lalu bagaimana kamu bisa di sini?" tanya Aether.
Nathan diam. Mencoba mengamati ekspresi Aether. Berharap bahwa laki-laki itu sedang bersandiwara untuk terhindar dari kesalahannya. Namun tetap saja, Nathan harus menghadapi kenyataan yang ada. Penyakit itu semakin parah. Laki-laki itu mulai kehilangan ingatannya sedikit demi sedikit. Dan sekarang, Nathan menyaksikannya sendiri.
"Apa yang kamu ingat? Katakan padaku apa yang terakhir kali kamu lihat dan dengan siapa kamu berbicara," ujar Nathan menghela nafas dan menggunakan suara lembut untuk membuat kondisi lebih tenang.
"Yang aku ingat? Oh, apa kamu tau anak kecil yang kemarin aku bawa bertemu denganmu? Dia tadi pagi meminta untuk ikut makan malam bersama lagi. Tapi aku menolaknya dengan alasan dia harus mengerjakan tugas kuliahnya. Namun dia memaksa untuk ikut dan berjanji akan menyelesaikan tugasnya lebih awal," jelas Aether.
Nathan menunduk. Memegang kedua bahu Aether. Kejadian di mana Aether membawa Ethan bertemu dengan Nathan, itu sudah sangat lama sekali. Jika memang dalam keadaan normal, Aether tidak seharusnya menjelaskan kejadian itu. Karena setelah kejadian itu, mereka tetap bertemu setiap malam untuk makan bersama. Bahkan malam sebelum Aether meminta izin untuk kembali ke desa.
"Apakah ada masalah?" tanya Aether melihat gelagat aneh Nathan.
"Tidak ada," jawab Nathan kembali menatap lurus ke wajah Aether.
"Ikutlah bersamaku. Seharusnya ada penginapan di dekat sini. Kita akan menginap semalam di sana. Dan kita bisa makan bersama," ujar Nathan berdiri.
"Di mana ini? Dan apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Aether ikut berdiri.
"Aku akan menjelaskannya nanti. Yang lebih penting kita harus pergi dari sini segera. Mobilku berada di tengah jalan. Akan sangat berbahaya jika seandainya ada mobil dari arah belakang," jawab Nathan membukakan pintu penumpang depan.
"Tumben sekali kamu mau membukakan pintu untukku," tanya Aether menatap sinis Nathan.
"Masuklah bodoh!" kesal Nathan karena Aether terus mengulur waktu.
"Aku tau itu bodoh!" balas Aether ikut kesal pada Nathan.
Nathan memutar. Mengambil posisi supir. Karena memang hanya ia yang bisa menyupir saat ini. Mengizinkan Aether menyupir sekarang sama saja dengan bunuh diri. Nathan masih ingin hidup. Nathan memiliki istri dan anak. Nathan tidak boleh mati sekarang.
"Apakah kamu masih ingat tentang operasi di Jepang?" tanya Nathan melirik ke arah Aether yang sedang menggunakan sabuk pengaman.
"Ya, aku ingat," jawab Aether.
"Aku sudah mendapatkan nomor dokter yang bisa membantumu. Kamu bisa bertemu dan berbicara dengannya setelah pergi ke Jepang. Aku tidak bisa ikut. Jadi jangan berbuat seenakmu sendiri di sana."
"Kenapa kamu selalu mencurigaiku? Aku ini sudah menikah. Tidak mungkin aku menggoda perempuan lain di luar sana."
"Bukan itu yang aku khawatirkan. Sikap jahilmu itu terus keluar saat kamu bertemu dengan orang baru. Aku takut kamu membuat dokter barumu merasa tidak nyaman hingga dia tidak ingin membantumu."
"Oh, begitu. Aku akan mengingatnya."
Nathan diam sejenak. Ia mulai berpikir, bagaimana cara untuk mengembalikan ingatan Aether yang sudah hilang. Walau hanya sebagian, itu akan sangat berguna. Apalagi Aether sekarang dalam kondisi berbulan madu dengan Bianca. Tinggal bersama ibunya. Jika seandainya Nathan melepaskan Aether begitu saja dan Aether kembali ke rumah tanpa mengingat satupun, maka semuanya akan terbongkar.
"Aether. Aku akan menanyakan ini untuk terakhir kalinya. Semuanya akan tergantung pada jawabanmu. Jadi tolong pikirkan ini baik-baik sebelum menjawabnya. Apa kamu mengerti?" tanya Nathan mulai menginjak pedal gas mobilnya.
"Ya, aku mengerti," jawab Aether mencengkeram sabuk pengaman dengan kedua tangan.
"Apa kamu yakin tidak ingin memberitahu siapapun termasuk keluargamu tentang penyakitmu ini? Bukankah alangkah lebih baiknya jika kamu berterus terang? Dengan begitu, mereka akan merawatmu lebih baik."
Suasana kembali hening. Aether belum memberikan jawaban. Aether hanya menatap kosong jalanan yang ada di hadapan mobil Nathan. Berpikir keras jawaban atas pertanyaan yang dilontarkan oleh Nathan.
"Tidak. Aku tidak ingin memberitahunya. Aku akan tetap menanggungnya sendiri. Bahkan jika, aku tidak bisa dioperasi atau bahkan meninggal saat operasi, aku tetap berharap tidak ada siapapun yang menyadari penyakitku. Aku tidak ingin mereka merasa kasihan padaku," jawab Aether.
"Baiklah," jawab Nathan dengan berat hati.