Impian setiap wanita adalah menikah dengan pria yang mencintai dan dicintainya. Namun takdir berkata lain untuk Azura, gadis cantik yang terpaksa menikah dengan pria pengidap gangguan jiwa demi kepentingan keluarga tirinya.
Meski sang ayah masih hidup, hidup Azura sepenuhnya digenggam oleh ibu tiri yang licik dan kejam. Akankah Azura mampu bertahan dalam pernikahan yang tak diinginkannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aurora.playgame, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ep. 34 - Tiba-tiba lagi
Jarum jam di dinding sudah menunjukkan pukul sepuluh malam saat Azura melangkah menaiki tangga menuju kamar.
Langkahnya pelan, seiring dengan degup jantungnya yang tak menentu. Pikirannya melayang pada malam sebelumnya, malam saat dirinya dan Rangga untuk pertama kali benar-benar menjadi sepasang suami istri.
Tanpa sadar, jemari Azura menyentuh pipinya yang tiba-tiba memanas lalu bergumam, “Aduh… kenapa jadi malu sendiri?.”
Pipi cantiknya itu terlihat seperti kepiting rebus yang baru diangkat dari panci, merah merona.
Dengan senyum malu-malu yang tak bisa dia bendung, Azura pun membuka pintu kamarnya dengan perlahan.
Dan di sanalah Rangga berdiri membelakangi ruangan dan menghadap jendela besar yang terbuka sebagian.
Indahnya cahaya bulan malam itu menyinari tubuh Rangga, membuat siluet punggungnya yang tampak begitu teduh dan indah dipandang.
Azura terpaku dan terkesima menatap sosok suaminya itu. Lalu, seperti terdorong oleh keberanian hatinya sendiri, ia melangkah mendekat dan memeluk Rangga dari belakang.
Kepalanya ia sandarkan di punggung suaminya yang hangat sambil berkata, “Malam ini sangat indah, ya?”
Namun... Rangga tidak menjawab. Bahkan, tubuhnya pun tak bergerak sedikit pun, seperti patung yang hanya berdiri diam.
Azura sempat mengerutkan dahinya dan merasa heran, tapi ia sudah paham siapa suaminya lalu mencoba mengabaikannya.
Kemudian Azura kembali bersuara dengan lebih tulus.
“Aku bersyukur... bisa di sini bersamamu. Kamu tahu tidak, Rangga? Hari-hari bersamamu belakangan ini membuatku merasa... hangat. Dulu aku tidak pernah menyangka pernikahan kita bisa sampai sejauh ini.”
Lalu tangannya mengeratkan pelukan dan mencoba menghangatkan suasana yang anehnya terasa hampa.
“Aku tidak minta kamu sempurna, Rangga. Aku hanya ingin kamu tau, bahwa aku akan tetap ada... untukmu.”
Azura akhirnya melepas pelukannya. Ia lalu berjalan ke samping dan ingin menatap wajah pria yang mulai mengisi seluruh ruang hatinya.
Namun begitu Azura menatap wajah Rangga, napasnya langsung tercekat.
Tatapan itu…
Bukan tatapan suaminya yang manis dan polos.
Bukan pula tatapan Rangga yang lembut seperti akhir-akhir ini.
Matanya kosong… namun tajam. Bibirnya kaku, rahangnya mengeras.
“Rangga... kamu kenapa?,” tanya Azura hati-hati.
Namun Rangga hanya menatapnya lalu tiba-tiba mengangkat tangannya dan menunjuk ke arah jendela.
“Jangan biarkan dia masuk…” bisiknya pelan.
“Apa?,” tanya Azura sambil mengerutkan keningnya.
“Jangan biarkan dia membawamu Azura. Aku nggak mau kehilangan… kayak dulu…”
Glek!!
Azura menelan ludahnya, lalu menyadarkan dirinya jika kondisi inilah kenyataan yang akan selalu dia alami selama Rangga masih belum sembuh.
“Rangga... ini aku. Tidak ada siapa-siapa di sini. Kamu aman, kita di kamar, Rangga...”
Namun tiba-tiba Rangga memegangi kepalanya sambil merintih keras.
“Mereka mau ambil kamu...! Jangan ikut mereka! JANGAN!!”
Azura langsung panik, tapi berusaha tetap tenang. Ia lalu mendekat dan ingin memeluk Rangga untuk menenangkan, tapi tubuh suaminya itu gemetar hebat.
“Rangga... tenang. Lihat aku. Ini Azura… istrimu…”
Rangga pun memeluk Azura dengan erat, sangat erat… tapi bukan karena manja atau rindu. Tapi karena ketakutan.
“Jangan pergi, Azura. Jangan tinggalkan aku. Aku mohon...” pohon Rangga dengan suara yang parau dan nyaris menangis.
Azura pun membalas pelukannya perlahan. Lalu menyusupkan jemarinya ke rambut Rangga.
“Aku tidak akan pergi… Aku di sini. Aku milikmu, Rangga…."
" Tidak, tidak tidak!! PERGI!!. "
Rangga mendorong Azura sehingga sedikit menjauh lalu memegangi kepalanya lagi. Namun beberapa detik kemudian Rangga tiba-tiba saja mematung dan tidak bergerak kembali.
Azura yang berdiri tak jauh dari Rangga pun kini hanya ikut berdiri mematung menghadap suaminya dengan tatapan yang pilu.
Suasana yang semula ia pikir romantis... kini berubah menjadi mencekam.
"Rangga...."
Azura menelan ludahnya ragu-ragu. Tapi ia mencoba memberanikan diri kembali. Tangannya terulur perlahan dan hendak menyentuh tangan suaminya.
“Rangga... ini aku... Azura...” bisiknya, berharap bisa menyadarkan Rangga dari kekacauan pikirannya.
Namun...
“JANGAN SENTUH AKU!!”
Suara keras Rangga meledak, diikuti dengan geraman tajam seperti binatang yang merasa terpojok.
Azura sangat terkejut dan tangannya pun langsung ditarik mundur, bahkan tubuhnya pun menegang. Matanya membulat menatap Rangga yang kini sudah berbalik menatapnya langsung.
Tatapan itu...
Tajam. Dinginnya seperti menusuk hati dan jantungnya.
"Ini bukan pertama kalinya Rangga bersikap seperti itu padaku, tapi kali ini... Kenapa terasa...." batin Azura sambil terus menatap Rangga.
Mulut Rangga tidak mengeluarkan kata-kata. Tapi tangan kanannya perlahan terangkat, lalu telunjuknya mengarah lurus ke arah kasur, seolah memberi isyarat “Pergi ke sana.”
Azura masih terpaku di tempatnya. Ia tidak ingin meninggalkan Rangga dalam kondisi seperti itu dan ingin mengajaknya bicara untuk menenangkannya.
“Rangga... kamu tidak apa-apa? Boleh aku bantu—”
Namun Rangga tidak menjawab. Telunjuknya tetap terarah ke kasur. Bahkan kini, tubuhnya sedikit menegang seperti bersiap menyerang bila Azura mendekat.
Azura pun tercekat. Bahkan tubuhnya pun mulai sedikit gemetar, namun ia tahu, memaksa Rangga saat ini hanya akan memperburuk keadaan.
Dengan perlahan, Azura pun mulai mundur. Mata mereka saling menatap dalam diam.
Dan tanpa berkata apa pun lagi, Azura berbalik...
Melangkah menuju kasur...
Lalu duduk di tepi ranjang.
Punggungnya tegak. Nafasnya terasa berat, dengan suasana yang terasa hening...
Jantungnya berdebar dengan kencang. Tapi ia mencoba menahan air matanya yang mulai berkaca-kaca.
Bukan karena takut…
Tapi karena hatinya terasa sesak melihat suaminya sendiri tak mengenalinya.
“Apa yang terjadi padamu, Rangga...? Kenapa kamu selalu berperang dengan sesuatu yang tidak bisa kulihat?."
BERSAMBUNG...
yang laju kak up nya.........
yang kenceng, jangan sampai kendor...... ok.
aku suka ceritanya.
dan tetap semangat untuk berkarya
maaf🙏🏻 sudah dui tunggu
tambah lagi doooooooong