NovelToon NovelToon
Dua Bilah Yang Tak Menyatu

Dua Bilah Yang Tak Menyatu

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Cinta Seiring Waktu / Kehidupan Tentara / Perperangan
Popularitas:3.8k
Nilai: 5
Nama Author: Mr_Dream111

Dalam dunia yang koyak oleh perang berkepanjangan, dua jiwa bertolak belakang dipertemukan oleh nasib.

Yoha adalah bayangan yang berjalan di antara api dan peluru-seorang prajurit yang kehilangan banyak hal, namun tetap berdiri karena dunia belum memberi ruang untuk jatuh. Ia membunuh bukan karena ia ingin, melainkan karena tidak ada jalan lain untuk melindungi apa yang tersisa.

Lena adalah tangan yang menolak membiarkan kematian menang. Sebagai dokter, ia merajut harapan dari serpihan luka dan darah, meyakini bahwa setiap nyawa pantas untuk diselamatkan-bahkan mereka yang sudah dianggap hilang.

Ketika takdir mempertemukan mereka, bukan cinta yang pertama kali lahir, melainkan konflik. Sebab bagaimana mungkin seorang penyembuh dan seorang pembunuh bisa memahami arti yang sama dari "perdamaian"?

Namun dunia ini tidak hitam putih. Dan kadang, luka terdalam hanya bisa dimengerti oleh mereka yang juga terluka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mr_Dream111, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Dalam pelukan perjalanan

Hari-hari berlalu seperti air yang mengalir pelan di antara jemari—tak bisa kucegah, tak bisa kutahan. Namun, alih-alih membaik, kondisiku justru semakin merosot. Mimpi buruk itu tak lagi hanya datang di kegelapan malam, tapi menyergap bahkan di terik siang, menyayat-nyayat kesadaranku yang sudah rapuh.

Musim gugur hampir tiba. Seharusnya, di saat-saat seperti ini, aku sedang mempersiapkan senjata, mengasah pisau, dan menyusun strategi untuk misi utama. Tapi lihatlah aku sekarang—tergeletak lemah di atas ranjang, menjadi beban, menghambat segalanya.

Termasuk menghambat Flerina.

Setiap kali dia pulang dari laboratorium, wajahnya yang lelah langsung disapanya dengan senyuman. Tak pernah sekalipun kulihat kerutan kesal di dahinya, meski yang dirawatnya hanyalah seorang prajurit gagal yang tak bisa bangun dari tempat tidur.

Namun hari ini...

Sesuatu berbeda.

Pintu depan terbuka dengan suara yang lebih keras dari biasanya. Langkah kakinya di tangga terburu-buru, berat. Saat dia muncul di ambang pintu kamar, wajah yang biasa begitu cerah bagai mentari pagi—kini diselubungi awan kelam.

Aku menelan ludah. Tak berani bertanya. Aku sudah cukup banyak merepotkannya selama berbulan-bulan.

Flerina langsung menuju lemari, mengambil tas besar berwarna coklat. Tangannya yang lincah mulai memilah baju-baju kami, melipatnya dengan rapi sebelum memasukkan ke dalam tas.

" Aku mengambil cuti lagi seminggu, " ujarnya tiba-tiba, suaranya lembut namun tegas. " Akan kubawa kau ke kota Douce. Rekanku sudah kembali dari misi dan kau bisa langsung mendapat perawatannya. "

Angin dingin menyelinap dari jendela yang tak tertutup rapat, membuatku menggigil. Aku hanya bisa mengangguk lemas, tak punya tenaga untuk protes. Kelopak mataku terasa berat, seolah dihimpit beban yang tak terlihat.

" Tidurlah dulu, " bisiknya sambil merapikan selimut yang kusut. Tangannya yang biasanya hangat kini terasa dingin—mungkin karena udara luar atau mungkin karena sesuatu yang tak mau dia ungkapkan. " Aku akan membangunkanmu saat waktunya berangkat. "

Suara gesekan kain dan bunyi ritsleting tas memenuhi kamar saat Flerina terus mempersiapkan segalanya. Di balik kelopak mata yang hampir menutup, kulihat bayangannya yang sibuk—tergesa-gesa, seolah dikejar oleh sesuatu yang tak kulihat.

***

Beberapa menit berlalu dalam kesunyian yang tegang. Flerina membangunkanku lalu membantuku mengenakan seragam militer Varaya yang kaku, jari-jarinya yang lincah dengan cekatan mengancingkan setiap kancing logam yang dingin. Rambut palsu yang kasar menyentuh tengkukku, terasa asing namun familiar—seperti memakai kulit orang lain.

Kami meninggalkan rumah kayu kecil itu, bangunan yang selama musim semi dan panas terakhir menjadi tempat perlindungan kami. Udara pagi yang menusuk menyambut kami, membawa aroma tanah basah dan daun-daun yang mulai mengering. Dengan setiap langkah, kakiku terasa seperti diisi timah cair, berat dan menyakitkan. Tapak sepatu botku yang menghantam tanah beku terdengar seperti palu yang memukul peti mati.

Flerina berjalan di sampingku, tangannya yang kuat menyangga lenganku. Napasnya yang pendek-pendek mengabarkan betapa dia berusaha menahan kecepatan langkahnya agar tetap seirama denganku.

"Lagi," bisikku sambil menahan sakit, "lagi aku membuatmu repot."

Dia hanya menekan lenganku lebih kuat, jawaban yang lebih jelas dari kata-kata.

Pos pemeriksaan muncul di depan mata—sebuah gardu kayu dengan dua prajurit Varaya yang mengantuk. Flerina segera mengubah sikapnya, bahunya yang tegak dan langkahnya yang percaya diri membuatku hampir lupa bahwa wanita ini sebenarnya bukan bagian dari militer.

" Dokumen, " geram salah satu prajurit dengan suara serak.

Flerina dengan gesit mengeluarkan surat-surat palsu kami. Aku menunduk, memastikan wajahku tersembunyi di balik topi militer.

" Lanjut, " akhirnya prajurit itu menggerutu setelah memeriksa sepintas sambil mengangkat tangan memberi hormat.

Turun dari lereng bukit, sebuah kereta kuda tua sudah menunggu. Kuda-kuda hitam yang besar itu menghembuskan nafas hangat ke udara dingin, mata mereka yang gelap menyiratkan ketidaksabaran. Flerina membantuku naik ke dalam kereta yang berbau jerami dan minyak pelumas.

"Kota Douce," bisik Flerina kepada kusir sebelum menutup pintu kereta dengan bunyi keras.

Kereta kuda itu berguncang dengan kasar, setiap lubang di jalan tanah berkerikil membuat tubuhku yang lemah bergerak tak berdaya. Flerina dengan sigap meraih bahuku, menarikku lebih dekat ke sisinya.

" Tahan sedikit lagi, " bisiknya di antara gemeretak roda kayu dan derap kuku kuda di jalan bebatuan.

Aku memejamkan mata, mencoba mengabaikan bagaimana setiap guncangan mengirimkan gelombang nyeri ke seluruh tubuhku. Bau jerami basah dan kulit kuda yang berkeringat bercampur dengan aroma minyak pelumas dari roda kereta, menciptakan bau khas perjalanan darat yang menusuk hidung.

Di luar jendela kecil kereta, pemandangan pepohonan pinus perlahan berganti menjadi ladang-ladang gandum yang menguning. Petani-petani dengan topi jerami menghentikan pekerjaannya sejenak, menyaksikan kereta kami melintas dengan tatapan kosong. Sebuah gerobak pedagang yang penuh dengan labu musim gugur menyisih memberi kami jalan.

Perjalanan itu terasa seperti siksaan tanpa akhir. Keringat dingin membasahi seragam Varaya-ku yang kaku, membuat kain kasar itu semakin tidak nyaman di kulit. Flerina sesekali mengusap dahiku dengan saputangan basah, airnya yang sejuk seperti embun di padang gurun.

" Kita hampir sampai, " ujarnya ketika kereta mulai melambat.

Stasiun kecil muncul di kejauhan–sebuah bangunan kayu sederhana dengan atap seng yang sudah berkarat. Asap hitam dari cerobong lokomotif sudah terlihat, meliuk-liuk di udara seperti ular raksasa.

Kereta kuda akhirnya berhenti dengan hentakan terakhir. Flerina turun lebih dulu, lalu dengan hati-hati membantuku turun. Kaki-kakiku gemetar menahan berat badan, seperti anak rusa yang baru belajar berdiri.

" Lihat, " dia menunjuk ke arah kereta api yang sedang mengeluarkan uap. " Itu yang akan membawa kita ke Douce. "

Lokomotif hitam legam itu berdengung seperti monster raksasa yang terbangun dari tidur. Para penumpang berdesakan di peron, sebagian besar adalah pedagang dengan barang dagangan mereka, beberapa tentara, dan segelintir orang kota yang terlihat lebih rapi.

Flerina menggenggam tanganku erat saat kami melewati kerumunan. Bau batu bara yang terbakar bercampur dengan aroma minyak mesin memenuhi udara. Kondektur seragam biru tua memeriksa tiket kami dengan tatapan curiga sebelum akhirnya mengangguk dan membiarkan kami naik.

Di dalam gerbong penumpang, bangku kayu keras berjajar rapi. Flerina memilih tempat di sudut, jauh dari jendela agar aku bisa beristirahat lebih nyaman.

Kereta mulai bergerak, getarannya sedikit kasar membuat kepalaku yang sudah pusing semakin tidak nyaman. Tapi semua rasa sakit itu seolah menguap ketika dia menarik kepalaku ke pangkuannya.

Ah... Kehangatannya.

Pahanya yang empuk menjadi bantal terbaik, wanginya yang khas menenangkan saraf-sarafku yang tegang. Tangannya yang halus mengelus rambut palsuku, gerakannya teratur seperti ombak yang tenang.

" Tidurlah, " bisiknya, suaranya lebih lembut dari sutra. " Aku akan menjagamu. "

Dan aku pun menyerah, membiarkan diriku tenggelam dalam pelukan gelap itu. Dalam mimpiku yang pendek, kami bukanlah tentara atau mata-mata, hanya dua orang biasa dalam perjalanan biasa.

Pelan-pelan, di antara bunyi roda besi yang berderak di atas rel dan desisan uap yang keluar secara berkala, aku mulai terlelap. Di tengah-tengah kesadaran yang mengabur, aku mendengar Flerina berbisik sesuatu yang nyaris tak terdengar,

" Semua akan baik-baik saja... "

Tapi entah mengapa, suaranya terdengar lebih seperti doa daripada janji.

^^^To be continued^^^

1
Milacutee
Lanjuuut makin ksini makin seru
Milacutee
Lena kalah dong😅
Milacutee
🥰🥰🥰🥰🥰🥰
IM_mam
/Good//Good//Good//Good//Good//Good//Good/
Xiao yu an
Suka bgt ceritanya
Lia ✧◝(⁰▿⁰)◜✧
Akhrnya kjawab sebab ptsd si mc
Mikoooo dayooooo
Ratunya munafik bgt😡
Ubi
Smnagat min
Nara
Lgsg update dong😁😁😁 lnjut trs thor
Lia ✧◝(⁰▿⁰)◜✧
Semangat updatenya
Lia ✧◝(⁰▿⁰)◜✧
Alat komunikasinya tu kyk gmn? tlg kasih aku pnjelasan thor
Lia ✧◝(⁰▿⁰)◜✧
Aduhhhh stres emg Varaya
Mikoooo dayooooo
Dtnggu lnjutanya
Mikoooo dayooooo
Aku jd mmbayangkan adeganya🤢
pangestu mahendra
Awalnya narasinya agak kaku tapi makin kesini authornya memperbaiki penulisan. Ceritanya lumayan bagus sih terutama waktu udh chapter 20
Caramel to
update plissss
Nertha|
Gassss terus thor klo bsa updatenya 3 chapter langsung gtu
Nertha|
Heroine baru/Drool//Drool//Drool//Drool//Drool//Drool/
Nertha|
agak konyol ni ngekudeta tpi mental pasukanya lembek wkwkwk
Layciptuzzzz_^^
semangat
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!