Mursyidah Awaliyah adalah seorang TKW yang sudah lima tahun bekerja di luar negeri dan memutuskan untuk pulang ke kampungnya. Tanpa dia tahu ternyata suaminya menikah lagi diam-diam dengan mantan kekasihnya di masa sekolah. Suami Mursyidah membawa istri mudanya itu tinggal di rumah yang dibangun dari uang gaji Mursyidah dan bahkan semua biaya hidup suaminya dan juga istrinya itu dari gaji Mursyidah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasri Ani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
REAKSI ASTUTI
Gunadi menepis tangan Astuti yang hendak menjangkau benda yang di sebut Mursyidah mirip dalaman wanita tersebut. Astuti melotot kesal pada suaminya itu, tapi dia tidak berani mengeluarkan suara.
Astuti pun sebetulnya tidak ingin ketahuan oleh Mursyidah karena dia takut Mursyidah akan menghentikan kiriman kalau tahu jika Gunadi menikah lagi. Saat ini Astuti sudah merasa enak menikmati uang kiriman Mursyidah.
Gunadi mengambil benda tersebut dan mengangkatnya tinggi. Pria itu bernapas lega saat mengetahui ternyata benda itu adalah kaos hitam miliknya yang tadi di lemparnya saat berganti pakaian.
"Ini cuma kaos dek," katanya sambil melihat Mursyidah pada layar ponsel.
"Ooh aku kira mas bawa perempuan lain ke kamar kita. Aku nggak mau loh mas kalau itu sampai terjadi. Aku percaya sama kamu mas, kamu pasti selalu setia sama aku makanya aku berani kerja jauh." Gunadi tersenyum senang saat mendengar pujian Mursyidah.
"Iyalah dek, mas ini kan suami yang paling setia."
Gunadi memajukan kedua bibirnya seolah hendak mencium Mursyidah.
"Aku percaya mas. Kamu kan pernah bilang cuma aku yang ada di hati kamu, kamu nggak akan tergoda oleh wanita manapun, walau mantan cinta pertama kamu sekalipun. Siapa namanya mas? Ohya Astuti ya? Asli Tukang Tipu, yang kamu bilang sok cantik itu dan katanya dia pernah nipu kamu ya mas. aku penasaran seperti ap--"
Ocehan Mursyidah terhenti karena mendengar suara gaduh di tempat Gunadi. Astuti baru saja menyapu dengan tangannya semua yang ada di atas meja rias hingga berjatuhan ke lantai. Wanita itu menatap Gunadi dengan dada naik turun. Napasnya memburu karena menahan amarah. Gunadi sempat terkesiap dengan reaksi yang diberikan Astuti. Dia marah atau cemburu?
"Jadi itu yang kamu ceritakan tentang aku pada istrimu itu?" dengusnya lirih.
"Sabar dulu Yang, dengar mas," Gunadi menenangkan Astuti, lalu mengode istrinya itu untuk diam.
"Mas itu suara siapa? kamu lagi ngobrol sama seseorang?" Mursyidah bertanya seolah curiga, padahal sudah tahu semuanya.
"Ng-ngak ada dek, itu cuma suara TV," sahut Gunadi cepat, Mursyidah melihat kegugupan di wajah Gunadi.
"Oh di kamar kita sekarang ada TV mas?"
"Iy-iya dek," Gunadi kembali gugup. Sebentar dia mengangkat ponselnya tinggi menjauhkan dari wajahnya dan berusaha membujuk Astuti yang sudah kadung merajuk karena tersinggung oleh ocehan Mursyidah.
Sebentar kemudian dia menurunkan ponselnya dan tersenyum pada Mursyidah.
Mursyidah yang tadinya ingin menyuruh Gunadi untuk memperlihat TV yang katanya ada di kamar mengurungkan niatnya. Dia tidak ingin cepat-cepat membongkar kebohongan Gunadi, ia ingin bermain-main dulu sedikit dengan suami pengkhianat seperti Gunadi.
"Mas Gun," panggil Mursyidah manja.
Astuti menekuk wajahnya dan menatap tajam pada Gunadi saat mendengar itu. Dia ingin melihat reaksi suaminya itu menanggapi tingkah Mursyidah yang menurutnya sok manja. Terlalu dibuat-buat. kalau saja dia tidak membutuhkan uang wanita itu sudah dia rebut ponsel Gunadi dan mematikannya.
"Aku dikasih hadiah berlian sama majikanku, kalung, gelang dan anting. Kira-kira kalau aku titip ke kamu, kamu bisa menjaganya nggak mas. Aku takut hilang kalau aku simpan sendiri karena aku kan ada rencana mau perpanjang kontrak."
Raut wajah Gunadi berubah seketika. Dia yang tadinya panik karena takut ketahuan kebohongannya terbongkar menarik napas lega. Gunadi sempat berpikir jika istri pertamanya itu akan memintanya memperlihatkan TV yang ada di ruang tidur mereka, seperti sebelumnya tadi istrinya itu ingin melihat tempat tidur.
"Jadi kamu mau memperpanjang kontrakmu dek? Mas
Senang mendengarnya. Kalau kamu memang mau memperpanjang kontrakmu sebaiknya perhiasanmu memang harus kamu titip sama mas, biar mas yang simpan. Mas akan menjaganya baik-baik," janji Gunadi dengan lembut. Sebisa mungkin dia akan merayu istrinya itu dan menguras semua hartanya.
Tidak berbeda jauh dengan Gunadi, Astuti yang saat itu sudah mulai marah mendengar percakapan manja Mursyidah dengan Gunadi, terlebih lagi saat istri pertama Gunadi itu menjelek-jelakkannya, Wajah Astuti tersenyum licik saat mendengar Mursyidah yang akan memberikan perhiasan berlian pada Gunadi. Nanti dia akan meminta perhiasan itu pada Gunadi.
"Ambil, ambil mas buat aku," kata Astuti tanpa suara.
Wanita itu menggoyang-goyangkan badannya karena senang.
"Aku percaya sama kamu mas. Kamu pasti bisa menjaga perhiasan itu seperti kamu menjaga keutuhan rumah tangga kita. Kamu nggak akan mengkhianati pernikahan kita kan mas?"
"Iya dek, mas jamin mas akan selalu setia sama kamu. Mas nggak akan tergoda oleh wanita mana pun," Gunadi kembali dengan mudahnya berjanji. Dia tidak peduli, baginya saat ini yang terpenting Mursyidah senang dan cepat mengirimkannya uang.
"Sama Astuti tukang tipu sekalipun?"
"Iya dek."
"Aku percaya mas, kamu nggak suka lagi dengan Astuti itu karena kelakuannya. Tapi aku khawatir mas. Bagaimana kalau dia datang dan menggoda kamu? Dia bukan wanita yang baik kan? Katamu dia suka menggoda suami orang, aku takut mas. Gimana kalau aku pulang dulu sebentar."
"Jangan dek!" tukas Gunadi cepat.
"Tapi aku takut mas," sahut Mursyidah dengan manja dibuat-buat. "Waktu itu aku pernah nggak sengaja dengar suami Mbak Samirah menyebut nama Astuti, nggak tau kalau Astuti yang sama atau bukan dengan mantan kamu itu. Waktu itu mas Hermawan sedang menelepon seseorang, kayanya dia udah nggak sabar ingin kembali meremas bok*ng Astuti yang padat. Katanya_"
Astuti merebut paksa ponsel yang sedang dipegang oleh Gunadi. wanita itu mematikan ponsel tersebut dan melemparnya ke atas kasur. Gunadi terperangah dengan reaksi Astuti.
"Astuti apa yang kamu lakukan!" teriak Gunadi menatap Astuti. Wajahnya memerah karena marah. Dia belum selesai berbicara dengan Mursyidah dan dia pun belum tahu kepastian pengiriman uang oleh istri pertamanya itu. Astuti membalas tatapan suaminya itu dengan sorot mata garang. Ketegangan memenuhi ruangan itu.
"Apa!" sentak Astuti. Dadanya naik turun karena emosi. "Pilih sama kamu mas, legalkan pernikahan kita atu ceraikan aku sekarang juga," desak Astuti akhirnya. Jangan sampai Gunadi mengetahui sesuatu sebelum pernikahan mereka di resmikan di catatan sipil. Bisa-bisa saat bercerai dia tidak mendapatkan apapun.
"Sabar dulu dek," ujar Gunadi berusaha meredakan ketegangan yang ada. Menurutnya reaksi Astuti terlalu berlebihan.
Gunadi yang sudah dapat mengendalikan emosinya itu mendekati istri keduanya, memegang lembut lengannya dan mengajaknya duduk.
"Jangan terburu-buru begitu dek. Semuanya harus kita pikirkan baik-baik. kalau semua uangnya sudah mas dapatkan, mas akan langsung mengurus perceraian dengannya dan mendaftarkan pernikahan kita ke catatan sipil. Sementara ini kamu sabar dulu ya, jangan terlalu bereaksi dengan apa yang dikatakanya. Kamu dengar nggak tadi apa yang dikatakannya, dia mau mengirimkan perhiasan berlian. Nanti semua perhiasan itu akan mas kasih buat kamu dan juga uang kirimannya sebagian buat kamu. Pokoknya semuanya untuk kamu," rayu Gunadi membujuk Astuti, istrinya yang paling suka merajuk tersebut.
Mendengar kata berlian wajah masam Astuti seketika berubah menjadi cerah dan bersemangat, matanya berbinar-binar saat Gunadi mengatakan akan memberikan semua berlian itu untuknya. Senyumnya yang semula tersembunyi kini muncul dan dia langsung menunjukkan ketertarikannya. Gunadi menarik napas lega melihat reaksi Astuti. Nyaris saja terjadi keributan di tengah makam ini.
Gunadi memutuskan keluar rumah setelah meminta ijin pada istrinya. Lelaki itu ingin menenangkan diri dan mencoba kembali menghubungi Mursyidah. Gunadi berjalan menuju teras rumah ibunya sambil menghubungi nomor istri pertamanya. Jangan sampai Astuti mendengar lagi percakapannya dengan Mursyidah. Gunadi sudah dapat membayangkan bagaimana reaksi istri sirinya tersebut. Sudah lima kali Gunadi menghubungi nomor Mursyidah dan tidak juga diangkat. Lelaki itu kembali mencoba, tapi kali ini nomor itu tidak aktif. Gunadi kembali ke rumahnya dengan langkah lesu.
aku suka cerita halu yg realitis.