NovelToon NovelToon
Cinta Yang Dijual(Suami Bayaran) By Leo Nuna

Cinta Yang Dijual(Suami Bayaran) By Leo Nuna

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikah Kontrak / Crazy Rich/Konglomerat / Cinta Paksa / Cinta Beda Dunia / Wanita Karir
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: Leo.Nuna_

Prolog:
Claretta Fredelina Beryl adalah seorang wanita dewasa yang belum juga menikah di usianya yang ke 28 tahun.

Dan karena itu Letta sering kali di teror dengan pertanyaan "kapan nikah?" Bahkan keluarga besarnya sampai mengatur sebuah perjodohan dan kencan buta untuknya, tapi dengan tegas Letta menolaknya namun tetap saja keluarganya menjodoh-jodohkannya.

Tanpa keluarga Letta ketahui, sebenarnya Letta mencintai seorang pria namun sayangnya pria itu bukanlah pria yang berstatus lajang. Yah, Letta mencintai seorang pria yang sudah menjadi seorang suami. Meskipun Letta mencintai pria itu Letta tidak pernah memiliki niat untuk menjadi orang ketiga dalam hubungan pria itu.

Lalu bagaimana jika tiba-tiba Letta berubah pikiran? Apa yang menyebabkan Letta berani menjadi orang ketiga di rumah tangga yang harmonis itu? Yuk simak ceritanya!
Selamat Membaca Guy's!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Leo.Nuna_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Part 28 (Ketika Semua Mata Menghakimi)

Happy Reading (⁠。⁠•̀⁠ᴗ⁠-⁠)⁠✧

⋇⋆✦⋆⋇ 

Dengan langkah ringan dan hati yang gembira, Aya membuka pintu rumah. “Assalamu’alaikum, Aya pulang!” serunya riang.

Zidan, yang sejak tadi menunggu di ruang tengah, segera berdiri dan menghampirinya. Namun, langkahnya melambat begitu menyadari bahwa Aya datang seorang diri. Matanya bergerak cepat, mencari sosok Letta yang tak kunjung muncul. Kemana Letta? batinnya.

“Sendiri aja, Dek?” tanya Zidan, mencoba menyembunyikan rasa kekecewa yang tiba-tiba muncul.

“Iya lah, emangnya abang pikir Aya pulang sama siapa?” sahut Aya heran, namun sesaat kemudian ia teringat sesuatu. “Oh iya! Kak Letta langsung pergi. Katanya ada urusan penting di kantor.”

Zidan hanya terdiam, menatap lantai seolah sedang mencerna penjelasan itu. Diam-diam rasa bersalah menyusup ke dalam dadanya. Belum sempat ia melanjutkan pikirannya, Aya kembali bersuara, kali ini sambil menunjukkan kantong plastik di tangannya.

“Tadi Kak Letta beliin makanan buat Ibu, buat abang juga ada,” katanya senang. “Ibu di mana?”

“Masih di kamar,” jawab Zidan pelan.

Tanpa menunggu lama, Aya melangkah ke kamar ibunya, meninggalkan Zidan yang masih berdiri mematung.

Kesunyian menyelimuti ruang tamu, dan Zidan tenggelam dalam pikirannya sendiri. Ada rasa tak nyaman yang semakin menguat—perasaan bersalah yang sejak tadi ia tahan.

Ia tahu, sejak awal pernikahan mereka bukan atas dasar cinta. Tapi Letta tak pernah memperlakukannya sebagai orang asing. Dia memberi perhatian, pengertian, dan bahkan rasa sayang… yang membuat Zidan justru semakin merasa berdosa karena menyembunyikan status Letta dari keluarganya sendiri.

“Maaf…” gumam Zidan lirih, kata yang meluncur entah ditujukan pada siapa. Mungkin pada Letta, yang kini tak lagi ada di hadapannya—namun bayangnya masih terasa begitu dekat.

Tiba-tiba Aya kembali muncul ke ruang tengah, menghampiri Zidan yang masih tampak termenung.

“Bang, gak mau sarapan bareng? Ini makanan dibeliin Kak Letta, lho,” ujarnya riang, menyadarkan Zidan dari lamunannya.

Zidan tersenyum samar, lalu menggeleng pelan.

“Enggak, Dek. Kamu makan aja sama Ibu, Abang harus siap-siap kerja,” jawabnya.

Aya mengerutkan kening, heran.

“Loh, emang Abang gak libur? Bukannya udah telat ya, jam segini?”

“Abang udah izin masuk siang hari ini,” sahut Zidan, menenangkan. Mendengar itu, Aya hanya mengangguk dan kembali menemui ibunya di kamar.

Setelah ditinggal sendiri, Zidan bergegas masuk ke kamarnya untuk bersiap. Tak lama kemudian, ia keluar dengan penampilan rapi. Sebelum pergi, ia menyempatkan diri berpamitan pada Bu Puspa yang sedang duduk bersama Aya di ruang keluarga.

“Mau berangkat sekarang, Bang?” tanya Bu Puspa saat melihat putra sulungnya.

“Iya, Bu. Kalau ditunda lagi takutnya malah makin siang,” jawab Zidan.

Bu Puspa mengangguk paham. Matanya lalu mengarah pada meja makan.

“Itu makananmu gimana? Mau dibungkus buat bekal?” tawarnya sambil menunjuk sisa sarapan di meja.

“Enggak usah, Bu. Biar di rumah aja, siapa tahu nanti Ibu atau Aya mau makan. Gak apa-apa kok,” balas Zidan dengan tenang.

Menjelang siang, Zidan akhirnya kembali ke tempat kerjanya—lokasi proyek pembangunan hotel milik perusahaan Letta. Meskipun kini statusnya sudah menjadi suami pemilik perusahaan, Zidan tetap memilih bekerja sebagai kuli. Setidaknya sampai proyek ini selesai, setelah itu barulah ia mempertimbangkan tawaran yang sempat diberikan oleh Tuan Sebastian.

Namun, setibanya di lokasi, Zidan langsung menjadi pusat perhatian. Beberapa rekan kerja tampak terkejut melihat kehadirannya. Sejumlah pertanyaan langsung menghampirinya. Banyak dari mereka mengira Zidan sudah berhenti bekerja. Tapi dari kabar yang beredar, Zidan hanya mengambil cuti—meskipun durasinya jauh melebihi batas maksimal izin bulanan yang diperbolehkan.

Rasa janggal pun mulai muncul di antara para pekerja lain. Perlakuan yang mereka anggap istimewa terhadap Zidan menimbulkan kecemburuan. Ada yang mulai berbisik-bisik, ada pula yang menunjukkan sikap tak ramah secara terang-terangan. Beberapa bahkan sengaja melemparkan pekerjaan tambahan ke arah Zidan, seolah ingin mengujinya.

Awalnya Zidan bersikap biasa saja, mencoba memahami. Tapi semakin lama, perlakuan itu terasa tidak wajar. Saat jam makan siang tiba, ia akhirnya memutuskan untuk menyuarakan keberatannya.

Dengan tenang tapi tegas, Zidan menegur salah satu rekannya yang baru saja menyuruhnya mengerjakan tugas di luar tanggung jawabnya.

“Maaf, Bang. Tapi ini bukan bagian saya. Kita semua punya tugas masing-masing, kan?” ucapnya sambil menatap lurus ke arah rekan yang bersangkutan.

Sontak suasana menjadi sedikit tegang, namun Zidan tetap berdiri tenang, menegaskan bahwa meski dirinya hanyalah pekerja biasa, ia tetap berhak atas perlakuan yang adil.

“Tinggal kerjain aja, apa susahnya sih?” sahut salah satu rekan kerja Zidan dengan nada kesal.

“Tapi ini bukan bagian saya, Bang,” balas Zidan tetap dengan suara tenang, meski mulai terdengar tegas.

“Dan, kamu itu udah libur lama, ya masa gak ngerti gantian? Kamu pikir siapa yang gantiin tugas kamu selama kamu enak-enakan di rumah? Kami! Kami yang kerja keras di sini!”

Zidan membuka mulut hendak menjawab, tapi ucapannya langsung dipotong.

“Dan, jangan mentang-mentang kamu dikasih kelonggaran terus bisa seenaknya!” timpal rekan lainnya dengan nada tinggi.

Ketegangan di antara mereka makin memanas. Beberapa pekerja mulai berhenti dari aktivitasnya, melirik penasaran ke arah keributan kecil itu. Di kejauhan, Letta yang baru saja tiba di lokasi proyek pun memperhatikan kegaduhan tersebut. Ia datang karena mendapat informasi dari Etan bahwa Zidan sudah kembali bekerja. Dengan maksud baik, Letta membawakan makan siang untuk suaminya.

Namun langkah Letta terhenti saat melihat kerumunan dan raut wajah Zidan yang tampak tegang. Ia mendekat, mendengar sayup-sayup suara yang penuh ketegangan. Tanpa basa-basi, Letta menyela.

“Ada apa ini?” tanyanya, suaranya tenang namun tegas, cukup membuat para pekerja tersentak dan langsung menoleh ke arahnya.

Tak satu pun dari mereka menjawab dengan jujur. Salah satu rekan Zidan yang sebelumnya paling vokal mencoba menutupi.

“Ah, tidak ada apa-apa, Nona. Kami hanya membagi tugas saja,” katanya sambil tersenyum canggung.

Letta tak langsung mempercayainya, namun ia juga tak ingin memperkeruh suasana di depan umum. Ia menoleh pada Zidan.

“Pak Zidan, bisa ikut saya sebentar?” ucapnya kalem.

Zidan tak membalas, tapi mengikuti Letta yang lebih dulu melangkah pergi. Keheningan itu justru menyulut gosip.

“Baru aja dibilangin, eh sekarang malah dipanggil Nona Letta,” gumam salah satu rekan Zidan dengan nada sinis.

“Dan, jangan bilang kamu ada hubungan sama Nona Letta. Pantes aja kamu bisa seenaknya!” sindir yang lain.

Dari situlah bisik-bisik mulai menyebar. Mereka mulai merangkai kejadian demi kejadian—cuti panjang Zidan, perlakuan khusus dari atasannya, bahkan makan siang yang dibawakan langsung. Opini liar pun bermunculan.

“Gila kamu, Dan. Udah punya istri, malah main gila sama bos sendiri. Ya walaupun Nona Letta cantik dan tajir, tetep aja—gak seharusnya kamu kayak gitu!” ucap salah satu dengan nada merendahkan.

Zidan yang mendengar ucapan-ucapan itu merasa dadanya panas. Tak tahan lagi, ia melangkah cepat menyusul Letta, yang saat itu sudah berada di sebuah ruangan kosong yang sudah rampung dibangun, aman dan sepi.

Begitu melihat Zidan datang, Letta menyambutnya dengan senyum manis.

“Mas...”

Namun senyumnya langsung luntur saat Zidan menghentaknya dengan nada tajam.

“Puas kamu?!”

Letta membeku di tempat, tak menyangka akan mendapat sambutan seperti itu.

“Apa maksud kamu?” tanyanya pelan, bingung dan cemas.

“Lihat sekarang! Semua orang ngomongin aku yang nggak-nggak! Kenapa sih? Kenapa kamu narik aku masuk ke obsesi gila kamu ini?!”

Zidan tak lagi bisa menahan emosinya. Semua yang selama ini ia pendam, semua beban dari pernikahan yang dipaksakan, dan tekanan dari lingkungan kerja, akhirnya meledak. Dan Letta—tanpa sengaja—menjadi tempat pelampiasannya.

Letta berdiri terpaku, menatap Zidan dengan mata berkaca-kaca. Untuk pertama kalinya, kehangatan yang ia coba bangun perlahan hancur oleh kalimat suaminya sendiri.

TBC...

1
Mira Esih
sabar leta jangan menyerah, smua ada prosesnya
Mira Esih
sabar letta,Zidan LG krisis kepercayaan dikit,byk yg mojokin ,Zidan jgn terlalu banyak fikiran yg ngga2, jalani aja apa yg udah terjadi sie
Mira Esih
terimakasih punya Thor, semangat terus berkarya
Leo Nuna: makasih kembali kak, udh mau baca dan nungguin cerita aku🥰
total 1 replies
Mira Esih
belum up2 ka
Leo Nuna: iya kak maaf ya aku usahain hari ini, makasih loh udh setia nungguin🥰🙏🏻
total 1 replies
Mira Esih
ditunggu terus update terbaru nya thor
Leo Nuna: siap kak🫡
total 1 replies
Mira Esih
sabar ya letta nnti jg ada perubahan sikap Zidan masih menyesuaikan keadaan
Mira Esih
terima aja Zidan mungkin ini takdir kamu
Leo Nuna: omelin kak Zidan-nya, jgn dingin2 sma Letta😆🤭
total 1 replies
Okto Mulya D.
Zidan Ardiansyah hidupnya pas²an..
Okto Mulya D.: sama²
Leo Nuna: iya nih kak, makasih loh udh mampir😉
total 2 replies
Okto Mulya D.
Kasihan ya, cintanya ditolak
Okto Mulya D.
Zidan Ardiansyah cinta putih abu-abu yaa
Okto Mulya D.
semangat Letta
Okto Mulya D.
udah mentok kalii sudah 28 tahun tak kunjung ada
Okto Mulya D.
Letta coba kabur dari perjodohan.
Okto Mulya D.
jadi pelakor yaa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!