Desa Semilir dan sekitarnya yang awalnya tenang kini berubah mencekam setelah satu persatu warganya meninggal secara misterius, yakni mereka kehabisan darah, tubuh mengering dan keriput. Tidak cukup sampai di situ, sejak kematian korban pertama, desa tersebut terus-menerus mengalami teror yang menakutkan.
Sekalipun perangkat desa setempat dan para warga telah berusaha semampu mereka untuk menghentikan peristiwa mencekam itu, korban jiwa masih saja berjatuhan dan teror terus berlanjut.
Apakah yang sebenarnya terjadi? Siapakah pelaku pembunuhannya? Apakah motifnya? Dan bagaimanakah cara menghentikan semua peristiwa menakutkan itu? Ikuti kisahnya di sini...
Ingat! Ini hanyalah karangan fiksi belaka, mohon bijak dalam berkomentar 🙏
Selamat membaca
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zia Ni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pak Mashudi Menjenguk Pak Zakaria
"Jangan terlalu keras pada anak itu, Rekso. Ingat, dia itu manusia yang masih bocah dan fisiknya sedang sakit," penguasa hutan terlarang memperingatkan si gendruwo.
"Kenapa tidak kita bunuh saja bocah itu, Ndoro Gusti? Keberadaannya membuat kita repot saja," sahut makhluk berbulu hitam itu kesal.
"Sebenarnya aku juga tidak suka jika ada manusia di hutan ini, tapi melihat penderitaannya, aku jadi merasa kasihan," ujar penguasa hutan terlarang.
"Apa untungnya membiarkan dia tinggal di hutan ini, Ndoro Gusti?" si gendruwo penasaran.
"Kalau bicara soal untung, tentu dia sama sekali tidak menguntungkan. Tapi dengan memberikannya kekuatan untuk membalas dendam, banyak orang akan tahu jika keberadaan dan kekuatan kita benar-benar nyata," jawab makhluk bertanduk tersebut.
"Untuk apa kita perlu membuktikan kekuatan kita pada manusia, Ndoro Gusti? Bukankah sudah lama mereka tahu jika hutan ini sangat angker," kata si gendruwo.
"Kita ini golongan iblis, Rekso. Apa gunanya kita ada di dunia ini jika tidak untuk mengacaukan kehidupan manusia dan membuat mereka tersesat," balas penguasa hutan terlarang.
"Lebih baik sekarang kau buatkan pondok untuk bocah itu dan jangan lupa carikan pakaian serta perlengkapan penting untuknya. Setelah kondisinya mendingan, barulah kau suruh dia untuk menjelajahi hutan ini," imbuh makhluk bertanduk itu.
"Baik, Ndoro Gusti."
Setelah berkata demikian, si gendruwo pun menghilang lalu mengajak beberapa makhluk tak kasat mata lainnya untuk membuat pondok lantas malam harinya dia mendatangi pemukiman manusia untuk mencuri beberapa helai pakaian dan perlengkapan lainnya.
"Bruk!"
Si gendruwo melempar dengan kasar barang-barang curiannya ke dalam pondok yang saat itu Satrio sedang meringkuk di lantainya karena badannya panas dingin lagi sebab tadi dilempar ke tengah sungai.
"Gara-gara Ndoro Gusti mengijinkan kamu tinggal di sini malah aku yang kerepotan!" sungut makhluk berbulu hitam tersebut.
"Maaf Mbah...," sahut Satrio dengan suara lemah.
"Tata sendiri barang-barang itu! Kalau badanmu sudah mendingan, jelajahi hutan ini tanpa aku suruh!"
Sesudah berkata seperti itu, si gendruwo langsung menghilang dari pandangan. Sambil menahan rasa sakit di tubuhnya, Satrio menata barang-barang tersebut lantas melanjutkan berbaringnya dengan beralaskan tikar dan menutupi badannya dengan selimut tipis. Sepanjang malam itu, mulut bocah laki-laki tersebut mengeluarkan erangan pelan karena suhu badannya naik lagi.
Selama beberapa tahun awal tinggal di hutan terlarang, Satrio harus menuruti semua perintah si gendruwo dan beberapa dedemit lainnya. Mulai dari menjelajahi hutan sampai harus hafal areanya, bertapa sambil berpuasa hingga 1 minggu lebih, berendam di tengah sungai dalam jangka waktu yang lumayan lama dan kegiatan berat lainnya.
Semenjak tinggal di hutan terlarang, kehidupan Satrio menjadi lebih berat namun dia tidak berani membantah karena tidak ada pilihan lain kecuali menuruti kemauan para dedemit hutan angker itu.
Flasback off
*
Warga Desa Glagah yang mendapat perawatan di rumah sakit, karena penyakit mereka tidak bisa diobati secara medis, maka beberapa pihak terkait meminta bantuan pada beberapa pemuka agama dan orang pintar.
Setelah beberapa hari diobati secara supranatural, satu persatu dari mereka pun akhirnya sembuh lalu berniat kembali ke Desa Glagah untuk mengambil barang-barang dan harta kekayaan mereka karena harus tinggal sementara waktu di tempat penampungan.
Namun, baru saja kaki mereka melangkah melewati gerbang desa, mereka sudah disambut oleh serangan puluhan kelelawar yang ganas.
Sebenarnya, pihak kepolisian sudah memberitahu mereka agar jangan kembali ke Desa Glagah terlebih dahulu sebab bisa diserang oleh sekelompok kelelawar, tapi karena para warga sangat membutuhkan barang atau harta benda itu, jadi mereka tetap ingin mencoba masuk ke desa tersebut.
Karena setiap ada manusia yang ingin masuk ke Desa Glagah selalu mendapat serangan dari sekelompok kelelawar yang ganas, akhirnya para warga pun terpaksa hidup seadanya di penampungan dengan mengandalkan bantuan dari pemerintah daerah setempat atau donatur.
Berita tentang Desa Glagah semakin lama semakin tersebar luas tapi masih belum ada yang berani mengambil tindakan mengingat sudah banyak korban yang berjatuhan.
Sementara itu, Pak Shodiq yang sudah tahu bagaimana wujudnya Satrio yang merupakan dalang di balik teror beruntun di Desa Glagah, segera melapor ke atasannya termasuk menyampaikan praduga Pak Haji Mashudi.
Dari keterangan itu, kepala Polsek meminta Pak Shodiq untuk mencari informasi pada beberapa warga senior Desa Glagah tentang peristiwa yang terjadi di masa lalu yang menyebabkan desa tersebut mendapat teror secara brutal.
Dari sekian informasi yang dia dapatkan, Pak Shodiq bisa menyimpulkan jika beberapa puluh tahun yang lalu pernah terjadi peristiwa tragis yang mana ada sepasang suami istri yang dihakimi hingga dibakar oleh beberapa warga atas tuduhan pencurian dan perzinahan.
Berdasarkan keterangan beberapa warga senior, sepasang suami istri itu mempunyai seorang anak laki-laki yang tidak diketahui keberadaannya sampai sekarang.
Setelah menyimpulkan dan menganalisa semua informasi yang dia dapatkan, Pak Shodiq memiliki praduga yang kuat jika laki-laki tua berambut putih panjang yang dia lihat dengan Pak Haji Mashudi di Desa Glagah bernama Satrio, yang tak lain adalah anak laki-laki dari sepasang suami istri yang menjadi korban kebrutalan para warga.
*
"Saya benar-benar minta maaf Pak Zakaria, gara-gara saya minta bantuan panjenengan untuk menyembuhkan beberapa orang dari padepokan silat beberapa waktu yang lalu, panjenengan jadi mendapat serangan hingga sakit sampai 2 minggu," Pak Mashudi merasa sangat bersalah.
"Saya juga tidak menyangka sama sekali jika saya mendapat serangan seberat ini. Baru kali ini saya merasakan serangan ilmu hitam yang hebat. Dukungan iblisnya kuat sekali. Tapi alhamdulilah, akhirnya saya bisa sembuh," timpal Pak Zakaria.
"Bagaimana kabar Desa Glagah sekarang, Pak Mashudi?" imbuh si empunya rumah.
"Masalahnya tambah runyam, Pak Zakaria. Para warga sekarang tinggal di tempat penampungan sementara karena udara Desa Glagah sudah mengandung racun yang melumpuhkan," Pak Mashudi mengawali ceritanya.
"Sebelumnya ada 21 orang yang meninggal di malam yang sama. Kabarnya yang meninggal adalah Pak Purnomo, si Bapak Kepala Desa dan orang-orang terdekatnya," tambah pria itu.
"Astaghfirullah al-adziim...," Pak Zakaria hanya bisa beristighfar.
"Sewaktu saya dan Pak Shodiq memeriksa Desa Glagah yang terakhir kali, ternyata tidak semua wilayah desa itu tertutup oleh kabut tebal. Saat kami berada di area desa yang tidak tertutup oleh kabut, tiba-tiba kami melihat ada seorang laki-laki tua yang rambutnya putih panjang," ucap Pak Mashudi.
"Melalui penerawangan saya, laki-laki tua itu lah yang menjadi dalang penyebab teror di Desa Glagah, dan mata batin saya bisa merasakan jika masih ada 1 orang lagi yang tinggal di daerah tidak berkabut itu yang ternyata dilindungi oleh si laki-laki tua," lanjut pria tersebut.