Unknown Baby

"Ayo makan bubur dulu, Mas."

Myesha mengambil bubur di atas nakas, lalu memberikannya kepada Faiq. Di saat seperti ini pria itu tampak seperti anak kecil yang lemah. Ia Memakan bubur yang masih hangat itu dengan pelan.

"Enak, kamu pinter masak bubur ya, Sha. Padahal biasanya masakanmu keasinan."

Selama ini Faiq memakan apapun yang Myesha hidangkan, walaupun rasanya membuat mual tetapi Faiq tahu bahwa itu usaha terkeras yang bisa Myesha lakukan. Gadis yang tidak bisa masak sudah berusaha untuknya, tentu Faiq harus menghargai.

"Itu aku beli di mini market sebelah," jujur Myesha. Membuat Faiq yang baru memuji terdiam.

"Kalau gitu makasih udah beli."

"Habiskan itu lalu minum obat, aku mau beresin dapur dulu." Myesha beranjak.

Tadi masih ada satu bubur yang dia tinggalkan di dapur, bubur kacang ijo yang masih hangat. Myesha ingin segera memakannya.

Gadis itu melesat ke dapur, memakan bubur kadang ijonya sembari berpikir mengenai Riki. Setidaknya sekarang dia tahu bahwa orang yang harus diselidiki adalah Riki.

Matahari mulai meninggi, menampakkan sinarnya tanpa rasa malu. Menyambut dunia yang tak seindah surga. Hari itu Faiq tidak bekerja. Dia di rumah dan istirahat total.

"Yuno, kamu tidur yang tenang ya, aku mau luluran. Besok acara nikahannya mantan Mas Faiq, harga mati kalau aku buluk."

Myesha mengatakan itu setelah menidurkan Yuno, bayi mungil yang sudah kenyang. Sangat kecil dan rapuh. Myesha pernah berpikir apa jadinya jika orang jahat yang menemukan bayi itu. Mata bening dan bibir ranum milik Yuno terlalu cantik jika harus disakiti.

Mata gadis itu melirik jam, pukul sepuluh pagi. Faiq masih tertidur walau demamnya sudah turun, Myesha merasa seperti mengurus keluarga kecil. Jika nanti dia sudah menemukan orang yang mencintainya dan menikah lalu memiliki anak, apakah rasanya akan seperti ini?

Myesha tersenyum, ia berjalan menutup horden supaya cahaya matahari tidak masuk ke kamar mereka. Biarkan Faiq dan Yuno tidur dengan tenang supaya dia bisa luluran.

Beberapa hari yang lalu dia membeli produk kecantikan dari teman, katanya bisa membuat kulit mulus bebas buluk. Myesha ingin mencobanya hari ini.

Gadis itu mengucir rambutnya tinggi-tinggi, kemudian melepas semua baju di kamar mandi. Kini hanya memakai handuk dan celana dalam. Kacamatanya pun dilepas. Ia mengoleskan krim berwarna putih itu, mengoles ke tangan sampai ke leher. Lalu kedua kakinya sampai ke paha.

"Pipi dikasih juga mungkin, ya. Biar tambah kinclong."

Ia juga mengoleskannya di pipi sembari melihat kaca. Tak ada jerawat dan kulitnya juga putih. Tapi kenapa selama ini dia tidak memiliki pacar? Ah, dia terlalu sering di rumah sampai tidak ada waktu untuk kenalan dengan pria.

Myesha melihat jam di ponselnya, hanya tunggu 15 menit sebelum bilas. Perlahan krim di tubuhnya mulai mengering dan kaku. 

Tanpa diduga Yuno menangis kencang, "Aihh ...." kesalnya.

Sedikit ragu apakah harus keluar dari kamar mandi dengan keadaan seperti mumi atau membiarkan Yuno menangis sampai membangunkan Faiq. Pada akhirnya Myesha memilih yang pertama. Dia berlari ke arah Yuno.

Tangannya kaku, jika bergerak bisa retak. Ia mulai berpikir krim apa yang dia beli kenapa seperti masker? Gadis itu tak bisa berpikir lagi. Sepertinya dia membeli produk gagal.

Ia berada di samping box Yuno tetapi tak bisa menyentuhnya, Faiq terbangun dan terkejut melihat Myesha yang seperti mumi. Sekali lagi Faiq mengerjapkan matanya sebelum benar-benar yakin bahwa itu Myesha.

"Cup cup, jangan nangis." Myesha mencondongkan tubuhnya. Mendekat ke Yuno.

"Kamu sedang apa?" tanya Faiq berjalan mendekat.

Myesha berbalik, menghadap Faiq. Pria itu menahan tawa melihat keadaan Myesha saat ini.

"Mas, tolong gendong Yuno. Aku masih luluran nih. Oh ya, tolong benerin handukku dulu, kayaknya mau jatuh." Pinta gadis itu.

Faiq terpaku di tempatnya, bukan tidak ingin menolong tetapi kenapa tanpa rasa takut Myesha hampir telanjang di hadapannya? tubuhnya yang hanya terbalut handuk itu membuat jantung Faiq berdetak lebih cepat.

"Kan sudah aku bilang jangan telanjang di depanku, gimanapun aku ini pria, Sha." Protes Faiq.

"Kita lo hampir sebulan tidur bareng tapi nggak terjadi apapun, udahlah cepet bantu benerin handukku. Mau mlorot ini tuh."

Handuk itu hampir jatuh jika Myesha bergerak sedikit saja, kini belahan dada gadis itu terlihat. Myesha hanya memakai celana dalam. Faiq mendekat, ia memalingkan wajah ketika menyentuh handuk Myesha.

Melilitkan dengan erat handuk itu kembali dengan kencang, "kamu benar-benar menistakan nafsuku, Sha."

Saat ini Faiq sangat berusaha menahan diri, membuang jauh-jauh pikiran untuk menyentuh gadis itu. Halal tapi dia tidak boleh disentuh, itu yang membuat Faiq merasa ingin menangis.

"Mas bisa aja bercandanya." Sekali lagi Myesha menganggapnya hanya candaan.

Dulu Faiq pernah dianggap hanya sebatas sahabat oleh gadis yang dia taksir, rasanya sakit tapi ternyata ada yang lebih sakit yakni dianggap sebagai suami yang tidak memiliki nafsu!

.

.

.

.

Bersambung.

Makasih buat para pendukung yang ngasih votenya sampai habis. Lop lop lah buat kalian.

Tabik pun ....

Maaf baru baca komentar, ternyata banyak yg nanya kenapa aku ngambil latar Lampung. Itu karena asalku dari Lampung, sekali kali aku pingin ngenalin kampung halamanku ke para readers, kalau ada waktu silakan berkunjung ke Lampung dan ketemu aku.

Trus latar kota Metro, aku bukan dari Metro cuma pernah sekolah di sana.

Dukung cerita sederhana yang merakyat ini dengan cara vote yang banyak ya manteman. Salam sayang dari pembuat halu.

(๑・ω-)～♥”