NovelToon NovelToon
Kepepet Cinta Ceo Arogan

Kepepet Cinta Ceo Arogan

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa Fantasi / CEO / Romansa / Fantasi Wanita / Nikah Kontrak / Wanita Karir
Popularitas:4.4k
Nilai: 5
Nama Author: keipouloe

Arash Maulidia, mahasiswi magang semester enam yang ceroboh namun gigih, tidak pernah menyangka hidupnya berubah hanya karena satu tabrakan kecil di area parkir.
Mobil yang ia senggol ternyata milik Devan Adhitama — CEO muda, perfeksionis, dan terkenal dingin hingga ke nadinya.

Alih-alih memecat atau menuntut ganti rugi, Devan menjatuhkan hukuman yang jauh lebih berat:
Arash harus menjadi asisten pribadinya.
Tanpa gaji tambahan. Tanpa pilihan. Tanpa ruang untuk salah.

Hari-hari Arash berubah menjadi ujian mental tanpa henti.
Setiap kesalahan berarti denda waktu, setiap keberhasilan hanya membuka tugas yang lebih mustahil dari sebelumnya.
Devan memperlakukan Arash bukan sebagai manusia, tapi sebagai mesin yang harus bekerja sempurna — bahkan detik napasnya pun harus efisien.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon keipouloe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Malam yang Membingungkan

Setelah Arash menutup pintu kamar mandi, suara klik mengisi keheningan villa kecil itu. Devan merebahkan tubuhnya ke kasur empuk, menatap langit-langit beberapa detik sebelum akhirnya menyalakan televisi. Tayangan random tentang kuliner daerah memenuhi layar, tapi tatapan Devan kosong—jelas ia tidak benar-benar menonton.

TV itu hanya pengisi sunyi.

Beberapa menit kemudian, pintu kamar mandi terbuka pelan. Arash muncul dengan pakaian tidurnya—baju lengan panjang longgar dan jilbab sport yang ia kenakan terburu-buru. Wajahnya sedikit pucat tapi sudah terlihat lebih tenang setelah urusannya selesai.

Devan melirik cepat. “Lama banget,” ujar Devan datar.

“Maaf, Pak…” ucap Arash pelan sambil merapikan ujung bajunya.

Devan hanya mengangguk kecil tanpa ekspresi. “Hmm.”

Arash duduk di ujung kasur, menjaga jarak. Suasana kamar langsung tenggelam dalam keheningan yang aneh—sepi, tapi bukan nyaman.

Sekitar satu menit berlalu sebelum Devan tiba-tiba bertanya, tanpa menoleh sedikit pun.

“Kamu lapar nggak?”

Arash langsung menjawab, “Nggak, Pak.”

Sayangnya… tubuhnya tidak bekerja sama.

Kruukkkk.

Perut Arash berbunyi keras sekali. Suara itu menggema di ruangan hening seperti toa masjid.

Devan sontak menoleh cepat. Ia menatap Arash seolah baru melihat makhluk langka, lalu—tanpa bisa ditahan—tawa pecah dari bibirnya.

“Hahaha! Ya ampun…” seru Devan sambil memegangi perutnya. “Kamu bohongnya jelek sekali!”

Arash menunduk mati-matian menyembunyikan wajahnya yang memerah. “P-perut saya nggak bisa diajak kerja sama, Pak…” gumamnya malu.

Devan tertawa semakin keras, sampai matanya berair sedikit. Tawa yang… jarang sekali muncul dari pria itu.

Setelah cukup lama, ia mengusap sudut matanya. “Kamu bisa masak?”

Arash mengangguk ragu. “Bisa, Pak...”

“Masak sana. Pakai yang ada,” ucap Devan singkat, kembali memasang topeng datarnya.

“Iya, Pak. Saya permisi.”

Arash bangkit dan keluar kamar.

Dapur villa itu kecil, tapi cukup rapi. Ada beberapa bahan rustic yang disiapkan pengelola villa—daging sapi segar, sayuran, bumbu dasar, dan beras. Walau sederhana, Arash merasa lega.

“Alhamdulillah masih bisa dimasak…” gumam Arash sambil tersenyum kecil.

Ia mulai sibuk. Menumis bawang putih dan merah, aroma harum langsung memenuhi udara. Ia memasukkan daging, kecap, daun salam, sedikit lada, lalu menanak nasi dengan rice cooker kecil di sudut dapur.

Semur dadakan itu mulai mengeluarkan aroma enak yang menyebar ke seluruh villa.

Dari kamar, Devan bisa mencium aromanya. Ia menatap ke arah pintu, namun berpura-pura tetap fokus ke TV.

Beberapa menit kemudian, suara Arash terdengar.

“Pak… makanan sudah siap!”

Devan keluar dari kamar. Ketika ia melihat meja makan sederhana yang tertata rapi, ada senyum samar yang muncul di wajahnya—senyum yang sangat jarang muncul.

“Maaf kalau nggak enak, Pak…” ucap Arash gugup.

“Tidak masalah,” ujar Devan singkat, tapi nadanya tulus.

Mereka makan dalam diam, hanya ditemani suara sendok garpu yang beradu. Namun Devan dalam hati sangat terkesan.

Anak ini masaknya… seenak ini? gumamnya pelan dalam pikirannya.

Setelah makan malam selesai, mereka pindah ke sofa untuk menonton TV. Angin malam dari celah-celah jendela membawa udara dingin pegunungan.

Arash duduk menjaga jarak, memeluk lututnya. Devan duduk dengan posisi santai, tangan terlipat di dada.

Suasana terasa nyaman tapi canggung.

“Pak,” panggil Arash pelan.

Devan menoleh sedikit. “Hm?”

“Kayaknya… saya mending nyari penginapan lain saja, ya,” ucap Arash hati-hati. “Saya… nggak enak kalau berdua terus, Pak.”

Devan langsung menatapnya tajam. “Buat apa?”

“Saya… nggak nyaman tidur satu villa sama anda. Takutnya… gimana gitu.”

Devan memutar bola matanya. “Saya nggak akan macam-macam.”

“Saya tahu, Pak. Bukan itu maksud saya…”

“Kamu tidur di kamar. Saya di luar,” potong Devan tegas.

Arash menggeleng cepat. “Nggak, Pak. Biar saya saja yang tidur di luar.”

“Baik,” jawab Devan cepat sekali.

Arash bengong. “Se…secepat itu, Pak nyetujuinnya?”

Devan berdiri tanpa menjawab. Ia masuk kamar, dan beberapa menit kemudian keluar sambil membawa selimut tebal serta bantal. Tanpa bicara, ia meletakkannya di sofa.

Arash mengernyit. Tidak mengerti sama sekali arah pikiran pria itu.

Namun bukannya masuk kembali ke kamar… Devan malah merebahkan dirinya di sofa.

“Pak! Bangun dulu ih!” seru Arash kesal.

Devan membuka satu mata. “Apa, Maulidia?”

“Pindah ke kamar sana!”

“Saya mau tidur di sini,” ucapnya datar.

“Berarti saya yang tidur di kamar, Pak.”

“Nggak. Kamar kosongin. Kamu juga tidur di sini.”

Arash melongo. “Mau Bapak apa sih sebenarnya?”

Devan memejamkan matanya lagi. “Diam. Saya mau tidur.”

Arash menatapnya lama, antara kesal, bingung, dan… sedikit ingin melempar bantal.

......................

Sementara itu, jauh di kota, gala dinner Adhitama Group berlangsung megah. Lampu kristal berkilauan, undangan berdatangan, dan musik lembut mengalun.

Namun tidak seperti biasa, Danu gelisah tak berhenti.

“Devan ke mana sih?” gumamnya sambil menyapu ruangan dengan mata tajam.

Diana mencoba menenangkan. “Mungkin sebentar lagi datang, Dad…”

“Sebentar lagi terus dari tadi!” seru Danu, mulai frustasi.

Para tamu mulai bertanya soal pewaris Adhitama Group itu. Malik, sekretaris Devan, hanya bisa menggeleng malu karena ia pun tidak tahu keberadaan bosnya.

Vena mendekat, tersenyum lembut. “Om, Tante… mungkin Kak Devan sudah di sini. Mungkin tidak mau terlihat dulu.”

Tapi Danu tahu itu hanya basa-basi.

Ia merencanakan sesuatu malam itu.

Gala dinner ini bukan sekadar acara perusahaan. Ia ingin perlahan mengumumkan perjodohan Devan dan Vena di depan keluarga besar dan investor.

Namun…

Setengah jam berlalu.

Satu jam.

Dua jam.

Acara selesai tanpa Devan muncul.

Danu kehilangan muka. Keluarga Vena canggung. Diana stres. Malik kebingungan. Para tamu bertanya-tanya.

Begitu sampai di rumah, Danu langsung meledak.

“Kurang ajar betul anak itu!” teriaknya sambil membanting jas ke sofa.

Diana menahan air mata. “Dad, tolong…”

“Aku sudah siapkan acara penting! Semua keluarga Vena datang! Investor datang! Dan dia malah menghilang!”

Suara makiannya menggema di seluruh rumah.

Sementara itu, tanpa mereka sadari…

Pewaris yang mereka cari sedang tertidur di sofa villa terpencil, berselimut tebal, ditemani udara dingin pegunungan,

…dan seorang gadis yang entah kenapa mampu membuat hidupnya kacau… tapi hangat pada saat yang sama.

1
Reni Anjarwani
doubel up thor
Reni Anjarwani
lanjut thor
rokhatii
ditanggung pak ceonya🤣🤣🤣
matchaa_ci
lah kalo gajinya di potong semua gimana arash hidup nanti, untuk bayar kos, makan, bensin pak ceo?
aisssssss
mobil siapa itu kira kira
aisssssss
bagua banget suka ceritanya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!