NovelToon NovelToon
SUNDIRAH

SUNDIRAH

Status: tamat
Genre:Cintapertama / Tamat
Popularitas:293k
Nilai: 5
Nama Author: Delima Rhujiwati

Sundirah, adalah anak seorang pekerja upah harian, sebagai pemetik kelapa. Perjalanan cinta Sundirah dengan Mahendra, putra semata wayang juragan kopra adalah sebuah ujian yang tidak mudah ia lalui.
kehilangan kedua orang tua sekaligus bukan fakta yang mudah di terima.
Atmosiman, yang semula sebagai sosok penyayang, melindungi dan penuh kewibawaan. Hanya karena tergiur oleh sebuah kehormatan, Dia lupa akan tujuan utama didalam kehidupannya.
Lurah Djaelani, bersama kamituwo. Sebagai pamong yang seharusnya menjadi teladan pada masyarakat.
Lupa kewajiban sebagai kepala desa, dan lebih memburu harta, berjudi sabung ayam dan menjodohkan anak gadisnya, yang semata-mata untuk menguasai harta sang juragan.
Mampukah Sundirah menghadapi semua cobaan dalam kisah cinta dia, nyawa orang tua nya sebagai taruhan atas nama cinta.
Duri yang paling mematikan disini adalah sosok seorang kamituwo. akan kah ambisi mereka berhasil membawa keberkahan?
Ikuti sebagian dari kisah yang nyata seorang Sundirah.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Delima Rhujiwati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Mencari pintu maaf.

Adzan maghrib berkumandang, namun semburat kuning keemasan masih cerah melukiskan indahnya alam semesta.

Sunyi sepi, seperti tidak berpenghuni rumah besar itu milik lurah Djaelani. Perkutut di sangkar pun, enggan menyapa sang majikan yang pulang ke rumahnya. kumuh, lusuh, sedkit pun tanpa ada pancaran ke wibawa an yang seharusnya ia miliki.

Ratmini, Sulastri dan Sudargo yang menjadi imam, sedang melakukan kewajiban nya sebagai umat manusia, kepada sang Khaliq.

"Duduklah, dan beristirahat lah dulu Parmin, aku akan ke dalam mengambilkan sesuatu untuk menghilangkan dahaga mu." Djaelani mempersilahkan tamu nya, masuk dan duduk di bale bale yang luas itu.

"Nggih tuan...!"

"Kalau di perbolehkan, saya akan menumpang menginap di sini. Untuk semalam, besok pagi setelah bunyi Kokok ayam, saya akan kembali lagi pulang ke arah selatan, tuan." Parmin meminta izin untuk istirahat bermalam, mengingat malam akan gelap, dan sulit melakukan perjalanan sendiri.

"Beristirahat lah, aku sangat berterima kasih padamu dan istri mu. Kalau bukan karena kalian, mungkin aku sudah tinggal nama."

"Terimakasih tuan, kita memang sudah sewajarnya saling membantu, dan menolong."

Lalu melintas seorang pembantu laki-laki belia, yang akan menyalakan lampu lampu Ublik , sebagai penerangan jalan, dan bale-bale.

Djaelani memanggilnya, dan menyuruh untuk menyiapkan makanan, serta memberikan satu karung Gabah untuk di bawa pulang Parmin esok pagi.

Sulastri yang mendengar suara sang ayah, sayup-sayup ada beberapa suara laki-laki. Antara senang dan takut menyeruak ke dalam batin nya.

"Go... Dargo...! kau dengar suara siapa itu? apa ayah sudah pulang?" Lastri berbisik pelan.

"Kita keluar bersama yu, kalaupun itu Ayah bersama teman-teman nya yang datang, kau segeralah lari lewat pintu belakang."

"Go... aku takut! bagaimana kalau mereka nanti mencelakai kita semua?" Ketakutan Lastri sungguh beralasan, sebab ancaman Djaelani, akan menikahkan dengan laki-laki kaya-raya selalu dia ingat dengan jelas. Siapapun pasti takut akan terjadi pertumpahan darah kembali.

"Tidak yu, itu tidak akan terjadi, jangan takut yu... kita lakukan bersama-sama."

"Biar nenek yang keluar, kalian nanti menyusul!." Ratmini berdiri dan beranjak keluar dari Senthong tengah.

Ratmini perlahan berjalan, dan memanggil nama Djaelani.

"Djaelani...! kau kah itu...? sejak kapan kau pulang le...?" Trenyuh hati Ratmini, setelah melihat kondisi Djaelani, yang kurus, rambut beruban yang tidak terurus, baju Kumal.

"Ibu....! Saya pulang Bu..." tangis sang lurah yang sombong dengan segala wewenang nya, akhirnya pecah juga di kaki sang ibu.

Ratmini memeluk sang putra penuh haru, mereka saling berpelukan dalam tangis.

"Berdirilah, dan duduklah ceritakan apa yang sedang terjadi padamu? lalu siapa pemuda ini?"

"Dia, yang telah menolong saya ibu, dia akan bermalam di sini dan esok pagi, akan melanjutkan perjalanan pulang."

Dari balik penyekat ruangan, Sulastri bersama Sudargo saling pandang. Mereka tidak mempercayai apa yang sedang terjadi, ayah yang selama ini selalu memberikan rasa takut, dan was-was sedang menangis dan menundukkan kepala pada pangkuan sang ibu nya.

Sulastri mengandeng tangan Dargo, lalu mendekati mereka.

"Ayah...!"

"Lastri...! mendekat lah nak, maafkan ayah."

"Jangan membenci ayah nak, akan ayah perbaiki semua kesalahan ayah pada kalian."

Lastri diam, dan terpaku menatap sang ayah. Berjalan mendekati Ratmini, menatap Ratmini seolah tidak percaya di depan nya adalah Djaelani. ayah, dan seorang tokoh masyarakat. Yang ia rindukan sebagai ayah pelindung, sekaligus yang menakutkan semua wewenang nya, adalah mutlak.

"Nek... apa dia ayah Lastri?."

"Mendekat lah ndhuk, bagaimana pun juga dia adalah ayah mu." Wajah tua Ratmini memberikan senyum, berharap kedepan akan membaik walaupun, tidak akan mudah lagi bagi Djaelani untuk mengahadapi sendiri.

Djaelani, menceritakan segala kekalahan yang harus ia tebus. Bahkan pembunuhan Sundirah, adalah dia dalangnya. Walaupun pada akhirnya Suyud dan Yatemi, yang harus meregang nyawa dari keberingasan kamituwo.

"Saya, akan mem pertanggung jawabkan semua ulah saya bu. Karena ini memang kesalahan saya." Menunduk, malu, menyesal menjadi satu.

"Ayah....! Saya merindukanmu saat ini, tetapi saya akan lebih merasa terlindungi, dengan sikap ayah yang berani mem pertanggung jawabkan semua perbuatan ayah."

Sulastri memeluk Djaelani dengan isak tangis, yang sulit terbendung.

Tenggelam dalam suasana keharuan. Rasa bersalah, semakin mendorong Djaelani untuk segera mem pertanggung jawabkan, semua perbuatannya.

Menjelang terpejam nya mata menuju alam mimpi, Lastri pelan mengutarakan keinginan Harjito kepada Ratmini.

"Nek... apakah ayah sudah membuka hatinya untuk menerima kang Jito?, atau sebaliknya."

"Apakah, akan terjadi peristiwa seperti Sundirah, yang harus Lastri alami."

"Ndhuk... tidur lah, malam sudah larut! semoga ayahmu akan membuka hati dan berubah niat menjodohkan kamu dengan yang lain."

"Semoga, kekalahan dan peristiwa yang ayah mu alami. Bisa membawa dia ke jalan yang benar."

"jodo, rejeki lan pati, wis pinesti dening Gusti. Sing sabar yo ndhuk."

Sulastri pun tidak mampu lagi bertanya, hingga larut dalam mimpinya.

Parmin, berpamitan akan pulang ke Blitar. Tidak cukup dengan ucapan terimakasih, dan rasa syukur. Djaelani berikan kepada Parmin beberapa bahan makanan, dan dua helai kain dari Ratmini. Untuk anak dan istri Parmin.

Dalam diam, Djaelani selalu terbayang akan ular hitam bergaris putih, yang melingkar di kaki nya subuh kemaren.

Ular yang mematikan itu, seperti akan memberikan firasat yang buruk baginya. kesalahan demi kesalahan, berbaris rapi menari pada ingatannya.

Rukmini adik perempuan nya, yang harus mati menegak racun hama. Karena keserakahan nya, harta peninggalan orang tua, yang ia sendiri habiskan di kalangan Sawung pitik.

"Aahk.., dosa ku terlalu banyak, apa yang harus aku perbuat kemudian? Maaf kan aku yang banyak berdosa pada mu ibu." Bergemuruh batin Djaelani, mengingat sepak terjang yang ia lakukan selama bertahun-tahun.

"Maafkan ayah nak, telah mendidik, dan membesarkan mu dengan tidak benar. Maaf kan aku istriku." Ingatan belasan tahun silam kembali meliuk-liuk lepas.

Istrinya yang harus meregang nyawa, saat melahirkan Sudargo. Dan mengabaikan nya begitu saja, semua yang kewajiban sebagai kepala rumah tangga. Sebagai kepala desa yang ia salah gunakan kepercayaan masyarakat kepadanya.

"Djaelani... Apa yang kau pikirkan? masih banyak jalan untuk memperbaiki kesalahan. Lakukanlah sebelum terlambat." Ratmini dari tadi mengawasi gerak-gerik Djaelani dari jauh, sambil mengunyah kinang, lalu menghampiri nya.

"Ibu, saya akan ke tempat Atmosiman. saya akan bawa Dargo dan Lastri serta."

"Akan tetapi, saya ragu. mungkinkah pintu maaf terbuka? terlalu fatal kesalahan ku Ibu."

*****

Ublik, teplok, lampu sentir \= adalah lampu yang memakai minyak tanah pada waktu itu .

Gabah\= adalah bahan pangan pokok yang berasal dari padi dan digiling setelah kulitnya keluar menjadi beras.

Senthong \= juga terbagi menjadi tiga ruangan. Senthong kanan adalah kamar tidur untuk ayah, senthong kiri untuk ibu dan anak yang masih kecil, dan senthong tengah biasa di gunakan untuk meditasi , atau untuk beribadah .

Jodo, rejeki lan pati, wis pinesti dening Gusti. \= Jodoh, rejeki, dan kematian Gusti Allah yang menentukan.

*****

#semoga translate nya memuaskan bagi pembaca, dan mohon maaf bila ada kesalahan dalam penulisan#.

kita lanjut ke next chapters ya kakak-kakak kuh 😉

jangan lupa komen,+ like, rate ⭐🖐️

Biar semangat tuh Sundirah nya 😂

love always by Rhu 😘

1
/Facepalm//Facepalm//Facepalm/dagdig dug duarrrrr
dengan warti kali ya🤔
bakwan dong😭😭🤣
flash back kah🤔
kmna belahan jiwaku/Grimace/
next.lnjuttt
knpa naris jadi maria🤭
/Sleep//Sleep/emng sih masa lalu susah buat di lupain...tp kenyataannya harus di lupain .
klo rondo kmbang apa/Silent/
iyuppp.btul itu pastinya/Hey/
cieeee yg masih ngerasa mudaaa/Facepalm/
/Sneer//Sneer/udah tuapun teteppp
uenak iki🤤
apa itu bneran ada/Sleep/
🙄udah susah payah mosok amnesia
/Facepalm//Facepalm/yg nulispun jdi ikutan emosi
imut nggk sih/Facepalm//Facepalm/pling juga karatan/Joyful//Joyful/
typo..# naris
/Facepalm//Facepalm//Facepalm/yg bner ja karatan
wuaduhhh😳
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!