NovelToon NovelToon
SUSUK JALATUNDA

SUSUK JALATUNDA

Status: sedang berlangsung
Genre:Kutukan / Horor / Duniahiburan
Popularitas:2.9k
Nilai: 5
Nama Author: Naim Nurbanah

Misda terpaksa harus bekerja di kota untuk mencukupi kebutuhan keluarga nya. Saat Dikota, mau tidak mau Misda menjadi LC di sebuah kafe. Singkat cerita karena godaan dari teman LC nya, Misda diajak ke orang pintar untuk memasang susuk untuk daya tarik dan pikat supaya Misda.

Bagaimana kisah selanjutnya? Ikuti cerita novelnya di SUSUK JALATUNDA

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Naim Nurbanah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 21

"Kalau begitu, saat liburan nanti aku akan membawamu ke Ki Kusumo, orang sakti yang katanya mampu mengusir bayang-bayang gelap yang kini merantai tubuh dan jiwamu. Aku tak akan membiarkan kekuatan gaib itu terus menguasai hidupmu, menggerogoti dari dalam hingga kau tak lagi mengenali dirimu sendiri. Percayalah, di hadapannya, semua kegelapan itu akan hancur, dan kau akan bebas kembali menatap dunia dengan mata yang penuh harapan."

Janji Wono kepada Misda bukan sekadar kata-kata kosong. Dengan wajah penuh keyakinan, dia menggenggam tangan Misda erat-erat. 

 “Nanti, aku akan bawa kamu ke padepokan silat Ki Kusumo,” ucap Wono pelan namun tegas. Misda menatap pria itu, campur aduk antara harap dan ragu. 

Tapi tatapan Wono penuh keyakinan, seperti mengundang kepercayaan tanpa syarat. Di sana, dulu Wono belajar langsung dari Ki Kusumo, guru yang disegani. Saat menjadi muridnya, Wono mendapat kalung liontin, sebuah benda kecil tapi sarat makna. 

Kalung itu dipercayainya mampu mengusir jeratan roh jahat yang mengintai tubuh manusia. Wono menyentuh liontin itu perlahan, matanya menerawang, seolah mengingat kembali kekuatan yang pernah dia rasakan. Dengan penuh harap, dia menatap Misda, berjanji bahwa bersama mereka akan menemukan perlindungan dan kekuatan itu.

Di penghujung tahun itu, Wono sengaja mengajak Misda ke padepokan, tempat yang selama ini menyimpan luka di hati mereka. Matanya yang biasanya teduh berubah tajam saat menatap Misda. 

“Udah, berhenti saja dari kerjaan itu,” suaranya bergetar, penuh teguran. Ia tak bisa menahan cemburu yang membara setiap kali Misda cerita soal tamu-tamu kafe yang sering menggoda, pria-pria hidung belang yang kadang tak malu-malu membooking bahkan sampai nginap di hotel. 

 Misda hanya terdiam, wajahnya menunduk. Dia tak pernah mau mengakui jika dirinya ikut terlibat lebih jauh, tapi bagi Wono, keraguan itu terus menghantuinya. Dalam hatinya, Wono merasa sulit percaya kalau kekasihnya tak tergoda oleh uang tebal yang menggoda, seperti teman-teman lain yang sudah terperangkap. Cemburu dan ketakutan itu mengikatnya, membuat suasana menjadi begitu sunyi dan penuh ketegangan.

Misda menelan berat-berat keputusan yang tak bisa ia elakkan: mengikuti kemauan Wono untuk berhenti kerja di kafe itu. Ia sudah bilang ke Dona, tapi tatapan kecewa Dona sulit disembunyikan. 

"Sayang banget, Mis, lo sekarang primadona di sana," suara Dona terdengar pelan tapi penuh penyesalan. Misda cuma mengangguk, hatinya campur aduk. 

Perjuangannya selama ini, dari tempat nya bekerja  sampai dikenal pelanggan setia, seakan sia-sia. Di dalam mobil, Wono menggenggam tangan Misda pelan, sementara mereka melaju menuju padepokan silat Ki Kusumo, yang terletak di lereng Merbabu, Boyolali, Jawa Tengah. Di antara deru mesin, Misda menatap jendela, membayangkan masa depan yang tak pasti.

Berjam-jam mereka menembus perjalanan, dari pagi yang cerah sampai gelap mulai merayap di ujung jalan. Wono memegang setir dengan serius, matanya sesekali melirik ke jalan, tak pernah lepas dari konsentrasi. 

Di sampingnya, Misda duduk tenang, tak banyak bicara, tangannya sesekali menyentuh bahu Wono pelan, seperti ingin mengusir kantuk yang mungkin menghantui pria itu. Malam itu, mereka melewati hutan jati yang sunyi, angin berdesir lembut seolah memberi pertanda, setengah jam lagi sampai di padepokan silat Ki Kusumo. Namun, tanpa peringatan, Wono tiba-tiba menginjak rem dengan keras. Mobil menghentak mendadak, tubuh Misda terpental sedikit ke depan. Matanya membesar, kaget, menatap Wono dengan panik. 

"Ada apa, Mas?" suaranya bergetar. Wono mengerutkan dahi, wajahnya tegang, ia segera menepi ke bahu jalan. 

"Kayaknya aku nabrak sesuatu," katanya pelan, langkahnya ragu ketika membuka pintu mobil, dadanya berdebar menahan takut, belum yakin harus turun dan memastikan apa yang sebenarnya terjadi di luar.

Wono menatap gelapnya hutan jati dengan ragu yang semakin menggelayut di dadanya. 

"Kalau begitu kita turun dan lihat, mas. Takutnya kamu nabrak kucing atau binatang lain," suara Misda bergetar, mencoba menenangkan. Namun matanya terus menelusuri jalan yang sepi, tak menemukan satu pun bayangan bergerak. 

"Wono mengernyit. “Tapi di hutan ini kan dikenal angker...” ucapnya pelan, jari-jari tangannya mengepal di setir. Misda menarik napas cepat, wajahnya memucat.

 "Kalau begitu, ayo buruan tinggalkan tempat ini. Hidupkan mesin mobilnya, mas!" serunya panik. 

Dengan tangan yang gemetar, Wono menginjak pedal gas. Suara mesin meraung, ban meninggalkan bekas di tanah kering. Tanpa sadar, dari balik pepohonan, aura gelap melingkupi mereka, mengintai dengan niat buruk yang siap mengoyak malam yang sunyi itu.

Wono sekuat tenaga membaca doa supaya perjalanan nya ke padepokan silat Ki Kusumo tidak mengalami rintangan. Pria itu berusaha fokus menjalankan mobilnya walaupun beberapa kali pria itu melihat penampakan sosok makhluk halus dengan berbagai wujud. Wono berusaha tenang dan tidak menunjukkan rasa takut supaya kekasihnya tidak mengetahui apa yang telah ia lihat. Mengingat Misda mudah panik dan mudah ketakutan jika menghadapi makhluk astral tersebut.

Pada akhirnya Wono bisa bernapas lega karena telah sampai di depan gapura padepokan silat Ki Kusumo yang sudah disambut oleh beberapa orang yang berjaga. Mereka sangat mengenal Wono hingga langsung menyuruhnya masuk dan memarkirkan mobilnya ke dalam padepokan itu. Sementara mereka berdua sampai di padepokan itu di jam dua pagi di mana anak-anak padepokan telah beristirahat di ruangannya masing-masing.

Wono menekan pedal gas dengan tangan yang sedikit gemetar, bibirnya bergerak pelan membaca doa agar perjalanannya ke padepokan silat Ki Kusumo berjalan lancar tanpa hambatan. Matanya tajam mengamati jalan, namun sesekali terhenti saat bayangan sosok makhluk halus muncul entah dari sisi mana, ada yang berwujud manusia dengan mata merah menyala, ada pula yang hanya bayangan samar tanpa bentuk jelas. Napas Wono berusaha dibuat tenang, dadanya ditahan agar jantungnya tidak berdebar keras. Ia sengaja tak ingin menunjukkan ketakutan itu, terutama pada Misda yang duduk di sampingnya. Wono tahu betul, sekali Misda panik, suasana bisa makin genting.

Ketika akhirnya mobil berhenti di depan gapura besar padepokan yang diterangi remang lampu, tubuh Wono terasa lebih lega. Beberapa orang berjaga yang sudah mengenal dirinya langsung menyambut dengan anggukan dan aba-aba singkat.

 “Masuk saja, Wono. Parkir di dalam,” ucap salah satu pria sambil menunjuk gerbang. Jalanan sunyi, jam menunjukkan pukul dua pagi, sementara anak-anak padepokan sudah terlelap di kamar masing-masing. Wono mengangguk dalam hati, bersiap menghadapi malam yang sepi tapi penuh misteri di balik tembok itu.

"Misda, ayo bangun! Kita sudah sampai di padepokan silat Ki Kusumo!" Wono mengguncang tubuh kekasihnya dengan getir, suaranya penuh kecemasan. Mata Misda terpejam, tapi Wono tahu betapa lelahnya dia. 

"Tunggu sebentar, aku ingin istirahat dulu sebelum Ki Kusumo memanggil kita ke rumahnya," katanya lirih, mencoba meredam gelombang perasaan yang bergejolak di dadanya. Namun, Wono tak mau waktu terbuang sia-sia; hatinya bergetar menanti apa yang akan terjadi di hadapan Ki Kusumo.

1
NAIM NURBANAH
Semangat
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!