Ketika sedang dihadapkan pada situasi yang sangat sulit, Farida Agustin harus rela terikat pernikahan kontrak dengan seorang pria beristri bernama Rama Arsalan.
Bagaimanakah kehidupan keduanya kelak? Akankah menumbuhkan buih-buih cinta di antara keduanya atau justru berakhir sesuai kontrak yang ada?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Velza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21. Kejutan Tak Terduga
"Selamat ulang tahun, Farida," ucap Mami Sinta.
"Maafin mami, ya, udah ninggalin kamu tadi. Soalnya mami ingin memberikan kejutan ini untuk kamu," lanjut Mami Sinta.
"Dari mana Mami tahu kalau ini hari ulang tahunku?" tanya Farida seraya mengusap air matanya.
"Tuh." Mami Sinta menunjuk seorang pria yang membawa buket bunga besar dan menutupi wajahnya.
"Siapa, Mi?" tanya Farida, bingung.
Pria itu pun berjalan pelan menghampiri Farida dan Mami Sinta. Farida yang sudah sangat penasaran, ingin mengambil buket tersebut agar dia tahu siapa orang yang tengah berdiri di hadapannya ini.
"Tuan Rama." Farida tak menyangka jika orang yang membawa buket itu adalah Rama.
"Selamat ulang tahun, Farida. Semoga dipertambahan usia ini, kamu selalu diberikan kesehatan, menjadi seorang kakak yang selalu disayangi adikmu, dan juga jadi istri dan ibu yang terbaik untuk anak-anak kita nanti."
"Tuan ...." Farida tak mampu melanjutkan ucapannya, rasa sesak di dada karena haru dan juga air mata yang semakin mengalir deras membuat tenggorokannya seketika tercekat.
Tanpa aba-aba, Rama segera memeluk dan mengusap punggung sang istri yang menangis tersedu. Farida pun kian menumpahkan tangisannya di pelukan sang suami.
"Sudah-sudah, nanti dilanjut lagi pelukannya. Sekarang kita tiup lilin dulu."
Farida seketika melepas pelukan sambil mengusap air mata yang masih membasahi pipi. Setelah meniup lilin dan potong kue, Rama kembali memberikan satu kejutan pada sang istri.
"Oh, ya, ada satu kejutan lagi buat kamu," ucap Rama.
"Apa?" tanya Farida.
Dari arah pintu masuk, muncul sosok pria yang mengenakan hoddie merah dan masker yang menutupi sebagian wajah.
Farida memerhatikan dengan seksama pria itu, berusaha menggali ingatan tentang siapa sosok tersebut dengan melihat dari sorot matanya.
Dapat dilihat dengan jelas, kedua mata pria itu tampak berkaca-kaca saat berhadapan dengan Farida. Sementara Farida, dia masih belum bisa mengenali pria di hadapannya itu. Namun, dilihat dari sorot mata dia sangat mengenali, tetapi ragu jika memang itu adalah orang terdekatnya.
"Coba tebak, dia siapa?"
Farida menoleh pada Rama karena dia sendiri bingung, siapa pria yang diundang oleh suaminya itu.
"Seharusnya kamu mengenalinya, meski hanya melihat dari tatapan mata," ucap Rama.
Akhirnya, Farida memberanikan diri mendekati pria itu lalu tangannya terulur untuk membuka masker yang menutupi sebagian wajah.
"Hai."
Mendengar sapaan dan suara itu, Farida pun tak kuasa menahan air matanya. Dia perlahan mengelus pipi pria yang tak lain ialah Rian, seolah memastikan jika itu bukanlah mimpi.
"Rian." Diiringi tangis haru, Farida memeluk erat sang adik yang amat dirindukannya. Tak menyangka jika dia akan dipertemukan kembali dengan sang adik tepat di hari kelahirannya.
Rian pun turut membalas pelukan sang kakak yang menangis tersedu. Tanpa sepengetahuan Farida, sehari setelah Rian meneleponnya pagi itu, Rama diam-diam mencari tahu informasi tentang adik iparnya dan pergi menemuinya.
"Udah, Fa. Ajak adikmu duduk, kita makan bersama nanti dilanjut lagi kangen-kangenannya."
Akhirnya, mereka pun menikmati makan bersama dan tentunya menjadi momen tak akan pernah terlupakan.
"Farida, sebelumnya saya minta maaf karena sudah mengundang adikmu tanpa izin kamu dulu. Saya sudah menceritakan semuanya pada Rian, awalnya dia sangat marah, tapi setelah saya mengatakan kalau akan mempertahankan hubungan kita apa pun keadaannya, Rian sudah memberikan restu dan semua keputusan akhir ada pada kamu," ungkap Rama.
Farida menatap Rama dan Rian bergantian, sang adik hanya memberikan seulas senyuman dan anggukan kepala. Dia masih belum yakin untuk melanjutkan hubungan yang terjadi karena perjanjian tersebut, tetapu dalam lubuk hatinya yang terdalam dia juga tak menginginkan sebuah perpisahan, terlebih saat mengetahui bahwa dirinya tengah hamil.
"Beri saya waktu untuk memutuskan semuanya, Tuan. Saya tidak ingin terlalu gegabah dalam memutuskan sesuatu dan nantinya akan mendatangkan penyesalan."
"Baiklah, jika memang itu maumu. Saya akan beri kamu waktu untuk berpikir."
Sementara itu di lain tempat, Nadia sedang mengamuk dan menghancurkan seluruh barang miliknya termasuk ponsel.
"Kurang ajar! Beraninya dia melakukan ini semua! Argh!"
Nadia tak dapat menahan amarah yang telah memenuhi rongga dadanya, bahkan kondisinya saat ini terlihat sangat acak-acakan.