NovelToon NovelToon
Sebungkus Mie Instan

Sebungkus Mie Instan

Status: sedang berlangsung
Genre:Single Mom / Cerai / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Selingkuh / Janda / Romansa
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: Tika Despita

Sudah empat tahun lamanya Aini menikah dengan suaminya Rendra. Namun dia tahun terkakhir Rendra tak bekerja. Sehingga kebutuhan sehari-hari di bantu bapak mertuanya. Terkadang Aini terpaksa memasak sebungkus mie instan untuk lauk makannya dirinya dan anaknya.

Disaat himpitan ekonomi, suaminya pun bertingkah dengan kembali menjalin hubungan dengan mantan kekasihnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tika Despita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ketahuan

Secangkir kopi panas sudah kuletakkan di depan Bang Rendra yang masih sibuk menatap layar ponselnya. Dari raut wajahnya saja sudah terlihat kalau pikirannya entah ke mana. Sementara aku, masih menyimpan bara dalam dada. Pesan yang semalam aku lihat dari ponselnya—antara dia dan Dela—masih jelas teringat. Rasanya darahku mendidih setiap kali bayangan itu muncul di kepala. Tapi sekarang, aku memilih diam. Marah hanya akan memperkeruh keadaan.

“Aini, nanti Abang pergi ke tempat teman. Palingan besok baru pulang,” ucap Bang Rendra sambil menyeruput kopinya pelan.

Aku mendongak, menatapnya datar. “Teman yang mana? Kok sampai nginap segala?”

“Itu, teman Abang waktu SMA. Dia baru pulang jadi TKI. Sekalian reunian sama yang lain juga,” jawabnya dengan nada meyakinkan, tapi matanya tak berani menatapku lama-lama.

Aku tersenyum tipis, berpura-pura percaya. “Oh, gitu…”

Aku menunggu reaksinya sejenak sebelum berkata santai, “Aku tadi ketemu Dela di warung waktu ngutang kopi sama gula.”

Seketika ekspresi Bang Rendra berubah. Tangannya yang tadi santai kini berhenti di udara, matanya membulat kaget.

“Dia bilang apa?” tanyanya cepat, nada suaranya jelas terdengar gugup.

“Cuma nanya kabar Abang. Itu aja,” jawabku singkat, sambil menatap matanya tajam.

“Oh…” Dia menarik napas lega, tapi aku tahu benar, ada sesuatu yang disembunyikannya.

-

-

Menjelang sore, Bang Rendra terlihat sibuk berdandan. Ia memakai kemeja rapi, menata rambutnya dengan minyak wangi yang bahkan jarang ia pakai kalau cuma ke warung. Gayanya hari ini… mirip orang jatuh cinta yang hendak berjumpa kekasih lama. Dadaku terasa sesak.

“Abang cakep gak, Aini?” tanyanya sambil tersenyum di depan kaca.

“Cakep,” jawabku singkat. Memang, kalau soal wajah, aku gak bisa bohong. Bang Rendra termasuk pria yang tampan. Dulu aku jatuh cinta padanya bukan cuma karena wajah, tapi karena sikapnya yang dulu sopan, perhatian, dan sederhana. Kami sama-sama anak rantau waktu itu, saling menguatkan. Tapi entah kenapa, sosok yang dulu aku kenal itu kini rasanya makin jauh.

“Kalau gak cakep, gak mungkin kamu jatuh cinta sama aku dulu,” selorohnya sambil nyengir, seolah semua baik-baik saja.

Aku hanya mengangguk, menahan perasaan yang campur aduk. Tanpa menjawab, aku beranjak ke dapur, pura-pura sibuk mencuci piring padahal mataku terasa panas menahan air mata.

-

-

Malam datang. Aku masih duduk di ruang tamu sambil menemani Keenan bermain mobil-mobilan. Bocah kecil itu tertawa riang, tak tahu kalau mamanya sedang berperang dengan rasa curiga yang membara. Hati ini rasanya gak tenang. Ada perasaan aneh, seperti firasat buruk.

“Ma, Papa mana?” tanya Keenan polos.

“Papa lagi pergi ke rumah temannya,” jawabku sambil tersenyum paksa.

Begitu Keenan terlelap, aku tak bisa menahan diri. Tanganku gemetar saat membuka akun media sosial Dela. Dan benar saja—hatiku langsung terhantam keras ketika melihat unggahan barunya, foto tangannya yang menggenggam tangan seorang pria. Wajahnya tersenyum samar, caption-nya cuma tulisan singkat: "Akhir dari sebuah kerinduan ."

Awalnya aku berpikir mungkin cuma teman. Tapi… mataku terpaku pada jari pria itu. Ada tahi lalat kecil di jari tengahnya—tanda yang aku kenal betul.

“Ya Allah… Bang Rendra?” bisikku tak percaya.

Air mataku jatuh tanpa bisa kutahan.

Malam ini aku benar-benar gak bisa tidur dibuatnya. Berkali-kali aku mencoba meneleponnya, tapi tak diangkat. Sampai akhirnya ponselnya malah dimatikan.

-

-

Pagi datang, tapi mataku sembab. Aku masih duduk di sofa dengan kepala berat dan hati hancur. Tepat jam sembilan, pintu rumah terbuka. Bang Rendra masuk dengan senyum sumringah, membawa kantong plastik berisi sarapan.

“Keenan, Papa bawa sarapan buat kamu!” katanya ceria sambil mencium pipi anak kami.

Aku hanya bisa menatap dingin. Rasanya jijik. Bibir yang semalam mungkin saja siap mengkokop bibir wanita lain, kini menyentuh anakku dengan wajah tanpa dosa.

“Aini, ambilin piring sama sendok. Kita sarapan bareng,” katanya seolah tak ada apa-apa.

Aku mendengus pelan, lalu menatapnya tajam. “Dapat uang dari mana buat beli sarapan ini, Bang?”

“Teman Abang yang dari rantau itu yang ngasih,” jawabnya enteng.

Aku terkekeh kecil. “Teman Abang, ya? Teman tidur, maksudnya?”

Wajahnya langsung berubah. “Kamu ngomong apa, Aini? Jangan asal tuduh!”

“Aku dan Keenan gak butuh sarapan dari uang gak halal, Bang!” suaraku meninggi, tubuhku bergetar menahan emosi.

Bang Rendra langsung berdiri, urat di lehernya menegang. “Abang bilang juga, ini dikasih teman Abang! Gak ada yang aneh!”

Aku tak bisa menahan diri lagi. “Abang kira aku bodoh? Aku tahu semalam Abang pergi ke tempat Dela!”

“AINI!” bentaknya keras sampai Keenan menangis kaget.

Seketika aku langsung memeluk anakku. “Sudah, Nak… jangan takut, ya…” ucapku pelan sambil membawa Keenan masuk ke kamar. Aku menguncinya dari dalam.

Beberapa menit kemudian, suara gaduh terdengar dari luar. Suara orang-orang ramai seperti sedang bertengkar. Dengan jantung berdebar, aku keluar. Keenan sudah tertidur, jadi aku pastikan ia aman dulu.

Begitu aku buka pintu, aku tertegun. Di halaman rumah, sudah berdiri ayah dan ibu Dela bersama beberapa tetangga. Wajah mereka tegang. Bang Rendra menunduk tak berani bicara.

“Rendra! Apa yang kamu lakukan sama anak saya semalam?” bentak ayah Dela dengan mata menyala.

“Yah, aku gak ngapa-ngapain…” Dela mencoba membela diri, tapi ayahnya langsung menepis tangannya.

“Diam kamu, Dela! Sudah jelas kamu janda, dan sekarang berani tidur sama laki-laki yang sudah punya istri!”

Aku hanya berdiri di ambang pintu, tubuhku gemetar. “Ada apa ini sebenarnya?” suaraku nyaris tak keluar.

Dan saat pandanganku jatuh ke leher Dela… dadaku terasa hancur. Di sana, jelas terlihat jejak-jejak merah keunguan. Bukti yang tak bisa dibantah.

Air mataku langsung mengalir deras. Dunia seolah runtuh di hadapanku.

“Saya ke sini mau minta pertanggungjawaban Rendra untuk menikahi Dela!” ucap ayahnya Dela lantang. “Dia sudah berbuat tak senonoh!”

“Apa benar itu, Rendra?” tanya ayah mertuaku dengan wajah memerah menahan marah.

“Itu gak benar, Pak! Saya gak sampai berbuat begitu!” elaknya gugup.

Aku maju satu langkah, menatapnya tajam. “Kalau gak berbuat, kenapa di leher Dela ada bekas kayak gitu?”

Bang Rendra menunduk. “Aini… Abang bersumpah, cuma sampai segitu aja. Gak lebih dari itu…” katanya lirih, tapi setiap kata justru membuat dadaku makin perih.

Tanpa pikir panjang, plak!

Tamparanku mendarat keras di pipinya. Suara itu menggema, membuat semua orang terdiam.

“Kurang apa aku, Bang?” suaraku bergetar. “Kamu gak kerja, aku terima. Tiap hari cuma makan mie instan pun aku sabar. Tapi kamu malah selingkuh di belakangku? Itu yang gak bisa aku maafkan!”

Dia terdiam, hanya menatapku dengan mata merah.

“Silakan, Bang. Lanjutkan hubungan yang belum selesai itu. Aku gak mau lagi hidup sama kamu. Hari ini aku minta cerai!”

“Aini, tolong, kita bicarakan baik-baik dulu,” ujar ayah mertuaku mencoba menengahi.

“Gak bisa, Pak!” potongku cepat. “Aku kembalikan Rendra ke Bapak. Biar Bapak yang hukum dia, kasih pelajaran biar dia tahu rasanya dihancurkan orang yang dia percaya.”

Aku menatap Dela yang menunduk malu, lalu berkata tajam, “Dan kamu, Dela… aku serahkan suamiku padamu. Biar kamu tahu, gak enak rasanya hidup dengan lelaki yang cuma bisa bohong.”

Tanpa menunggu jawaban siapa pun, aku berbalik dan masuk ke kamar, mengunci pintu rapat-rapat.

Untuk pertama kalinya, aku benar-benar merasa kosong.

1
Kala Senja
Bagus ceritanya
Qhaqha
Semoga suka dengan karyaku ini... 😊😊😊
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!