Aku Hanya Putri Palsu

Mobil Lamborghini Aventador berwarna kuning pisang terparkir. Beberapa siswa begitu penasaran dengan siapa yang keluar dari mobil tersebut. Pasalnya di sekolah ini hanya Tristan yang menggunakan mobil supercar.

"Apa murid baru?"

"Gila! Mobilnya keren!"

"Amelia saja cuma memakai mobil seharga ratusan juta. Mungkin orang ini status sosialnya sama dengan Tristan."

Saat itulah pintu mobil berwarna kuning pisang itu terbuka. Mungkin warna mobil mencerminkan jika pemiliknya menyukai pisang.

Tiara terlihat, begitu cantik, begitu keren membuat perhatian semua orang teralih padanya.

"Kamu punya mobil baru?" Tanya salah seorang siswa.

"Ayahku yang memberikannya, padahal aku sudah menolak. I...ini terlalu mahal, aku bahkan tidak bisa menyetir. Supir yang mengantarku ke sekolah." Ucap Tiara menunduk, benar-benar anak orang kaya yang tidak sombong. Kesan itulah yang terlihat darinya.

Tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Tiara mengatakan mobil ini adalah mobil impiannya, hanya dapat melihat donatur panti memakainya. Tanpa diduga kedua orang tuanya langsung memberikan. Mungkin karena rasa bersalah? Entahlah...

"Kamu terlalu baik. Tapi memang kamu lebih cocok menjadi putri keluarga kaya. Terlihat seperti malaikat, tidak seperti Amelia yang sudah seperti penyihir sombong." Tawa terdengar dari sang siswa.

Diikuti dengan tawa semua orang. Seakan itu adalah sebuah lelucon.

Mungkin tidak ada yang menyadari, Amelia menatap segalanya dari lantai dua. Lengkap dengan Savier yang selalu mengikutinya.

"Aku menangis berguling-guling untuk mendapatkan mobil supercar second tapi tidak dikabulkan. Dia...tanpa banyak bicara langsung diberikan. Memang darah lebih kental daripada air." Amelia menghelat napas.

"Amelia suka mobil jenis apa, apa porsche? Atau Ferrari?" Tanya Savier penasaran.

Amelia mengangkat sebelah alisnya."Kamu tau tentang mobil mewah?"

"Tentu saja aku tau. Setelah menikahi Amelia aku akan memberikan porsche. Bagaimana kalau kapal pesiar sebagai hadiah pernikahan?" Tanya orang miskin ini penuh harapan dan cita-cita.

Amelia menghela napas kasar."Menyadari aku bukan putri asli membuatku sadar, kemewahan itu hal yang membosankan. Bukan membosankan lebih tepatnya, tapi jika memiliki kemewahan, kamu akan takut kehilangannya seperti aku. Tapi jika tidak memiliki kemewahan setidaknya kamu memiliki harapan untuk mendapatkan kemewahan. Harapan akan membuatmu bersemangat dan bertahan."

"Harapan dan semangatku bukan kemewahan, tapi selalu bersama dengan Amelia." Savier tersenyum, benar-benar terlihat begitu baik, begitu polos. Pemuda ini sudah mengejar dan menyatakan cinta padanya hampir selama 3 tahun.

Membaca novel begitu menyeramkan, dimana Tristan yang begitu dicintainya malah mencelakainya. Pria dingin sempurna, itulah kesan yang dibuat oleh Tristan. Sedangkan Savier, begitu polos, begitu hangat, seseorang yang mungkin tidak akan menyakitinya.

"Aku akan memutuskan pertunanganku dengan Tristan. Lagipula semuanya benar, perjodohan seharusnya menjadi milik Tiara, jika kami tidak tertukar saat bayi." Amelia menyipitkan matanya melirik ke arah Savier."Setelah aku memutuskan pertunangan mungkin akan aku pertimbangkan untuk menjadikanmu pacar."

Savier membulatkan matanya. Kemudian memeluk Amelia, wajahnya tersenyum bahagia bagaikan makhluk tanpa napsu."Terimakasih Amelia, aku berjanji jika menjadi pacarmu kita akan selalu bersama. Bahkan kematian pun tidak akan memisahkan kita..."

"Belum pacar." Amelia sedikit mendorongnya.

"Tapi tidak apa-apa kan berharap." Savier kembali menunjukkan tampang malaikatnya, membuat Amelia hanya dapat menghela napas.

Memang dasar pasangan tidak serasi. Amelia begitu cantik, seperti iblis penggoda atau penyihir wanita cantik yang jahat, mungkin seperti ratu jahat dalam snow white?

Sedangkan Savier, memiliki wajah kalem, tidak bersalah, citra yang begitu polos. Bagaikan malaikat tidak bersayap yang dijatuhkan ke empang. Yang jelas pasangan ini bertolak belakang?

Mata Amelia kembali tertuju pada tempat parkir. Dalam novel sial itu, seharusnya kali ini Tristan kembali datang mendekati Tiara.

"3...2...1..." Gumam Amelia dapat didengar oleh Savier.

Dan benar saja, saat hitungan mundur berakhir Tristan dan kedua temannya datang mendekati Tiara.

"Kamu tau Tristan akan datang?" Tanya Savier mengernyitkan kening.

"Hanya sebuah tebakan yang beruntung. Aku benar-benar harus melawan jika tidak ingin mati." Amelia masih mengamati mereka tanpa ekspresi.

Pada bagian akhir novel Tiara dan Tristan hidup bahagia untuk selama-lamanya. Bagaikan seperti dalam cerita dongeng. Setelah menghadapi villain seperti dirinya.

Mungkin satu hal yang tidak dapat dimengerti oleh Amelia...apa kesalahannya?

Wajar jika dirinya ingin kembali merebut cinta keluarganya. Wajar jika dirinya ingin mempertahankan tunangannya. Tapi mereka menganggap itu sebagai sesuatu yang tercela. Jika mereka bisa membuangnya, maka dirinya juga dapat membuang semua orang.

Hal yang saat ini terjadi di tempat parkir merebut perhatian banyak siswa. Tristan, siswa paling sempurna, kaya, rupawan, lumayan pintar, kini melangkah mendekati Tiara yang memiliki citra gadis baik.

Tiara sedikit melangkah mundur kala Tristan mendekatinya.

"Kenapa tidak membalas pesanku?" Tanya Tristan tiba-tiba di hadapan semua orang.

"A...aku, aku tidak menyukaimu." Tiara sedikit melirik ke arah Tristan, tapi mengalihkan pandangannya.

Membuat pemuda itu menyeringai semakin tertarik. Wanita yang begitu menarik, berteriak mengatakan tidak menyukainya. Tapi sudah pasti menyimpan perasaan untuknya. Atau tidak?

Belakangan ini Tiara begitu dekat dengan beberapa kutu buku. Penampilan Tristan kini sudah kembali seperti biasanya lagi. Menyadari wanita ini jika tidak dipaksa tidak akan bersedia memandangnya. Seperti sebuah bunga mawar indah berduri.

"Tapi kita telah menjadi pasangan kekasih. Kamu sudah bersedia menjadi pacarku." Kini Tristan berada di jarak yang begitu dekat.

"Aku tidak pernah mengatakan mau menjadi pacar makhluk penindas sepertimu." Tiara melangkah mundur.

Tapi dengan cepat Tristan menarik pergelangan tangannya kemudian memeluk Tiara."Jadilah milikku..." bisiknya di telinga Tiara.

"Menjadi milikmu?" Tiara mengernyitkan keningnya."Aku tidak mau."

"Tapi kamu harus mau, jika tidak ingin temanmu celaka." Tristan melerai pelukannya, kemudian merapikan anak rambut Tiara. Menatap gadis ini gemetar, bagaikan ketakutan akan cinta yang diberikannya.

Pada akhirnya Tiara mau tidak mau mengangguk. Tristan tersenyum, hendak melangkah pergi.

Tapi sejenak, pandangannya tidak sengaja tertuju pada seseorang yang berdiri di lantai dua. Menatap dan menyaksikan segalanya yang terjadi di tempat parkir.

Pemuda yang tersenyum menghina ke arah Amelia. Sudah pasti gadis yang menjadi tunangannya sejak kecil ini akan marah, membuat keributan di hadapan semua orang seperti sebelumnya.

Tapi.

"Savier...ayo jalan." Gerakan bibir yang samar ditatap olehnya. Amelia pergi tanpa ekspresi sama sekali. Benar-benar seperti bunga spider Lily. Wanita dingin, namun berbahaya.

"Baik!" Pemuda bernama Savier menempel pada Amelia, melangkah pergi pelan.

Ada yang aneh, pemuda itu melirik ke arah Tristan lebih tepatnya menatap tajam bagaikan iblis, tersenyum dingin, seakan memiliki aura yang mengerikan.

Tristan menggeleng dengan cepat. Kedua orang tersebut telah tidak terlihat lagi dari tempat parkir. Apa yang dipikirkannya? Savier merupakan salah satu anak yang paling lemah, paling sering di-bully dan dijauhi karena berasal dari keluarga miskin. Bahkan dapat melanjutkan sekolahnya saja karena beasiswa.

Amelia tidak mungkin tertarik padanya bukan?

"Mereka terlihat bersama lagi, kamu tidak cemburu?" Tanya Andra memanas-manasi.

"Tidak... terserah Amelia dengan siapa." Jawaban dari mulut Tristan.

"Sakit tapi tidak berdarah. Amelia walaupun begitu dingin, tapi dia orang yang paling tulus padamu. Jangan karena rasa penasaran sesaat kamu kehilangannya. Cinta dan rasa penasaran itu berbeda... Amelia..."

"Yang aku cintai adalah Tiara. Aku tidak pernah mencintai Amelia."