"Jika ada kesempatan kedua, maka aku akan mencintai mu dengan sepenuh hatiku." Kezia Laurenza Hermansyah.
"Jika aku punya kesempatan kedua, aku akan melepaskan dirimu, Zia. Aku akan membebaskan dirimu dari belengu cinta yang ku buat." Yunanda Masahi Leir.
Zia. Cintanya di tolak oleh pria yang dia sukai. Malam penolakan itu, dia malah melakukan kesalahan yang fatal bersama pria cacat yang duduk di atas kursi roda. Malangnya, kesalahan itu membuat Zia terjebak bersama pria yang tidak dia sukai. Sampai-sampai, dia harus melahirkan anak si pria gara-gara kesalahan satu malam tersebut.
Lalu, kesempatan kedua itu datang. Bagaimana akhirnya? Apakah kisah Zia akan berubah? Akankah kesalahan yang sama Zia lakukan? Atau malah sebaliknya.
Yuk! Ikuti kisah Zia di sini. Di I Love You my husband. Masih banyak kejutan yang akan terjadi dengan kehidupan Zia. Sayang jika dilewatkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#18
Ratu terdiam. Benaknya sedang berpikir dengan keras. Sejauh ini, Yunan yang ia kenal adalah pria yang tidak suka bertindak keterlaluan pada orang lain. Yunan juga terkesan sangat dingin.
'Bagaimana mungkin? Apa yang telah terjadi sekarang? Apa yang sudah aku lewatkan selama aku tidak bekerja di sini?'
Ada banyak pertanyaan yang sedang menghampiri benak Ratu. Tapi, tidak ada satupun jawaban yang bisa ia dapatkan. Karena itu, Ratu memutuskan untuk mendatangi ruangan Yunan agar bisa mencari penjelasan sekaligus jawaban atas semua pertanyaan yang sedang menyapa batinnya saat ini.
Namun, ketika ia membalikkan tubuhnya untuk beranjak, tanpa sengaja, Ratu malah bertabrakan dengan seseorang. Gadis asing yang tak lain adalah Zia.
"Auh." Ratu mengeluh.
Zia pun sama. "Aduh. Maaf-maaf, saya gak sengaja." Zia berucap cepat.
"Jalannya bisa hati-hati gak sih?" Kesal Ratu sambil mengangkat wajahnya.
"Iya, mbak. Maaf. Saya gak sengaja. Lagi fokus sama dokumen soalnya."
"Mbak Ratu gak papa?" Salah satu karyawan bertanya.
"Nggak. Aku gak papa."
"Kamu, lain kali lebih berhati-hati lagi. Kamu anak baru 'kan?"
"Iya, mbak. Saya anak baru."
"Hm."
Ratu pun beranjak tanpa berucap lagi. Zia sedikit bingung. Ratu terkesan sedikit tidak bersahabat dengannya. Tapi, pikiran itu segera ia singkirkan.
Zia kembali fokus dengan tujuannya bekerja. Karena dia datang ke kantor ini murni tidak untuk menghasilkan uang. Melainkan, untuk dekat dengan suami masa lalunya itu.
Setelah kepergian Ratu, salah satu rekan malah langsung menghampiri Zia. "Kamu gimana sih, Zia? Jalan aja pakai nabrak. Lain kali, jalan itu pake mata. Bukan pake perasaan."
"Iya. Gak tahu ya kamu siapa yang baru aja kamu tabrak?"
"Si-- apa?" Zia memperlihatkan wajah kebingungan. Karena memang, dia nggak tahu sama sekali siapa wanita itu. Soalnya, wajah si wanita beneran asing.
"Dia mbak Ratu. General manager perusahaan ini. Sekaligus, calon istri pak Yunan nantinya."
Deg. Jantung Zia berdetak sedikit lebih cepat. Wajahnya pun berubah. "Calon istri? Maksudnya?"
"Lah, gitu aja nggak ngerti sih kamu, Zia? Mbak Ratu adalah wanita pilihan keluarga pak Yunan untuk dijadikan menantu. Hubungan mereka direstui oleh keluarga."
"Dan ... mereka beneran cocok 'kan jika bersama? Mbak Ratu cantik, pintar, datang dari keluarga terpandang lagi. Sedang pak Yunan, ganteng, kaya, dan ... ish, pokoknya, cocoklah."
Zia terdiam. Bukan merasa rendah diri atau sakit hati karena ucapan para rekannya barusan. Melainkan, sibuk dengan pikirannya sendiri yang ingin tahu, siapa wanita yang bernama Ratu itu. Karena, wanita itu sama sekali tidak pernah dia kenali di kehidupan sebelumnya.
'Ratu? Siapa dia? Wanita yang sedang dijodohkan dengan Yunan? Tapi, di kehidupan sebelumnya, aku tidak pernah tahu siapa dia. Jangankan kenal wajahnya, namanya saja tidak pernah ku dengar.'
Zia masih sibuk dengan pikirannya sendiri. 'Apakah dia yang tidak pernah muncul? Atau aku yang tidak pernah ingin tahu keberadaannya? Atau, ya Tuhan ... apa yang sebenarnya sedang terjadi?'
Sementara itu, di ruangan Yunan, Ratu sedang bicara dengan teman, atasan, sekaligus pria yang dia taruh hati dengan penuh harap. Sayangnya, harapannya hanyalah sebatas harapan saja. Yang dia harapkan sama sekali tidak tertarik untuk memberikan sedikit saja peluang untuknya berharap.
"Yunan. Aku ingin bertanya."
"Apa?" Yunan menjawab dengan suara datar seperti biasa. Yah, nada dan ekspresi itu hanya akan berubah saat berhadapan dengan satu orang saja. Siapa lagi dia kalau bukan Kezia?
"Soal ... apa yang terjadi di kantor ini selama aku sibuk dengan kantor cabang. Katanya, kamu sudah pecat dua karyawan hanya gara-gara dia bercanda. Benarkah itu, Yunanda?"
Yunan yang sebelumnya sibuk dengan laptop, kini langsung mengalihkan pandangannya.
Sesaat lamanya dia tatap wajah Ratu. Lalu, barulah ucapan itu lepas dari bibir indah miliknya.
"Ya."
"Yunan. Kenapa?"
"Maksudnya?"
"Mereka hanya bercanda. Kenapa harus-- "
"Aku tidak suka ada pembullyan di tempat kerja. Karenanya, mereka aku pecat sebagai contoh buat yang lainnya."
"Tapi, kan-- "
Ucapan Ratu tertahankan ketika melihat tatapan datar Yunan berubah menjadi tatapan tajam. Yah, setidaknya, Ratu tahu seperti apa Yunanda ini. Dia sudah mengenal Yunan sejak lama. Pria itu sangat sulit untuk ditaklukan.
"Baiklah. Aku tahu kamu bos nya. Apa yang kamu lakukan, adalah pilihan yang paling baik. Hanya saja, Yunan, aku berharap, kamu masih bisa mempertimbangkan mana yang benar dan mana yang salah. Jangan campuri urusan pribadi dengan urusan kerja. Kasihan mereka yang sangat membutuhkan pekerjaan, Yunan."
Ucapan panjang lebar Ratu malah Yunan tanggapi dengan pengusiran secara halus.
"Jika kamu sudah selesai bicara, kamu bisa pergi sekarang."
"Yunan. Aku tahu aku tidak punya hak untuk mencampuri urusan kamu. Tapi, kita kenal sudah sangat lama, bukan? Dan, kamu juga tahu kalau aku-- "
"Ratu. Aku juga ingin bilang, kamu juga tahu aku seperti apa. Jadi tolong, jangan tambah masalah dalam hidupku."
"Yunan."
"Pergilah! Aku ingin sendiri sekarang."
Ratu langsung melepas napas berat. "Baiklah. Aku akan keluar sekarang."
Ruangan itu kembali sepi setelah Ratu pergi. Yunan pun kembali di sibukkan dengan apa yang sedang dia pikirkan. Hatinya masih merasa tidak nyaman dengan apa yang matanya lihat kemarin sore.
"Apakah yang harus aku lakukan sekarang?"
"Tuhan. Aku sudah berjanji untuk melepaskan dirinya. Tapi hati, kenapa tidak rela?"
"Aku harus apa?"
*
Beberapa hari berlalu. Semuanya berjalan datar seperti biasa. Yunan yang terus berusaha menjauh. Zia yang terus mendekat. Lalu Ratu yang terus jadi pengamat. Sedang Brian, pria itu terus berada di antara dua hati yang sedang membingungkan pemikirannya.
Semuanya terus berjalan sesuai kesibukan masin-masing. Hingga akhirnya, Ratu tidak tahan lagi. Dia yang menjadi pengamat malah sibuk berusaha mendekati Yunan lebih keras lagi.
"Yu. Ada acara makan malam amal. Kita harus pergi bersama."
"Mungkin tidak, Ratu. Kamu bisa pergi dengan Deswa. Karena dia akan mewakili aku."
"Mana bisa, Yunan. Deswa hanya asisten pribadi kamu. Makan malam ini sangat penting. Kamu harus menghadirinya."
"Tidak cukup penting. Ini hanya makan malam amal. Tanpa aku, makan malam itu juga akan tetap berlanjut."
"Yunanda. Sampai kapan kamu akan terus seperti ini? Setiap saat ada pertemuan, kamu hanya akan mewakili kehadiran mu dengan mengirim Deswa. Kamu sadar gak sih? Perusahaan ini harus berkembang lebih lanjut."
"Ratu. Jangan ajari aku apapun yang tidak aku butuhkan. Kamu mengerti dengan apa yang aku katakan, bukan?"
"Yang Ratu katakan itu benar, Yunan."
Suara yang tiba-tiba datang itu langsung mengalihkan pandangan mereka berdua. Di depan pintu masuk, mama Yunan sedang berdiri tegak.
"Mama."
"Yu. Sesekali, kamu harus memperlihatkan dirimu pada dunia, nak. Kamu harus-- "
"Apa yang harus aku perlihatkan, Ma? Pemuda cacat yang hanya bisa duduk di kursi roda, begitu?"
"Yunan."
"Sudahlah. Aku tidak ingin berdebat. Jika kalian ingin bicara, aku akan pergi dari ruangan ini."