Azura Claire Morea, seorang dokter muda yang terpaksa membuat suatu kesepakatan bersama seseorang yang masih berstatus pria beristri.
Ya, dia Regan Adiaksa Putro, seorang kapten TNI AD. demi kesembuhan dan pengobatan sang ibu Azura terpaksa menerima tawaran sang kapten sebagai istri simpanan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Penapianoh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SIMPANAN KAPTEN 16
Akhirnya rencana untuk bertemu bupati berjalan baik. Mereka membicarakan perihal penyanderaan terhadap salah satu petugas medis yang hanya diberikan waktu dua hari.
Hari ini adalah hari pertama, besok hari terakhir, mereka harus mencairkan uang sebanyak itu. Sang bupati pun tidak dapat melakukannya tanpa membicarakannya terlebih dahulu dengan pejabat lain.
Mereka menyadari kemarahan penduduk asli, sebab mereka memiliki perspektif yang berbeda tentang adanya pemancar yang akan menghubungkan kehidupan mereka dengan dunia luar.
Mereka beranggapan, hal itu akan menggangu ketenangan mereka. Hal ini, ditambah dengan sebagai wilayah kebun tani milik mereka, yang di ambil dan digunakan untuk membangun pemancar disana.
Sebenarnya, hal ini sudah dibicarakan terlebih dahulu. Namun, hanya dengan tetua-tetua dikampung, sehingga kini para pemudanya bertindak dengan cara mereka.
Sang bupati yang merupakan suku asli sana, memahaminya. Terlebih lagi, regan menjelaskan, jika permintaan mereka tidak dituruti, maka akan menimbulkan lebih banyak korban berjatuhan.
Sang Bupati sudah mengetahui maksud regan mengatakan hal itu.
Sebab di pedalaman Papua, hal seperti ini sudah sering terjadi dan berakhir tragis, karena memakan korban, tidak hanya dari masyarakat sipil, tetapi juga dari pihak TNI yang bertugas di sana.
Sehingga tidak heran, orang-orang diluar sana, menyebut Papua adalah tempat konflik, dan sarang KKB, tanpa tahu, apa yang sebenarnya terjadi disana, sehingga segalanya seperti itu.
Sekian lama bertugas di sana, regan sudah sangat memahami keadaan itu. Dia pun begitu mencintai pekerjaannya disana, dan menikmati hidup berdampingan dengan suku asli disana, yang menurutnya, jauh dari kata seram. Sebab pada dasarnya, mereka hanya memperjuangkan hak mereka.
Dan mereka, aslinya merupakan orang-orang yang sangat menghargai dan berlaku baik pada orang-orang luar yang datang dengan niat baik, tanpa berniat mengganggu ketenangan mereka.
Akhirnya mereka sepakat, regan akan menebus azura, dan pemerintah akan segera mengganti uangnya. Namun, sial bagi regan. Saat dirinya sedang berusaha mencari jalan damai, Kapten Joseph yang mengetahui hal itu, segera melakukan penyerangan ke tempat dimana para pria bertopeng itu menyandra azura.
Namun, alih-alih memburu mangsa, justru pasukan yang di Komandoi oleh Kapten Joseph itu, justru mendapatkan banyak tantangan dan rintangan, yakni jebakan-jebakan ditengah hutan yang dibuat oleh para pria-pria bertopeng itu, sehingga banyak dari mereka yang terluka dan harus segera dirawat.
Tak ingin kalah, Kapten Joseph semakin bringas. Kini Ia memutuskan untuk menembak mati, siapapun yang Ia temui disana, tanpa pandang bulu.
Hal ini, menciptakan ketegangan di antara kedua kubu. Para pria bertopeng adalah suku asli, mereka mengenal medan lebih baik dari para prajurit, hal ini yang menyebabkan korban di pihak prajurit lebih banyak dan mereka bahkan tidak tampak satu orang pun.
Kapten Joseph segera meminta bantuan, namun tanggapan yang la dapat sangat mengejutkan dan sangat bertentangan dengan apa yang sedang Ia lakukan. Bagaimana tidak, Ia diperintahkan untuk menarik pasukannya dari hutan, untuk meminimalisir prajurit yang terluka.
"Regan... dasar banciii!" umpat
Kapten Joseph yang mengetahui bahwa, segala yang terjadi ini adalah karena ulah regan. Dan yang membuatnya semakin kesal, darimana regan mengetahui tentang rencananya.
Segalanya berjalan tidak sesuai dengan yang Ia inginkan. Kini Ia harus menarik kembali pasukannya tanpa hasil.
***
Semuanya berjalan sesuai dengan rencana yang dibuat regan. Dia tahu, Kapten Joseph akan segera mengambil tindakan, sehingga Elias yang membawa berita, sudah menjelaskan pada para penyandera untuk membawa azura pergi dari sana.
Dan ternyata mereka mendengarkan apa yang disampaikan regan dan melakukannya. regan bersyukur, karena upayanya untuk menyelamatkan azura, berjalan dengan baik.
Kini, Ia membawa uang yang diminta oleh mereka ke tempat yang sudah mereka sepakati, setelah atasannya menangani kasus pelanggaran yang dilakukan oleh Kapten Joseph.
Karena jumlahnya yang belum mencapai dua miliar, regan meminta mereka untuk bersabar, sebab sisanya akan ditambahkan nanti. Biar bagaimanapun, Uang sebanyak itu, tidak dapat dicairkan dalam sehari.
Regan ditemani Elias untuk melakukan hal itu. Mereka berdua membawa uang sebesar Satu miliar sebagai dana awal. Selebihnya, akan mereka usahakan secepatnya. Dan uang itu, langsung diserahkan pada pimpinan pria-pria bertopeng itu.
"Sa bisa bicara dengan dokter itu kah? Sebentar saja!" tanya regan pada pemimpinnya. Mereka tercengang dengan dialek yang dipakai regan.
"Weh, Kapten ko pu kulit putih tapi, ko pu dialek nii, su sama dengan orang Papua saja." ujar salah satu dari mereka, sebab regan datang dengan mengenakan seragam lengkap.
"Bah, sa ni besok su mo jadi anak adat, kam tra tau kah?" gurau regan. Mereka semua tertawa terbahak-bahak.
Kesepakatan yang mereka buat, adalah regan akan meninggalkan azura tetap bersama mereka, hingga permintaan mereka terpenuhi, barulah, azura akan dilepaskan. Dan mereka telah sepakat.
Kini, salah seorang di antara mereka, mempersilahkan regan untuk mengikutinya menemui azura.
Setiap langkah yang diambil penuh dengan rasa gelisah, ada rasa takut dalam dirinya untuk bertemu istrinya itu.
Dia takut, azura akan marah padanya, sebab baru datang setelah hari kedua, yakni hari terakhir yang ditentukan.
Bukan tanpa alasan, regann tidak bisa bertindak sendiri, sebab Ia kini melakukannya dengan perintah langsung dari Pangdam XVII Cenderawasih.
Saat Ia tiba di depan sebuah gubuk, Ia berkali-kali menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya. Jantungnya berdebar, regan tidak mengerti dengan rasa itu. Mengapa juga, dia harus begitu gugup.
Ia dipersilahkan untuk masuk. Ia membawa tentengan berupa baju ganti dan perlengkapan untuk menyikat gigi dan sabun untuk mandi. Ia yakin, gadis itu belum membersihkan tubuhnya sejak berada disana.
Saat membuka pintu, regan terkejut melihat gadis itu yang sedang duduk memeluk lutut, sambil memandang keluar, melalui Jendela gubuk itu.
"Azura!"
tambah seru nih