Amira, seorang gadis jaman now yang terkontaminasi novel online bergenre pelakor. Ia selalu berharap bisa di hamili oleh seorang pria tampan dan kaya, sekalipun pria tersebut sudah memiliki istri.
Suatu ketika ia bertemu dengan Gerrard, seorang CEO kaya raya dan tampan yang menginginkan seorang anak. Sedang istrinya tak bisa memberi keturunan.
Meski di hujat netizen, Amira tetap mengikuti kata hatinya demi hidup bagaikan gadis miskin yang naik derajat, seperti di dalam novel-novel online yang pernah ia baca.
Ia kemudian menjalani kehidupan bak Cinderella. Ternyata pria kaya itu beserta keluarganya sangat baik. Amira merasa jika karma tidak berlaku pada kehidupannya.
Namun ketika ia telah menikah dengan CEO tersebut, muncul kejanggalan demi kejanggalan. Seperti sarapan pagi di rumah keluarga besar suaminya yang selalu sama, orang-orang yang mengenakan baju yang sama, pembicaraan yang sama setiap hari.
Apakah yang sebenarnya terjadi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pratiwi Devyara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sebuah Pengakuan
Sheva nyaris menjatuhkan nampan berisi gelas kosong, saat mendengar kalimat yang baru saja keluar dari mulut Amira. Wajahnya yang semula ceria kini sedikit syok, mata gadis itu membesar tak percaya.
"Lo beneran hamil, Mir?" tanya nya kemudian.
Suaranya terdengar bergetar diantara suara pengunjung dan mesin pemroses kopi. Amira pun tersenyum dan menjawab.
"Iya, udah positif." ujarnya penuh semangat.
Sheva menatapnya cukup lama, sampai akhirnya senyum gadis itu muncul secara perlahan tapi langsung merekah.
"Serius?" tanya nya masih tak percaya.
"Iya." Amira memastikan.
"Ya ampun, Mir. Akhirnya lo melendung juga." ujar Sheva nyaris berjingkrak karena kesenangan.
"Lo bakal jadi nyonya besar, karena udah punya tiket masuk ke keluarganya Gerrard." lanjutnya lagi.
"Iya, makanya gue seneng banget." ujar Amira.
Sheva mencondongkan tubuhnya, dan berbicara pelan.
"Tapi si pak Gerrard udah tau kan kalau lo hamil?" tanya nya kemudian.
"Udah dong, malah gue sadar dan taunya justru dari dia." jawab Amira.
"Oh ya?" Mata Sheva kian membesar.
"Iya, pas lagi tidur-tiduran gitu, dia meluk gue kan dari belakang. Sambil ngelus-ngelus perut gue, dia bilang kalau gue hamil. Tadinya sih nggak percaya, tapi setelah di testpack ternyata garis dua." ujar Amira.
"Ih, so sweet banget. Bener-bener kayak di novel online, Mir. Sumpah, gue jadi pengen kayak gitu." ujar Sheva.
"Pengen dibuntingin juga sama laki orang, gitu?"
Terdengar suara celetukan dari arah belakang, dan ternyata itu berasal dari bibir Tirani yang kini berdiri sambil menyilangkan tangan di dada.
Tatapan matanya tajam, penuh ketidaksukaan dan tentu saja hal itu membuat Amira dan Sheva tersentak kaget.
"Lo nguping pembicaraan kita?"
Sheva terdengar marah pada Tirani. Ia tak suka jika gadis itu ikut campur.
"Heeeh." Tirani makin sinis.
"Lo berdua aja dengan pedenya menceritakan aib perzinahan di tempat umum kayak gini. Terus lo berdua berharap apa?. Nggak bakal ada yang denger, atau orang pura-pura nggak tau gitu?" ujarnya kemudian.
"Ya, lo bisa kan memilih untuk nggak ikut campur urusan orang." Sheva membela dirinya dan Amira.
"Eh, cewek murahan. Mau jadi apa negara ini selanjutnya, kalau model generasinya kayak lo berdua gini." Tirani merendahkan Sheva dan juga Amira.
"Itu terserah gue sama Amira, yang hamil juga rahimnya si Amira, koq lo yang sewot."
Suara Sheva meninggi, sehingga mengundang perhatian dari sekitar. Para pengunjung kafe dan karyawan kini menoleh pada mereka bertiga.
"Ada apa ini?" manager area segera menghampiri mereka, karena khawatir akan mengganggu kenyamanan pelanggan.
"Ini pak, si Amira hamil sama suami orang yang pernah jadi pelanggan kafe kita."
Tirani langsung membocorkan hal tersebut dan sontak membuat seisi kafe terkejut. Beberapa diantaranya diam-diam merekam kejadian itu untuk konten sosial media.
"Eh, itu urusan Amira, bukan urusan lo." ujar Sheva masih meninggikan suara.
"Diem lo, teman l*nte pelakor kayak dia malah dibela." teriak Tirani.
"Pak Gerrard itu udah punya istri." lanjutnya lagi.
"Sudah-sudah!"
Manager tersebut mencoba mendamaikan situasi.
"Amira, apa benar semua ini?" tanya nya kemudian.
"Ayo kalian bertiga ikut ke ruangan saya." lanjutnya lagi.
Amira tertunduk dalam diam, ia kini merasa tak enak pada manager tersebut.
"Ada apa ini?"
Gerrard mendadak muncul, dengan mengenakan setelan jas mahal serta jam tangan seharga milyaran seperti biasa. Kehadirannya pun langsung mengubah suasana menjadi semakin seru.
Para pengunjung lain mulai menaikkan handphone diam-diam, dan merekam kejadian itu
"Pak Gerrard?" Amira terkejut dengan kehadiran laki-laki yang sudah menghamilinya tersebut.
"Kamu kenapa?. Mereka berbuat apa terhadap kamu?" tanya Gerrard pada Amira.
Maka perempuan itu pun menunduk dan menitikkan air mata. Tirani makin sinis dan nyaris tertawa kesal menyaksikan semuanya. Baginya Amira tak lebih dari sekedar ratu drama.
"Pelakor buaya lo." ujarnya kemudian.
"Atas dasar apa kamu berani mengatakan dia seperti itu?"
Gerrard marah pada Tirani dan menatap matanya dalam-dalam. Tapi Tirani tidak gentar begitu saja, karena merasa memang Amira perlu di hujat dan diadili oleh hukum sosial.
"Saya bisa loh pak, kasih tau istri bapak soal ini semua." ujarnya dengan berani.
"Silahkan!. Toh saya juga sudah mau menceraikan dia." jawab Gerrard.
Tirani begitu jengah mendengar hal tersebut. Ia tipe orang yang amat membenci pengkhianatan dari suami ke istri. Sebab dirinya merupakan korban broken home.
"Bisa-bisanya bapak malah menceraikan istri bapak, demi membela perempuan murahan, yang make rahimnya sebagai senjata buat ngancurin rumah tangga orang."
"Tirani."
Sang manager mengingatkan Tirani untuk segera berhenti mencampuri urusan orang lain, supaya masalah ini tidak melebar kemana-mana.
"Ini urusan saya." ucap Gerrard dengan nada tegas.
"Iya, kalau lo pengen dihamili juga, ya lo cari lah cowok lain." celetuk Sheva.
"Gue nggak murahan kayak lo dan temen lo ini. Jadi pelakor koq bangga dan di normalisasi." ucap Tirani.
"Kebanyakan baca novel online nggak mutu lo." lanjutnya lagi.
"Sudah-sudah!."
Sang manager kini menarik Tirani, lalu Tirani diamankan oleh karyawan lain.
"L*nteee dasar." teriak Tirani.
"Jaga mulut karyawan anda, atau saya tutup tempat ini!"
Gerrard memberikan ancaman pada sang manager dan manager itu pun segera meminta maaf. Biar bagaimanapun Gerrard adalah salah seorang yang pernah berkunjung ke tempat itu sebagai customer.
"Mulai hari ini Amira resign." ujar pria itu lagi.
Tak lama ia pun menggamit lengan Amira dan membawanya keluar dari tempat tersebut. Sementara Sheva pamit pulang cepat, karena sudah tidak lagi mood dalam bekerja.
***
"Kan saya sudah bilang, kamu resign saja dari tempat itu. Kalau tadi sampai terjadi apa-apa sama kamu dan calon bayi kita, gimana?"
Gerrard marah pada Amira, ketika mereka sudah masuk ke dalam mobil. Amira sendiri menunduk dan mulai menangis.
"Saya tadi juga nggak ngapa-ngapain, pak. Cuma cerita sama Sheva dan si Tirani nguping pembicaraan kami." ujar perempuan itu disela suaranya yang terisak.
"Memangnya kalian membicarakan apa?" tanya Gerrard penasaran.
"Soal kehamilan saya, pak." jawab Amira.
Gerrard kini menghela nafas dalam-dalam. Ia tak habis pikir mengapa generasi Z sangat suka mengumbar aib mereka sendiri di depan umum.
"Ya sudah, mulai hari ini kamu nggak usah kerja lagi disana. Kamu fokus saja hamil anak saya dan melahirkan." ujar Gerrard.
"Tapi saya dinikahin kan pak?" tanya Amira penuh harap.
"Saya sudah mengajukan gugatan cerai melalui pengacara saya. Kita akan menikah dalam waktu dekat." jawab Gerrard.
Mendengar hal tersebut, Amira pun langsung senang bukan kepalang. Sebentar lagi ia akan jadi nyonya dan bisa membalas dendam pada Tirani.
"Kita ke rumah saya sekarang. Orang tua dan saudara saya ingin mengenal kamu." ucap Gerrard.
Amira terkejut mendengar semua itu.
"Secepat ini?" tanya nya kemudian.
"Iya, kenapa?" Gerrard balik bertanya.
"Kamu sebentar lagi akan resmi menjadi istri saya. Kamu harus sudah mengenal keluarga calon suami kamu sebelum itu." jawab Gerrard.
Mendengar hal tersebut perasaan Amira pun jadi campur aduk. Antara senang tapi juga khawatir. Ia takut tak diterima oleh keluarga Gerrard, mengingat ia berasal dari kalangan yang biasa saja dan bukan orang kaya.
***