NovelToon NovelToon
Istri Rahasia Sang CEO

Istri Rahasia Sang CEO

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / Cinta Seiring Waktu / Romansa / CEO
Popularitas:3.9k
Nilai: 5
Nama Author: Rienss

“Sah!”
Di hadapan pemuka agama dan sekumpulan warga desa, Alan dan Tara terdiam kaku. Tak ada sedikitpun senyum di wajah meraka, hanya kesunyian yang terasa menyesakkan di antara bisik-bisik warga.
Tara menunduk dalam, jemarinya menggenggam ujung selendang putih yang menjuntai panjang dari kepalanya erat-erat. Ia bahkan belum benar-benar memahami apa yang barusaja terjadi, bahwa dalam hitungan menit hidupnya berubah. Dari Tara yang tak sampai satu jam lalu masih berstatus single, kini telah berubah menjadi istri seseorang yang bahkan baru ia ketahui namanya kemarin hari.
Sementara di sampingnya, Alan yang barusaja mengucapkan kalimat penerimaan atas pernikahan itu tampak memejamkan mata. Baginya ini terlalu cepat, terlalu mendadak. Ia tak pernah membayangkan akan terikat dalam pernikahan seperti ini, apalagi dengan gadis yang bahkan belum genap ia kenal dalam sehari.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rienss, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pertolongan Rico

Setelah beberapa sapaan formal, rapat pada siang hari itupun dimulai. Tara segera bangkit dari kursinya dan mulai membagikan berkas proposal ke setiap peserta.

Ia memulai dari ujung meja, tempat CEO sebagai pemimpin rapat duduk dengan aura dinginnya. Pria itu tak mengatakan apapun saat dirinya meletakkan map hitam di hadapannya. Hanya menatap sekilas dengan pandangan yang cukup membuat tengkuk Tara menegang.

Begitu Tara beralih ke peserta lainnya, perhatian beberapa direksi langsung tertuju padanya. Ada yang menatap dengan senyum samar, ada pula yang melirik dengan ekspresi menggoda. Tara berusaha tetap tenang, menekan rasa canggung yang merayap.

Namun, semua tingkah para direksinya itu tak luput dari pengamatan Alan. Dengan sorot matanya yang dingin, ia memperhatikan setiap lirikan, setiap tatapan yang diarahkan pada Tara.

Ada reaksi spontan dalam dirinya yang entah kenapa tidak menyukai apa yang para direksinya itu lakukan pada Tara.

Setelah menyelesaikan tugasnya, Tara kembali ke kursinya di samping Dirga. Namun tatapan Alan tetap mengekori hingga gadis itu menunduk seolah menyadari tengah diperhatikan.

Rapat siang itu berlangsung panas. Beberapa bagian proposal yang diajukan Dirga menuai perdebatan sengit di antara para direksi. Suara saling sanggah dan analisis tajam memenuh ruangan itu.

Namun di tengah hiruk pikuk itu, tanpa sadar lirikan Alan sesekali kembali pada Tara. Dan setiap kali menyadarinya, ia akan segera mengalihkan pandangan, berpura-pura menatap layar presentasi atau menulis sesuatu di buku catatannya.

Ia ingin menyangkal dorongan aneh itu, ingin menghentikan tindakan konyolnya yang bahkan tiak bisa ia jelaskan alasannya.

Ketika akhirnya rapat berakhir dua jam kemudian, para direksi satu persatu meninggalkan ruangan, beberapa masih duduk dan saling berbincang. Tara membereskan sisa berkas di meja. Ia merasa lega karena akhirnya rapat itu usai, dan ia bisa segera keluar dari ruangan yang penuh tekanan itu.

Namun ketika ia dan Dirga beranjak menuju pintu, suara berat Alan menghentikan langkah mereka.

“Tunggu sebentar, Dirga.”

Dirga dan Tara menoleh ke arah kursi pimpinan, di mana Alan masih duduk dengan tenang.

“Ke ruanganku setelah ini,” lanjut Alan menatap sang adik.

Dirga mengangguk. “Baik, Pak.”

Dirga mencondongkan tubuhnys sedikit ke arah Tara lalu berbisik, “Kau kembali dulu ke ruangan, ya.”

Tara mengangguk pelan. Ia bergegas meraih berkas-berkas miliknya dan segera membungkuk hormat pada Alan dan Dirga sebelum melangkah pergi dari ruangan itu.

Alan yang sempat menangkap moment itu dengan matanya mengeratkan rahang. Ia tak tahu kenapa, interaksi singkat itu terasa... mengganggu.

Saat akhirnya Tara melangkah pergi, Alan mengekorkan tatapannya hingga gadis itu benar-benar menghilang di balik pintu.

*

Tara berdiri di depan lift dengan map di tangan, menunggu pintu logam di hadapannya terbuka. Wajahnya masih sedikit tegang dengan apa yang terjadi di dalam ruang meeting tadi. Bukan hanya karena ini kali pertamanya ia duduk bersama jajaran direksi, tapi juga karena lagi-lagi ia harus bertemu dengan pria dengan tatapan tajam itu, Alandra Hardinata.

“Hallo, Nona Tara.”

Tara menoleh cepat. Tak sampai dua langkah di belakangnya, salah satu direksi yang ditemuinya di ruang meeting tadi berdiri santai dengan kedua tangan tersimpan di saku celana. Jangan lupakan senyum miringnya serta tatapan yang membuat Tara ingin seger menghindar.

Tara mengenali wajah itu, Chandra Mahesa, direktur pemasaran Zeal Industries.

“Selamat sore, Pak Chandra,” ucap Tara sopan sambil sedikit menunduk.

Chandra tersenyum, memasukkan kedua tangan ke saku celana, tubuhnya sedikit condong ke depan. “Mau kembali ke ke ruangan?”

“Iya, Pak,” jawab Tara singkat.

“Wah kebetulan sekali.” Langkah Chandra maju setapak, membuat Tara refleks  mundur dengan langkah kecil. “Kita menuju Tara tersenyum kaku, mencoba menjaga kesopanan meski tubuhnya tegang. “Begitu, ya, Pak.”

“Bagaimana kalau ikut lift saya saja?” ucap Chandra dengan nada ramah yang terdengar terlalu manis. “Biasanya jam segini lift penuh. Lagipula...” matanya menelusuri Tara dengan tatapan menilai, “saya bisa sekalian mengenal staf baru yang membuat rapat tadi jadi lebih... berwarna.”

Tara menelan ludah, senyumnya kian tipis. Ia tidak ingin bersikap kasar, tapi juga enggan menuruti ajakan itu.

“Terima kasih, Pak, tapi saya tidak apa-apa menunggu di sini saja,” jawabnya hati-hati.

Namun sebelum Chandra sempat menimpali, langkah kaki berat terdengar mendekat dari arah lorong.

“Pak Chandra, ada apa di sini?”

Tara menoleh dengan lega ketika melihat Rico, asisten pribadi Alan, yang muncul di ujung lorong. Wajahnya tampak serius, dan keberadaannya seakan menjadi angin segar yang mengusir ketegangan yang menggantung di antara Tara dan Chandra.

Chandra menoleh, sedikit terkejut, namun segera tersenyum dan mengangguk. “Oh, Rico. Tak ada apa-apa, saya hanya berbicara dengan Nona Tara sebentar.”

Rico berjalan mendekat, tatapannya seakan memberi isyarat yang cukup jelas kepada Chandra bahwa percakapan mereka harus segera dihentikan. “Nona Tara, Pak Alan meminta Anda segera ke ruangan. Ada beberapa hal yang perlu dibicarakan,” ucapnya dengan nada datar, seolah menegaskan bahwa percakapan ini sudah cukup.

Tara mengangguk cepat, merasa sedikit lega saat mendengar suara Rico yang menyela percakapan dengan Chandra. Saat itu, Chandra akhirnya mundur, meskipun masih menyematkan senyum yang terlihat sedikit dipaksakan.

“Baiklah, kalau begitu,” jawab Chandra sambil sedikit melangkah mundur. “Saya tidak ingin mengganggu lebih lama.”

Tara menyunggingkan senyum canggung, “Terima kasih, Pak Chandra,” jawabnya, sebelum akhirnya mengikuti langkah Rico yang sudah lebih dulu berbalik menuju lift khusus CEO.

Chandra berdiri di sana, menatap mereka berlalu dengan tatapan yang sulit untuk dibaca. Sementara itu, Tara merasa sedikit lebih lega. Ketegangan yang sempat menghantui dirinya selama percakapan dengan Chandra sedikit reda, meskipun perasaan tidak nyaman tetap membekas.

Begitu pintu lift terbuka, Tara melangkah masuk diikuti oleh Rico. “Terima kasih,” kata Tara pelan, matanya sempat melirik ke Rico.

Rico hanya mengangguk, wajahnya tetap datar. "Itu tidak perlu, Nona Tara. Tapi Anda harus lebih berhati-hati."

Tara hanya mengangguk. “Saya mengerti, Pak.”

Setelah beberapa detik, lift berhenti di lantai 17, dan pintu terbuka dengan suara 'ding'.

“Nona Tara, ini lantai Anda,” ujar Rico sambil melangkah keluar lebih dulu.

Tara keluar dari lift dengan langkah pelan. Rico berjalan di depannya

Saat sampai di depan ruangannya, Rico berhenti sejenak. “Semoga hari Anda tidak terlalu berat,” katanya dengan nada yang lebih lembut.

Tara tersenyum tipis, mengucapkan terima kasih sekali lagi.

Rico mengangguk sebelum berbalik dan berjalan kembali menuju lift. Tara sempat menatap punggung pria itu sebentar sebelum akhirnya masuk ke ruang staff keuangan.

Setibanya di meja kerjanya, Tara sempat duduk terpaku sejenak. Pikirannya yang masih berputar kembali ke rapat yang berlangsung panas, interaksi dengan para direksi, serta pertemuannya dengan Alan yang walau singkat, tapi cukup membuat jantungnya berdebar.

Namun, seiring dengan berlalunya waktu, pekerjaan mulai menyibukkan dirinya, dan ia pun kembali fokus pada layar komputer. Tugas demi tugas diselesaikan hingga akhirnya hari kerja pun berakhir.

Setelah mengumpulkan barang-barangnya, Tara keluar dari ruangannya. Ketika berjalan menuju pintu lift, ia sempat melirik keluar jendela gedung, menyadari betapa sunyinya suasana sore itu.

Setelah menunggu beberapa menit di halte, akhirnya bus yang ditunggu-tunggu datang. Tara masuk dan mencari tempat duduk di dekat jendela. Sepanjang perjalanan, ia hanya memandang keluar, sesekali, ia menghela napas, meresapi keheningan.

Akhirnya, bus berhenti di halte yang paling dekat dengan rumah kostnya. Tara turun, dan dengan langkah ringan ia mulai berjalan menuju kost.

Namun langkahnya tiba-tiba terhenti saat sebuah mobil hitam berhenti tepat di depannya. kaca mobil yang gelap menutupi wajah pengemudinya. Hati Tara berdegup kencang, perasaan cemas tiba-tiba kembali menghantuinya.

1
Rahmat
Dirga rebut tara dr pria pengecut seperti alan klau perlu bongkar dirga biar abang mu dlm masalah
Rahmat
Duh penasaran gimana y klau mrk bertemu dgn tdk sengaja apa yg terjadi
ida purwa
nice
tae Yeon
Kurang greget.
Rienss: makasih review nya kak. semoga kedepan bisa lebih greget ya
total 1 replies
minsook123
Ngakak terus!
Rienss: terima kasih dah mampir kak. Salam kenal dan semoga betah baca bukuku ya🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!