"Tidak ada pengajaran yang bisa didapatkan dari ceritamu ini, Selena. Perbaiki semua atau akhiri kontrak kerjamu dengan perusahaan ku."
Kalimat tersebut membuat Selena merasa tidak berguna menjadi manusia. Semua jerih payahnya terasa sia-sia dan membuatnya hampir menyerah.
Di tengah rasa hampir menyerahnya itu, Selena bertemu dengan Bhima. Seorang trader muda yang sedang rugi karena pasar saham mendadak anjlok.
Apakah yang akan terjadi di dengan mereka? Bibit cinta mulai tumbuh atau justru kebencian yang semakin menjalar?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LyaAnila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian 15 : Tumbang Kedua Kalinya
Setelah kedua gadis itu sampai di kantor. Mereka mengerjakan setiap tugas yang diberikan oleh kepala divisi mereka. Mungkin terlarut dalam bekerja, Selena sampai lupa menghubungi Bhima untuk menanyakan kapan laptopnya akan diambil.
Ia meraih gawainya dan segera membuka halaman WhatsApp nya.
"Si Pengacau". Itulah sekiranya nama kontak Bhima di gawai Selena. Buru-buru ia menekan kontak itu dan segera mengirimkan pesan pada Bhima.
"Bawa laptop gue di PawPaw Cafe. Nanti ketemuan disana aja."
Klik
Pesan terkirim
Dengan sisa-sisa keberaniannya, Selena langsung menghampiri Rani yang sudah menunggunya di pantry. Ia langsung meminta Rani untuk mengantarnya ke PawPaw Cafe menemui Bhima.
"Anterin gue ke PawPaw Cafe dong Ran."
"Ngapain. Kan itu tempat lu ketemu Bhima?"
"Gue mau ketemu Bhima disana."
"Ha, serius lu? Nggak papa disana lagi?"
Selena mengangguk dan meyakinkan Rani bahwa dia baik-baik saja di cafe itu. Karena Selena sudah yakin, Rani pun mengantarkan Selena ke tempat itu. Di perjalanan, ia nampak gugup. Namun, Selena berusaha menutupi kegugupannya dengan bernyanyi sesuka hatinya.
*****
Disisi lain, Bhima yang masih berkecamuk dengan isi pikirannya mendadak terkejut dengan notifikasi yang ada di gawainya. Dengan segera, ia meraih gawai dan memeriksa pesan dari siapa itu. Siapa tau dari nomor misterius itu.
"Nah, pengecut lagi kek nya. Mau teks apaan lu," keluhnya.
"Bawa laptop gue nanti di PawPaw Cafe jam sepuluh. Nggak boleh telat. Kalau telat gue tinggal jajan."
Begitulah kira-kira isi pesan yang didapat. Seketika Bhima langsung bersiap-siap. Ia merapikan rambutnya yang sedikit acak-acakan. Bhima memeriksa kembali laptop Selena. Aman, sudah diletakkan di tas khusus dan terbungkus dengan rapi. Ia mengalihkan pandangannya ke cermin. Disana, ada pantulan dirinya yang sudah rapi dan sedikit bergumam.
"Hari ini lu harus santai, kalem dan harus menguasai keadaan. Jangan terpancing emosi. Kalau dia marah-marah, biarin aja, jangan maksa. Kalau dia ngomong sesuatu, lu tinggal dengerin aja. Jangan motong. PAHAM BHIM!"
Setelah dirasa cukup untuk menemui Selena, Bhima segera turun dari unitnya kemudian menghampiri mobilnya yang terparkir rapi di parkiran. Sesampainya dimobil, ia kemudian mengecek kembali barang bawaannya. Laptopnya sendiri dan laptop Selena sudah berada di kursi penumpang sebelahnya.
"Let's go girl. Waktunya kembali ke pemilikmu," ujarnya pada laptop Selena.
Bhima menginjak pedal gas mobil nya, perlahan meninggalkan apartemen nya dan bergegas menuju ke PawPaw Cafe. Kurang lebih satu jam perjalanan yang ia tempuh menuju ke cafe. Padahal, sebenarnya cafe itu bisa ditempuh hanya setengah jam saja.
"Matilah. Nanti dia marah lagi. Ayolah. Ni ada perbaikan jalan apa gimana nih. Lama banget nggak geraknya," gerutu Bhima sendiri.
Seolah Tuhan mengabulkan doanya, akhirnya kemacetan itu berhasil terurai dan tanpa membuang banyak waktu. Langsung saja ia menginjak pedal gas nya kembali.
Sedangkan, di PawPaw Cafe, Selena dan Rani sudah menghabiskan satu gelas cokelat dan matcha. Sudah kurang lebih dua puluh menit mereka menanti kedatangan yang tak pasti dari seorang Bhima Arta Pradana.
"Len. Lu yakin dia bakal dateng kesini? Secara ini tempat terburuk dimana kalian bertemu pertama kali."
"Nggak yakin gue sih Ran. Lu masih laper, mau seblak kah?" tawar Selena.
Dengan berbinar, Rani langsung mengiyakan tawaran Selena. Mereka bergegas pergi karena Bhima yang ditunggu dari tadi batang hidungnya pun tidak terlihat. Namun, ketika baru saja mereka sampai di pintu depan cafe. Orang yang ditunggu-tunggu pun akhirnya muncul juga.
Kring..... Kring.....
"Selena. Mau kemana," tanya Bhima.
Dengan tergopoh-gopoh dan nafasnya masih lari-larian, ia masuk ke PawPaw Cafe dan memesan ice Americano. Ia mengatur nafasnya dan meminta Selena dan Rani untuk duduk kembali.
"Duduk dulu sini."
Bhima menepuk-nepuk kursi yang ada disebelahnya. Selena dan Rani saling bertukar pandang. Kemudian, Rani mengisyaratkan untuk kembali dulu dan mendengarkan penjelasan Bhima. Akhirnya Selena menurut dan mereka pun mengurungkan niatnya untuk membeli seblak.
"Kan gue tadi udah bilang. Gue nggak mau kalau telat. Ini udah telat berapa jam coba. Kenapa bisa telat?" Selena terus mencecar Bhima. Bhima hanya membisu seolah di mulutnya ada lem. Baru kali ini, ia terdiam membisu ketika ada seorang perempuan yang mengomelinya.
"Maafin aku. Tadi di persimpangan sana ada perbaikan jalan. Makanya jadi terlambat," ritme nafas Bhima sudah mulai membaik dan bicaranya pun sudah terdengar jelas.
"Boleh aku menjelaskan sesuatu? Tapi kamu janji kamu bakal dengerin aku kan? Jangan potong pembicaraanku. Supaya aku tidak lupa apa yang ingin aku ucapkan?" tanya Bhima perlahan.
Selena pun hanya mengangguk dan berusaha mengerti Bhima. Setelah menyepakati perjanjian itu, Bhima akhirnya mengeluarkan ransel berisi laptop Selena di dalam. Selena berbinar-binar melihat kunci kariernya akhirnya kembali.
"Gimana kata mas nya yang perbaiki?"
"Gini. Ada seseorang yang berusaha meretas laptop kamu," Bhima berkata pelan karena khawatir Selena akan meledak lagi amarahnya.
Namun, kekhawatiran Bhima ternyata tak terjadi. Selena dan Rani tidak meledak. Ya, mereka memang takut, tapi mereka tidak mau mempermalukan diri mereka sendiri.
"Siapa yang meretas?" Selena kembali bertanya pada Bhima. Tatapannya tak lepas dari mata Bhima, seolah ingin memastikan bahwa hanya kebenaran yang disampaikan, bukan kebohongan.
"Nggak tau. Tapi, kata mas nya tadi ada file yang mencurigakan di laptopmu. Dan sudah kutanya kapan mas ada file itu. Dia menjawab sepertinya sudah lama mas, sebelum laptopnya rusak.
******
Bagai disambar petir disiang bolong, kaki Selena lemas. Siapa yang melakukan ini padanya dan berkali-kali ia bertanya apa salah dia?
"Ya sudah Bhim, terima kasih sudah mau bertanggungjawab. Untuk urusan ada yang meretas atau tidak. Biarlah. Aku permisi, mau pulang. Kepalaku sangat pusing," terang Selena. Entah kenapa bayangan lantainya berubah menjadi banyak lantai. Dan benar sekali, Selena ambruk dan untung saja Bhima segera menangkap tubuh Selena.
"Eh Selena. Rani, kita bawa ke rumah sakit aja. Jangan klinik yang kemarin," Bhima yang masih terkejut pun langsung menawarkan solusi ke Rani. Rani pun hanya mengiyakan karena ia pun khawatir tentang kesehatan Selena.
Akhirnya, tanpa pikir panjang Bhima langsung menggendong Selena dan meminta Rani untuk menemani Selena ke rumah sakit.
"Udah, pakai mobilku aja. Mobilmu nanti akan diambil Dion dan Bagas. Sekarang, kita harus segera membawa Selena untuk mendapat perawatan segera" pinta Bhima pada Rani.
Rani mengangguk dan ketiganya langsung tancap gas ke rumah sakit Pradana. Bhima pun terkadang mencuri-curi pandang ke belakang. Memastikan kondisi Selena baik-baik saja. Raut wajah khawatirnya terpampang jelas di kaca spion tengah.
"Sepertinya dia memang tulus sama Selena. Tapi, Selena harus waspada juga. Jangan langsung percaya. Siapa tau dia hanya sedang bermain peran sekarang," gerutu Rani sambil mengusap-usap pucuk kepala Selena.
Setelah beberapa menit melewati jalan yang cukup ramai, akhirnya mereka sampai juga ke rumah sakit. Perawat pun langsung membawakan emergency bed dan Bhima segera meletakkan Selena disana. Setelah posisi Selena sudah dirasa nyaman, para perawat yang bertugas di IGD pun membawa Selena untuk ditindaklanjuti. Sedangkan, Rani dan Bhima menunggu dengan khawatir di luar.
"Maaf Ran," kata itu terdengar memecah keheningan diantara mereka.
"Minta maaf sama Selena, bukan sama gue. Lu salah sama Selena. Sebelumnya, Selena itu orang yang sangat ceria. Bahkan, setelah kehilangan ayahnya pun ia berusaha menjadi tulang punggung untuk ibu dan kedua adiknya. Setiap kali gue tanya sama dia "gimana kabar lu sekarang. are you okey, kan" itu aja dia kadang masih nangis. Dan sekarang, dia lalui harinya seperti ini. Kadang gue mikir, dunia itu jahat banget setelah kepergian ayahnya."
Entah kenapa, Rani akhirnya bercerita panjang lebar kisah hidup Selena pada Bhima. Rani pun tak tau, tapi hati kecilnya seolah merestui jika Bhima menjadi pelindung Selena. Bhima hanya mendengarkan setiap detail penjelasan yang diungkapkan Rani padanya tentang kehidupan Selena dulu. Bhima sedikit tersentuh dan ia bertekad untuk berada di samping Selena, apapun keadaannya.
"Malang sekali hidupmu, Selena. Maafkan aku yang menambah beban hidupmu ya, aku janji. Aku akan berada di sekitarmu mulai sekarang..... bahkan mungkin selamanya," Bhima bertekad pada dirinya sendiri untuk menebus semua kekacauan yang ia sebabkan.
*****